Tag: Zaenal Arifin

  • Kebacut.. Kantor Balai Desa di Mojokerto Dijadikan Tempat Asusila

    Kebacut.. Kantor Balai Desa di Mojokerto Dijadikan Tempat Asusila

    Mojokerto (beritajatim.com) – Sejumlah anggota Karang Taruna dan warga mendatangi Kantor Balai Desa Seduri di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Kamis (15/8/2024). Mereka meminta pihak pemerintah desa (pemdes) untuk bersikap tegas dalam penangganan kasus asusila yang terjadi di Kantor Balai Desa Seduri pada Rabu (24/7/2024) lalu.

    Dengan membawa spanduk berisi tuntutan, anggota Karang Taruna dan warga Desa Seduri ini menyampaikan tuntutannya. Mediasi yang dilakukan di pendopo Kantor Balai Desa Seduri dihadiri dari Kepala Desa (Kades) Seduri, pihak Badan Pemusyawaratan Desa (BPD), dan Kanit Reskrim Polsek Mojosari.

    Pihak kepolisian menjelaskan jika dalam kasus asusila bisa dilaporkan jika pihak yang dirugikan melapor yakni suami atau istri dari terduga pelaku. Dalam kasus tersebut suami atau istri dari terduga pelaku tidak melapor, namun karang taruna dan warga geram lantaran Kantor Balai Desa Seduri digunakan sebagai tempat asusila.

    Sehingga pihak kepolisian menyarankan untuk Sekdes yang mengetahui langsung kejadian tersebut melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto. Pihak kepolisian meminta karang taruna dan warga untuk mempercayakan kepada pihak desa terkait hal tersebut.

    Salah satu warga, Alfan mengatakan, warga menghendaki jika kasus tersebut dilaporkan ke Polres Mojokerto sebagai efek jera kepada terduga pelaku. “Untuk penegakan hukum tindak asusila di Desa Seduri. Di dalam kantor desa dilakukan petugas kebersihan dan istrinya warga Desa Seduri,” ungkapnya.

    Kedua terduga pelaku merupakan warga Desa Seduri dan keduanya sudah memiliki pasangan masing-masing. Pihaknya akan mengawal kasus tersebut sampai tuntas lantaran kasus tersebut terjadi di Kantor Desa Seduri sehinggga membuat nama baik Desa Seduri tercemar di masyarakat.

    Sementara itu, Kades Seduri, Zaenal Arifin mengatakan, pihaknya menerima apa yang menjadi tuntutan dari warga. “Kasus tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan, suami dari terduga pelaku tidak menuntut. Namun jika warga berkehendak melapor, maka kami siap mengawal bersama-sama,” katanya.

    Kades menjelaskan, jika terduga pelaku merupakan petugas kebersihan dan penjaga malam di Kantor Balai Desa Seduri yang sudah bekerja sekitar 10 tahun. Dari hasil mediasi pada, Senin (29/7/2024), terduga pelaku bersedia mengundurkan diri dibuktikan dengan surat pernyataan.

    “Yang tahu itu Bu Carik (Sekdes), Bu Carik pada saat itu buka pintu kantor mau ambil kemoceng dan di ruangan ada dua orang berbuat tidak senonoh. Ruangan kosong. Masalah itu kami belum tahu (perbuatan asusila) karena saya tidak berada di situ, yang tahu Bu Carik dan BPD,” tegasnya.

    Kasus tersebut bermula saat pihak desa akan menggelar rapat pembubaran panitia ruwah desa. Sekretaris Desa (Sekdes) datang sekira pukul 16.00 WIB, mendapatkan dua sepeda motor terparkir di halaman Kantor Balai Desa Seduri. Namun ia tak melihat kedua pemilik kendaraan tersebut.

    Hal tersebut tak membuat Sekdes curiga, namun lantaran pendopo dalam kondisi kotor sehingga ia berniat mengambil kemoceng yang ada di dalam Kantor Balai Desa. Saat itu, pintu dalam kondisi terkunci sehingga ia mencari kunci untuk membuka pintu Kantor Balai Desa Seduri.

    Setelah pintu berhasil dibuka, ia kemudian melangkah ke ruang sebelah timur hendak mengambil kemoceng. Alangkah terkejutnya, ia melihat terduga pelaku yang tak lain petugas kebersihan Kantor Desa Seduri ada di dalam ruangan tersebut bersama seorang perempuan.

    Keduanya diduga tengah melakukan hubungan layaknya suami-istri. Melihat hal tersebut, Sekdes kemudian berlari keluar ruangan ke pendopo. Bendahara desa yang melihat Sekdes berlari dengan kondisi ketakutan pun bertanya, namun dijawab Sekdes tidak menyampaikan apa-apa.

    Tak lama kedua terduga pelaku kemudian keluar dari ruangan dan meninggalkan Kantor Balai Desa Seduri menggunakan sepeda motor masing-masing. Hingga rapat pembubaran panitia ruwah desa berakhir, Sekdes tidak menceritakan apa yang sudah dilihatnya.

    Hingga akhirnya Kades Seduri, Zaenal Arifin mengetahui setelah mendapat laporan. Kasus tersebut sebelumnya sudah dimediasi oleh pihak desa, suami dari terduga pelaku tidak ada tuntutan. Namun warga geram dengan aksi asusila yang dilakukan terduga pelaku di dalam Kantor Balai Desa. [tin/but]

  • 492 Pasangan Calon Pengantin Bojonegoro Gelar Ijab Kabul saat Malam Songo

    492 Pasangan Calon Pengantin Bojonegoro Gelar Ijab Kabul saat Malam Songo

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Ratusan calon pengantin memilih untuk melangsungkan prosesi ijab kabul pada Malam Songo atau malam ke-29 pada bulan Ramadhan.

    Data dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro per 1 April 2024 ada sebanyak 492 pasangan calon pengantin yang sudah terdaftar.

    Malam Songo atau pada malam 29 hari menjalani puasa ini dipercaya oleh sebagian besar masyarakat sebagai hari baik untuk melangsungkan ijab kabul pernikahan. Sehingga, animo masyarakat untuk ijab kabul pada hari itu masih cukup tinggi.

    “Masyarakat Bojonegoro menilai malam sanga, atau H-1 Idul Fitri merupakan malam berkah untuk melangsungkan pernikahan,” ujar Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Bojonegoro Zaenal Arifin, Rabu (3/4/2024).

    Untuk itu, Kemenag Bojonegoro harus mengatur jadwal sepadat mungkin penghulu di setiap Kantor Urusan Agama (KUA) masing-masing wilayah. Sebab, banyak calon pengantin yang akan melangsungkan ijab kabul pada hari terakhir ramadhan itu.

    Untuk diketahui, Malam Songo adalah tradisi masyarakat Jawa yang melibatkan pernikahan pada malam ke-29 dalam bulan Ramadan.

    Pada malam ini, ratusan pasangan calon pengantin melaksanakan akad nikah. Tradisi ini dianggap sebagai malam yang baik untuk mengikat janji suci pernikahan, dan biasanya terjadi menjelang Idul Fitri.

    Tradisi ini khususnya berakar kuat di Kabupaten Bojonegoro, serta sebagian masyarakat di Kabupaten Tuban dan Lamongan.

    Malam Songo dianggap memiliki banyak berkah, sehingga banyak pasangan memilih untuk menikah pada malam ini.

    Bagi mereka, ini adalah saat yang istimewa dan penuh makna dalam perjalanan hidup bersama. [lus/ian]

  • UGM Serukan “Kampus Menggugat”, Tegakkan Etika, Konstitusi dan Perkuat Demokrasi

    UGM Serukan “Kampus Menggugat”, Tegakkan Etika, Konstitusi dan Perkuat Demokrasi

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Segenap civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat gerakan ‘Kampus Menggugat”. Gerakan ini sekaligus sebagai seruan berupa ‘Tegakkan Etika dan Konstitusi serta Perkuat Demokrasi.

    Seruan dan gerakan ini berlatarbelakang atas keprihatinan segenap civitas akademika atas demokrasi dan konstitusi di Indonesia yang terkoyak selama 5 tahun terakhir ini.

    Dalam gerakan yang dibacakan Selasa (12/3/2024) sore di Balairung UGM, Guru Besar Fisipol UGM Prof Wahyudi Kumorotomo menyampaikan tiga hal utama dan penting dalam gerakan moral Kampus Menggugat.

    Pertama, universitas sebagai benteng etika menjadi lembaga ilmiah independen yang memiliki kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyuarakan kebenaran berbasis fakta, nalar, dan penelitian ilmiah.

    Kedua, segenap elemen masyarakat sipil terus kritis terhadap jalannya pemerintahan dan tak henti memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Ormas sosial keagamaan, pers, NGO, CSO, tidak terkooptasi, apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

    Ketiga, para pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif diminta memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung tinggi amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan demi mewujudkan cita-cita proklamasi dan janji reformasi. Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi.

    “Menegakkan supremasi hukum dan memberantas segala macam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tanpa mentolerir pelanggaran hukum, etika dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.

    Selanjutnya, secara serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi semua warga dan tak membiarkan negara dibajak oleh para oligark dan para politisi oportunis yang terus mengeruk keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat pada umumnya.

    Ia juga menegaskan sebagai akademisi yang memahami hak dan tanggungjawab konstitusional, kami mengetuk nurani segenap elemen masyarakat untuk bersinergi membangun kembali etika dan norma yang terkoyak dan mengembalikan marwah konstitusi yang dilanggar.

    Sementara pernyataan yang dibacakan oleh Prof Budi Setiadi Daryono, disebutkan bahwa universitas adalah benteng etika dan akademisi adalah insan ilmu pengetahuan yang bertanggungjawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga keadaban (civility), dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

    “Pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang Pemilu 2024 dan memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal. Kemunduran kualitas kelembagaan ini menciptakan kendala pembangunan bagi siapapun presiden Indonesia 2024-2029 dan selanjutnya. Konsekuensinya, kita semakin sulit untuk mewujudkan cita-cita Indonesia emas 2045, yang membayang justru adalah Indonesia cemas,” katanya.

    Konstitusi, lanjutnya, memberikan amanah eksplisit kepada semua warga negara Indonesia, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun peradaban, menjaga keberlanjutan pembangunan, menjaga lingkungan hidup, dan menegakkan demokrasi.

    Sementara, akademisi menjalankan tugas konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun peradaban melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tugas ini, menurutnya, hanya dapat dilakukan ketika etika dan kebebasan mimbar ditegakkan.

    “Pelanggaran etika bernegara oleh para elit politik, akan mudah dicontoh oleh berbagai elemen masyarakat. Hal ini mengancam kelangsungan berbangsa dan bernegara, dan menjauhkan Indonesia sebagai negara hukum,” tegasnya.

    Sejumlah civitas akademika dan guru besar UGM hadir dalam acara ini seperti Prof Koentjoro, Prof Wahyudi Kumorotomo, Prof Budi Setiadi Daryono, Prof Sigit Riyanto Zaenal Arifin Mochtar serta Wakil Rektor III UGM Arie Sujito.

    Tak hanya dari UGM saja hadir pula dari perwakilan perguruan tinggi lain di Yogyakarta seperti Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, Universiras Widya Mataram, Prof Edy Suandy, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas serta sejumlah budayawan dan aktivis kampus. [aje]