Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menargetkan biodiesel 50% atau B50 yang memiliki kandungan bahan bakar fosil 50% dan 50% biodiesel dari sawit, akan diterapkan pada 2026. Hal ini sejalan dengan implementasi mandatori B40 yang mulai berlangsung per Januari 2025.
“Kita dari Kementerian ESDM sudah memutuskan tentang peningkatan B35 ke B40, dan hari ini kita umumkan bahwa berlaku per 1 Januari 2025,” ungkap Bahlil di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Bahlil mengungkapkan, kebijakan campuran solar sebesar 60% dengan bahan bakar nabati 40% atau B40, merupakan upaya pemerintah untuk memaksimalkan sumber daya sawit yang melimpah di Tanah Air. Pemanfaatan potensi tersebut merupakan upaya mewujudkan ketahanan sektor energi di dalam negeri sekaligus menekan penggunaan energi berbasis fosil.
Ia menjelaskan, pemerintah menargetkan jumlah volume B40 pada 2025 dapat mencapai 15,6 juta kiloliter (KL). Angka tersebut lebih tinggi dari realisasi produksi yang terserap sepanjang 2024, yakni sebanyak 12 juta kiloliter.
Bahlil melanjutkan, apabila implementasi program B40 pada 2025 berjalan lancar, pemerintah memastikan menjalankan program mandatori lanjutan, yakni program B50 pada 2026. Bahlil meyakini, program B50 akan memberikan dampak positif, yakni Indonesia pada 2026 tak lagi mengimpor solar.
“Kalau ini (B50) kita lakukan, maka impor kita terhadap solar Insyaallah sudah tidak ada lagi pada 2026. Ini sekaligus bagian perintah Bapak Presiden tentang ketahanan energi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan, pemberlakuan program B40 akan berlaku secara penuh pada Februari 2025.
Yuliot Tanjung mengungkapkan, saat ini jenis biodiesel yang beredar masih B35. Diperlukan waktu untuk proses transisi dari B35 menuju B40, kurang lebih selama 1,5 bulan atau sampai Februari 2025. Masa transisi ini dilakukan untuk menghabiskan stok B35 yang saat ini volumenya masih tersedia.
“Untuk masa transisi menghabiskan stok (B35) dan juga menyesuaikan dengan teknologi. Ada proses pencampuran, ada penyesuaian teknologi. Kita memberikan waktu sekitar 1,5 bulan,” ungkap Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/1/2025).