Tanaman: Terong

  • Kebun Kota di Kolong Flyover Jaktim, Panennya Dibagi Warga Bukan Dijual
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 Desember 2025

    Kebun Kota di Kolong Flyover Jaktim, Panennya Dibagi Warga Bukan Dijual Megapolitan 19 Desember 2025

    Kebun Kota di Kolong Flyover Jaktim, Panennya Dibagi Warga Bukan Dijual
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di bawah deru kendaraan yang melintas di Flyover Jalan Haji Darip, RW 08, Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, terdapat sebuah kebun kota.
    Hasil panen dari kebun ini tidak dijual, melainkan dibagikan kepada warga sekitar.
    “Dibagikan ke warga sekitar. Tidak dijual,” kata Ajul, petugas PPSU
    Cipinang Melayu
    , saat ditemui di lokasi Trasa Balong, Kamis (18/12/2025).
    Prinsip itu menjadi fondasi pengelolaan
    kebun kota
    di kolong flyover.
    Dalam keterbatasan ruang, kebun ini berfungsi sebagai ruang berbagi, ruang temu, dan ruang belajar bagi warga.
    Darma (40), warga RW 08, mengenang kondisi kawasan sebelum ditata.
    “Dulu di sini gelap, kotor, orang juga jarang lewat,” ujarnya.
    Kini, kolong flyover yang dulunya sepi dan penuh sampah berubah menjadi area hijau rapi.
    Bedeng-bedeng tanaman berjajar, jalur paving membelah lahan, dan papan kecil menandai jenis tanaman.
    “Sekarang sudah beda. Lebih terang, bersih, dan enak dilihat. Kalau lewat juga rasanya lebih adem karena banyak tanaman,” kata Darma.
    Keberadaan kebun membuat warga turut menjaga lingkungan. Kawasannya dibersihkan dan tanamannya disiram.
    “Kadang kalau lihat tanaman kering ya disiram. Kalau ada sampah, langsung dibersihin. Soalnya ini kan buat kita juga,” ujarnya.
    Hasil panen dibagi
    ke warga sehingga semua merasa memiliki.
    Risa (38), warga lain, menilai kolong flyover yang sebelumnya identik parkir liar dan sampah kini memiliki fungsi jelas.
    “Sekarang anak-anak juga sering lewat sini, lihat tanaman, tanya-tanya. Jadi bukan cuma jalan kosong, tapi ada fungsinya,” kata Risa.
    Ajul, 50 tahun, terlibat sejak awal pengelolaan kawasan pada 2016. Aktivitas saat itu belum seperti sekarang.
    “Ikut dari awal. Dulu masih jalan biasa, belum seperti sekarang,” ujarnya.
    Inisiatif ini melibatkan lurah, organisasi masyarakat seperti NU, petugas PPSU, dan warga.
    Tanaman awalnya sayuran, kemudian bertambah menjadi sawi, kangkung, cabai, jagung, tomat, terong, hingga pohon tabebuya.
    “Macam-macam. Kadang cari sendiri, kadang minta dari kelurahan. Warga juga ikut kalau ada,” kata Ajul.
    Panen dilakukan sekitar sebulan sekali, dihitung per ikat, lalu dibagi ke warga.
    Dalam beberapa kesempatan, hasil panen diolah bersama.
    “Sering. Kalau dapat sayur, dimasak, lalu dikasih ke petugas,” ujarnya.
    Pepohonan dan semak hijau membuat udara di kolong lebih sejuk dibanding jalan di atasnya. Pilar flyover dihiasi mural berwarna cerah, menambah kesan hidup.
    Pengamat lingkungan Mahawan Karuniasa menyebut kolong flyover sebagai residual urban space, ruang sisa perkotaan yang masih jarang dimanfaatkan.
    “Pemanfaatan ruang sisa menjadi kebun kota bisa jadi solusi berbasis alam (nature-based solution). Tumbuhan bisa menurunkan suhu dan membantu infiltrasi air,” katanya.
    Namun, Mahawan menekankan bahwa vegetasi tidak bisa dianggap sebagai solusi tunggal untuk polusi.
    Mahawan mengingatkan kehati-hatian menanam tanaman pangan di kolong flyover karena potensi polusi dan logam berat.
    “Kalau menanam cabai di kolong tol, polusinya kan luar biasa,” katanya.
    Di Trasa Balong, hasil panen lebih dimaknai sebagai simbol kebersamaan dan solidaritas, bukan ketahanan pangan skala besar.
    Pengamat perkotaan Universitas Indonesia, Muh Aziz Muslim, menilai kebun kota sebagai model inovasi memanfaatkan keterbatasan ruang terbuka hijau.
    “Ini salah satu model inovasi untuk menyiasati keterbatasan ruang terbuka hijau,” kata Aziz.
    Jika direncanakan holistik dan melibatkan warga, pemanfaatan kolong flyover bisa meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kebun Kota di Kolong Flyover Jaktim, Panennya Dibagi Warga Bukan Dijual
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 Desember 2025

    Trasa Balong, Kebun Sayur di Bawah Kolong Flyover Jakarta Megapolitan 19 Desember 2025

    Trasa Balong, Kebun Sayur di Bawah Kolong Flyover Jakarta
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Di kolong
    flyover
    Jalan Haji Darip, RW 08, Kelurahan Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Kamis (18/12/2025), denyut khas kawasan perkotaan terus berlangsung.
    Deru sepeda motor dan mobil bersahut-sahutan melintas di atas jalur layang Becakayu. Sesekali, bunyi klakson dari jalan arteri di sisi kawasan memecah ritme lalu lintas yang nyaris tanpa jeda.
    Getaran halus kendaraan berat terasa hingga ke bawah
    flyover
    , menjadi latar konstan bagi aktivitas warga dan petugas di kawasan tersebut.
    Namun, tepat di bawah struktur beton raksasa itu, tampak pemandangan yang kontras.
    Area yang sebelumnya identik dengan tanah gersang, kotor, dan tak terurus kini menjelma menjadi
    kebun kota
    yang tertata rapi.
    Bedeng-bedeng tanaman berjajar mengikuti kontur lahan, dipisahkan oleh jalur paving yang bersih. Tanah terlihat gembur dan lembap, menandakan perawatan rutin.
    Di beberapa titik, papan kecil penanda jenis tanaman tertancap di bedeng, memberi kesan kebun edukatif di tengah hiruk-pikuk kota.
    Sejumlah petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) tampak berjongkok di antara tanaman.
    Dengan seragam oranye yang kontras dengan hijaunya dedaunan, mereka merapikan daun, mencabut gulma, dan memastikan tanaman tumbuh dengan baik.
    Di sudut lain, beberapa warga duduk sejenak di tepi bedeng, mengamati tanaman di sela aktivitas harian mereka. Semua berlangsung tanpa menghilangkan kebisingan lalu lintas di sekitarnya.
    Kawasan ini dikenal sebagai
    Trasa Balong
    , akronim dari Sentra Sayur Bawah Kolong, kebun kota yang berdiri di bawah kolong
    flyover
    Becakayu.
    Di tempat ini, beragam tanaman tumbuh subur, mulai dari sawi, kangkung, cabai, jagung, tomat, terong, hingga tanaman hias dan pohon tabebuya.
    Pepohonan dan semak hijau berfungsi sebagai peneduh alami, membuat udara di kolong
    flyover
    terasa lebih sejuk dibandingkan kawasan jalan di sekitarnya.
    Bau tanah basah dan dedaunan segar sesekali tercium, menetralkan aroma asap kendaraan.
    Pilar-pilar
    flyover
    yang sebelumnya kusam kini dihiasi mural berwarna cerah. Lukisan-lukisan itu menambah kesan hidup pada ruang publik yang dulunya terabaikan.
    Di tengah keterbatasan ruang dan kebisingan kota, Trasa Balong menjelma menjadi oase hijau, contoh nyata perubahan fungsi kolong
    flyover
    dari ruang tak terawat menjadi area produktif yang memberi manfaat lingkungan sekaligus sosial bagi warga Cipinang Melayu.
    “Dari awal saya ikut. Dulu masih jalan biasa, belum seperti sekarang,” ujar Ajul saat ditemui langsung di Trada Balong.
    Ia mengatakan, inisiatif awal datang dari lurah setempat, bersama Nahdlatul Ulama (NU) dan warga.
    Sejak awal, warga dilibatkan dalam proses penataan dan penanaman. Awalnya, area tersebut langsung ditanami sayuran, lalu berkembang dengan penambahan berbagai jenis tanaman lain.
    “Bibit tanamannya macam-macam. Kadang cari sendiri, kadang minta dari kelurahan. Warga juga ikut kalau ada,” kata Ajul.
    Perawatan dilakukan secara rutin, meski dengan keterbatasan. Sayuran dipanen kurang lebih sebulan sekali dan dihitung per ikat, bukan ditimbang. Hasil panen tidak diperjualbelikan, melainkan dibagikan kepada warga sekitar.
    “Semua kebagian. Warga ikut, PPSU juga kebagian,” ujar dia.
    Ajul menambahkan, warga kerap memasak hasil panen dan membagikannya kembali kepada petugas.
    Menurutnya, Trasa Balong terasa berbeda dibandingkan kolong
    flyover
    lain yang banyak dibiarkan kosong dan tak terurus.
    “Ini bisa jadi contoh. Kolong lain kan banyak yang kosong,” ucap Ajul.
    Bagi Darma (40), warga RW 08 Cipinang Melayu, perubahan kolong
    flyover
    ini terasa nyata. Ia mengingat betul kondisi kawasan tersebut sebelum ditata.
    “Dulu di sini gelap, kotor, orang juga jarang lewat,” kata Darma.
    “Sekarang sudah beda. Lebih terang, bersih, dan enak dilihat. Kalau lewat juga rasanya lebih adem karena banyak tanaman,” lanjutnya.
    Menurut Darma, keberadaan kebun kota membuat warga lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Ia menyebut warga kerap menyiram tanaman atau membersihkan area kebun ketika melintas.
    “Kadang kalau lihat tanaman kering ya disiram, atau ada sampah langsung dibersihin. Soalnya ini buat kita juga,” ujar dia.
    Rasa memiliki tumbuh seiring keterlibatan warga. Darma berharap kebun kota ini dapat terus dipertahankan dan menjadi contoh bagi kolong-kolong
    flyover
    lain di Jakarta yang masih terbengkalai.
    Hal senada disampaikan Risa (38). Ia menilai Trasa Balong memberi manfaat nyata, terutama bagi warga sekitar.
    “Sekarang anak-anak juga sering lewat sini, lihat tanaman, tanya-tanya. Jadi bukan cuma jalan kosong, tapi ada fungsinya,” kata Risa.
    Sebelum ditata, kolong
    flyover
    kerap menjadi tempat parkir liar dan penumpukan sampah. Setelah dijadikan kebun kota, kondisi tersebut perlahan berkurang.
    “Kalau sudah jadi kebun begini, orang juga sungkan buang sampah sembarangan,” ujar Risa.
    Menurut dia, ruang di kolong
    flyover
    dan kolong tol dapat disebut sebagai residual urban space atau ruang sisa perkotaan yang selama ini jarang dimanfaatkan.
    “Padahal ruang sisa ini merupakan salah satu aset lingkungan perkotaan,” ujar Mahawan saat dihubungi.
    Pemanfaatan ruang sisa menjadi kebun kota, lanjutnya, dapat menjadi bentuk
    nature-based solution
    untuk meningkatkan layanan ekosistem perkotaan, termasuk mengurangi fenomena
    urban heat island
    atau kantong-kantong panas di kota akibat dominasi bangunan dan minimnya ruang hijau.
    “Kehadiran tumbuhan di kolong
    flyover
    bisa membantu menurunkan suhu dan membuat lingkungan lebih sejuk,” kata dia.
    Selain itu, kebun kota berpotensi meningkatkan infiltrasi air, meski tantangannya tidak kecil karena kolong
    flyover
    tidak selalu terpapar hujan.
    Jika tanah dibiarkan terbuka dan tidak ditutup beton, air hujan tetap dapat diserap. Namun, Mahawan mengingatkan bahwa manfaat lingkungan ini perlu dicermati secara ilmiah.
    “Bukan berarti manusia terus menghasilkan polusi, lalu tumbuhan disuruh menyerap semuanya,” ujar Mahawan.
    Pemilihan jenis tanaman, menurut dia, harus mempertimbangkan ketahanan terhadap panas, polusi, keterbatasan sinar matahari, serta ketersediaan air.
    Aspek estetika juga dinilai penting agar ruang tersebut menyenangkan untuk dipandang.
    Terkait urban farming, Mahawan mengingatkan agar aspek pangan tidak dilihat secara gegabah. Menanam tanaman pangan di kolong tol, misalnya, perlu kehati-hatian karena risiko pencemaran.
    “Kalau menanam cabai di kolong tol, polusinya kan tinggi. Harus dipastikan apakah layak dikonsumsi,” kata dia.
    Ia juga menyoroti tantangan keberlanjutan program. Karena berstatus ruang sisa, pemanfaatan kolong
    flyover
    kerap tidak menjadi prioritas kebijakan dan mudah berganti seiring pergantian kepemimpinan.
    “Jangan sampai hanya program sesaat. Setelah ditanam, tidak dirawat, lalu mati dan malah jadi kumuh,” ujar dia.
    Menurut Mahawan, pemanfaatan kolong
    flyover
    perlu diintegrasikan dalam perencanaan kota, lengkap dengan desain, teknologi pendukung, pendanaan berkelanjutan, serta sistem monitoring dan evaluasi.
    Di tengah keterbatasan ruang terbuka di Jakarta, kebun kota dinilainya menjadi alternatif ruang publik gratis yang inovatif.
    “Kalau direncanakan secara holistik, ini bisa menjadi solusi penyediaan ruang terbuka hijau bagi masyarakat,” kata Aziz saat dihubungi.
    Ia menekankan pentingnya koordinasi lintas instansi, termasuk dengan pengelola jalan tol, agar pemanfaatan kolong
    flyover
    tidak mengganggu fungsi infrastruktur dan keselamatan.
    Selain meningkatkan kualitas lingkungan, Aziz melihat kebun kota sebagai ruang temu yang dapat memperkuat interaksi sosial warga, terutama bagi anak-anak yang semakin sulit menemukan ruang bermain di kota.
    Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar terletak pada aspek pemeliharaan dan rasa memiliki.
    Partisipasi warga menjadi kunci agar ruang publik seperti Trasa Balong tidak hanya dibangun, tetapi juga dirawat bersama.
    Trasa Balong menunjukkan bahwa ruang yang selama ini terabaikan dapat diubah menjadi kebun kota yang produktif.
    Di bawah bayang-bayang beton
    flyover
    , sayuran tumbuh, warga berinteraksi, dan lingkungan menjadi lebih hijau, tanpa sepenuhnya menghilangkan denyut keras kehidupan kota Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Banjir Melanda Dua Desa di Adonara Flores Timur, Puluhan Rumah Terdampak

    Banjir Melanda Dua Desa di Adonara Flores Timur, Puluhan Rumah Terdampak

    Liputan6.com, Jakarta – Dua desa di Kecamatan Adonara Timur, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), dilanda banjir setelah diguyur hujan lebat selama beberapa jam, Kamis (18/12/25) siang.

    Dua desa yang dilanda banjir itu yakni Desa Terong dan Desa Lamahala yang letaknya berdampingan. Tak ada korban jiwa dalam kejadian ini, namun puluhan rumah di dua desa itu dilaporkan terendam banjir.

    Warga desa Terong, Usman Lilie mengatakan banjir itu diakibatkan meluapnya dua kali yang letaknya di wilayah Tengah dan Barat desa Terong.

    “Ada dua kali meluap hingga ke pemukiman warga,” ujarnya.

    Kepala Desa (Kades) Terong, Amir Hamzah Aziz, mengatakan ada puluhan rumah warga yang terendam. Meluapnya air ke pemukiman itu akibat talud penahan banjir tak mampu meredam eskalasi air akibat hujan lebat melanda wilayah itu.

    “Ada sekitar 20 rumah yang terdampak. Warga gotong royong membersihkan puing-puing material,” katanya.

     

     

  • Di Tengah Krisis Sampah Tangsel, RW 09 Bakti Jaya Pilih Olah Sampah dari Rumah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        17 Desember 2025

    Di Tengah Krisis Sampah Tangsel, RW 09 Bakti Jaya Pilih Olah Sampah dari Rumah Megapolitan 17 Desember 2025

    Di Tengah Krisis Sampah Tangsel, RW 09 Bakti Jaya Pilih Olah Sampah dari Rumah
    Tim Redaksi

    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com – 
    Di tengah persoalan tumpukan sampah yang masih ditemui di sejumlah wilayah Kota Tangerang Selatan, RW 09 Kelurahan Bakti Jaya, Kecamatan Setu, justru menunjukkan pola pengelolaan sampah yang berbeda.
    Warga di wilayah ini telah menjalankan sistem pengelolaan
    sampah
    mandiri sejak awal 2025 dan kini tidak lagi menyumbang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang.
    Ketua RW 09 Bakti Jaya, Maulana Putra (39), mengatakan pengelolaan sampah mandiri tersebut bukanlah respons spontan atas
    krisis sampah
    yang belakangan terjadi, melainkan program yang telah dirancang sejak dirinya dilantik sebagai ketua RW.
    “Sejak Januari 2025, memang ada beberapa program yang kami jalankan. Salah satunya adalah program bank sampah dan juga kelompok wanita tani. Nah, kebetulan kedua program ini saling berkaitan,” ujar Maulana saat ditemui
    Kompas.com
    di Taman KWT Griya Tanam 09 Bakti Jaya, Setu, Tangerang Selatan, Rabu (17/12/2025).
    Melalui program bank sampah, warga diminta melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah masing-masing.
    Sampah anorganik seperti plastik dan minyak jelantah dikumpulkan secara berkala, sementara sampah organik dimanfaatkan untuk kebutuhan pertanian warga.
    Maulana menjelaskan, sisa makanan rumah tangga diolah menjadi pupuk yang kemudian digunakan sebagai media tanam. Proses pengolahan tersebut membutuhkan waktu sekitar satu bulan.
    “Karenakan warga juga dilakukan edukasi ya untuk memilah sampah. Jadi untuk sisa makanan hingga menjadi pupuk itu butuh waktu sekitar satu bulan,” kata dia.
    Selain sisa makanan, daun-daun kering dari rumah warga juga dimanfaatkan sebagai bahan kompos.
    Daun tersebut dikumpulkan dan diletakkan langsung pada pot daur ulang yang dibuat dari galon bekas.
    “Jadi warga yang punya pohon di rumahnya itu bisa kirim daun keringnya ke kita buat dijadikan kompos,” jelas dia.
    Untuk sampah plastik, selain ditabung melalui bank sampah, sebagian material juga dimanfaatkan kembali sebagai perlengkapan kebun, seperti pot tanaman dari galon bekas.
    “Dari dua program ini, kita itu bisa mengurangi residu sampah yang dulunya mungkin 100 persen menjadi sekitar 70-80 persen,” jelas Maulana.
    “Artinya 20-30 persen ini sebagian organik kita jadikan kompos, kemudian yang anorganik seperti plastik kita manfaatkan untuk kelompok tanah,” tambah dia.
    Dalam praktiknya, pengolahan sampah organik seperti sisa dapur dan daun-daunan dipusatkan di RT 04 yang memiliki lahan pengomposan.
    Sementara hasil pertanian dikelola di Taman Griya Tanam 09 yang berlokasi tak jauh dari RT tersebut.
    Di lahan seluas sekitar 250 meter persegi itu, warga mengelola kurang lebih 250 jenis tanaman pangan.
    Maulana menyebut, area tersebut sebelumnya dikenal warga sebagai “mininya Cipeucang” karena kerap dijadikan lokasi pembuangan sampah liar.
    Kini, dengan modal sekitar Rp 20 juta yang berasal dari swadaya warga, lahan tersebut berubah menjadi taman produktif.
    “Dulu itu titik-titik yang penuh sampah. Sekarang jadi lahan pertanian, dan warga bisa panen kangkung, terong, bayam, dan sayuran lain secara rutin,” jelas Maulana.
    Seiring berjalanannya program, RW 09 Bakti Jaya juga telah berhenti mengirim sampah ke TPA Cipeucang.
    Ketika krisis pengelolaan sampah melanda Kota Tangerang Selatan akibat terganggunya operasional TPA, wilayah ini mengaku tidak terlalu terdampak.
    Sejak akhir Oktober 2025, pengurus RW menggandeng pihak swasta untuk menangani sampah residu yang tidak bisa dikelola secara mandiri.
    “Efektifnya satu bulan, artinya wilayah sini sudah nggak menyumbang sampah ke TPA Cipeucang,” kata Maulana.
    Kerja sama tersebut, menurut Maulana, tidak menambah beban iuran warga. Biaya pengelolaan diambil dari kas RW atau iuran warga (KSRW) yang telah berjalan sebelumnya.
    “Total iuran sekitar Rp 55.000 per bulan, tapi untuk sampah itu sekitar Rp 20.000 sampai Rp 25.000. Tidak ada penambahan iuran,” jelas dia.
    Selain mengurangi volume sampah, keberadaan bank sampah juga memberikan dampak ekonomi bagi warga.
    Dari hasil pemilahan sampah plastik, warga memiliki tabungan yang dapat dicairkan sesuai kebutuhan.
    “Hampir 70 sampai 80 persen warga sudah punya tabungan bank sampah. Mungkin ada yang nominalnya Rp 10.000 sampai kalau engga salah ada yang lebih dari Rp 1 juta,” kata Maulana.
    Meski demikian, Maulana mengakui pengelolaan sampah yang dilakukan masih memiliki keterbatasan karena seluruh proses pemilahan dilakukan secara manual tanpa dukungan teknologi pengolahan.
    Namun, ia berharap langkah yang telah dilakukan warganya dapat menjadi inspirasi bagi wilayah lain di Kota Tangerang Selatan, terutama dalam pengelolaan sampah dari hulu.
    “Harapan kami ada mekanisme yang lebih terintegrasi. Warga seperti kami punya keterbatasan, tapi kalau sistemnya mendukung, pengelolaan sampah bisa dilakukan lebih optimal,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Inflasi Kediri Turun, Tapi Harga Pangan Masih Bergerak Liar: Ini Penyebabnya

    Inflasi Kediri Turun, Tapi Harga Pangan Masih Bergerak Liar: Ini Penyebabnya

    Kediri (beritajatim.com) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kediri mencatat inflasi month-to-month (m-to-m) sebesar 0,19 persen pada November 2025, atau turun 0,21 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Informasi tersebut disampaikan Kepala BPS Kota Kediri Emil Wahyudiono dalam rilis daring pada Senin (1/12), yang sekaligus menjelaskan faktor penyebab kenaikan dan penurunan harga berbagai komoditas sepanjang November.

    Menurut Emil, fluktuasi harga pada bulan tersebut dipengaruhi sejumlah peristiwa, antara lain penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi pada 1 November 2025, kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura dan daging sapi akibat pasokan terbatas, kenaikan harga emas global, serta penurunan harga beras, daging, dan telur ayam ras. Kombinasi faktor tersebut membentuk pergerakan inflasi di Kota Kediri.

    Sejumlah komoditas tercatat memberikan andil inflasi m-to-m November, di antaranya tomat dan bawang merah dengan kontribusi masing-masing 0,05 persen; sawi hijau sebesar 0,04 persen; cabai merah 0,03 persen; serta kangkung, cabai rawit, daging sapi, sewa rumah, dan kacang panjang masing-masing 0,02 persen. Adapun emas perhiasan, terong, wortel, bayam, ketimun, dan brokoli turut menyumbang inflasi 0,01 persen.

    Di sisi lain, beberapa komoditas justru menahan laju inflasi dengan memberikan andil deflasi. Daging ayam ras dan beras masing-masing memberikan deflasi -0,06 persen; pisang -0,02 persen; serta telur ayam ras, kelapa, dan salak masing-masing -0,01 persen. Pergerakan harga ini mencerminkan dinamika permintaan dan pasokan menjelang akhir tahun.

    Emil mengingatkan beberapa hal yang perlu diwaspadai pada Desember 2025 sebagai masukan bagi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Kediri. Faktor tersebut meliputi intervensi pemerintah pusat terhadap harga angkutan udara, darat, dan kereta api; kecukupan stok beras, telur ayam ras, daging ayam ras, dan bahan pangan lain menjelang Natal dan libur akhir tahun; penyesuaian harga BBM yang masih berlangsung; serta potensi kenaikan harga emas global.

    “Kami mengimbau ada beberapa hal yang perlu diwaspadai di Bulan Desember… harga emas secara global juga kemungkinan masih mengalami kenaikan sehingga berdampak terhadap harga emas perhiasan,” jelasnya.

    Ia menambahkan, kebijakan pemerintah pusat terkait harga angkutan masih dinantikan mengingat mobilisasi masyarakat diperkirakan meningkat menjelang libur panjang. Pada komoditas hortikultura, daging ayam ras, dan telur ayam ras, permintaan diperkirakan naik seiring perayaan Natal dan libur akhir tahun.

    “Selain itu perlu diperhatikan juga terkait peningkatan permintaan akibat operasional SPPG pada Program MBG, Pemkot Kediri perlu memperhatikan jumlah pasokannya,” ujarnya. Emil mengimbau masyarakat tetap berbelanja secara bijak dan tidak melakukan panic buying. [nm/kun]

  • Curah Hujan Tinggi, Petani Sayur Magetan Terpaksa Babat Lahan Gagal Panen

    Curah Hujan Tinggi, Petani Sayur Magetan Terpaksa Babat Lahan Gagal Panen

    Magetan (beritajatim.com) – Tingginya curah hujan dalam tiga pekan terakhir membuat para petani sayuran di Magetan, Jawa Timur, menghadapi masa sulit.

    Di Desa Genilangit, Kecamatan Poncol, sejumlah petani bahkan terpaksa membabat tanaman cabai yang seharusnya siap panen karena terserang penyakit dan membusuk sebelum sempat dijual.

    Beberapa petani terlihat menebang habis tanaman cabai keriting mereka, Jumat (14/11/2025) Tanaman yang semestinya mendatangkan keuntungan itu tak lagi bisa diselamatkan setelah diserang hama patek—penyakit yang menyerang akar dan buah saat kelembapan udara meningkat tajam. Alih-alih dipanen, cabai yang busuk itu akhirnya dijadikan bahan kompos.

    “Semuanya kami babat karena gagal panen. Hujan terus-menerus membuat tanaman terserang patek, buahnya busuk semua,” ujar Kemis, salah satu petani setempat.

    Ironisnya, di tengah gagalnya panen, harga cabai keriting di pasaran sedang tinggi. Di tingkat pedagang, harga mencapai Rp50.000 per kilogram, naik dari sebelumnya Rp40.000.

    Namun di tingkat petani, harga hanya berkisar Rp30.000 per kilogram—jumlah yang tidak bisa mereka nikmati karena tidak ada hasil yang layak panen.

    Bukan hanya cabai yang terdampak. Tanaman bawang pre dan terong di desa tersebut juga rusak akibat cuaca ekstrem berkepanjangan. Tanaman terong yang biasanya tumbuh subur kini layu, berhenti berkembang, dan dibiarkan membusuk di lahan.

    Kenaikan harga sayuran pun merembet ke pasar. Terong yang biasanya Rp3.000 per kilogram kini naik menjadi Rp5.000. Pasokan sayuran dari wilayah sentra produksi juga menurun drastis karena banyak petani mengalami kerugian serupa.
    .
    Di Pasar Sayur Magetan, sejumlah komoditas tercatat naik signifikan. Wortel misalnya, kini dijual Rp15.000 per kilogram dari sebelumnya Rp10.000. Tomat ikut melonjak menjadi Rp15.000 dari harga awal Rp10.000, sementara cabai rawit naik dari Rp20.000 menjadi Rp30.000 per kilogram.

    “Yang naik banyak, cabai keriting sekarang Rp50.000, wortel dari Rp10.000 jadi Rp15.000, tomat juga naik jadi Rp15.000,” kata Sakinah, salah satu pedagang pasar.

    Kondisi ini membuat petani maupun pedagang hanya bisa berharap cuaca segera kembali stabil. Selain untuk memulihkan produksi di tingkat petani, cuaca yang membaik juga diharapkan dapat menahan laju kenaikan harga di pasar yang mulai memberatkan konsumen. [fiq/ian]

  • Pasar Tumbuh di Jaktim perkuat ketahanan pangan keluarga

    Pasar Tumbuh di Jaktim perkuat ketahanan pangan keluarga

    Jakarta (ANTARA) – Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kota Jakarta Timur menilai Pasar Tumbuh menjadi wadah untuk memperkuat ketahanan pangan keluarga.

    “Kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap bulan ini menjadi wadah bagi para penggiat urban farming di wilayah Jakarta Timur untuk memasarkan hasil panen mereka sekaligus memperkuat ketahanan pangan keluarga,” kata Ketua TP PKK Jakarta Timur Essie Feransie di Jakarta Timur, Jumat.

    Menurut dia, Pasar Tumbuh merupakan kegiatan positif yang mendorong semangat masyarakat, khususnya kader PKK dan penggiat urban farming untuk terus menanam dan memanfaatkan lahan pekarangan.

    “Hari ini kami dari TP PKK Jakarta Timur bersama Sudin KPKP, Pak Asisten Ekbang, dan para pengurus PKK mengunjungi kegiatan Pasar Tumbuh. Ini sangat positif sebagai wadah bagi seluruh penggiat urban farming di Jakarta Timur,” ujar Essie.

    Dia menilai kegiatan ini mendapat sambutan baik dari masyarakat. Antusiasme warga terlihat dari tingginya transaksi dan penjualan berbagai produk hasil pertanian, olahan pangan, hingga tanaman hias yang ditawarkan.

    “Alhamdulillah, transaksi atau penjualan hari ini cukup baik, dan warga juga antusias membeli produk-produk hasil urban farming,” katanya.

    Pasar Tumbuh edisi Oktober ini diikuti oleh 65 peserta yang terdiri dari para penggiat urban farming binaan PKK, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), serta berbagai pemangku kepentingan di wilayah Jakarta Timur.

    Melalui kolaborasi ini, kegiatan pasar tumbuh tidak hanya menjadi ajang pemasaran hasil panen, tetapi juga sarana edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan keluarga.

    “Mudah-mudahan para penggiat urban farming terus semangat melakukan penyemaian dan panen. Kegiatan seperti ini menjadi ruang positif untuk menumbuhkan ekonomi keluarga sekaligus memperkuat ketahanan pangan di Jakarta Timur,” ucap Essie.

    Dia berharap, kegiatan berkelanjutan seperti pasar tumbuh dapat menjadikan banyak keluarga mampu memanfaatkan lahan rumah tangga untuk menanam sayur, buah, atau tanaman obat keluarga.

    Selain meningkatkan ekonomi rumah tangga, upaya ini juga diharapkan menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan berdaya pangan secara mandiri.

    Adapun pasar tumbuh digelar pada Jumat (31/10) di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Timur, mulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB.

    Dalam pasar tumbuh 2025 ini, para peserta merupakan penggiat urban farming dari 10 kecamatan di Jakarta Timur menampilkan berbagai produk hasil olahan pertanian, perikanan, dan peternakan.

    Mereka merupakan individu dan kelompok yang telah berhasil memanfaatkan berbagai lahan kosong dan fasilitas umum menjadi area produktif, seperti kantor pemerintahan, RPTRA, puskesmas, RSUD, pekarangan warga, gang hijau, hingga lahan tidur.

    Beragam produk lokal akan dipamerkan dalam kegiatan ini, mulai dari sayuran hidroponik dan konvensional, buah segar, telur, tempe, tomat, terong, cabai, susu, kopi, jamu, jus, bibit tanaman, hingga aneka olahan pangan dan minuman hasil urban farming.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pasar Tumbuh jadi wadah edukasi penggiat urban farming di Jaktim

    Pasar Tumbuh jadi wadah edukasi penggiat urban farming di Jaktim

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur menjadikan Pasar Tumbuh sebagai wadah untuk mengedukasi penggiat pertanian perkotaan (urban farming) di wilayah itu.

    “Pasar Tumbuh juga sebagai sarana pembinaan dan edukasi bagi para penggiat urban farming di Jakarta Timur,” kata Asisten Perekonomian Pembangunan, dan Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Timur Fauzi di Jakarta Timur, Jumat.

    Fauzi menyebut, kegiatan Pasar Tumbuh kali ini merupakan penyelenggaraan ketiga sepanjang tahun 2025. Dalam kegiatan tersebut bukan sekadar bazar, melainkan juga ruang belajar bagi warga untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola pertanian perkotaan.

    “Hari ini saya bersama Sudin KPKP Jakarta Timur menghadiri Pasar Tumbuh yang pesertanya para penggiat urban farming. Selain penjualan hasil pertanian dan perikanan warga, juga ada kegiatan workshop dan edukasi mengenai pengendalian hama tanaman,” jelas Fauzi.

    Selain itu, Pasar Tumbuh yang digelar di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Timur ini juga menjadi sarana penjualan produk hasil pertanian, peternakan, dan perikanan warga.

    Dalam kegiatan ini, narasumber dari Kebun Bibit Jakarta Timur memberikan materi seputar jenis-jenis hama tanaman serta cara penanganannya.

    Fauzi berharap, pembinaan tersebut dapat menambah wawasan para penggiat urban farming agar mampu mengatasi hama dan penyakit tanaman secara mandiri.

    “Mudah-mudahan ini bisa menambah wawasan para penggiat urban farming bagaimana mengatasi hama dan penyakit tanaman di lingkungan mereka,” ucapnya.

    Kegiatan itu juga menjadi wujud nyata komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Timur melalui Sudin Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) dalam mendukung pengembangan pertanian perkotaan.

    Menurut Fauzi, Jakarta Timur memiliki potensi lahan yang luas dan dapat dioptimalkan untuk kegiatan pertanian produktif.

    “Potensi lahan di Jakarta Timur luar biasa. Tinggal bagaimana kita mengoptimalkannya agar memberi manfaat ekonomi dan lingkungan bagi warga,” ujarnya.

    Selain sebagai ruang edukasi, Pasar Tumbuh juga berfungsi mendekatkan produk hasil pertanian kepada masyarakat.

    “Tadi saya lihat banyak ASN dan warga yang pulang olahraga sambil membawa belanjaan. Harganya pun sangat terjangkau, misalnya beli sayuran seperti kangkung hanya Rp5.000 sudah dapat banyak,” jelasnya.

    Ke depan, Pasar Tumbuh berpotensi diperluas ke wilayah lain di Jakarta Timur agar semakin banyak masyarakat dan penggiat urban farming yang dapat berpartisipasi langsung.

    “Ke depan mungkin bisa kita perluas ke kawasan lain yang memungkinkan, agar semakin banyak masyarakat dan penggiat urban farming yang bisa terlibat langsung,” ujar Fauzi.

    Adapun pasar tumbuh digelar pada Jumat (31/10) di halaman Kantor Wali Kota Jakarta Timur, mulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB.

    Para peserta merupakan penggiat urban farming dari 10 kecamatan di Jakarta Timur yang menampilkan berbagai produk hasil olahan pertanian, perikanan, dan peternakan.

    Mereka merupakan individu dan kelompok yang telah berhasil memanfaatkan berbagai lahan kosong dan fasilitas umum menjadi area produktif, seperti kantor pemerintahan, RPTRA, puskesmas, RSUD, pekarangan warga, gang hijau, hingga lahan tidur.

    Beragam produk lokal akan dipamerkan dalam kegiatan ini, mulai dari sayuran hidroponik dan konvensional, buah segar, telur, tempe, tomat, terong, cabai, susu, kopi, jamu, jus, bibit tanaman, hingga aneka olahan pangan dan minuman hasil urban farming.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Perkuat ketahanan pangan, Pemkot Jaktim kembangkan “urban farming”

    Perkuat ketahanan pangan, Pemkot Jaktim kembangkan “urban farming”

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur (Jaktim) memperkuat ketahanan pangan lokal dengan pengembangan pertanian perkotaan (urban farming) melalui pasar tumbuh yang ketiga.

    “Pasar tumbuh yang ketiga kalinya ini menjadi salah satu upaya strategis Pemkot Jakarta Timur dalam mendorong pengembangan urban farming atau pertanian perkotaan yang semakin diminati masyarakat,” kata Kepala Suku Dinas (Sudin) Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Timur Taufik Yulianto di Jakarta, Kamis.

    Kegiatan itu digagas oleh Sudin KPKP Jakarta Timur dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, dunia usaha, dan perangkat daerah lintas sektor.

    Menurut Taufik, kegiatan pasar tumbuh juga menjadi bagian dari strategi Pemkot Jaktim untuk mendorong warga agar memanfaatkan lahan terbatas secara produktif.

    Melalui gerakan urban farming, masyarakat diajak menanam sayuran, beternak ikan atau mengolah hasil panen di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing.

    “Kami ingin menjadikan urban farming sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat kota,” ujar Taufik.

    Dia pun berharap kegiatan itu dapat memperkuat jejaring antarpenggiat pertanian perkotaan, dunia usaha, dan pemerintah dalam upaya membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan.

    “Melalui pasar tumbuh, warga diharapkan semakin termotivasi untuk memanfaatkan lahan sempit di sekitar tempat tinggalnya secara produktif,” ucap Taufik.

    Kegiatan pasar tumbuh akan digelar pada Jumat, 31 Oktober 2025, di halaman Kantor Walikota Jakarta Timur, mulai pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB.

    Dalam kegiatan tersebut, peserta yang merupakan penggiat urban farming dari 10 kecamatan di Jakarta Timur itu akan menampilkan berbagai produk hasil olahan pertanian, perikanan, dan peternakan.

    Mereka merupakan individu dan kelompok yang telah memanfaatkan berbagai lahan kosong dan fasilitas umum menjadi area produktif, seperti kantor pemerintahan, ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA), puskesmas, rumah sakit umum daerah (RSUD), pekarangan warga, gang hijau, serta lahan tidur.

    Beragam produk lokal turut dipamerkan dalam kegiatan itu, mulai dari sayuran hidroponik dan konvensional, buah segar, telur, tempe, tomat, terong, cabai, susu, kopi, jamu, jus, bibit tanaman, hingga aneka olahan pangan dan minuman hasil urban farming.

    “Kegiatan ini menjadi ruang apresiasi bagi para penggiat urban farming yang telah berkontribusi dalam mewujudkan kemandirian pangan di lingkungan masing-masing,” jelas Taufik.

    Pelaksanaan pasar tumbuh yang ketiga kalinya itu mengedepankan semangat kolaborasi lintas sektor.

    Kegiatan itu juga mendapatkan dukungan penuh dari Wali Kota Jakarta Timur beserta jajaran, serta melibatkan berbagai unsur, di antaranya Sudin Kebudayaan, Sudin Pemuda dan Olahraga, Sudin Parekraf, Sudin Kominfotik, Sudin Nakertrans, Baznas Bazis, Bank DKI, HIPMI Jakarta Timur, kecamatan, kelurahan, dan komunitas masyarakat.

    “Kolaborasi menjadi kunci keberhasilan gerakan urban farming di Jakarta Timur. Dengan dukungan semua pihak, kami berharap gerakan ini terus tumbuh dan memperkuat ketahanan pangan lokal,” tutur Taufik.

    Melalui kegiatan itu, Pemkot Jakarta Timur menginginkan agar urban farming tidak sekadar menjadi tren sesaat, tetapi juga berkembang menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan.

    Selain membantu mengurangi ketergantungan pada pasokan pangan dari luar wilayah, gerakan urban farming juga mampu meningkatkan perekonomian warga serta menciptakan lingkungan yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lapas Mojokerto Andalkan 44 Kolam Lele Bioflok untuk Ketahanan Pangan Warga Binaan

    Lapas Mojokerto Andalkan 44 Kolam Lele Bioflok untuk Ketahanan Pangan Warga Binaan

    Mojokerto (beritajatim.com) – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Mojokerto terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung program ketahanan pangan nasional.

    Meski memiliki keterbatasan lahan, Lapas Kelas IIB Mojokerto berhasil mengembangkan 44 kolam lele bioflok sebagai salah satu program andalan.

    Tidak hanya menopang untuk kebutuhan pangan warga binaan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya pembinaan kemandirian mereka.

    Tak hanya kolam lele, juga ada ketahanan pangan di bidang pertanian seperti budidaya cabe, terong, kangkung dan sawi hidroponik. Selain itu juga peternakan kambing dan ayam.

    Kepala Lapas (Kalapas) Kelas IIB Mojokerto, Rudi Kristiawan menyampaikan, saat ini terdapat sekitar 65 ribu ekor lele yang dibudidayakan secara aktif di seluruh kolam tersebut. Panen dilakukan secara bergilir setiap 2 hingga 5 hari sekali, dan hasilnya digunakan sebagai lauk pauk konsumsi harian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

    “Serta dijual kepada rekanan pemborong makanan untuk diolah di dapur Lapas. Di tengah keterbatasan lahan, kami tetap berusaha semaksimal mungkin untuk mensukseskan dan mendukung penuh program Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto,” ungkapnya, Senin (20/10/2025).

    Selain itu, lanjutnya, juga menjadi program akselerasiMenteri Imigrasi dan Pemasyarakatan di bidang ketahanan pangan, pemajuan Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia WBP Lapas Kelas IIB Mojokerto. Selain budidaya lele, Lapas Kelas IIB Mojokerto juga memiliki berbagai kegiatan produktif lainnya.

    “Di sektor pertanian, warga binaan menanam terong, cabai, kangkung, dan sawi hidroponik. Sementara di bidang peternakan, terdapat kambing dan ayam yang dikelola secara mandiri. Tak hanya itu, pembinaan juga menyentuh sektor kerajinan kulit, kuliner UMKM, dan pengelolaan resto oleh blok wanita,” katanya.

    Program tersebut melibatkan langsung para WBP Lapas Kelas IIB Mojokerto. Setidaknya ada 10 orang WBP yang bertugas mengelola kolam lele, tiga orang di peternakan kambing, lima orang di kerajinan kulit, 14 orang di unit UMKM makanan, serta lima orang di bidang pertanian dan hidroponik.

    Salah satu warga binaan, Afik Munandar yang terlibat dalam pengelolaan kolam lele mengaku mendapat banyak pelajaran dari kegiatan tersebut. Sejak tiga bulan lalu, ia terlihat dalam peternakan kambing. Sebanyak 10 ekor kambing tersebut mempunyai nama masing-masing, seperti Asmara, Celin, Grace dan lainnya.

    “Saya sendiri yang memberi nama agar mudah diingat. Perawatannya mudah, dikasih makan dan minum cukup dan yang terpenting keberhasilan kandang. Kotorannya ini untuk pupuk. Selain bermanfaat untuk kegiatan sehari-hari di dalam Lapas, kami juga merasa punya keterampilan yang bisa digunakan setelah bebas nanti,” ujarnya.

    Melalui berbagai kegiatan ini, Lapas Kelas IIB Mojokerto berharap dapat terus mendukung program pembinaan kemandirian serta memperkuat ketahanan pangan di lingkungan pemasyarakatan. [tin/ted]