Teller Bank: Rekening Nganggur Jangan Disamakan dengan Pelaku Judol
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif (
dormant
) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK
) terus menuai reaksi publik.
Salah satu
teller
bank di
Jakarta
Barat bernama Leony (bukan nama sebenarnya) (25) menilai bahwa kebijakan tersebut malah merugikan banyak nasabah yang tak memiliki keterkaitan dengan aktivitas ilegal.
“Kalau nasabah biasa yang memang rekeningnya jarang aktif jangan disamakan dengan yang terindikasi judol (judi
online
) aturannya,” jelas Leony kepada
Kompas.com
, Kamis (31/7/2025).
“Kalau rekeningnya memang terindikasi judi
online,
korupsi, atau aktivitas mencurigakan, ya silakan (dibekukan). Tapi kalau yang kena justru ibu-ibu yang cuma nabung buat masa depan, itu kan jadi kacau,” sambungnya,
Leony menilai, pemblokiran seharusnya difokuskan pada rekening dengan pola transaksi mencurigakan, bukan semata karena tidak aktif dalam waktu tertentu.
Kebijakan ini, lanjutnya, juga menambah beban bagi petugas bank, terutama
frontliner
yang harus menjelaskan prosedur secara satu per satu kepada nasabah.
“Banyak yang enggak tahu apa itu PPATK. Kita yang harus nerangin, dan itu makan waktu. Sementara antrean juga tetap jalan,” tuturnya.
Ia berharap pemerintah lebih selektif dalam menerapkan kebijakan pemblokiran. Menurut dia, tidak semua rekening
dormant
terlibat dalam kejahatan keuangan.
“Pemerintah seharusnya benar-benar mengkaji ulang rekening mana yang layak dikenakan PPATK,” kata Leony.
Menanggapi hal ini, Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah, menjelaskan bahwa kebijakan pemblokiran rekening
dormant
merupakan bagian dari strategi memutus rantai transaksi ilegal, yakni jual beli rekening dan judol.
“Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya kami menekan aktivitas ilegal yang menggunakan rekening-rekening tidak aktif,” ujar Natsir saat dihubungi
Kompas.com
, Kamis (31/7/2025).
Ia mengatakan, sebagian besar rekening yang diblokir telah dibuka kembali setelah proses verifikasi dilakukan. Hingga kini, jumlahnya sudah mencapai puluhan juta rekening.
“Sudah puluhan juta rekening yang dihentikan dibuka oleh PPATK,” katanya.
PPATK memastikan proses pembukaan blokir rekening dapat dilakukan secara sederhana. Nasabah cukup mengisi formulir keberatan dan datang ke bank untuk proses
Customer Due Diligence
(CDD) atau
profiling
ulang.
“Bawa KTP, buku tabungan, dan dokumen pendukung. Setelah datanya kami sinkronkan, rekening bisa diaktifkan lagi,” ucap Natsir.
Untuk mempermudah, nasabah juga dapat menghubungi WhatsApp resmi PPATK di nomor 0821-1212-0195 atau mengirim email ke call195@
ppatk
.go.id.
Sebelumnya, sejumlah nasabah bank yang ditemui
Kompas.com
juga menyayangkan pemblokiran dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Azahra (26), karyawan swasta asal Bogor, mengaku kaget saat mengetahui salah satu rekeningnya diblokir.
“Saya kaget pas tahu rekening saya diblokir, padahal itu saya pakai buat simpan uang aja. Kan enggak semua orang pakai rekening buat transaksi,” ujarnya di kawasan Dukuh Atas.
Menurut Azahra, rekening tersebut memang sengaja tidak digunakan untuk transaksi rutin karena fungsinya sebagai simpanan dana darurat.
Ia kecewa karena tidak ada informasi sebelum pemblokiran dilakukan.
“Itu tabungan buat keperluan mendesak. Jadi memang enggak sering dipakai, tapi kenapa tiba-tiba diblokir,” tutur dia.
Hal senada diungkapkan Anggis (25), karyawan swasta asal Bekasi. Ia merasa keberatan karena harus datang ke bank untuk membuka blokir, sementara waktu kerjanya sangat padat.
“Saya kerja dari pagi sampai sore. Kalau rekening diblokir terus saya disuruh ke bank buat buka blokir, itu makan waktu banget,” keluhnya.
Menurut Anggis, kebijakan ini menyulitkan nasabah yang tidak aktif bertransaksi meski tetap menyimpan dana di dalam rekening.
Ia juga menyayangkan pemblokiran dilakukan tanpa seleksi yang jelas, bahkan terhadap saldo kecil.
“Kalau uang di rekening sampai miliaran, ya wajar dicurigai. Tapi kalau cuma ratusan ribu sampai jutaan dan enggak dipakai transaksi, masa harus diblokir juga?” katanya.
Anggis berharap ke depan pemerintah tidak menyamaratakan semua rekening tidak aktif sebagai bagian dari jaringan kejahatan keuangan.
“Seharusnya jangan disamaratakan. Kasihan nasabah yang benar-benar cuma nabung malah jadi korban,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Teller Bank: Rekening Nganggur Jangan Disamakan dengan Pelaku Judol Megapolitan 31 Juli 2025
/data/photo/2025/07/31/688b136855d7f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)