loading…
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok SindoNews
Candra Fajri Ananda. Staf Khusus Menkeu RI
PENERIMAAN negara merupakan salah satu komponen vital dalam mendukung pembangunan dan stabilitas ekonomi nasional. Setiap tahunnya, pemerintah menetapkan target pendapatan yang harus dicapai melalui berbagai sektor, seperti pajak, cukai, bea masuk/keluar, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Target ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan pembiayaan negara, termasuk untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai program sosial lainnya, dapat terpenuhi. Sayangnya, pencapaian target tersebut sering kali menghadapi tantangan yang memengaruhi stabilitas fiskal negara. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi global, dinamika perdagangan internasional, serta tingkat kepatuhan wajib pajak turut memengaruhi kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan yang telah ditargetkan.
Sepanjang tahun 2024, perekonomian global bergerak sangat dinamis, terutama dipengaruhi Elnino, meningkatnya tensi geopolitik, perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dinamika USA, pelemahan Eropa, pemilu di lebih dari 70 negara. Kondisi tersebut memicu fragmentasi, proteksionisme, terganggunya rantai pasok, voltilitas harga komoditas, tekanan terhadap inflasi, nilai tukar dan suku bunga serta stagnasi pertumbuhan ekonomi global.
Bayang-bayang gelap ekonomi dunia kian diperparah tatkala ketidakpastian arah kebijakan moneter global masih tetap tinggi, meski tekanan inflasi mereda dan suku bunga global mulai menurun. Alhasil, situasi tersebut mutlak memicu kerentanan rantai pasok dan gejolak pasar keuangan, terutama menimbulkan tekanan nilai tukar dan suku bunga di pasar negara berkembang. Meski demikian – di tengah ketidakpastian global – perekonomian Indonesia pada tahun 2024 tetap resilien, dengan pertumbuhan ekonomi tetap kuat, inflasi yang terkendali, surplus neraca perdagangan, serta tekanan nilai tukar dan suku bunga yang relatif moderat dibanding negara lain.
Pada perkembangannya, target penerimaan pajak, cukai, bea masuk/keluar, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Tahun 2024 yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak sepenuhnya tercapai. Meski pendapatan negara mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 2,1% dengan total realisasi Rp2.842,5 triliun, capaian tersebut masih berada di bawah ekspektasi.
Penerimaan perpajakan yang mencapai Rp2.232,7 triliun dan tumbuh 3,6% secara tahunan – tak lepas dari tantangan – khususnya dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang mengalami penurunan akibat merosotnya profitabilitas sektor pertambangan batu bara dan industri kelapa sawit karena moderasi harga komoditas. Di sisi lain, penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai hanya mampu mencatatkan angka Rp300,2 triliun atau tumbuh 4,9% dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan ini didorong oleh aktivitas ekspor-impor, namun masih diwarnai oleh fenomena “downtrading” pada konsumsi hasil tembakau. Pun meski penerimaan dari bea keluar menunjukkan tren positif, namun bea masuk justru mengalami tekanan akibat pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) yang mengurangi tarif efektif. Begitu juga realisasi PNBP tahun 2024 yang tercatat mencapai Rp579,5 triliun atau 117,8% dari target APBN, namun masih menunjukkan tren kontraksi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Artinya, meskipun penerimaan negara tumbuh positif, tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian membuat capaian tersebut belum optimal.
Tantangan Ekonomi 2025
Tahun 2025 diproyeksikan akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi pemerintah dalam mengamankan pendapatan negara, terutama di tengah berbagai faktor eksternal yang dapat memengaruhi kinerja ekonomi nasional. Pasalnya, di tahun 2025, situasi ekonomi global yang tidak menentu diperkirakan akan memberikan tantangan besar bagi pencapaian penerimaan negara Indonesia.