TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS – Rezim Presiden Bashar al-Assad akhirnya tumbang setelah lebih dari 13 tahun terjadi perang saudara di Suriah. Pemberontak Suriah kemudian mendeklarasikan penggulingan Presiden Bashar al-Assad setelah menguasai Damaskus pada hari Minggu(8/12/2024).
Adalah kelompok islam Sunni Hayat Tahrir al-Sham(HTS) yang melakukan pemberontakan di Suriah selama sepekan terakhir. Pemberontakan kelompok HTS dilakukan secara besar-besaran di daerah Aleppo Barat, Suriah pada Rabu(27/11/2024).
Serangan tersebut diklaim oleh para pemberontak sebagai bentuk ‘Pencegahan Agresi’ terhadap kegiatan militer rezim Bashar al-Assad. Pemberontakan Suriah berlanjut hingga pendudukan wilayah Provinsi Aleppo, oleh massa pemberontak, Jumat (29/11/2024). Kondisi ini mengharuskan tentara al-Assad mundur dari pertempuran, mempersiapkan berbagai hal demi serangan balik.
Pemberontakan yang dikhawatirkan memicu perang saudara ini sudah mengakibatkan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Mengutip The Guardians, siaran televisi setempat melaporkan bahwa pemberontak HTS yang tewas selama sepekan terakhir ada lebih dari 1.000.
Tahrir al-Sham
Hayat Tahrir al-Sham merupakan organisasi bersenjata beraliran Islam Sunni, yang berbasis di Suriah. Hayat Tahrir al-Sham punya sejarah panjang dalam konflik di Suriah.
Sebelum dikenal sebagai HTS, kelompok ini pertama kali dibentuk dengan nama Jabhat al-Nusra (Front Nusrah).
Jabhat al-Nusra didirikan pada 2011 silam sebagai salah satu afiliasi kelompok Al-Qaeda. Salah satu pendirinya adalah Abu Bakr al-Baghdadi, seorang pemimpin kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Kelompok ini terus mendesak agar Al-Assad mundur dan mengakhiri rezimnya di negara tersebut.
HTS memiliki ideologi jihad sesuai pandangan islam yang menurut mereka benar.
Beberapa ahli menilai bahwa paham HTS bertentangan dengan prinsip revolusioner.
Perubahan nama dari Jabhat al-Nusra menjadi Hayat Tahrir al-Sham baru resmi dilakukan pada 2016.
Penggantian nama itu bertepatan dengan Pemimpin kelompok, Abu Mohammed al-Jawlani, memutuskan hubungannya dengan Al-Qaeda.
Pemberontakan HTS pada 2011 merupakan salah satu yang terbesar dan terburuk sepanjang sejarah Suriah.
Pemberontakan HTS 13 tahun lalu dinilai sebagai pemicu Perang Saudara Suriah. Perang tersebut berhenti pada 2020, menyusul perjanjian gencatan senjata yang difasilitasi oleh Rusia sebagai sekutu Assad dan Turki sebagai pendukung HTS.
Sayangnya, belum lima tahun sejak kesepakatan disetujui, pemberontakan HTS kembali pecah di akhir November 2024. Kondisi ini tentu mengancam keamanan wilayah Suriah, khususnya bagi warga sipil.
Pemberontakan HTS selama sepekan terakhir sekaligus memecah fokus pemerintah Suriah yang kini dipimpin oleh Al-Assad. Pasalnya, saat ini Suriah juga terlibat eskalasi perang dengan Israel.