Jakarta, Beritasatu.com – Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 dinilai kurang tepat oleh sejumlah ekonom. Mereka mengusulkan langkah alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara ketimbang mengeluarkan kebijakan PPN 12 persen.
“Sekarang pemerintah memang butuh uang ya, butuh pendanaan lebih untuk membiayai program-programnya. Paling gampang memang meningkatkan penerimaan dari sisi pajak, tetapi tidak harus menaikkan PPN,” ungkap ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, Minggu (17/11/2024).
Menurut Esther, ada empat langkah yang dapat dilakukan pemerintah tanpa harus mengeluarkan kebijakan PPN 12 persen.
Pertama, pemerintah bisa meningkatkan potensi penerimaan dengan memperluas cakupan wajib pajak. Hal ini memungkinkan lebih banyak entitas atau individu masuk dalam sistem perpajakan, sehingga penerimaan negara bertambah.
Kedua, menarik sektor informal ke dalam sektor formal.
“Pemerintah perlu menggali wajib pajak baru. Caranya dengan menjadikan sektor informal sebagai sektor formal. Pasalnya, selama ini Indonesia masih didominasi oleh sektor informal yang tidak kena pajak,” ungkapnya.
Ketiga, diversifikasi penerimaan dari barang kena cukai. Selain produk tembakau, pemerintah dapat mempertimbangkan pengenaan cukai pada barang lain, seperti plastik dan alkohol.
Keempat, meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), misalnya dengan mendorong devisa negara. Pemerintah bisa memaksimalkan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, terutama tenaga kerja profesional. Selain itu, pengembangan sektor pariwisata juga dapat mendongkrak penerimaan devisa.