TRIBUNNEWS.COM – Brigade Infanteri Bermotor Terpisah ke-56 Ukraina Mariupol berinovasi dengan memperkenalkan pakaian anti-panas yang membuat tentara hampir tidak terlihat oleh pencitra termal dan drone musuh.
Media pers brigade tersebut memamerkannya Pakaian Dinas Lapangan (PDL) kepada publik pada Rabu (19/3/2025).
Sebuah video yang dipublikasikan di halaman brigade menunjukkan keefektifan pakaian inovatif ini.
Dikutip dari Defence Express, pakaian ini sangat penting bagi unit pengintaian, kelompok penyerang, penembak jitu, dan tim evakuasi.
Dalam situasi pertempuran, di mana satu gerakan yang tidak perlu dapat berarti hidup atau mati, kemampuan untuk tetap tidak terdeteksi sangatlah penting.
“Ini bukan fiksi ilmiah—ini adalah kenyataan peperangan modern. Pakaian anti-panas mengubah aturan medan perang, membuat tentara tidak terlihat oleh pencitra termal dan drone musuh,” demikian bunyi pernyataan seperti diberitakan Defence Express.
Dirancang untuk menutupi panas tubuh, pakaian anti-panas ini membuat pemakainya tidak terdeteksi berbagai radar.
Mulai dari perangkat penglihatan malam, pencitra termal, dan UAV pengintai.
Efektivitasnya telah dikonfirmasi dalam pertempuran.
“Teknologi ini sangat penting bagi kelompok penyerang, unit pengintaian, penembak jitu, dan bahkan misi evakuasi. Dan ini baru permulaan,” kata brigade tersebut.
Pengembang di balik kamuflase ini membagikan beberapa detail tentang inovasi mereka.
Menurut Oleksandr, pendiri proyek Rozvidka, pakaian ini membantu tentara bergerak maju tanpa diketahui menuju posisi yang dikuasai musuh, di mana deteksi termal merupakan risiko serius.
Fitur ini sangat berguna dalam cuaca dingin, saat tanda-tanda termal lebih menonjol.
“Setelan kami mencerminkan tanda termal lingkungan sekitar dan berfungsi seperti bunglon,” kata pendiri proyek Rozvidka.
Ranjau Sepanjang Batas Rusia-Belarusia
Polandia bermaksud menempatkan ranjau anti-personel di sepanjang perbatasannya dengan Rusia dan Belarusia sebagai bagian dari proyek Perisai Timur.
Seperti dilansir European Pravda, Wakil Menteri Pertahanan Polandia Paweł Bejda mengumumkan hal ini saat wawancara dengan RMF24 .
Pernyataan tersebut muncul saat Lithuania, Latvia, Estonia, dan Polandia mengumumkan niat mereka pada tanggal 18 Maret untuk menarik diri dari Konvensi Pelarangan Ranjau Antipersonel Ottawa.
“Kami tidak punya pilihan lain. Situasi di perbatasan sangat serius. Saya mengacu pada perbatasan Polandia-Belarusia dan Polandia-Rusia… Ini akan menjadi salah satu elemen kunci Perisai Timur,” kata Bejda.
Menurutnya, Polandia saat ini tidak memiliki ranjau antipersonel, tetapi memiliki kemampuan untuk memproduksinya.
“Pabrik-pabrik Grup Persenjataan Polandia akan memproduksi ranjau, tetapi saya tidak ingin membahas detailnya. Pesanan tersebut melibatkan beberapa ratus ribu unit, dan kita bahkan bisa berbicara tentang satu juta,” kata Bejda.
Mengomentari rencana Negara Baltik dan Polandia untuk menarik diri dari perjanjian pelarangan ranjau antipersonel, Menteri Luar Negeri Estonia Margus Tsahkna pun memberi pernyataan.
“Adalah salah untuk melarang diri kita sendiri menggunakan senjata yang siap digunakan Rusia untuk melawan kita.”
Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.121:
Zelensky Skeptis terhadap Janji Putin Menghentikan Serangan
Zelensky menyatakan skeptis terhadap niat baik Presiden Rusia Vladimir Putin setelah serangan terbaru yang dilancarkan Moskow.
Pada Rabu (19/3/2025) malam, Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan, Rusia kembali meluncurkan serangan rudal dan pesawat nirawak yang menewaskan satu orang serta merusak dua rumah sakit.
Layanan kereta api nasional juga melaporkan infrastruktur energi di wilayah Dnipropetrovsk terkena dampak serangan tersebut.
Serangan ini terjadi hanya sehari setelah Putin menyatakan kesediaannya untuk menghentikan serangan serupa di Ukraina.
Tindakan Rusia yang langsung membalas dengan serangan baru membuat Zelensky meragukan kejujuran pernyataan Putin.
“Kata-kata Putin tentang penghentian serangan bertentangan dengan kenyataan,” ujar Zelensky, seperti dikutip dari laporan media setempat.
Ketegangan antara kedua negara terus meningkat, meskipun ada upaya diplomasi yang dilakukan berbagai pihak.
Pemimpin Eropa Skeptis terhadap Gagasan Gencatan Senjata Trump-Putin
Para pemimpin Eropa merespons dengan skeptis terhadap gagasan gencatan senjata terbatas yang diusulkan oleh Donald Trump dan Vladimir Putin.
Mereka menilai gagasan ini menunjukkan kalau Rusia tidak serius dalam mencari penyelesaian damai atas konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun, sebagaimana dilaporkan oleh Sam Jones.
Tuntutan luas yang diajukan Putin dalam gencatan senjata tersebut mencakup kondisi yang dianggap tidak adil bagi Ukraina.
Di antaranya adalah membiarkan militer Ukraina dalam keadaan melemah dan rentan, tanpa akses terhadap senjata atau intelijen dari Barat, serta dengan pasukan yang terkuras akibat perang berkepanjangan.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menegaskan langkah yang diajukan Rusia tidak mencerminkan niat untuk mencapai perdamaian yang adil.
“Jelas Rusia tidak benar-benar ingin membuat konsesi apa pun,” ujar Kallas.
Soal tuntutan Kremlin agar Ukraina menghentikan persenjataannya, ia menyebutnya sebagai hal yang tidak dapat diterima.
Para pemimpin Eropa lainnya juga menyatakan kekhawatiran mereka jika gencatan senjata semacam ini hanya akan menguntungkan Rusia dengan memberikan waktu bagi Moskow untuk memperkuat posisinya di medan perang.
Mereka menilai sebenarnya kesepakatan seperti ini berpotensi menjadi jebakan bagi Ukraina yang justru semakin memperlemah pertahanannya.
Sementara itu, Washington telah menegaskan akan terus mendukung Kyiv dengan bantuan militer dan intelijen.
Pemerintah Amerika Serikat juga menegaskan perjanjian damai jangka panjang harus didasarkan pada keadilan dan kedaulatan Ukraina, bukan pada keuntungan sepihak yang menguntungkan Rusia.
Trump Usulkan AS Kelola Pembangkit Nuklir Ukraina, Zelensky Beri Respons
Trump mengatakan kepada Zelensky pada Rabu (19/3/2025), Amerika Serikat dapat memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.
Zelensky menanggapi pernyataan tersebut dengan menegaskan pembicaraan mereka hanya menyangkut satu pembangkit listrik, yaitu Zaporizhzhia, yang saat ini berada di bawah pendudukan Rusia.
“Kami hanya berbicara tentang satu pembangkit listrik, yang berada di bawah pendudukan Rusia,” ujar Zelensky, seperti dikutip dari berbagai sumber.
Zaporizhzhia adalah pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa dan telah menjadi titik konflik utama dalam perang antara Rusia dan Ukraina.
Sementara itu, Gedung Putih menegaskan mereka telah meninggalkan gagasan untuk mengambil alih kekayaan mineral Ukraina sebagai bagian dari negosiasi gencatan senjata.
“Kami sekarang fokus pada perjanjian damai jangka panjang,” kata juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt.
Belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai bagaimana usulan Trump ini akan memengaruhi proses negosiasi yang sedang berlangsung.
Kyiv Siap Hentikan Serangan ke Infrastruktur Rusia, Zelensky Beri Syarat
Zelensky menyatakan Kyiv siap menghentikan serangan terhadap jaringan dan infrastruktur energi Rusia.
Dia menegaskan keputusan ini bergantung pada kesepakatan yang jelas terkait fasilitas mana saja yang akan masuk dalam perjanjian penghentian serangan.
Dalam pernyataan yang dilaporkan oleh Shaun Walker dan Pjotr Sauer, Zelensky mengisyaratkan ia belum mempertimbangkan gencatan senjata secara menyeluruh.
Sebaliknya, ia menyebut gencatan senjata terhadap infrastruktur dapat segera dilakukan dengan syarat yang telah ditentukan.
Tim kepresidenan Ukraina disebut tengah menyiapkan daftar fasilitas yang akan diajukan kepada Amerika Serikat sebagai bagian dari pembahasan ini.
Zelensky juga menekankan gencatan senjata tidak hanya mencakup fasilitas energi tetapi juga infrastruktur sipil yang terdampak akibat serangan.
Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada kesepakatan resmi yang diumumkan.
Zelensky Umumkan Pertemuan dengan Perwakilan AS di Arab Saudi
Perwakilan Ukraina dijadwalkan bertemu dengan perwakilan Amerika Serikat di Arab Saudi minggu ini untuk melanjutkan diskusi mengenai gencatan senjata sementara.
Hal ini diumumkan oleh Zelensky dalam percakapan daring dengan wartawan pada Rabu (19/3/2025).
Zelensky menyatakan Ukraina tengah mempersiapkan daftar infrastruktur yang dianggap sebagai “prioritas dan sipil” yang menjadi target serangan Rusia.
Daftar tersebut akan disampaikan dalam pertemuan dengan tim teknis yang berangkat sesuai jadwal.
“Kami akan menyiapkan daftarnya, dan tim teknis akan berangkat segera setelah kelompok-kelompok tersebut merasa nyaman.
“Pertemuan akan dilakukan pada salah satu hari di akhir pekan, Jumat, Sabtu, atau Minggu,” ujar Zelensky.
Sementara itu, negosiasi antara Amerika Serikat dan Rusia dijadwalkan berlangsung pada Minggu (23/3/2025).
Ukraina tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Andari Wulan Nugrahani)