Tanaman: Bawang merah

  • Asal Usul Kenaikan PPN 12 Persen: Diusulkan Jokowi, Disetujui DPR, Kini Ditolak Banyak Pihak

    Asal Usul Kenaikan PPN 12 Persen: Diusulkan Jokowi, Disetujui DPR, Kini Ditolak Banyak Pihak

    Asal Usul Kenaikan PPN 12 Persen: Diusulkan Jokowi, Disetujui DPR, Kini Ditolak Banyak Pihak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, mendapat penolakan luas dari masyarakat.
    Tak hanya lewat petisi di media sosial, sejumlah elemen masyarakat pun turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan pungutan pajak ini.
    Di tataran elite partai politik, PDI Perjuangan menjadi parpol yang paling keras menolak rencana kenaikan tersebut.
    Meskipun, fraksi partai ini juga yang menjadi pimpinan panitia kerja (panja), ketika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menjadi dasar kenaikan PPN tersebut, dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
    Ketua DPP PDI-P sekaligus Ketua DPR RI, Puan Maharani, misalnya, menilai kenaikan PPN akan memperburuk situasi ekonomi, terutama masyarakat kelas menengah dan pelaku usaha kecil.
    “Kita harus memahami kondisi rakyat, jangan sampai dengan kenaikan PPN ini malah membuat perekonomian rakyat semakin sulit,” ujar Puan dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).
    “Pemerintah harus menyiapkan langkah antisipatif, termasuk stimulus ekonomi yang benar-benar efektif, agar kenaikan PPN ini tidak menambah beban bagi rakyat kecil,” ujarnya.
    Ia mengatakan, kondisi perekonomian masyarakat saat ini sudah cukup tertekan. Hal ini yang kemudian membuat tidak sedikit dari mereka yang justru terjebak pinjaman online (pinjol) demi memenuhi kebutuhannya.
    “Dengan dinamika ekonomi yang ada saat ini, banyak masyarakat yang sudah tertekan. Tak sedikit yang lalu akhirnya terjerumus pada pinjaman online (pinjol) dengan bunga tak masuk akal. Kita berharap tak ada lagi tambahan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat,” ungkap Puan.
    Sementara itu, Ketua DPP PDI-P Ganjar Pranowo mengatakan, kenaikan PPN memang memiliki tujuan yang baik untuk memenuhi pemasukan negara dan menutup defisit. Namun, penerapannya dilaksanakan pada waktu yang kurang tepat.
    “Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen ini bisa membuat ngilu sedikit kehidupan rakyat. Dengan angka ini, Indonesia menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN bersama Filipina,” kata Ganjar dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya @ganjar_pranowo, Kamis (19/12/2024), melansir
    Kompas.tv
    .
    Ia khawatir, menaikkan PPN pada saat ini justru akan memunculkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti menurunnya daya beli masyarakat dan kepercayaan terhadap pemerintah.
    “Saya khawatir kenaikan
    PPN 12 persen
    yang dimaksudkan sebagai obat justru menyebabkan sejumlah komplikasi. Jika kita membiarkan ini terjadi, maka kita bukan saja kehilangan pekerjaan, tetapi juga kepercayaan. Kepercayaan rakyat kepada negara bahwa negara hadir melindungi mereka,” kata Ganjar.
    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai
    Gerindra
    , Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, mengaku heran dengan respons kritis PDI-P atas rencana kenaikan ini. 
    Ia pun mengungkit bahwa pembahasan RUU HPP pada tiga tahun lalu, justru dikomandoi oleh Fraksi PDI-P. Saat itu, kader PDI-P, Dolfie Othniel Frederic Palit, ditunjuk menjadi ketua panjanya.
    “Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDI-P berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen,” kata Rahayu dalam pesan singkatnya kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (21/12/2024) malam.
    Kemenakan Presiden RI Prabowo Subianto itu bilang, banyak anggota partainya yang hanya bisa senyum dan geleng-geleng tertawa mendengar respons kritis
    PDIP
    .
    “Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya,” lanjut dia.
    “Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?” tambah Saras.
    Dihubungi terpisah, Dolfie berdalih bahwa pembahasan revisi UU HPP merupakan usul inisiatif pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. 
    “UU HPP merupakan UU inisiatif pemerintahan Jokowi yang disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021,” kata Dolfie kepada Kompas.com, Minggu (22/12/2024).
    “Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP,” sambungnya.
    Sebagai informasi, hubungan Jokowi saat itu masih menyandang status kader PDI-P. Namun, baru-baru ini Jokowi dan keluarganya dipecat dari partai karena dianggap melakukan pelanggaran berat.
    Dari laporan Dolfie, pembahasan revisi UU tersebut terbilang cepat, yaitu hanya berlangsung selama lima bulan hingga disahkan pada 7 Oktober 2021.
    Diketahui, Jokowi mengirim Jokowi mengirimkan surat presiden bernomor R-21/Pres/05/2021 pada 5 Mei 2021. Surat itu kemudian ditindaklanjuti oleh pimpinan DPR RI dengan menerbitkan surat nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 tanggal 22 Juni 2021.
    Saat itu, UU HPP masih menggunakan nomenklatur Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Sebab, UU HPP merupakan revisi kelima dari UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP.
    Pada 28 Juni 2021, Komisi XI memulai pembahasan Revisi UU KUP bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM dengan agenda membentuk panitia kerja (panja).
    Setelahnya, Komisi XI DPR RI melanjutkan pendalaman, perumusan, dan sinkronisasi terkaiu RUU itu. Dolfie mengeklaim DPR juga sudah melakukan rapat dengar pendapat dari akademisi, praktisi, pakar, maupun pengamat.
    “Lembaga yang dilibatkan dalam penggalian informasi dan keilmuan melalui rapat dengar pendapat ini di antaranya KADIN, HIPMI, APRINDO, Asosiasi Ekspor Impor, Asosiasi Pendidikan, Asosiasi Keagamaan, dan Asosiasi Kesehatan, HIMBARA, Perbanas, Asbisindo, Asosiasi BPR, Asosiasi Buruh, YLKI, HKTI, dan Asosiasi Pedagang Pasar,” tulis laporan yang dibacakan Dolfie.
    Dari berbagai rapat itu, disepakati perubahan nomenklatur menjadi Harmonisasi Peraturan Perpajakan serta memuat aturan yang membuat
    PPN naik
    12 persen di tahun 2025.
    Pada 29 September 2021, ditetapkan bahwa RUU HPP akan dibawa ke rapat paripurna untuk diketok menjadi undang-undang.
    Tercatat sebanyak delapan dari sembilan fraksi di DPR setuju dengan revisi UU HPP yakni PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, PPP. Hanya PKS yang menolak revisi tersebut.
    RUU HPP pun resmi ditetapkan DPR menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna pada 7 Oktober 2021. Rapat saat itu dihadiri 120 anggota dan 327 anggota secara virtual.
    “Kepada seluruh anggota dewan, apakah RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?,” tanya Pimpinan Sidang dan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dalam Sidang Paripurna pada 7 Oktober 2021, disambut ucapan setuju para anggota DPR.
    Adapun UU HPP mengubah dan menambah regulasi terkait perpajakan. Beberapa di antaranya yakni mengubah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (UU PPh).
    Kemudian, mengubah UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).
    Lalu, mengatur program pengungkapan sukarela Wajib Pajak, mengatur pajak karbon, dan mengubah UU terkait cukai.
    Tujuan pembentukan UU ini diklaim untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, mengoptimalkan penerimaan negara.
    Selanjutnya diklaim akan mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, mereformasi administrasi, konsolidasi perpajakan, perluasan basis perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
    Berdasarkan UU HPP, kenaikan tarif PPN diatur dalam Pasal 7 yang menyebut PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
    Dalam UU HPP Pasal 4A, barang yang tidak terkena pajak meliputi makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, uang, emas batangan, hingga barang kebutuhan pokok. Sejumlah jasa juga dibebaskan dari PPN 12 persen yaitu jasa keagamaan, kesenian dan hiburan, perhotelan, penyediaan tempat parkir, katering, keuangan, hingga pendidikan.
    Sejumlah jasa juga dibebaskan dari PPN 12 persen yaitu jasa keagamaan, kesenian dan hiburan, perhotelan, penyediaan tempat parkir, katering, keuangan, hingga pendidikan.
    Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah akan menerapkan kenaikan tarif PPN 12 persen khusus untuk barang dan jasa mewah.
    Menurutnya, barang dan jasa mewah ini dikonsumsi oleh penduduk terkaya dengan pengeluaran menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9-10 .
    “Kita akan menyisir untuk kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut,” terangnya dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024).
    Barang dan jasa mewah yang akan dikenai PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 adalah Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya; Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya; Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA.
    Kemudian, beras premium; buah-buahan premium; ikan premium, seperti salmon dan tuna udang dan crustasea premium seperti king crab; daging premium, seperti wagyu atau kobe yang harganya jutaan.
    Sedangkan barang yang tidak kena PPN 12 persen yaitu beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, serta gula pasir.
    Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen pun menuai kontra dari masyarakat.
    Kebijakan ini diprediksi akan memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang berpotensi mengubah pola konsumsi masyarakat. Banyak yang khawatir bahwa PPN yang lebih tinggi akan memberikan efek domino yang merugikan.
    Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi tolak kenaikan PPN 12 persen di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2024). Inisiator gerakan Bareng Warga, Rasyid Azhari menilai, kenaikan PPN 12 persen akan berdampak luas pada perekonomian masyarakat.
    Menurutnya, alasan pemerintah mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen hanya dikenakan untuk barang mewah merupakan sebuah cara untuk meredam isu ini.
    “Harus dibatalkan karena dampaknya sangat luas. Harusnya didengarkan ya, itu doang harapannya,” katanya.
    Warganet di media sosial juga ramai-ramai menandatangai petisi penolakan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku tahun depan.
    Penandatanganan petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen tersebut dibuka seiring digelarnya demonstrasi tolak kenaikan PPN tersebut. Petisi dibuat oleh akun dengan nama “Bareng Warga” dengan judul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”.
    Petisi Penolakan Kenaikan PPN 12 persen itu telah diserahkan ke Kantor Kementrian Sekretaris Negara (Kemensesneg) oleh perwakilan aksi massa di Jakarta Pusat, saat aksi demontrasi berlangsung.
    Berdasarkan pantauan Kompas.com, hingga Kamis pukul 20.00 WIB, petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen tersebut telah ditandatangani lebih dari 132.703 ribu dari target 150.000 orang.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Beras, Bawang Merah, hingga Cabai Rawit Hari Ini Turun Harga

    Beras, Bawang Merah, hingga Cabai Rawit Hari Ini Turun Harga

    Jakarta: Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga sejumlah komoditas pangan secara umum turun. Bawang merah turun menjadi Rp40.220 per kilogram (kg), sedangkan cabai rawit merah Rp45.510 per kg, per Minggu (22/12).
     
    Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas pukul 09.00 WIB, seperti dikutip dari Antara, secara umum harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional, beras premium turun 0,32 persen atau Rp50 menjadi Rp15.370 per kg.
     
    Begitu pun beras medium turun 0,74 persen atau Rp100 menjadi Rp13.340 per kg; namun beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog naik tipis 0,16 persen atau Rp20 menjadi Rp12.510 per kg.
     
    Komoditas bawang merah juga terpantau turun 0,89 persen atau Rp360 menjadi Rp40.220 per kg; lalu bawang putih bonggol juga turun 0,71 persen atau Rp300 menjadi Rp42.190 per kg.
     
    Berikutnya, harga komoditas cabai merah keriting turun 5,07 persen atau Rp1.920 menjadi Rp35.980 per kg; sedangkan cabai rawit merah naik 0,35 persen atau Rp160 menjadi Rp45.510 per kg.
     
    Selanjutnya, harga daging sapi murni naik 0,02 persen atau Rp30 menjadi Rp135.120 per kg; sedangkan daging ayam ras turun 1,26 persen atau Rp470 menjadi Rp36.710 per kg; lalu telur ayam ras turun 1,28 persen atau Rp390 menjadi Rp30.180 per kg.
     

     

    Harga gula turun 0,33%
     
    Meski begitu, kedelai biji kering (impor) terpantau naik 0,97 atau Rp100 menjadi Rp10.460 per kg; berbeda dengan gula konsumsi turun 0,33 persen atau Rp60 menjadi Rp17.930 per kg.
     
    Lalu minyak goreng kemasan sederhana turun 0,53 persen atau Rp100 menjadi Rp18.600 per kg; lalu minyak goreng curah juga turun 2,40 persen atau Rp420 menjadi Rp17.110 per kg.
     
    Kemudian, komoditas tepung terigu curah turun 1,78 persen atau Rp180 menjadi Rp9.920 per kg; begitu pula terigu non curah turun 1,76 persen atau Rp230 menjadi Rp12.840 per kg.
     
    Di sisi lain, harga jagung di tingkat peternak juga turun 0,16 persen atau Rp10 menjadi Rp6.130 per kg; begitu pun harga garam halus beryodium turun 1,30 persen atau Rp150 menjadi Rp11.390 per kg.
     
    Sementara itu, untuk harga ikan kembung terpantau naik 3,80 persen atau Rp1.450 menjadi Rp39.560 per kg; sedangkan ikan tongkol juga turun 0,82 persen atau Rp260 menjadi Rp31.630 per kg; begitu pun ikan bandeng juga turun 3,39 persen atau Rp1.140 menjadi Rp32.480 per kg.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Beras Premium Aman dari Kenaikan PPN 12%, Menko Perekonomian Airlangga Jamin

    Beras Premium Aman dari Kenaikan PPN 12%, Menko Perekonomian Airlangga Jamin

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan beras premium tidak dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% pada awal Januari 2025.

    Menko Airlangga menuturkan bahwa beras premium merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN 12%.

    “Beras premium itu bagian dari beras. Tidak ada PPN,” kata Airlangga saat ditemui di Alfamart Drive Thru Alam Sutra, Kota Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).

    Dia kembali menegaskan, PPN 12% tidak dikenakan untuk beras premium. “Enggak [kena PPN 12% untuk beras premium],” jelasnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa beras medium, beras premium, daging ruminansia, kedelai, bawang merah, bawang putih, hingga cabai tidak terkena kebijakan PPN 12% pada awal tahun depan.

    Di sisi lain, Arief menjelaskan bahwa beras khusus sejatinya tidak dikelola Bapanas. Sehingga, beras khusus akan didiskusikan lebih lanjut apakah masuk ke barang yang dikenakan PPN 12%. Hal ini sama seperti daging kualitas premium seperti wagyu hingga kobe yang mesti dilakukan diskusi lebih lanjut.

    “Beras khusus kan nggak dikelola Badan pangan. Beras premium, medium iya [dikelola Badan Pangan]. Beras khusus nanti didiskusikan,” terangnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) juga menegaskan beras premium tidak dikenakan PPN 12% per Januari 2025.

    Menko Zulhas menjelaskan bahwa pemerintah tidak mengenakan PPN 12% untuk komoditas pangan, termasuk beras premium. Dia pun menerangkan bahwa beras yang dikenakan PPN 12% adalah beras khusus.

    “Pangan nggak ada [kena PPN 12%], beras nggak ada. Beras khusus maksudnya, bukan premium,” kata Zulhas di Graha Mandiri, Jakarta, Rabu (18/12/2024).

    Zulhas yang juga Ketua Umum PAN itu menjelaskan baik beras premium maupun beras medium tidak dikenakan pajak pertambahan nilai pada tahun depan.

    “Jadi [beras] premium, [beras] medium nggak [terkena PPN 12%], nggak ada 12%,” jelasnya.

    Teranyar, melalui keterangan tertulis, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyampaikan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%.

    Barang kebutuhan pokok yang dimaksud di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Dalam catatan Bisnis, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mempertanyakan beras premium yang masuk ke dalam daftar harga barang mewah dan dikenakan PPN 12%. Menurutnya, pengenaan PPN 12% untuk beras premium justru akan memberatkan masyarakat.

    “Beras premium disebut barang mewah, barang mewahnya siapa? Sekarang masyarakat di desa banyak yang beli beras dalam kemasan. Beras dalam kemasan itu kan beras premium bukan medium,” ujar Andreas saat dihubungi Bisnis, Selasa (17/12/2024).

    Padahal, Andreas menjelaskan bahwa saat ini beras premium atau beras dalam kemasan juga dikonsumsi masyarakat, sebab harganya yang seringkali lebih murah dibandingkan beras yang dijual di pasar atau toko kelontong kecil.

    “Kalau di toko kecil itu dijual dalam bentuk literan, Rp10.000–Rp12.000 per liter, kalau dikonversi ke per kilogram lebih mahal dibanding beras premium,” ungkapnya.

  • Beras Premium Tidak Kena PPN

    Beras Premium Tidak Kena PPN

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa bahan kebutuhan pokok seperti beras tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di 2025. Hal ini juga termasuk dengan beras premium.

    Airlangga mengatakan, produk-produk kebutuhan pokok seperti beras, telur, jagung, buah-buahan hingga sayur-sayuran PPN-nya Ditanggung Pemerintah (DTP) alias PPN 0%. Sedangkan sejumlah produk pokok lainnya seperti MinyaKita, terigu, hingga gula industri PPN ditanggung 1% sehingga tetap 11%.

    “Beras premium itu bagian dari beras. Tidak kena PPN,” tegas Airlangga, ditemui di Alam Sutera, Tangerang, Minggu (22/12/2024).

    Di sisi lain, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, beras-beras khusus berbeda dari beras umum yang beredar di masyarakat. Adapun beras yang dimaksud ialah yang tidak diproduksi di dalam negeri atau yang disebut dengan beras untuk kebutuhan hotel, restoran, dan kafe (horeka).

    “Nggak, kalau beras khusus beda, nanti itu bicaranya (akan diatur lebih lanjut),” kata Arief, di lokasi yang sama.

    Meski demikian, ia memastikan bahwa beras medium dan premium tidak akan dikenakan PPN 12%. Begitu pula dengan pangan pokok lainnya seperti daging ruminansia, kedelai, bawang merah, bawang putih, hingga cabai.

    “Semua yang dikelola badan pangan nggak ada PPN. Beras khusus kan nggak dikelola badan pangan. Beras premium, medium iya. Beras khusus nanti didiskusikan,” ujar Arief.

    “Kalau ibaratnya gini, kalau daging, daging ruminansia biasa oke (bebas PPN), tapi begitu bicara Wagyu, Kobe, dan lain-lain ya, kita mesti diskusi ya,” sambungnya.

    Sebagai informasi, dalam catatan Kemenko Bidang Perekonomian, ada beberapa jenis makan mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN, namun pada 2025 akan dikenakan PPN 12%.

    Contohnya ada beras premium, buah-buahan premium, serta daging premium seperti Wagyu dan Kobe. Ini juga akan berlaku untuk ikan mahal seperti tuna premium, salmon premium, serta udang dan kepiting premium seperti king crab.

    Adapun yang dimaksud dengan beras premium yang disebutkan di atas merupakan beras khusus yang bukan merupakan konsumsi pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Namun menyangkut beras tersebut, masih akan didiskusikan oleh pemerintah lebih lanjut.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 31 tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras, dijelaskan tentang beras khusus pada pasal 2. Beras khusus terdiri atas:

    1. Beras ketan, beras merah, dan beras hitam; dan
    2. Beras khusus dengan persyaratan

    Lebih lanjut dalam Lampiran I, disebutkan secara lebih rinci yang termasuk ke dalam beras khusus dengan persyaratan, antara lain sebagai berikut:

    1. Beras untuk kesehatan
    2. Beras organik
    3. Beras indikasi geografis
    4. Beras tertentu yang tidak dapat diproduksi dalam negeri

    (kil/kil)

  • Harga pangan Minggu, bawang merah Rp40.220/kg, cabai rawit Rp45.510/kg

    Harga pangan Minggu, bawang merah Rp40.220/kg, cabai rawit Rp45.510/kg

    Arsip foto – Bawang merah, cabai rawit merah dan komoditas pangan lainnya yang dijual pedagang di Pasar Minggu, Jakarta. ANTARA/Harianto

    Harga pangan Minggu, bawang merah Rp40.220/kg, cabai rawit Rp45.510/kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 22 Desember 2024 – 10:33 WIB

    Elshinta.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga sejumlah komoditas pangan secara umum turun, bawang merah turun menjadi Rp40.220 per kilogram (kg), sedangkan cabai rawit merah Rp45.510 per kg, per Minggu (22/12/2024). Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas pukul 09.00 WIB, secara umum harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional, beras premium turun 0,32 persen atau Rp50 menjadi Rp15.370 per kg.

    Begitu pun beras medium turun 0,74 persen atau Rp100 menjadi Rp13.340 per kg; namun beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog naik tipis 0,16 persen atau Rp20 menjadi Rp12.510 per kg. Komoditas bawang merah juga terpantau turun 0,89 persen atau Rp360 menjadi Rp40.220 per kg; lalu bawang putih bonggol juga turun 0,71 persen atau Rp300 menjadi Rp42.190 per kg.

    Berikutnya, harga komoditas cabai merah keriting turun 5,07 persen atau Rp1.920 menjadi Rp35.980 per kg; sedangkan cabai rawit merah naik 0,35 persen atau Rp160 menjadi Rp45.510 per kg. Selanjutnya, harga daging sapi murni naik 0,02 persen atau Rp30 menjadi Rp135.120 per kg; sedangkan daging ayam ras turun 1,26 persen atau Rp470 menjadi Rp36.710 per kg; lalu telur ayam ras turun 1,28 persen atau Rp390 menjadi Rp30.180 per kg.

    Meski begitu, kedelai biji kering (impor) terpantau naik 0,97 atau Rp100 menjadi Rp10.460 per kg; berbeda dengan gula konsumsi turun 0,33 persen atau Rp60 menjadi Rp17.930 per kg. Selanjutnya minyak goreng kemasan sederhana turun 0,53 persen atau Rp100 menjadi Rp18.600 per kg; lalu minyak goreng curah juga turun 2,40 persen atau Rp420 menjadi Rp17.110 per kg.

    Kemudian, komoditas tepung terigu curah turun 1,78 persen atau Rp180 menjadi Rp9.920 per kg; begitu pula terigu non curah turun 1,76 persen atau Rp230 menjadi Rp12.840 per kg. Kemudian, harga jagung di tingkat peternak juga turun 0,16 persen atau Rp10 menjadi Rp6.130 per kg; begitu pun harga garam halus beryodium turun 1,30 persen atau Rp150 menjadi Rp11.390 per kg.

    Sementara itu, untuk harga ikan kembung terpantau naik 3,80 persen atau Rp1.450 menjadi Rp39.560 per kg; sedangkan ikan tongkol juga turun 0,82 persen atau Rp260 menjadi Rp31.630 per kg; begitu pun ikan bandeng juga turun 3,39 persen atau Rp1.140 menjadi Rp32.480 per kg.

    Sumber : Antara

  • Harga pangan Sabtu mayoritas turun, daging sapi jadi Rp131.990 per kg

    Harga pangan Sabtu mayoritas turun, daging sapi jadi Rp131.990 per kg

    Arsip foto – Daging sapi yang dijual pedagang di Pasar Jaya Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat (6/12/2024). ANTARA/Harianto.

    Harga pangan Sabtu mayoritas turun, daging sapi jadi Rp131.990 per kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 21 Desember 2024 – 08:05 WIB

    Elshinta.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga sejumlah komoditas pangan secara umum turun mulai beras, cabai, minyak, hingga daging sapi di harga Rp131.990 per kilogram (kg), per Sabtu (21/12). Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas pukul 07.46 WIB, secara umum harga pangan di tingkat pedagang eceran secara nasional, beras premium turun 0,13 persen atau Rp20 menjadi Rp15.380 per kg.

    Begitu pun beras medium turun 0,45 persen atau Rp60 menjadi Rp13.400 per kg; namun beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog naik tipis 0,08 persen atau Rp10 menjadi Rp12.520 per kg. Komoditas bawang merah juga terpantau turun 1,33 persen atau Rp549 menjadi Rp39.950 per kg; namun bawang putih bonggol stabil naik tipis 0,56 persen atau Rp240 menjadi Rp42.720 per kg.

    Berikutnya, harga komoditas cabai merah keriting turun 3,84 persen atau Rp1.440 menjadi Rp36.890 per kg; lalu cabai rawit merah juga turun 5,73 persen atau Rp2.550 menjadi Rp41.970 per kg. Selanjutnya harga daging sapi murni turun 2,38 persen atau Rp3.220 menjadi Rp131.990 per kg; begitu pun daging ayam ras juga turun 0,92 persen atau Rp340 menjadi Rp36.740 per kg; lalu telur ayam ras juga turun 1,44 persen atau Rp449 menjadi Rp30.030 per kg.

    Meski begitu, kedelai biji kering (impor) terpantau naik 0,87 atau Rp90 menjadi Rp10.450 per kg; berbeda dengan gula konsumsi turun 1,17 persen atau Rp20 menjadi Rp17.760 per kg. Selanjutnya minyak goreng kemasan sederhana turun 1,71 persen atau Rp329 menjadi Rp18.429 per kg; lalu minyak goreng curah juga turun 2,56 persen atau Rp450 menjadi Rp17.110 per kg.

    Kemudian komoditas tepung terigu curah turun 0,99 persen atau Rp100 menjadi Rp10.010 per kg; begitu pula terigu non curah turun 2,60 persen atau Rp340 menjadi Rp12.740 per kg. Kemudian harga jagung di tingkat peternak juga turun 2,13 persen atau Rp139 menjadi Rp5.980 per kg; begitu pun harga garam halus beryodium turun 0,61 persen atau Rp70 menjadi Rp11.420 per kg.

    Berikutnya, harga ikan kembung terpantau turun 0,34 persen atau Rp130 menjadi Rp37.730 per kg; lalu ikan tongkol juga turun 1,13 persen atau Rp360 menjadi Rp31.480 per kg; begitu pun ikan bandeng juga turun 4,58 persen atau Rp1.540 menjadi Rp32.050 per kg.

    Sumber : Antara

  • Bumbu Dasar Khas Bali Base Genep, Rahasia Kelezatan Masakan Pulau Dewata

    Bumbu Dasar Khas Bali Base Genep, Rahasia Kelezatan Masakan Pulau Dewata

    Liputan6.com, Bali – Kuliner Bali memiliki kelezatan istimewa yang tak ditemukan di daerah lain. Salah satu rahasia kelezatan masakan Pulau Dewata adalah penggunaan base genep.

    Base genep merupakan bumbu dasar khas Bali yang kaya rasa. Bumbu dasar ini melengkapi daya tarik pariwisata Pulau Dewata di sektor kuliner.

    Pulau Bali tak hanya populer dengan destinasi wisata dan budayanya. Pulau Dewata ini juga memiliki ragam sajian khas yang menggoyang lidah, seperti sate lilit dan ayam betutu.

    Ternyata, hidangan tersebut menggunakan bumbu dasar sama yang disebut base genep. Mengutip dari berbagai sumber, base genep merupakan salah satu peninggalan dan warisan leluhur sejak ribuan tahun lalu.

    Catatan mengenai base genep ditemukan dalam kitab lontar. Dalam bahasa Bali, base berarti bumbu, sedangkan genep berarti lengkap.

    Sesuai namanya, base genep merupakan bumbu dasar yang dibuat dari aneka rempah yang cukup lengkap. Base genep yang biasa digunakan sebagai bumbu dasar dalam pengolahan makanan khas Bali ini terdiri dari 15 jenis bumbu dan rempah-rempah.


    Adapun empat unsur utama base genep adalah cekuh (kencur), jahe, isen (lengkuas), dan kunir (kunyit). Keempat unsur utama tersebut harus dilengkapi dengan dua unsur lain, yaitu tiga unsur tambahan yang terdiri dari dua unsur laut dan satu unsur pengunci.

    Unsur utama dalam base genep juga memiliki filosofi tersendiri. Isen dalam budaya Bali menjadi perwakilan arah selatan yang merupakan simbol keberadaan Dewa Brahma, sedangkan kunyit yang berwarna kuning berada di arah barat dan merupakan wakil dari Dewa Mahadewa.

    Sementara itu, jahe di utara dengan warna hitam merupakan simbol Dewa Wisnu. Sedangkan cengkuh yang berwarna putih adalah representasi Dewa Iswara.

    Menariknya lagi, masyarakat Bali umumnya membuat bumbu base genep tanpa menggunakan penghitungan timbangan. Sebagai gantinya, para tetua dari Bali membuat base genep dengan menggunakan jari, yakni jari tengah untuk lengkuas, jari telunjuk untuk kunyit, jari manis untuk jahe, dan jari kelingking untuk kencur.

    Sementara itu, untuk penghitungan bumbu lainnya menggunakan hitungan setengah. Setengahnya kemudian merupakan jumlah bawang merah dan setengah jumlah bawang merah merupakan jumlah untuk bawang putih.

    Setengah dari bawang putih ditujukan untuk jumlah cabai. Setengah dari cabai merupakan jumlah kebutuhan rempah-rempah.

    Adapun unsur laut dalam base genep adalah garam dan terasi. Dengan demikian, terdapat 10 unsur yang mewakili simbol gunung dan laut pada bumbu genep Bali.

    Dalam catatatn lontar masa lampau, base genep dikenal sebagai usabe. Bumbu dasar ini digunakan untuk memasak bebek betutu dan sate lilit. Tak hanya sebagai penguat rasa dan rahasia kelezatan masakan, base genep juga berfungsi sebagai penghilang bau pada daging.

     

    Penulis: Resla

  • Petani Humbang Hasundutan Sukses Tanam Bawang Merah dari Biji

    Petani Humbang Hasundutan Sukses Tanam Bawang Merah dari Biji

    Jakarta: Petani di Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, berhasil menanam bawang merah langsung dari biji. Hal ini semakin menunjukkan potensi potensi besar sektor pertanian dalam meningkatkan perekonomian lokal.

    Beberapa tahun terakhir, petani hortikultura di provinsi ini telah berhasil mengembangkan berbagai jenis tanaman sayuran, khususnya bawang merah yang ditanam dari biji atau yang juga dikenal dengan true shallot seed (TSS).

    “Sebelumnya kami tidak pernah tahu kalau bisa menanam bawang merah dari biji. Setelah dicoba ternyata hasilnya luar biasa dan sangat memuaskan,” kata Lochkung Lumbatoruan, petani dari Desa Lobutua, Kabupaten Humbang Hasundutan, melalui keterangan tertulis, Jumat, 20 Desember 2024.

    Setiap biji yang ditanam menghasilkan delapan anakan. Dan dari 2.000 populasi tanaman menghasilkan panen hingga 400 kilogram.
     
    Dulu andalkan umbi
    Lochkung berkisah dahulu petani menanam bawang merah dari umbi bibit. Hal ini membutuhkan biaya yang sangat mahal. 

    Sebagai gambaran, untuk lahan seluas sekitar satu hektare, umbi bibit yang dibutuhkan mencapai 1,5 ton. Biaya yang dikeluarkan tak kurang dari Rp55 juta. Belum termasuk biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk persiapan lahan, pemupukan, dan pemeliharaan. 

    “Biaya akan semakin membengkak jika ada serangan penyakit,” kata Lochkung. 

    Menurut dia, umbi bibit tak jarang membawa sumber penyakit yang dapat menginfeksi dan menyerang tanaman hingga menyebabkan gagal panen. Karena itu, budidaya bawang merah dari biji atau benih menjadi solusi yang sangat dinanti petani.
     
    Biji lebih ekonomis
    Menurut dia, budidaya bawang merah dari biji atau benih menjadi solusi yang sangat dinanti petani. Pasalnya, selain relatif terbebas dari penyakit, biji cenderung lebih bersih dan lebih terkontrol. 

    “Biaya tanamnya juga jauh lebih ekonomis,” kata Lochkung. 

    Untuk lahan pertanaman seluas satu hektare misalnya, benih yang dibutuhkan sekitar 5 kg atau sekitar Rp10 juta. Alhasil, biaya investasi awal untuk memulai budidaya bawang merah dapat diminimalkan.
     
    Dia juga mengatakan bibit bawang merah dari biji lebih mudah diperoleh dalam jumlah besar. Dengan menanam bawang merah dari biji, petani tidak perlu bergantung pada pasokan umbi bibit yang mungkin terbatas dan harganya fluktuatif. 

    “Ini sangat menguntungkan untuk meningkatkan skala produksi, terutama di musim panen yang banyak permintaan,” kata Lochkung.
     
    Dukung pertanian berkelanjutan
    Metode menanam bawang merah dari biji mendukung praktik pertanian yang lebih berkelanjutan. Penanaman bawang merah dari biji juga mendorong perkembangan teknologi pertanian. 

    Metode ini memerlukan penguasaan teknik pertanian yang lebih canggih, seperti pemilihan varietas unggul, teknik perawatan benih, dan pengelolaan tanah yang lebih baik. Keberhasilan dalam menguasai teknik-teknik ini dapat membawa petani ke tingkat yang lebih profesional dan meningkatkan hasil pertanian secara keseluruhan.

    “Kami pada akhirnya menguasai metode penanaman bawang merah dari biji ini dari petugas Cap Panah Merah. Mereka yang mengenalkan biji bawang merah unggul seperti Lokananta, Talenta, dan Merdeka F1. Termasuk mendampingi kami selama proses budidaya hingga kami berhasil mendapatkan panen yang memuaskan,” kata Lochkung.
     

    Hal yang sama disampaikan oleh Haposan, petani yang juga berasal dari Humbang Hasundutan. Menurut dia, berkat adopsi teknologi pertanian modern dan penerapan metode budidaya yang lebih efisien yang didapat dari petugas Cap Panah Merah, petani hortikultura di daerahnya semakin mampu meningkatkan hasil panen mereka. Tidak hanya bawang merah, contoh keberhasilan lain dapat dilihat pada budidaya kol, cabai, dan tomat. 

    “Dengan adanya pendampingan, kami bisa mengaplikasikan teknik pertanian yang lebih efisien. Hal ini membantu meningkatkan hasil panen, sekaligus mengurangi biaya produksi,” ujar Haposan.

    Keberhasilan dalam sektor hortikultura tidak hanya dirasakan para petani, tetapi juga berdampak pada ekonomi keluarga mereka. Pendapatan yang lebih stabil dan meningkat memungkinkan banyak petani untuk memperbaiki kualitas hidup mereka.

    Jakarta: Petani di Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, berhasil menanam bawang merah langsung dari biji. Hal ini semakin menunjukkan potensi potensi besar sektor pertanian dalam meningkatkan perekonomian lokal.
     
    Beberapa tahun terakhir, petani hortikultura di provinsi ini telah berhasil mengembangkan berbagai jenis tanaman sayuran, khususnya bawang merah yang ditanam dari biji atau yang juga dikenal dengan true shallot seed (TSS).
     
    “Sebelumnya kami tidak pernah tahu kalau bisa menanam bawang merah dari biji. Setelah dicoba ternyata hasilnya luar biasa dan sangat memuaskan,” kata Lochkung Lumbatoruan, petani dari Desa Lobutua, Kabupaten Humbang Hasundutan, melalui keterangan tertulis, Jumat, 20 Desember 2024.
    Setiap biji yang ditanam menghasilkan delapan anakan. Dan dari 2.000 populasi tanaman menghasilkan panen hingga 400 kilogram.
     
    Dulu andalkan umbi
    Lochkung berkisah dahulu petani menanam bawang merah dari umbi bibit. Hal ini membutuhkan biaya yang sangat mahal. 
     
    Sebagai gambaran, untuk lahan seluas sekitar satu hektare, umbi bibit yang dibutuhkan mencapai 1,5 ton. Biaya yang dikeluarkan tak kurang dari Rp55 juta. Belum termasuk biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk persiapan lahan, pemupukan, dan pemeliharaan. 
     
    “Biaya akan semakin membengkak jika ada serangan penyakit,” kata Lochkung. 
     
    Menurut dia, umbi bibit tak jarang membawa sumber penyakit yang dapat menginfeksi dan menyerang tanaman hingga menyebabkan gagal panen. Karena itu, budidaya bawang merah dari biji atau benih menjadi solusi yang sangat dinanti petani.
     
    Biji lebih ekonomis
    Menurut dia, budidaya bawang merah dari biji atau benih menjadi solusi yang sangat dinanti petani. Pasalnya, selain relatif terbebas dari penyakit, biji cenderung lebih bersih dan lebih terkontrol. 
     
    “Biaya tanamnya juga jauh lebih ekonomis,” kata Lochkung. 
     
    Untuk lahan pertanaman seluas satu hektare misalnya, benih yang dibutuhkan sekitar 5 kg atau sekitar Rp10 juta. Alhasil, biaya investasi awal untuk memulai budidaya bawang merah dapat diminimalkan.
     
    Dia juga mengatakan bibit bawang merah dari biji lebih mudah diperoleh dalam jumlah besar. Dengan menanam bawang merah dari biji, petani tidak perlu bergantung pada pasokan umbi bibit yang mungkin terbatas dan harganya fluktuatif. 
     
    “Ini sangat menguntungkan untuk meningkatkan skala produksi, terutama di musim panen yang banyak permintaan,” kata Lochkung.
     
    Dukung pertanian berkelanjutan
    Metode menanam bawang merah dari biji mendukung praktik pertanian yang lebih berkelanjutan. Penanaman bawang merah dari biji juga mendorong perkembangan teknologi pertanian. 
     
    Metode ini memerlukan penguasaan teknik pertanian yang lebih canggih, seperti pemilihan varietas unggul, teknik perawatan benih, dan pengelolaan tanah yang lebih baik. Keberhasilan dalam menguasai teknik-teknik ini dapat membawa petani ke tingkat yang lebih profesional dan meningkatkan hasil pertanian secara keseluruhan.
     
    “Kami pada akhirnya menguasai metode penanaman bawang merah dari biji ini dari petugas Cap Panah Merah. Mereka yang mengenalkan biji bawang merah unggul seperti Lokananta, Talenta, dan Merdeka F1. Termasuk mendampingi kami selama proses budidaya hingga kami berhasil mendapatkan panen yang memuaskan,” kata Lochkung.
     

    Hal yang sama disampaikan oleh Haposan, petani yang juga berasal dari Humbang Hasundutan. Menurut dia, berkat adopsi teknologi pertanian modern dan penerapan metode budidaya yang lebih efisien yang didapat dari petugas Cap Panah Merah, petani hortikultura di daerahnya semakin mampu meningkatkan hasil panen mereka. Tidak hanya bawang merah, contoh keberhasilan lain dapat dilihat pada budidaya kol, cabai, dan tomat. 
     
    “Dengan adanya pendampingan, kami bisa mengaplikasikan teknik pertanian yang lebih efisien. Hal ini membantu meningkatkan hasil panen, sekaligus mengurangi biaya produksi,” ujar Haposan.
     
    Keberhasilan dalam sektor hortikultura tidak hanya dirasakan para petani, tetapi juga berdampak pada ekonomi keluarga mereka. Pendapatan yang lebih stabil dan meningkat memungkinkan banyak petani untuk memperbaiki kualitas hidup mereka.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (UWA)

  • Harga cabai rawit merah pada Kamis naik menjadi Rp44.000 per kg

    Harga cabai rawit merah pada Kamis naik menjadi Rp44.000 per kg

    Ilustrasi – Seorang pedagang cabai rawit melayani pembeli di pasar Dungingi, Kota Gorontalo, Gorontalo. ANTARA/Adiwinata Solihin

    Harga cabai rawit merah pada Kamis naik menjadi Rp44.000 per kg
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 10:17 WIB

    Elshinta.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga sejumlah komoditas pangan secara umum mengalami kenaikan pada Kamis, diantaranya cabai rawit merah menjadi Rp44.000 per kilogram (kg).

    Berdasarkan data dari Panel Harga Bapanas pukul 08.00 WIB, secara umum harga di tingkat pedagang eceran secara nasional, untuk beras premium naik 2,40 persen atau Rp370 menjadi Rp15.790 per kg.

    Beras medium naik 0,89 persen atau Rp120 menjadi Rp13.580 per kg. Untuk beras stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog juga naik 0,48 persen atau Rp60 menjadi Rp12.570 per kg.

    Sedangkan komoditas bawang merah turun 1,11 persen atau Rp450 menjadi Rp39.940 per kg; berbeda dengan bawang putih bonggol naik 1,65 persen atau Rp700 menjadi Rp43.080 per kg.

    Berikutnya, harga komoditas cabai merah keriting naik 1,82 persen atau Rp660 menjadi Rp36.840 per kg; lalu cabai rawit merah juga naik 2,04 persen atau Rp880 menjadi Rp44.000 per kg.

    Selanjutnya harga daging sapi murni turun 0,84 persen atau Rp1.130 menjadi Rp133.800 per kg; sedangkan daging ayam ras naik 2,57 persen atau Rp950 menjadi Rp37.930 per kg; lalu telur ayam ras juga naik 1,62 persen atau Rp490 menjadi Rp30.700 per kg.

    Harga kedelai biji kering (impor) terpantau naik 1,15 atau Rp120 menjadi Rp10.510 per kg; begitu pun gula konsumsi naik 0,94 persen atau Rp170 menjadi Rp18.160 per kg.

    Selanjutnya minyak goreng kemasan sederhana naik 1,82 persen atau Rp340 menjadi Rp19.040 per kg; sedangkan minyak goreng curah turun 2,91 persen atau Rp510 menjadi Rp17.030 per kg.

    Kemudian komoditas tepung terigu curah turun 0,59 persen atau Rp60 menjadi Rp10.050 per kg; begitu pula terigu non curah turun 0,08 persen atau Rp10 menjadi Rp13.060 per kg.

    Harga jagung di tingkat peternak naik di level 14,64 persen atau Rp890 menjadi Rp6.970 per kg; begitu pun harga garam halus beryodium naik 2,08 persen atau Rp240 menjadi Rp11.790 per kg.

    Berikutnya, harga ikan kembung terpantau turun 3,92 persen atau Rp1.480 menjadi Rp36.250 per kg; sedangkan ikan tongkol naik 1,22 persen atau Rp390 menjadi Rp32.250 per kg; begitu pun ikan bandeng juga naik 2,73 persen atau Rp920 menjadi Rp34.630 per kg.

    Sumber : Antara

  • DPRD Tuban Temukan Harga Bahan Pokok Naik Jelang Nataru

    DPRD Tuban Temukan Harga Bahan Pokok Naik Jelang Nataru

    Tuban (beritajatim.com) – DPRD Tuban mendapat temuan harga sejumlah bahan pokok mengalami kenaikan jelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Temuan ini didapat saat Komisi 3 DPRD Tuban menggelar inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional pada Jumat (20/12/2024).

    Ketua Komisi 3 DPRD Tuban Tulus, Setyo Utomo, menyoroti soal kenaikan harga beberapa bahan pokok, seperti telur, cabai, bawang merah, dan lainnya.

    “Meski momen kenaikan harga terjadi karena Nataru, kami ingin memastikan jika kenaikan tersebut tidak menyusahkan masyarakat,” ujar Tulus..

    Termasuk ia juga menyoroti soal rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen yang akan diberlakukan oleh pemerintah mulai 1 Januari 2025 mendatang. Ia berharap tidak akan mempengaruhi kenaikan harga kebutuhan pokok.

    “Kita harus pastikan kenaikan PPN ini tidak mempengaruhi harga bahan pangan,” terang Tulus sapanya.

    Pihaknya juga menegaskan, pentingnya peran pemerintah daerah untuk memulai langkah strategis agar kenaikan harga tersebut tidak menyusahkan masyarakat. “Pemkab harus bisa mengatasi kenaikan harga agar kembali stabil, sehingga masyarakat tidak susah,” kata dia.

    Sebagai informasi, harga beberapa kebutuhan pokok mengalami kenaikan signifikan menjelang Nataru, seperti telur dari Rp27 ribu naik menjadi Rp30 ribu, bawang merah dari Rp31 ribu menjadi Rp36ribu, cabai keriting Rp30 ribu menjadi Rp35 ribu, cabai rawit dari Rp38 ribu menjadi Rp41 ribu. [ayu/beq]