Tempat Fasum: Bareskrim Mabes Polri

  • Bareskrim Sita 47 Kg Ganja Siap Edar di Sumatra Utara

    Bareskrim Sita 47 Kg Ganja Siap Edar di Sumatra Utara

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap kasus peredaran narkoba jenis ganja sebanyak 47 kilogram (Kg) di Sumatera Utara.

    Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Eko Hadi Santoso mengatakan pihaknya telah menetapkan dua tersangka dalam perkara ini yakni S (35) dan H (38).

    “Sebagai penjaga gudang penyimpanan narkotika jenis ganja dan H sebagai penjemput dan pengantar narkotika jenis ganja,” ujar Eko dalam keterangan tertulis, Minggu (16/11/2025).

    Dia menambahkan, pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat soal adanya peredaran narkoba di Deli Serdang, Sumatera Utara pada (13/11/2025).

    Menindaklanjuti informasi itu, tim dari kepolisian langsung melakukan penelusuran di lokasi. Singkatnya, tim penyidik telah menemukan dua tersangka dan langsung diringkus di lokasi.

    “Ditemukan pada tersangka yaitu barang bukti 47 Bal atau 47 Kg diduga narkotika jenis ganja yg disimpan di dalam kamar tersangka,” imbuhnya.

    Dua tersangka itu kemudian telah dilakukan tes urine dengan hasil positif amphetamine dan THC. Setelah itu, kedua tersangka ini bakal diserahkan ke Mabes Polri untuk dilakukan pendalaman lebih lanjut.

    “Rencana tindak lanjut menyerahkan tersangka dan Barang bukti ke Tipidnarkoba Subdit IV Bareskrim Mabes Polri,” pungkas Eko.

  • Arsul Sani Diadukan ke Bareskrim Terkait Dugaan Ijazah Palsu

    Arsul Sani Diadukan ke Bareskrim Terkait Dugaan Ijazah Palsu

    Jakarta

    Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi mengadukan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri. Pengaduan itu terkait legalitas ijazah program doktor Arsul Sani yang diduga palsu.

    “Kami dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hari ini mendatangi Bareskrim Mabes Polri dalam rangka untuk melaporkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi berinisial AS yang diduga memiliki atau menggunakan ijazah palsu,” kata Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi, Betran Sulani kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

    Menurut Betran, jabatan Hakim MK menuntut integritas akademik, dan gelar doktor menjadi syarat utama. Karena itu kebenarannya harus dibuktikan guna mempertahankan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi.

    “Maka apabila salah satu hakim yang kemudian memiliki ijazah palsu atau menggunakan ijazah palsu untuk mendapatkan jabatan sebagai hakim MK, maka ini adalah salah satu bentuk ataupun tindakan yang mencederai konstitusi itu sendiri. Jadi, itu yang menjadi alasan kami untuk datang dan mau membuat laporan kepolisian,” ucapnya.

    “Bukti yang kami dapatkan atau yang kami terima, salah satunya itu adalah pemberitaan, pemberitaan terkait dengan penyelidikan salah satu Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada di Polandia yang coba untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan legalitas kampus, yang mana kampus tersebut itu merupakan kampus yang di mana salah satu hakim berkuliah mendapatkan titel S3 di tahun 2023,” jelas dia.

    “Sebagai hakim saya terikat kode etik untuk tidak berpolemik. Kan soal ini juga ditangani MKMK,” tuturnya.

    (ond/dhn)

  • Persekongkolan Jahat Polwan dan 3 Anggota TNI di Gowa Peras Sopir Travel Puluhan Juta

    Persekongkolan Jahat Polwan dan 3 Anggota TNI di Gowa Peras Sopir Travel Puluhan Juta

     

    Liputan6.com, Gowa – Seorang anggota polisi wanita (Polwan) di Kabupate Gowa, Sulsel, tersandung kasus pemerasan sopir travel puluhan juta. Penyidik Bidang Propam Polda Sulsel tengah menyelidiki kasus pemerasan yang melibatkan Polwan tersebut. 

    “Kapolres sudah saya hubungi, kemudian anggota yang dilaporkan terlibat langsung kita periksa (Propam),” kata Kapolda Sulsel Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro di Makassar, Jumat (14/11/2025).

    Informasi yang berkembang, oknum Polwan tersebut bertugas di Polretabes Makassar diduga ikut serta bersama tiga oknum prajurit TNI dan tiga warga sipil lainnya memeras sopir travel bernama Aidil Isra. Sopir itu dituduh membawa tenaga kerja ilegal dan terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

    “Intinya, saat ini masih dalam proses pemeriksaan (di Propam) dan sementara proses pemeriksaan ini sedang berjalan. Ada gambaran yang kiranya berkaitan dengan ini juga akan terus kita telusuri,” tegasnya.

    Meski demikian, mantan Kasubdit IV/Poldok Direktorat Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Mabes Polri ini mengemukakan pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

    “Salah satu oknum menyampaikan bahwa ada anggota polisi yang terlibat. Di situ kita sampaikan kepada seluruh masyarakat yang mengalami yang kita duga tindak pidana, kita tetap mengedepankan praduga tak bersalah,” katanya lagi.

    Dari pemeriksaan awal disampaikan, bahwa uang Rp30 juta tersebut ditransfer korban ke rekening seseorang.  

    “Tapi, kami tidak percaya begitu saja, kami akan melihat berkaitan dengan pembuktian, transaksi keuangan yang ada. Kami akan bekerjasama dengan perbankan, sejauh mana proses itu,” tuturnya.

    “Kalau nanti dalam pembuktian anggota kami turut terlibat, kami tidak akan sungkan dan tidak akan melindungi anggota yang salah,” katanya lagi.

    Mantan Direktur Tipidum Bareskrim Polri ini mempertegas, apabila ada tindak pidana yang dilakukan anggota, maka tidak akan mentolerir semua terkait kejahatan jalanan dan perilaku lainnya terjadi di masyarakat.

    Djuhandhani berprinsip, bagi anggota berprestasi diberikan penghargaan sama seperti pengungkapan kasus penculikan anak korban Bilqis mengarah ke TPPO, sedangkan yang melanggar atau bersalah diberikan hukuman setimpal atas perbuatannya melanggar etika dan disiplin Polri.

     

  • Polisi Tangkap Pelaku Curanmor Bersenpi Tewaskan Hansip di Cakung Barat, Diringkus di Pelabuhan Bakauheni

    Polisi Tangkap Pelaku Curanmor Bersenpi Tewaskan Hansip di Cakung Barat, Diringkus di Pelabuhan Bakauheni

    JAKARTA – Tim gabungan Dir IV Bareskrim Mabes Polri, Subdit Resmob Direskrimum Polda Metro Jaya, Satreskrim Polrs Lampung Selatan dan KSKP Bakauheni berhasil meringkus pelaku curanmor yang terjadi Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

    “Pelaku berinisial RS (29) ditangkap di pelabuhan Bakauheni,” tulis dalam laporan yang diterima VOI, Minggu, 9 November 2025.

    Pelaku RS tercatat sebagai warga Tanjung Kemala, Pubian, Lampung Tengah, Lampung.

    RS diketahui terlibat dalam aksi curanmor yang berujung penembakan di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Guna proses lebih lanjut, pelaku sudah dibawa ke Polda Metro Jaya.

    Sebelumnya diberitakan, polisi tengah memburu pelaku penembakan terhadap seorang hansip bernama Atim Suhara (42) yang tewas saat berusaha menggagalkan aksi pencurian sepeda motor (curanmor) di Cakung, Jakarta Timur, Sabtu 8 November 2025 dini hari.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto mengatakan, tim gabungan dari Polres Metro Jakarta Timur dan Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah diterjunkan untuk mengusut kasus tersebut.

    “Saat ini anggota di lapangan masih bekerja. Kita berharap dalam waktu dekat pelaku dapat segera tertangkap. Mohon waktu kepada rekan-rekan agar teman-teman di lapangan bisa bekerja maksimal,” ujar Budi kepada wartawan, di Polda Metro Jaya, Sabtu 8 November 2025.

  • Silfester Matutina Belum Dipenjara, Roy Suryo: Tolong Aparat juga Fair

    Silfester Matutina Belum Dipenjara, Roy Suryo: Tolong Aparat juga Fair

    GELORA.CO  – Pakar telematika Roy Suryo meminta aparat penegak hukum bersikap adil dan tidak tebang pilih dalam menangani kasus hukum. Dia menyoroti masih adanya terpidana yang belum dieksekusi meski putusannya sudah inkrah selama bertahun-tahun.

    Roy yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan fitnah ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), membandingkan nasibnya dengan Silfester Matutina.

    Diketahui, Silfester telah divonis 1,5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi nomor 287/K/Pid/2019 atas kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla.

    “Di Indonesia ada orang dengan status terpidana saja, sudah enam tahun inkrahnya, masih bisa bebas melenggang dan menghina orang di Indonesia,” kata Roy di depan Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jumat (7/11/2025).

    Roy pun meminta aparat untuk berlaku fair dan tidak terburu-buru dalam menetapkan atau menahan seseorang sebelum adanya keputusan hukum tetap.

    “Tolong aparat itu juga fair dan adil karena jangan sampai ada orang yang belum status terpidana, enam tahun inisial SM ya itu masih bebas dan menghina hukum,” ujarnya.

    Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan bahwa penetapan Roy Suryo bersama tujuh orang lainnya sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik memiliki alat bukti yang cukup.

    “Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan tersangka dalam pencemaran nama baik fitnah dan manipulasi data elektronik yang dilaporkan Bapak Insinyur Jokowi,” kata Asep.

    Asep menambahkan, delapan tersangka tersebut dibagi dalam dua klaster. Klaster pertama terdiri atas ES (Eggi Sudjana), KTR (Kurnia Tri Royani), MRF (M Rizal Fadhilah), RE (Ruslam Efendi), dan DHL (Damai Hari Lubis). Sedangkan klaster kedua terdiri atas RS (Roy Suryo), RHS (Rismon H Sianipar), dan TT (Tifauzia Tyassuma).

    Menurut Asep, penyidik menyimpulkan delapan tersangka itu diduga menyebarkan tuduhan palsu dan memanipulasi dokumen ijazah dengan metode yang tidak ilmiah

  • Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perkara kepailitan PT Mas Murni Indonesia Tbk, pemilik Garden Palace Hotel Surabaya, berlangsung panas. Pihak debitur dan kreditur kompak memprotes proses verifikasi piutang serta rekomendasi pembubaran perusahaan yang dinilai janggal.

    Usai sidang, kuasa hukum PT Mas Murni, Aldrian Vernandito, mengungkap adanya dugaan kejanggalan serius dalam proses verifikasi piutang. Ia menyebut tidak pernah ada pencocokan piutang antara kurator dan debitur, namun secara tiba-tiba muncul daftar piutang tetap serta rekomendasi pembubaran perusahaan.

    “Tiba-tiba kurator mengeluarkan rekomendasi pengakhiran, lalu hakim pengawas mengusulkan pembubaran. Padahal tidak ada verifikasi ulang seperti yang kami minta secara resmi,” tegas Aldrian usai sidang.

    Lebih lanjut, ia mempertanyakan kredibilitas surat rekomendasi yang menyebut pencocokan piutang telah dilakukan. “Kapan kami mencocokkan piutang? Itu pertanyaan besar yang sampai hari ini belum dijawab oleh kurator maupun hakim pengawas,” ujarnya.

    Selain verifikasi piutang, Aldrian menyoroti inkonsistensi pengadilan dalam memberikan akses terhadap dokumen sidang. “Sebelumnya majelis memperbolehkan dokumen rekomendasi diminta melalui panitera, tapi ketika kami ajukan permintaan resmi, justru tidak diberikan. Ini membingungkan dan merusak transparansi hukum,” tambahnya.

    Ia juga menilai pemanggilan sidang awal cacat hukum, karena dilakukan bukan oleh juru sita sebagaimana diatur dalam hukum acara. “Pemanggilan sidang bukan dilakukan oleh juru sita, sehingga sejak awal sudah cacat secara formil,” tegas Aldrian.

    Kuasa hukum itu menilai tim kurator gagal melindungi hak-hak kreditur dan pemegang saham. Padahal, aset perusahaan seperti gedung di Embong Malang dan Garden Palace Hotel masih tersedia namun belum dimaksimalkan dalam proses pemberesan.

    Tak hanya dari pihak debitur, keberatan juga datang dari perwakilan kreditur. Kuasa hukum salah satu koperasi kreditur, Arief Syahrul Alam, menuturkan adanya laporan dugaan pemalsuan dokumen daftar piutang tetap yang sudah disampaikan ke Polda Jawa Timur. Bahkan, kata Arief, kurator yang sama pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas perkara serupa.

    “Ada dua laporan di Bareskrim, dan biayanya diambil dari Boedel Pailit, masing-masing Rp1 miliar dan Rp1,5 miliar. Padahal enam kreditur lain belum dibayar, tetapi kurator mengklaim sudah melakukan pemberesan,” ungkapnya.

    Ia menegaskan bahwa prioritas pemberesan seharusnya diberikan kepada kreditur preferen seperti pajak dan buruh, bukan membebankan biaya hukum yang belum jelas dasarnya pada aset pailit. “Separatis punya hak tanggungan, lalu bagaimana dengan yang konkuren?” tegas Abah Alam.

    Sebagai informasi, PT Mas Murni Indonesia Tbk adalah perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 1994, bergerak di bidang perhotelan dan properti. Dua aset utamanya adalah Garden Palace Hotel di Jalan Yos Sudarso dan gedung di Jalan Embong Malang, Surabaya.

    Pandemi COVID-19 menjadi titik balik krisis keuangan perusahaan. Operasional hotel lumpuh, banyak karyawan dirumahkan, hingga akhirnya beberapa eks-karyawan mengajukan permohonan PKPU karena keterlambatan pembayaran pesangon. Meski sebagian kewajiban telah dibayar sesuai perjanjian, kesalahan teknis transfer akibat rekening yang ditutup sepihak dijadikan dasar untuk mempailitkan perusahaan. (uci/kun)

  • Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Sidang Kepailitan Hotel Garden Palace Memanas, Verifikasi Hutang Dinilai Janggal

    Surabaya (beritajatim.com) – Sidang perkara kepailitan PT Mas Murni Indonesia Tbk, pemilik Garden Palace Hotel Surabaya, berlangsung panas. Pihak debitur dan kreditur kompak memprotes proses verifikasi piutang serta rekomendasi pembubaran perusahaan yang dinilai janggal.

    Usai sidang, kuasa hukum PT Mas Murni, Aldrian Vernandito, mengungkap adanya dugaan kejanggalan serius dalam proses verifikasi piutang. Ia menyebut tidak pernah ada pencocokan piutang antara kurator dan debitur, namun secara tiba-tiba muncul daftar piutang tetap serta rekomendasi pembubaran perusahaan.

    “Tiba-tiba kurator mengeluarkan rekomendasi pengakhiran, lalu hakim pengawas mengusulkan pembubaran. Padahal tidak ada verifikasi ulang seperti yang kami minta secara resmi,” tegas Aldrian usai sidang.

    Lebih lanjut, ia mempertanyakan kredibilitas surat rekomendasi yang menyebut pencocokan piutang telah dilakukan. “Kapan kami mencocokkan piutang? Itu pertanyaan besar yang sampai hari ini belum dijawab oleh kurator maupun hakim pengawas,” ujarnya.

    Selain verifikasi piutang, Aldrian menyoroti inkonsistensi pengadilan dalam memberikan akses terhadap dokumen sidang. “Sebelumnya majelis memperbolehkan dokumen rekomendasi diminta melalui panitera, tapi ketika kami ajukan permintaan resmi, justru tidak diberikan. Ini membingungkan dan merusak transparansi hukum,” tambahnya.

    Ia juga menilai pemanggilan sidang awal cacat hukum, karena dilakukan bukan oleh juru sita sebagaimana diatur dalam hukum acara. “Pemanggilan sidang bukan dilakukan oleh juru sita, sehingga sejak awal sudah cacat secara formil,” tegas Aldrian.

    Kuasa hukum itu menilai tim kurator gagal melindungi hak-hak kreditur dan pemegang saham. Padahal, aset perusahaan seperti gedung di Embong Malang dan Garden Palace Hotel masih tersedia namun belum dimaksimalkan dalam proses pemberesan.

    Tak hanya dari pihak debitur, keberatan juga datang dari perwakilan kreditur. Kuasa hukum salah satu koperasi kreditur, Arief Syahrul Alam, menuturkan adanya laporan dugaan pemalsuan dokumen daftar piutang tetap yang sudah disampaikan ke Polda Jawa Timur. Bahkan, kata Arief, kurator yang sama pernah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas perkara serupa.

    “Ada dua laporan di Bareskrim, dan biayanya diambil dari Boedel Pailit, masing-masing Rp1 miliar dan Rp1,5 miliar. Padahal enam kreditur lain belum dibayar, tetapi kurator mengklaim sudah melakukan pemberesan,” ungkapnya.

    Ia menegaskan bahwa prioritas pemberesan seharusnya diberikan kepada kreditur preferen seperti pajak dan buruh, bukan membebankan biaya hukum yang belum jelas dasarnya pada aset pailit. “Separatis punya hak tanggungan, lalu bagaimana dengan yang konkuren?” tegas Abah Alam.

    Sebagai informasi, PT Mas Murni Indonesia Tbk adalah perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak 1994, bergerak di bidang perhotelan dan properti. Dua aset utamanya adalah Garden Palace Hotel di Jalan Yos Sudarso dan gedung di Jalan Embong Malang, Surabaya.

    Pandemi COVID-19 menjadi titik balik krisis keuangan perusahaan. Operasional hotel lumpuh, banyak karyawan dirumahkan, hingga akhirnya beberapa eks-karyawan mengajukan permohonan PKPU karena keterlambatan pembayaran pesangon. Meski sebagian kewajiban telah dibayar sesuai perjanjian, kesalahan teknis transfer akibat rekening yang ditutup sepihak dijadikan dasar untuk mempailitkan perusahaan. (uci/kun)

  • Cek fakta, Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan

    Cek fakta, Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan video di Facebook menarasikan bahwa mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, diperiksa oleh Bareskrim Polri setelah tidak lagi menjabat sebagai menkeu.

    Video berdurasi 16 detik itu memperlihatkan Sri Mulyani berjalan sambil dikerumuni wartawan, dengan narasi yang mengaitkannya pada kasus SKK Migas.

    Unggahan tersebut ramai dengan lebih dari 1,8 juta penanyangan dan 55 ribu tanda suka.

    Di dalam video terdapat tulisan:

    “Viral..!! mantan mentri keuangan SRI MULYANI diperiksa di kementrian keuangan

    NETIZEN ayo rampas aset bila terbukti

    Bagaimana menurut kalian bantu share like dan komen dibawah ini”

    Namun, benarkah Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan?

    Unggahan yang menarasikan Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan. Faktanya, Sri Mulyani memang diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam penjualan kondensat SKK Migas. Saat itu, ia dimintai keterangan sebagai saksi pada tahun 2015, bukan 2025. (Facebook)

    Penjelasan:

    Berdasarkan hasil penelusuran, video tersebut merupakan cuplikan lama dari KompasTV berjudul “Pemeriksaan Sri Mulyani” yang diunggah pada 8 Juni 2015.

    Dalam tayangan tersebut dijelaskan bahwa Sri Mulyani Indrawati, yang saat itu merupakan mantan Menteri Keuangan era Presiden SBY, memang diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam penjualan kondensat SKK Migas. Saat itu, ia dimintai keterangan sebagai saksi.

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: M Arief Iskandar
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dugaan Malpraktik RS Siti Hajar, Keluarga Korban Mengadu ke Mabes Polri

    Dugaan Malpraktik RS Siti Hajar, Keluarga Korban Mengadu ke Mabes Polri

    Surabaya (beritajatim.com) – Dugaan Malpraktik yang terjadi di rumah sakit Siti Hajar Sidoarjo sampai saat ini masih belum menemukan titik temu antara pihak pasien dan rumah sakit. Keluarga korban terus mencari keadilan untuk Bagas Priyo. Laporan ke Polres Sidoarjo pun tak jalan dengan alasan tidak cukup bukti.

    Dimas Yemahura Alfarauq, kuasa hukum keluarga korban, dalam konferensi pers di LBH Nurani Surabaya, Senin (29/9/2025), mengungkapkan kekecewaannya atas kinerja penyidik Polresta Sidoarjo. Menurutnya, penyidik beralasan belum memiliki bukti yang cukup kuat, dan tidak ditemukan peristiwa pidana, serta mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3 Henti Lidik).

    Kasus dugaan malpraktik yang menyebabkan meninggalnya Bagas Priyo (28), warga Sepande, Sidoarjo, saat menjalani operasi amandel di RS Siti Hajar pada 21 September 2024 lalu.

    “Kami sangat mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas kematian Bagas. Ia datang ke rumah sakit untuk menjalani tindakan medis, dan seharusnya ada pihak yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi,” ujar Dimas.

    Dimas menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan medis yang dilakukan oleh RS Siti Hajar. Salah satunya adalah dugaan penggunaan data laboratorium lama yang tidak sesuai dengan tanggal operasi. Selain itu, ia juga mempertanyakan tidak adanya persetujuan tindakan medis (informed consent) dari keluarga pasien sebelum operasi dilakukan.

    “Anehnya, dokumen persetujuan itu tiba-tiba muncul dalam proses penyelidikan. Padahal, saat itu keluarga hanya diminta untuk membeli obat di apotek yang diduga untuk kepentingan pasien lain,” imbuhnya.

    Keluarga korban juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan rekam medis dan riwayat penanganan pasien dari pihak rumah sakit. Bahkan, hingga Bagas meninggal dunia, keluarga tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai penyebab kematiannya.

    “Ibu Anju (orang tua korban) sudah melaporkan kasus ini ke Polresta Sidoarjo sejak 2 Oktober 2024, namun surat perintah penyelidikan baru terbit pada 1 September 2025. Ironisnya, pada tanggal yang sama, juga diterbitkan surat pemberitahuan perkembangan penyidikan (SP2HP) yang menyatakan tidak ditemukan peristiwa pidana,” ungkap Dimas.

    Menanggapi hal ini, Dimas bersama tim kuasa hukum akan segera mengirimkan surat laporan pengaduan ke Bareskrim Mabes Polri. Mereka juga meminta Karo Paminal dan Propam Mabes Polri untuk bertindak menanggapi laporan tersebut. Selain itu, mereka juga meminta Biro Wassidik Mabes Polri untuk melakukan gelar perkara khusus guna mengurai perkara ini lebih jelas dan membuka kembali pemeriksaan terhadap kasus ini.

    “Kami berharap Kapolri dan Kapolda Jawa Timur dapat melihat dan mengetuk hati nurani mereka. Ada seorang ibu yang menuntut pertanggungjawaban atas kematian anaknya yang menjalani prosedur operasi di rumah sakit,” tegas Dimas.

    Dimas menambahkan, pihaknya telah memiliki bukti-bukti dan saksi-saksi yang akan diajukan dalam proses penyelidikan. Namun, ia menyayangkan sikap penyidik Polresta Sidoarjo yang dinilai sudah menilai di awal bahwa tidak ada tindak pidana dalam kasus ini.

    “Kami tidak akan pernah menyerah untuk mencari keadilan bagi Bagas. Jika memang hasil dari Bareskrim maupun gelar perkara khusus nantinya tetap tidak berkeadilan, maka kami akan mempertimbangkan untuk melakukan langkah hukum lebih lanjut,” pungkasnya. [uci/ian]

  • 2
                    
                        Sindikat Pembobol Bank Rp 204 Miliar Mengaku Satgas Perampasan Aset
                        Nasional

    2 Sindikat Pembobol Bank Rp 204 Miliar Mengaku Satgas Perampasan Aset Nasional

    Sindikat Pembobol Bank Rp 204 Miliar Mengaku Satgas Perampasan Aset
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap kasus pembobolan bank senilai Rp 204 miliar yang dilakukan oleh jaringan sindikat dengan modus mengakses rekening dorman.
    Direktur Dittipidsus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf mengatakan, sindikat ini mengaku sebagai “Satgas Perampasan Aset” ketika melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI di Jawa Barat pada awal Juni 2025.
    “Sejak awal bulan Juni 2025, jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI yang ada di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dorman,” kata Helfi dalam konferensi pers di kantor Bareskrim Mabes Polri, Kamis (25/9/2025).
    Helfi menuturkan, saat bertemu dengan kepala cabang BNI tersebut, sindikat menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing, mulai dari persiapan, pelaksanaan eksekusi, sampai pembagian hasil.
    Helfi mengungkapkan, sindikat memaksa kepala cabang untuk menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang.
    “Apabila tidak mau melaksanakan, akan terancam keselamatan kepala cabang tersebut beserta seluruh keluarganya,” ucap dia.
    Kesepakatan eksekusi pemindahan dana dilakukan pada akhir Juni 2025, tepatnya hari Jumat pukul 18.00, atau setelah jam operasional bank berakhir.
    Waktu itu dipilih agar sistem deteksi bank tidak segera mengendus transaksi.
    Dana Rp 204 miliar kemudian dipindahkan ke lima rekening penampungan melalui 42 transaksi hanya dalam waktu 17 menit.
    Pihak bank yang menemukan transaksi mencurigakan melapor ke Bareskrim Polri.
    Penyidik Subdit II Perbankan Dittipideksus kemudian berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri sekaligus memblokir aliran dana tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.