PIKIRAN RAKYAT – Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, rumah dan tanah merupakan aset berharga yang dapat diwariskan kepada ahli waris. Berdasarkan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), barang warisan dapat berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.
Akan tetapi, yang menjadi perhatian adalah bagaimana nasib rumah atau tanah warisan yang tidak ditempati atau dibiarkan terbengkalai dalam waktu lama.
Rumah Warisan yang Tidak Ditempati Dapat Dikategorikan Sebagai Tanah Terlantar
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa tanah atau rumah warisan yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar.
Hal ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Dalam Pasal 1 ayat (2) peraturan tersebut, tanah telantar didefinisikan sebagai tanah yang hak kepemilikannya sengaja tidak digunakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara dalam jangka waktu tertentu.
Tanah atau rumah yang masuk dalam kategori ini berpotensi untuk dikuasai oleh negara. Namun, perlu dicatat bahwa status penguasaan ini tidak serta-merta menjadikan tanah tersebut sebagai milik negara.
Pemerintah akan terlebih dahulu melakukan evaluasi dan memastikan apakah tanah tersebut benar-benar tidak dimanfaatkan oleh ahli waris sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Kriteria Tanah dan Rumah Warisan yang Berpotensi Diambil Negara
Dalam aturan yang berlaku, tanah atau rumah warisan yang dianggap sebagai tanah telantar harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, di antaranya:
Tidak dirawat atau dimanfaatkan dalam jangka waktu lama
Rumah dibiarkan kosong tanpa ada aktivitas atau perawatan. Dikuasai pihak lain tanpa hubungan hukum
Jika tanah atau rumah tersebut ditempati oleh pihak lain selama lebih dari 20 tahun tanpa adanya izin atau hubungan hukum dengan pemilik sah, maka berpotensi diambil alih oleh negara. Menjadi wilayah perkampungan oleh masyarakat sekitar
Jika lahan tersebut tidak dijaga atau dibatasi dengan jelas, lalu digunakan oleh masyarakat sebagai pemukiman, maka negara dapat menetapkan kebijakan khusus terkait penggunaannya. Fungsi sosial tanah tidak terpenuhi
Hak kepemilikan tanah harus memiliki fungsi sosial yang bermanfaat bagi pemilik dan lingkungan sekitarnya. Jika tidak dimanfaatkan sama sekali, maka tanah tersebut bisa dianggap telantar.
Selain itu, terdapat perbedaan aturan terkait jenis hak atas tanah:
Tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan dapat ditertibkan jika tidak dimanfaatkan selama lebih dari dua tahun sejak hak tersebut diterbitkan. Tanah dengan Hak Milik dapat masuk dalam kategori tanah telantar jika tidak digunakan dan dikuasai pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun tanpa adanya hubungan hukum yang sah. Cara Mencegah Rumah atau Tanah Warisan Dianggap Terlantar
Agar rumah atau tanah warisan tidak masuk dalam kategori tanah telantar dan berpotensi diambil negara, ahli waris perlu mengambil langkah-langkah berikut:
Segera Mengurus Peralihan Hak Waris
Setelah pewaris meninggal dunia, ahli waris harus segera mengurus sertifikat tanah ke Kantor Pertanahan setempat agar status kepemilikan menjadi jelas dan sah secara hukum. Memanfaatkan Properti Sesuai Peruntukan
Jika tidak ingin menempati rumah warisan, ahli waris bisa menyewakannya atau menjadikannya aset produktif untuk menghindari status terlantar. Menjaga dan Merawat Tanah atau Rumah
Melakukan perawatan rutin, seperti membersihkan, memperbaiki bangunan yang rusak, atau setidaknya memastikan rumah tidak dalam kondisi terbengkalai. Memasang Patok Batas Tanah
Untuk menghindari klaim kepemilikan oleh pihak lain, pastikan batas tanah atau rumah warisan terjaga dengan baik. Menyimpan Sertifikat Tanah dengan Aman
Hindari meminjamkan atau menyerahkan sertifikat kepada pihak lain yang tidak berkepentingan untuk mencegah potensi penyalahgunaan. Tindakan Jika Tanah Warisan Dikuasai Pihak Lain
Jika ahli waris menemukan bahwa tanah atau rumah warisan telah dikuasai oleh pihak lain tanpa izin, mereka masih memiliki hak untuk melakukan gugatan hukum. Berdasarkan Pasal 834 dan Pasal 835 KUH Perdata, ahli waris dapat menuntut pembagian harta warisan dari pihak yang menguasainya.
Gugatan dapat diajukan dalam kurun waktu maksimal 30 tahun sejak warisan terbuka. Oleh karena itu, penting bagi ahli waris untuk segera mengambil tindakan hukum agar hak kepemilikan mereka tetap terlindungi.
Rumah dan tanah warisan yang tidak ditempati atau dibiarkan tanpa pemanfaatan berisiko dikategorikan sebagai tanah telantar dan berpotensi diambil alih oleh negara. Oleh sebab itu, ahli waris harus proaktif dalam mengurus hak kepemilikan dan memastikan properti tersebut tidak masuk dalam daftar tanah yang ditertibkan.
Mengelola aset warisan dengan baik tidak hanya menjaga nilai properti, tetapi juga mencegah kehilangan hak kepemilikan akibat aturan yang berlaku.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News