Pimpinan Komisi II DPR Minta MK Lebih Tegas Agar Tak Ada PSU Lagi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Komisi II DPR RI
Zulfikar Arse
berharap
Mahkamah Konstitusi
(MK) dapat lebih tegas menyikapi gugatan PSU (
Pemungutan Suara Ulang
) supaya tak ada lagi PSU.
“Kalau memang mengajukan lagi gugatan, mudah-mudahan MK lebih tegas lah, supaya tidak ada PSU lagi. Karena dalam konteks ini kita lebih membutuhkan kepastian pemerintahan daerah itu bekerja dengan hadirnya kepala daerah baru yang definitif,” ujar Zulfikar saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (24/4/2025).
Menurutnya, PSU yang berulang kali justru dapat mengganggu periodisasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan stabilitas pemerintahan daerah.
Zulfikar menilai, keputusan MK terkait PSU sejatinya dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak, agar pelaksanaan tahapan pilkada ke depan bisa lebih bersih dan bebas dari kesalahan. “Kalau kita mau ambil hikmahnya, PSU ini mengajarkan kepada kita agar kita dalam melaksanakan semua tahapan pilkada itu semakin bersih, semakin tidak ada kecacatan dan kesalahan sama sekali,” tuturnya.
Zulfikar menambahkan, jika memang terdapat pelanggaran dalam proses pilkada, maka sebaiknya diselesaikan sesuai jalur hukum yang berlaku.
Namun, dia menekankan, semua pihak yang ikut dalam kontestasi juga harus legawa menerima hasilnya. “Ya kalau kalah ya sudah, terima aja. Yang menang juga sudah, segera diproses, segera dilantik, menjalankan janji-janji kampanyenya, sejahterakan masyarakat, memajukan daerah,” kata dia.
Lebih lanjut, Zulfikar menyampaikan pentingnya menjaga periodisasi kepala daerah tetap lima tahun meski terjadi PSU.
Sebab, hal ini penting agar jadwal pilkada ke depan bisa kembali ditata dengan baik. “Justru itu, mudah-mudahan PSU ini sudah selesai di satu kali PSU ini aja, lalu periodisasinya sama, semua masih 5 tahun, dalam waktu 5 tahun. Hanya yang berbeda hari, tanggal, dan bulannya saja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang sengketa hasil PSU dan rekapitulasi suara ulang
Pilkada 2024
pada Jumat (25/4) besok.
Kepala Biro Humas dan Protokol MK Mohamad Faiz menyebutkan, terdapat tujuh perkara yang akan disidangkan serentak mulai pukul 08.00 WIB dengan mekanisme panel.
Adapun tujuh daerah yang hasil PSU-nya digugat kembali ke MK antara lain Kabupaten Siak, Barito Utara, Pulau Taliabu, Buru, Banggai, Kepulauan Talaud, dan rekapitulasi ulang di Kabupaten Puncak Jaya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Zulfikar Arse
-
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pimpinan Komisi II DPR Minta MK Lebih Tegas Agar Tak Ada PSU Lagi Nasional 24 April 2025
-

Komisi II DPR Sebut Revisi RUU ASN Bertentangan dengan UUD 1945
PIKIRAN RAKYAT – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse menilai revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara atau RUU ASN bertentangan dengan UUD 1945.
“Itulah yang kita nilai tadi yang saya bilang itu oleh Komisi II, apakah itu tidak bertentangan dengan UUD tahun 1945?,” kata Zulfikar di DPR RI, Selasa 22 April 2025.
“Karena kita negara kesatuan yang disentralisasikan, kita menjunjung tinggi semangat otonomi daerah, dan dalam Pasal 18 UUD tahun 1945 itu dinyatakan pelaksanaan otonomi itu seluas-luasnya,” lanjut ujarnya.
Untuk itu dia menyarankan agar Badan Keahlian DPR (BKD) untuk mendalami ulang, berdiskusi dengan banyak stakeholder, praktisi, akademisi, lalu profesional.
“(Diskusi) untuk mendapatkan pijakan yang kuat baik dari sisi filosofis, yuridis, dan sosiologis terkait kenapa UU ASN harus dirubah kembali,” ujarnya.
Lebih lanjut Zulfikar menyebutkan ada beberapa poin yang mungkin akan ada perubahan di dalam UU ASN terkait dengan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian ASN.
“Dalam hal ini ASN yang menduduki jabatan struktural ya, Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama terutama, selain Jabatan Pimpinan Tinggi madya, boleh atau bisa dilakukan oleh Presiden,” tuturnya.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-
/data/photo/2024/10/03/66fe068ab3228.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
UU ASN Akan Direvisi Lagi, Mutasi Pimpinan Tinggi Pratama Bakal di Tangan Presiden Nasional 15 April 2025
UU ASN Akan Direvisi Lagi, Mutasi Pimpinan Tinggi Pratama Bakal di Tangan Presiden
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Wakil Ketua Komisi II DPR-RI,
Zulfikar Arse Sadikin
, mengatakan bahwa Undang-Undang ASN akan kembali direvisi pada tahun 2025 ini, sesuai dengan program legislasi nasional.
Zulfikar mengaku heran mengapa
UU ASN
kembali direvisi, padahal UU tersebut baru saja direvisi pada tahun 2023 lalu.
“Saya nggak tahu kenapa itu harus dirubah lagi padahal belum lama kita rubah undang-undang (ASN menjadi UU) 20/2023,” kata Zulfikar dalam acara HUT Ke-17 Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, hanya ada satu pasal yang bakal diubah lewat
revisi UU ASN
.
Zulfikar menuturkan, revisi UU ASN akan mengatur bahwa mutasi ASN dengan posisi pimpinan tinggi pratama menjadi kewenangan presiden.
“Jadi hanya mengubah satu pasal, tapi isinya itu: pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pimpinan tinggi pratama, pimpinan tinggi Bang Bahtiar (Dirjen Polpum Kemendagri) itu mau ditarik ke Presiden,” ucap Zulfikar.
Namun, secara pribadi, Zulfikar mengkritik wacana tersebut karena menurutnya bakal mengembalikan sentralisasi.
Padahal, era Reformasi membawa semangat desentralisasi adn otonomi.
“Termasuk menafikan kewenangan pejabat pembina kepegawaian. Saya termasuk yang tidak setuju dan berusaha untuk itu tidak terjadi,” ucapnya.
Sambil berkelakar, Zulfikar mengatakan bahwa jika pendapatnya ini dihadirkan di forum pimpinan dewan, mungkin dia akan ditegur.
“Jadi mohon maaf ya, ini kalau ada pimpinan DPR mungkin saya diketok. Apalagi kita umum partai gitu kan,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Komisi II tidak siapkan revisi UU Pemilu, tetapi fokus pada RUU ASN
Ssubstansi perubahan yang hanya menyasar satu pasal, tetapi memiliki dampak besar pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menegaskan bahwa saat ini pihaknya tidak sedang menyiapkan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, tetapi fokus pada revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Wakil rakyat yang membidangi penegakan hukum memegang peran penting dalam memastikan terciptanya keadilan, kepastian hukum, dan supremasi hukum ini mengatakan bahwa fokus utama Komisi II tahun ini pada Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
“Kelihatannya pada hari jadi ke-17 itu teman-teman penyelenggara pemilu, terutama dari Bawaslu, terlihat resah soal masa depan kelembagaan mereka, apakah tetap permanen atau kembali ke bentuk ad hoc,” kata Zulfikar dalam Tasyakuran HUT Ke-17 Bawaslu RI di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa.
Zulfikar lantas berkata, “Saya ingin sampaikan bahwa informasi yang benar adalah Komisi II tidak sedang menyiapkan perubahan UU Pemilu … mohon maaf. Komisi II pada tahun ini, prolegnas tahun ini, diminta revisi UU ASN.”
Ditegaskan pula bahwa saat ini Komisi II diarahkan untuk bahas revisi UU ASN meskipun dia tidak setuju terhadap rencana tersebut.
“Saya tidak tahu kenapa harus diubah lagi? Padahal, belum lama ada perubahan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Saya pribadi tidak setuju karena ada semangat sentralisasi dalam perubahan ini,” ujar Zulfikar.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023.
Ia menyoroti substansi perubahan yang hanya menyasar satu pasal, tetapi memiliki dampak besar pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Perubahan itu, kata dia, menyangkut pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pejabat pimpinan tinggi yang ditarik langsung ke Presiden.
“Ini menafikan negara kesatuan yang desentralisasi dan otonomi luas sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI Tahun 1945, termasuk menafikan kewenangan pejabat pembina kepegawaian di daerah,” jelasmya.
Lebih lanjut dia menyatakan keberatannya secara pribadi dan akan berupaya agar perubahan itu tidak terjadi.
“Saya termasuk yang tidak setuju, dan akan berusaha agar itu tidak disahkan. Mohon maaf … kalau sampai ini diketok oleh pimpinan DPR, apalagi oleh ketua umum partai,” ucap Zulfikar.
Terkait dengan rencana perubahan UU Pemilu, Zulfikar menambahkan bahwa proses tersebut sebenarnya sedang digodok oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Namun, Komisi II sedang berupaya agar pembahasan itu dikembalikan ke ranah Komisi II sebagai mitra langsung penyelenggara pemilu.
“Kami sudah melobi pimpinan DPR, dan terakhir saya bicara dengan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, sudah ada sinyal positif untuk mengembalikannya ke Komisi II,” pungkasnya.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025 -
/data/photo/2025/04/06/67f16a9fc4abc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PSU Pilkada Digugat Lagi, Komisi II: MK Harus Tegas, Jangan Jadikan Proyek! Nasional 15 April 2025
PSU Pilkada Digugat Lagi, Komisi II: MK Harus Tegas, Jangan Jadikan Proyek!
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Komisi II DPR-RI,
Zulfikar Arse Sadikin
, meminta agar
Mahkamah Konstitusi
(MK) tegas memutus
sengketa pemilihan
kepala daerah yang telah menjalani
pemungutan suara ulang
(PSU) namun digugat kembali.
Dia mengatakan, seharusnya para peserta pilkada yang telah menjalani PSU bisa menerima hasilnya, karena sudah diberi kesempatan untuk berkompetisi dengan cara diulang.
“Kalau dalam logika saya iya. Kan sudah diberi kesempatan untuk melakukan perselisihan. Kalau sudah ada putusan ya sudah. Apapun hasilnya harus diterima,” kata Zulfikar saat ditemui di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
“Jadi MK pun harus tegas itu. Jangan jadikan ini proyek juga gitu. Kalau semuanya berpikir proyek ya senanglah PSU terus-menerus,” imbuhnya lagi.
Zulfikar juga mengatakan, seharusnya seluruh peserta pemilu bisa dikumpulkan untuk membuat komitmen bersama.
Komitmen ini berisi tentang kesiapan menerima kemenangan atau kekalahan sebelum PSU dimulai.
Karena menurut dia, keadilan pemilu yang tanpa cacat tidak akan bisa dipenuhi.
“Itu di akhirat baru terjadi itu (keadilan yang ideal), kalau di dunia enggak mungkin,” ucapnya.
Adanya gugatan PSU ini, kata Zulfikar, akan menciptakan ketidakpastian yang berkepanjangan.
Sehingga pemerintahan di daerah akan kosong dan rakyat yang akan menjadi korban di kemudian hari.
“Sampai kapan mau selesai? Kalau PSU, PSU lagi, PSU, PSU lagi, PSU, PSU. Nah MK sendiri menurut saya perlu juga ada ketegasan,” katanya.
Dia mengusulkan agar MK kembali menerapkan ambang batas perkara sengketa pemilihan umum.
Hal ini bisa menjadi tolok ukur apakah sengketa pilkada bisa diproses atau diabaikan begitu saja.
Adapun MK mencatat ada enam hasil pemungutan suara ulang (PSU) dan hasil rekapitulasi ulang yang kembali digugat.
Gugatan itu terlihat dalam laman pengajuan permohonan MK, di mana terdapat tujuh gugatan yang dilayangkan, termasuk rekapitulasi ulang yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya.
Gugatan rekapitulasi ulang ini diajukan oleh Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga pada 14 Maret 2025.
Sementara itu, sejumlah daerah juga mengajukan PSU yaitu:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
Total Kerugian Ekonomi Akibat Penundaan Pengangkatan ASN Tembus Rp11,9 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA – Penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) memicu kerugian perekonomian khususnya pada potensi kehilangan pendapatan para abdi negara.
Berdasarkan kajian yang diterbitkan oleh Center of Economic and Law Studies (Celios), total besaran pendapatan para calon ASN yang berpotensi hilang akibat penundaan tersebut yakni Rp6,76 triliun. Angka itu didapatkan berdasarkan asumsi jumlah formasi CPNS pusat dan daerah sebanyak 250.407 orang, serta rata-rata gaji pokok yang hilang selama sembilan bulan sampai dengan Oktober 2025.
Kerugian itu diperkirakan berasal dari asumsi rata-rata gaji pokok Rp3,2 juta per orang untuk masa kerja 0-3 tahun. Besaran gaji itu sudah dikurangi pajak dan ditambah berbagai tunjangan, sehingga didapatkan Rp3 juta per bulan.
Dengan demikian, total potensi pendapatan per kepala CPNS yang hilang akibat harus menunggu 9 bulan sebelum pengangkatan yakni Rp27 juta.
“Sementara ada 250.407 formasi yang dibutuhkan baik di pusat dan daerah. Dari sisi total pendapatan ASN yang berpotensi hilang akibat penundaan pengangkatan sebesar Rp6,76 triliun,” demikian kajian yang ditulis Celios, dikutip Selasa (11/3/2025).
Potensi kerugian yang muncul diperkirakan berganda. Selain dari sisi pendapatan CPNS, pengangkatan abdi negara yang diundur oleh pemerintah bisa berdampak lebih besar ke total ekonomi.
Hasil modelling Celios menggunakan metode Input-Output (IO) menemukan, kerugian total output ekonomi bisa mencapai Rp11,9 triliun.
“Dan pendapatan masyarakat turun Rp10,4 triliun,” bunyi hasil kajian Celios.
Selain itu, pengusaha turut diperkirakan mengalami kerugian (potential loss) karena uang dan gaji tunjangan CPNS harusnya bisa dibelanjakan. Mulai dari untuk produk kebutuhan pokok, perumahan hingga elektronik.
Namun demikian, kerugian yang diperkirakan sebesar Rp3,68 triliun itu tidak berdampak langsung ke pengusaha. Kerugian itu berasal dari sebanyak 110.000 tenaga kerja yang terdampak efisiensi pada sejumlah sektor usaha, serta turut menyebabkan perekrutan karyawan baru ditunda.
“Secara tidak langsung, penundaan pengangkatan CPNS berimbas luas ke output sektor jasa pemerintah turun Rp3,5 triliun, perdagangan -Rp441,7 miliar, hingga penyediaan makan minuman terpukul Rp286,8 miliar. Sektor tersebut bisa melakukan esiensi, atau menunda juga perekrutan karyawan baru,” ungkap Celios.
Oleh sebab itu, pemerintah dinilai harus mempertimbangkan efek berantai dari setiap keputusan yang tidak hanya melibatkan ratusan ribu CPNS yang nasibnya tidak pasti.
“Tapi juga pengusaha dan karyawan swasta yang terdampak kebijakan fatal pemerintah saat ekonomi sedang memburuk,” ujar Celios.
Sebelumnya, pemerintah dan DPR menyepakati pengangkatan CPNS formasi 2024 dilakukan paling lambat pada Oktober 2025 dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada Maret 2026. Padahal pengangkatan CPNS semula dijadwalkan pada Maret 2025 dan PPPK Juli 2025.
Pada rapat Komisi II DPR bersama dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan RB), Rabu (5/3/2025), jadwal pengangkatan CPNS dan PPPK disesuaikan guna melakukan percepatan penataan CPNS dan PPPK.
“Komisi II DPR RI meminta Kementerian PANRB dan BKN [Badan Kepegawaian Negara] menyelesaikan pengangkatan CPNS pada bulan Oktober tahun 2025 dan pengangkatan PPPK di bulan Maret tahun 2026,” demikian bunyi kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR dan Menpan RB, dikutip dari YouTube DPR, Kamis (6/3/2025).
Penyesuaian itu dilakukan sejalan dengan amanat pasal 66 Undang-Undang (UU) No.20/2023 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya agar tidak ada lagi pengangkatan tenaga non-ASN di instansi pusat maupun daerah.
Kesimpulan tersebut sejatinya sejalan dengan usulan Menpan RB Rini Widyantini yang disampaikan pada rapat tersebut. Namun, awalnya Rini sempat mengusulkan agar pengangkatan dilakukan secepatnya pada Maret 2026 untuk CPNS dan Oktober 2026 untuk PPPK.
Rini turut mengungkap bahwa kementeriannya membutuhkan waktu untuk melakukan penataan ASN di pemerintahan. Dia menyebut beberapa instansi turut meminta penundaan pengangkatan.
“Maka itu kami meminta waktu untuk menyelesaikan agar tidak berlarut-larut untuk 2026. Jadi, CPNS dilakukan [pengangkatan] 2026. Tentunya ini adalah tahap terakhir untuk bisa kami selesaikan agar tidak ada efek domino,” tuturnya.
Akan tetapi, Komisi II DPR meminta agar batas waktu pengangkatan yang diajukan oleh Menpan RB dimajukan menjadi Oktober 2025 untuk CPNS dan Maret 2026 untuk PPPK.
Pada keterangan terpisah, Komisi II DPR menegaskan pemerintah bisa saja melakukan pengangkatan CPNS dan PPPK sebelum Oktober 2025.
Jadwal pengangkatan yang diundur itu sebagaimana ditetapkan KemenPAN-RB melalui Surat Edaran (SE) bernomor B/1043/M.SM.01.00/2025. Kebijakan itu dikeluhkan oleh sebagian besar dari CPNS yang sudah lulus namun ditunda pengangkatannya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menegaskan bahwa Kementerian PAN-RB tidak perlu secara serentak mengangkat para CPNS itu pada 1 Oktober 2025, maupun 1 Maret 2026 untuk PPPK. Dia menyebut bahwa hasil kesimpulan Rapat Kerja Komisi II dengan Kementerian PAN-RB serta BKN bahwa Oktober 2025 dan Maret 2026 adalah tenggat waktu penyelesaian dalam rangka percepatan pengangkatan.
“Ya sebenarnya dengan kalimat percepatan penataan penyelesaian itu memberikan waktu maksimal. Jadi harus ada batas akhir kapan percepatan penataan penyelesaian itu tuntas. Kalau kita ikuti rapat dari awal sebenarnya skenarionya Menpan RB dan BKN itu skenario tuntas itu selesai di akhir 2026. Makanya kalimat kita kan mempercepat,” jelas Zulfikar melalui keterangan resmi dikutip Minggu (9/2/2025).
-

DPR Minta Pengangkatan CPNS dan PPPK secara Bertahap Biar Tak Gaduh
loading…
DPR meminta pengangkatan CPNS dan PPPK dilakukan pemerintah secara bertahap. Foto/Dok Kemenpan-RB
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin merespons penundaan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) hasil seleksi 2024. Dia meminta agar pengangkatan CPNS dan PPPK dilakukan pemerintah secara bertahap.
“Kalau memang yang sekarang diprosesnya telah berjalan sudah hampir selesai dan banyak yang sudah hampir selesai baik di pusat maupun daerah, lakukan saja pengangkatan,” ujar Zulfikar saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).
Dengan pengangkatan, ia menilai akan membuat CASN dan PPPK bisa lebih tenang dan tak membuat gaduh publik. Ia menilai, para abdi negara akan bisa tenang dan semangat bekerja bila sudah mendapat kepastian.
“Kalau mereka mendapat ketenangan, kepastian tentu nanti mereka sudah bekerja akan semangat, karena mereka akan masuk menjadi birokrat itu pelaksana kebijakan pelayanan masyarakat,” ucap Zulfikar.
“Kalau kita bisa memastikan nasib mereka, tentu mereka juga akan memastikan nasib yang akan mereka layani,” imbuhnya.
Kendati demikian, legislator Partai Golkar ini berjarap pada pemerintah, terkhusus KemenPAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) bisa segera melakukan pengangkatan terhadap CASN dan PPPK 2024.
“Saya kira itulah mudah-mudahan KemenPAN-RB, BKN, mau mendengar, untuk memberi ruang bagi pengangkatan secara bertahap dan batas akhirnya Oktober 2025 untuk CPNS, dan Maret 2026 untuk CPPPK,” pungkasnya.
(rca)
-

Anggota DPR Harap Kemenpan-RB Percepat Pengangkatan CPNS & PPPK 2024: Tak Perlu Tunggu Oktober 2025 – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse, meminta agar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) merevisi surat edaran terkait penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dilakukan secara serentak.
Arse menilai, keputusan pengangkatan serentak itu bertentangan dengan kesimpulan rapat Komisi II DPR bersama Kemenpan-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Di mana, dalam rapat tersebut, ditekankan bahwa Oktober 2025 dan Maret 2026 adalah tenggat waktu penyelesaian pengangkatan CPNS maupun PPPK.
Dengan ini, Arse berharap, pengangkatan CPNS dan PPPK itu bisa dipercepat seperti jadwal awal.
“Ya mudah-mudahan bisa diubah karena kan sebenarnya semangat kita itu mempercepat. Kesimpulan kita dan keinginan para anggota kan itu semangatnya mempercepat,” ujar Arse saat dikonfirmasi, Minggu (9/3/2025), dilansir Kompas.com.
“Padahal, kalau kita ikuti rapat dari awal, justru sebenarnya kita ingin mempercepat dari skenarionya Kemenpan-RB itu semua di akhir 2026,” sambungnya.
Arse menegaskan bahwa Kemenpan-RB seharusnya tidak menerapkan skema pengangkatan serentak bagi CPNS dan PPPK itu.
Komisi II DPR, kata Arse, justru mendorong Kemenpan-RB dan BKN untuk melakukan percepatan pengangkatan.
“Kalau memang itu sudah tuntas segera di-SK-kan saja. Pengangkatan mereka tidak perlu menunggu Oktober 2025 atau Maret 2026,” ucap Arse.
Arse pun berharap pemerintah dapat mempertimbangkan aspirasi dari Komisi II DPR serta para CPNS dan PPPK, agar tak perlu ada waktu tunggu pengangkatan secara serentak.
“Mudah-mudahan pemerintah dengan adanya aspirasi dari Komisi II, termasuk aspirasi dari teman-teman CPNS dan PPPK itu mau mendengar dan mengubah kebijakan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, jadwal pengangkatan CPNS serentak dilakukan pada 1 Oktober 2025.
Sementara itu, PPPK yang lulus seleksi akan diangkat serentak pada 1 Maret 2026.
Padahal, berdasarkan jadwal awal, peserta yang lolos seleksi CPNS 2024 seharusnya sudah diangkat atau mendapatkan Nomor Identitas Pegawai (NIP) pada Maret 2025.
Sedangkan, peserta yang lolos PPPK 2024 tahap 1 dijadwalkan diangkat pada Februari 2025, dan tahap 2 pada Juli 2025.
Adapun penyesuaian jadwal pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2024 dilakukan berdasarkan keputusan bersama pemerintah dan Komisi II DPR RI pada Rapat Dengar Pendapat, Rabu (5/3/2025) lalu.
Ada lima kesepakatan pemerintah dan Komisi II DPR RI itu sebagai berikut:
Dalam rangka pemenuhan atas kebutuhan penataan dan penempatan ASN untuk mendukung berbagai program prioritas pembangunan nasional sesuai Asta Cita, Komisi II meminta KemenPAN-RB melakukan penyelarasan formasi, jabatan, dan penempatan dalam seleksi CPNS dan PPPK berdasarkan kompetensi dan talenta terbaik bangsa dengan memprioritaskan fresh graduate untuk meningkatkan kualitas birokrasi menuju Indonesia Emas tahun 2045.
Komisi II DPR RI meminta KemenPAN-RB memastikan proses seleksi CPNS dan PPPK yang akan datang dilakukan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Komisi II DPR RI meminta KemenPAN-RB berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri RI untuk melarang dan memberikan sanksi kepada kepala daerah periode 2025 2030 yang melakukan pengangkatan Tenaga Non-ASN atau sebutan lain, baik melalui belanja pegawai maupun belanja barang dan jasa.
Dalam rangka percepatan penataan CPNS dan PPPK untuk formasi 2024, Komisi II DPR RI meminta KemenPAN-RB dan BKN menyelesaikan pengangkatan CPNS pada Oktober 2025 dan pengangkatan PPPK di bulan Maret tahun 2026.
Penataan tenaga Non ASN merupakan afirmasi kebijakan terakhir pemerintah, sehingga Komisi II DPR RI meminta KemenPAN-RB dan BKN memastikan tidak ada lagi pengangkatan tenaga non ASN di instansi pusat maupun instansi daerah sebagaimana amanat Pasal 66 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya.Jadwal Sisa Seleksi CPNS 2024
Sebelumnya, melansir surat edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN), berikut jadwal awal pengumuman CPNS 2024 hingga penetapan Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil (NIP) CPNS:
Pengumuman hasil CPNS 2024: 5-12 Januari 2025
Masa sanggah hasil CPNS 2024: 13-15 Januari 2025
Jawab sanggah hasil CPNS 2024: 13-19 Januari 2025
Pengolahan seleksi hasil sanggah : 15-20 Januari 2025
Pengumuman hasil seleksi CPNS 2024 pascasanggah: 16-22 Januari 2025
Pengisian daftar riwayat hidup (DRH) nomor induk pegawai (NIP) CPNS: 23 Januari-21 Februari 2025
Usul penetapan NIP CPNS: 22 Februari-23 Maret 2025Setelah proses penetapan NIP rampung, masing-masing instansi akan menyiapkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan CPNS.
Setelah menerima SK, CPNS masih harus menunggu Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) dari satuan kerja tempat mereka ditempatkan.
Dalam SPMT tersebut akan dicantumkan tanggal resmi mereka mulai bertugas.
Jika merujuk pada pola seleksi tahun-tahun sebelumnya, CPNS 2024 diperkirakan mulai bekerja sekitar April hingga Mei 2025.
Namun, karena adanya penyesuaian tadi, CPNS dan PPPK 2024 akan diangkat pada 2025-2026 mendatang.
(Tribunnews.com/Rifqah/Chaerul Umam) (Kompas.com)
/data/photo/2024/12/04/675020cc96a30.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
