Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia perlu memperluas kerja sama perdagangan dengan negara-negara BRICS dan Uni Eropa sebagai langkah strategis meredam dampak negatif kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Presiden Donald Trump baru-baru ini.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2023–2028, Muhammad Edhie Purnawan, menyatakan Indonesia menghadapi tantangan besar akibat tarif impor sebesar 32% yang diberlakukan AS.
“Tarif 32% dari AS tentu akan menggerus kinerja ekspor Indonesia,” ujarnya dalam Forum Group Discussion bertajuk Meracik Portofolio Investasi di Tengah Ketidakpastian Tarif Trump di kantor B-Universe, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
AS diketahui berkontribusi sekitar 10% terhadap total ekspor Indonesia pada 2024. Untuk itu, Indonesia perlu mengantisipasi dampak kebijakan tarif AS tersebut dengan memperluas pasar ekspor alternatif.
Edhie menilai, langkah diplomasi dan negosiasi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dengan AS adalah langkah awal yang baik, tetapi perlu diiringi dengan strategi diversifikasi pasar ekspor.
“Pemerintah harus jeli melihat peluang kerja sama baru. Negara-negara BRICS seperti India dan Afrika Selatan serta pasar Uni Eropa adalah potensi yang besar,” jelasnya.
Menurutnya, penguatan posisi Indonesia di ASEAN dan keanggotaan BRICS dapat menjadi solusi jangka menengah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Keanggotaan Indonesia di BRICS bisa membuka akses pasar alternatif, dan kerja sama regional dengan Uni Eropa juga patut dikedepankan untuk menyiasati tarif AS,” pungkas Edhie.
