Tag: Yusuf Rendy Manilet

  • Ekonom Pesimistis Momen Nataru Genjot Pertumbuhan Ekonomi RI

    Ekonom Pesimistis Momen Nataru Genjot Pertumbuhan Ekonomi RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai momen libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 tidak akan terlalu signifikan menggenjot pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2024.

    Yusuf tidak menampik bahwa momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) memang kerap mendorong permintaan melalui aktivitas perjalanan dan konsumsi yang meningkat. 

    Apalagi, sambungnya, ada momen belanja online nasional yang puncaknya pada 12 Desember.

    Hanya saja, menurutnya, peningkatan aktivitas ekonomi selama kuartal IV/2024 hanya terjadi pada Desember, sedangkan aktivitas ekonomi pada Oktober dan November masih terbatas.

    “Jadi kami memperkirakan sumbangan dari libur Natal dan Tahun Baru terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal IV itu relatif kecil,” ujar Yusuf kepada Bisnis, Jumat (20/12/2024).

    Dia menjelaskan, Center of Reform on Economics (Core) Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,96% pada Kuartal IV/2024. Angka tersebut hanya meningkatkan 0,1% dari capaian pertumbuhan ekonomi di Kuartal III/2024 (4,95%).

    Singkatnya, Yusuf meyakini pemulihan ekonomi yang diharapkan terjadi pada kuartal IV/2024 tidak akan maksimal.

    Sementara itu, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memperkirakan potensi perputaran uang di industri pariwisata dapat mencapai sekitar Rp150 triliun pada momen libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.

    Secara terperinci, Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa menyampaikan, potensi perputaran uang dari wisatawan nusantara (wisnus) diproyeksi sebesar Rp117,3 triliun.

    “Sedangkan potensi perputaran uang dari wisatawan mancanegara (wisman) berada pada range Rp22,55 triliun hingga Rp29,2 triliun,” kata Wamen Ni Luh kepada Bisnis, Rabu (18/12/2024).

    Adapun, nominal tersebut didapat berdasarkan proyeksi jumlah pergerakan wisnus pada Desember 2024 yang mencapai 78,2 juta pergerakan, serta jumlah kunjungan wisman di kisaran 1,02 juta–1,32 juta kunjungan.

  • Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kedua kanan), Menteri UMKM Maman Abdurrahman (kanan), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kedua kiri), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kiri), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait (ketiga kiri) berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 07:38 WIB

    Elshinta.com – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu  adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga,  yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Sumber : Antara

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Menerka Alasan Prabowo Minta Proyek Infrastruktur Besar-Tol Disetop

    Menerka Alasan Prabowo Minta Proyek Infrastruktur Besar-Tol Disetop

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Prabowo Subianto meminta pembangunan proyek infrastruktur besar yang baru dihentikan sementara, termasuk jalan tol.

    Anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Unsur Pemangku Kepentingan Sony Sulaksono Wibowo mengatakan pembangunan jalan tol baru akan dipertimbangkan sembari melihat kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    “Ada instruksi dari Presiden Prabowo waktu itu untuk menghentikan beberapa proyek-proyek besar. Nah tol juga terdampak, tetapi yang akan kita hold dulu, yang kita akan hentikan dulu, itu adalah proyek-proyek yang belum berjalan,” ujar Sony dalam Media Gathering Nataru 2024/2025 ASTRA Infra Group di Amanaia Menteng, Jakarta, dikutip detikcom, Selasa (17/12).

    Sonny menegaskan pembangunan tol-tol yang akan ditahan adalah yang belum dimulai. Sementara, proyek yang sudah konstruksi hingga melakukan studi kelayakan akan tetap dilanjutkan.

    Salah satu pembangunan jalan tol baru yang tertahan sementara adalah Tol Puncak dan ruas tol Kulon Progo-Cilacap. Namun, apabila ada investor yang mau segera masuk, maka bisa dilanjutkan.

    “Pokoknya tol yang baru masuk kajian itu ditahan dulu aja, kecuali memang ada investor swasta yang mau, kalau yang mau silahkan. Tapi, kalau yang solicited dari pemerintah itu kita tahan dulu,” jelasnya.

    Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita memperkirakan ada tiga faktor yang mendorong Prabowo apabila memutuskan untuk menunda sejumlah proyek infrastruktur besar.

    Pertama, sudah pasti karena kurangnya anggaran. Oleh sebab itu berbagai kebijakan untuk mengumpulkan pendapatan lebih besar lagi diambil, salah satunya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    “Pemerintah memang sedari awal berteriak anggaran kurang untuk membiayai program-program yang ditawarkan, sehingga ada wacana kenaikan PPN, peralihan subsidi energi, ada wacana peningkatan pajak untuk kendaraan bermotor dan lain-lain. Itu memang untuk menutup kekurangan itu,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

    Selain itu, kekurangan anggaran ini, kata Ronny terbukti dari defisit anggaran di APBN 2025 yang dirancang sebesar 2,53 persen atau lebih tinggi dari target tahun ini sebesar 2,29 persen dari terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Kemungkinan juga ada wacana penambahan utang karena di 2025 defisit nya bertambah dari tahun ini dan mendekati tiga. Jadi soal kekurangan dana itu tidak bisa dibohongi lagi, memang kekurangan dana, kalau pemerintah memang lagi pusing,” jelasnya.

    Kedua, Ronny menduga Prabowo bakal menghentikan proyek yang dianggap tidak memberikan efek ganda. Kondisi ini terbukti pada pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo, selama 10 tahun pembangunan jor-joran tapi perekonomian mentok hanya di 5 persen.

    “Yang jelas kalau Prabowo menyatakan kekurangan anggaran saya sepakat, tapi mungkin ada faktor lain seperti yang saya bilang tadi dalam 10 tahun imbasnya tidak terlalu besar terhadap angka pertumbuhan ekonomi,” kata dia.

    “Tidak terlalu terhubung dengan kesejahteraan, tidak terhubung ke makan atau yang berhubungan dengan perut masyarakat seperti yang disuarakan oleh Prabowo karena dia memang konsen ke situ dan tidak terlalu terhubung dengan kualitas SDM yang naiknya tidak terlalu bagus, tidak terlalu terhubung dengan kualitas pendidikan yang sekarang justru malah banyak masalahnya. Prabowo bisa jadi melihat dari sisi itu,” imbuh Ronny.

    Ketiga, mengalihkan anggaran ke program yang memberikan efek dan sesuai dengan tujuan Prabowo mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.

    Menurut Ronny, pengalihan anggaran ke program lain memang dampak fiskalnya sama saja. Namun, kemungkinan besar Prabowo lebih memilih program yang memberikan dampak ke perekonomian hingga kesejahteraan masyarakat.

    “Secara ekonomi makro kalo hanya memindahkan inputnya akan sama ke ekonomi, mungkin yang membedakan hanya kontribusi dan imbasnya secara multiplier effect,” terangnya.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kalau melihat kebelakang rencana memberhentikan beberapa proyek infrastruktur bukanlah hal baru karena pernah dilakukan sebelumnya. Tercermin dari penundaan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN).

    Alasan penundaan ini, kata Rendy, tak lain memang karena keterbatasan anggaran negara di tengah sulitnya investasi yang masuk.

    “Ketika itu, kalau kita perhatikan permasalahan dari pembatalan PSN yang dimaksud tidak lain karena relatif terbatasnya ruang anggaran pemerintah dan saya pikir untuk konteks penundaan pembangunan jalan tol yang disampaikan oleh Presiden Prabowo juga masih menjadi alasan utama,” jelasnya.

    Terlebih, tahun depan banyak program baru pemerintah yang membutuhkan anggaran besar seperti makan bergizi gratis. Apabila target penerimaan negara tak tercapai, maka pemerintah harus hati-hati di awal tahun.

    “Kita juga paham bahwa pembangunan infrastruktur seperti tol membutuhkan dana tidak hanya dalam konteks pembangunannya tetapi juga dalam konteks penyediaan lahan yang secara proporsi tidak kecil dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembebasan lahan itu sendiri,” jelas Rendy.

    Perlu Evaluasi Proyek Infrastruktur

    Sementara, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai beberapa proyek besar yang belum dimulai memang layak ditunda sembari dilakukan evaluasi. Tujuannya, agar pemerintah bisa melihat mana kebutuhan yang lebih urgensi.

    “Saya melihat proyek infrastruktur besar dan beberapa jalan tol layak untuk dihentikan sementara sembari dievaluasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk melihat urgensitas dan potensi dampak yang dihasilkan oleh pembangunan tersebut apakah signifikan tidak ke ekonomi,” kata Huda.

    Evaluasi kata Huda perlu dilakukan mengingat ada beberapa proyek infrastruktur besar yang memberikan efek negatif BUMN karya. Kemudian, ada juga proyek yang justru mengakibatkan kontraktor jadi pesakitan.

    “Jika perlu pembangunan IKN juga perlu dievaluasi kembali,” tegas Huda.

    Menurut Huda, kebutuhan anggaran tahun depan sangat besar sehingga perlu realokasi anggaran.

    [Gambas:Photo CNN]

    Artinya, porsi yang sebelumnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur bisa dialihkan ke program unggulan Prabowo sehingga anggaran yang dibutuhkan tak semakin besar jika keduanya tetap berjalan.

    “Anggaran tahun depan fokus ke program cepat Prabowo-Gibran seperti makan bergizi gratis hingga program sektor pendidikan. Program makan bergizi gratis sendiri memakan anggaran hingga Rp71 triliun di 2025. Berpotensi membengkak di tahun-tahun setelahnya dan memperlebar defisit fiskal. Jadi memang sebaiknya salah satu dievaluasi,” pungkas Huda.

  • Jatah Penarikan Utang Pemerintah 2024 Sisa Rp164,5 Triliun, Ekonom: Defisit Bakal Lebih Rendah

    Jatah Penarikan Utang Pemerintah 2024 Sisa Rp164,5 Triliun, Ekonom: Defisit Bakal Lebih Rendah

    Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi penarikan utang sepanjang Januari hingga November 2024 tercatat telah mencapai Rp438,6 triliun. Alhasil, jatah penarikan utang untuk membiayai APBN tahun ini tersisa Rp164,5 triliun.

    Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet memproyeksikan penarikan utang yang dilakukan pemerintah sepanjang 2024 akan lebih rendah dari target APBN tersebut. 

    Yusuf mencatat jatah belanja pemerintah yang dapat direalisasikan sampai akhir tahun berjumlah Rp431 triliun, dengan realisasi belanja negara senilai Rp2.894,5 triliun per November 2024.

    “Menurut saya Rp431 triliun tidak akan didanai seluruhnya dari utang,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (13/12/2024). 

    Secara historis, Yusuf mengemukakan penarikan utang pada akhir tahun hanya akan berada di kisaran Rp40 triliun sampai Rp50 triliun. 

    Sementara sisanya akan didanai melalui penerimaan perpajakan yang terpantau mulai rebound pada dua bulan terakhir. 

    Jika pemerintah berhasil mendorong aktivitas perekonomian lebih tinggi, penerimaan pajak dapat mengkompensasi kebutuhan pendanaan belanja APBN tersebut. Lain halnya bila pajak tidak sebagus yang diharapkan, pemerintah harus mengandalkan jatah penarikan utang yang tersisa Rp164,5 triliun. 

    Melalui penarikan utang dengan jumlah tersebut dan termoderasi dengan pembiayaan nonutang, pembiayaan anggaran atau defisit APBN diproyeksi akan lebih rendah dari target 2,29% dari PDB atau setara Rp522,8 triliun. 

    Sebelumnya Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono melaporkan pemerintah telah melakukan penarikan utang baru sepanjang tahun ini hingga November 2024 mencapai Rp483,6 triliun atau 74,6% dari APBN 2024. 

    Penarikan tersebut terdiri atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto senilai Rp437,2 triliun dan pinjaman neto mencapai Rp46,4 triliun.

    Sementara itu, pembiayaan nonutang atau pembiayaan investasi hingga penggunaan SAL telah terealisasikan senilai Rp54,8 triliun. Nilai itu masih berada dalam level terkendali dengan tetap difokuskan pada penjagaan kesinambungan anggaran. 

    Dengan demikian, pembiayaan APBN hingga 30 November 2024 mencapai Rp428,8 triliun atau sekitar 82% dari APBN atau 1,81% terhadap PDB. 

  • Ekonom Sebut Infrastruktur dan SDM jadi Tantangan Investasi KEK

    Ekonom Sebut Infrastruktur dan SDM jadi Tantangan Investasi KEK

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mencatat investasi kumulatif yang sudah masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus alias KEK mencapai Rp242,5 triliun per kuartal III/2024. Ekonom menilai infrastruktur dan sumber daya manusia yang belum memadai menjadi alasan investor masih kurang tertarik menanamkan modalnya di KEK.

    Sebagai informasi, jumlah investasi di KEK Rp242,5 triliun cenderung sedikit apabila dibandingkan dengan realisasi investasi langsung. Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi mencapai Rp1.261,43 triliun sepanjang Januari—September 2024.

    Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai infrastruktur pendukung yang belum memadai masih menjadi salah satu kendala utama dalam pengembangan KEK, terutama KEK di luar Pulau Jawa.

    “Saya melihat beberapa KEK menghadapi tantangan berupa keterbatasan akses transportasi, pasokan listrik yang belum stabil, serta fasilitas pendukung lainnya yang belum terintegrasi dengan baik,” jelas Yusuf kepada Bisnis, Senin (9/12/2024).

    Kondisi tersebut, sambungnya, diperburuk oleh birokrasi yang rumit dan koordinasi antar instansi yang masih lemah. Akibatnya, calon investor merasakan ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.

    Oleh sebab itu, Yusuf meyakini jika pemerintah serius ingin menjadikan KEK sebagai penggerak utama perekonomian nasional maka perbaikan infrastruktur dasar harus dibenahi seperti peningkatan konektivitas antar wilayah, penyediaan sumber energi yang stabil dan terjangkau, hingga pengembangan fasilitas pendukung industri yang terintegrasi.

    Selain itu, dia mendorong peningkatkan kapasitas Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP) baik dalam pendanaan maupun manajemen. Sejalan dengan itu, kualitas sumber daya manusia di sekitar kawasan KEK harus ditingkatkan.

    “Program pelatihan dan pengembangan kompetensi tenaga kerja lokal dapat dirancang sesuai kebutuhan industri di kawasan tersebut,” ujar Yusuf.

    Dengan demikian, diyakini akan tercipta ekosistem industri yang berkelanjutan sekaligus memberikan nilai tambah langsung bagi masyarakat sekitar. 

    Terakhir, Yusuf berpendapat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah harus diperkuat. Dia mencontohkan, harmonisasi regulasi dan kebijakan antar tingkatan menjadi kunci untuk menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat menghambat investasi.

    “Promosi KEK juga perlu ditingkatkan melalui strategi pemasaran yang lebih tepat sasaran dan diplomasi ekonomi yang lebih kuat untuk menarik,” tutupnya.

    Sementara itu, pemerintah sadar betul perlunya perbaikan operasional KEK. Deputi Bidang Perekonomian Kementerian Sekretariat Negara Setya Bhakti Parikesit pemerintah sudah meresmikan 24 KEK dan akan menambah sembilan lainnya.

    Dalam perencanaan nasional jangka menengah, ujar Setya, pemerintah akan berupaya mengembangkan infrastruktur ke kawasan ekonomi.

    “Kita berupaya untuk mengembangkan konektivitas rel kereta api untuk koridor logistik, percepatan standarisasi infrastruktur dan fasilitas, pengembangan pelabuhan ekspor-impor, serta hub internasional,” ujarnya.

    Selain itu, dia mengaku pemerintah akan terus berupaya menciptakan ekosistem investasi yang kondusif di KEK. Oleh sebab itu, pemerintah memberikan sejumlah insentif pajak, pembebasan bea masuk dan cukai, kemudahan proses keimigrasian, perizinan, dan sejenisnya.

    Selain insentif fiskal, Setya mengungkapkan pemerintah terus melakukan pembenahan birokrasi, regulasi, persyaratan perizinan, hingga memperkuat kerangka kelembagaan untum meningkatkan sinergi antar pemangku kepentingan terkait.

    “Tentunya, yang terakhir, kami berupaya untuk menjalin lebih banyak kemitraan dengan berbagai bisnis dan kegiatan yang mendukung upaya menarik investasi dalam dan luar negeri,” tutupnya.

  • Sepakati Kenaikan Tarif PPN 12 Persen, Pemerintah dan DPR Terapkan Skema Multitarif

    Sepakati Kenaikan Tarif PPN 12 Persen, Pemerintah dan DPR Terapkan Skema Multitarif

    Jakarta, Beritasatu.com– Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pemerintah dan DPR sudah sepakat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dari 11 persen akan berlaku Januari 2025. Namun, pemerintah dan DPR mengupayakan skema tarif PPN diberlakukan multitarif agar tidak menekan daya beli masyarakat.

    “Sebenarnya ada kesamaan pendapat pada waktu kami mengusulkan, ternyata presiden juga mempunyai pikiran yang sama, sehingga ini bisa langsung kita koordinasikan,” ucap Dasco di gedung DPR, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Kenaikan tarif PPN 12 persen dijalankan berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.  Dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 7 disebutkan, tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022. Sedangkan tarif PPN sebesar 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025

    Dasco mengatakan, pemerintah terus melakukan  koordinasi agar penerapan PPN bisa mengakomodasi kepentingan seluruh pihak.  Sebelumnya, target penerimaan pajak 2025 sudah ditetapkan dengan asumsi PPN sebesar 12 persen. Dengan demikian, pemerintah harus mencari jalan tengah agar penerapan skema multitarif ini tidak mengganggu target penerimaan 2025.

    Pemerintah menargetkan, penerimaan pajak 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. Untuk jenis pajak PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diperkirakan mencapai Rp 945,1 triliun, tumbuh 13,32 persen dari outlook PPN dan PPnBM 2024 sebesar Rp 819,2 triliun.

    “Bagaimana agar (kebijakan PPN) bisa bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga menutup kekurangan dari target pendapatan yang seharusnya dapat ditarik semua 12 persen. Alhamdulillah kita sudah ada kesamaan pendapat. Kita akan berbuat lebih banyak untuk rakyat dari sisi penerimaan,” terang Dasco.

    Di sisi lain, peneliti Center of Reform on Economics (Core ) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan. dengan adanya skema PPN multitarif mengharuskan biaya administrasi dan kepatuhan lebih tinggi dibandingkan skema single tarif. Pada  saat yang sama, skema multitarif cukup menantang terutama dalam implementasinya.  

    “Kesalahan penerapan tarif juga bisa saja terjadi jika aturan teknis yang mengatur skema multitatif tidak detail atau tidak jelas sehingga membingungkan mereka yang menarik pajak di lapangan,” ucap Yusuf.

    Menurut dia, pengenaan skema multitarif ini akan sulit untuk meredam dampak negatif kenaikan PPN terhadap daya beli.  

  • Pilkada 2024, Ekonom Wanti-Wanti Dampak Negatif ke Pembangunan

    Pilkada 2024, Ekonom Wanti-Wanti Dampak Negatif ke Pembangunan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti dampak negatif Pilkada 2024 ke perekonomian Indonesia, terutama terkait rencana pembangunan nasional.

    Yusuf menjelaskan kebijakan di level pemerintah pusat kerap kali tidak terimplementasi dengan baik di level daerah. Perubahan lanskap politik daerah diyakini menjadi salah satu alasan utamanya karena buat koordinasi antara pusat dan daerah menjadi tidak berkelanjutan.

    “Padahal kita tahu bahwa pemerintah baik di level pusat maupun daerah punya rancangan pembangunan jangka menengah hingga panjang, yang sebenarnya telah disepakati,” ujar Yusuf kepada Bisnis, Senin (25/11/2024).

    Rencana pembangunan tersebut, sambung Yusuf, seharusnya menjadi menjadi acuan teknokratik bagi para pemerintah daerah. Masalahnya, dia melihat kepala daerah kerap melakukan perubahan kebijakan yang sifatnya populis.

    Apalagi, kebijakan populis tersebut hanya kerap dikeluarkan hanya sekadar untuk capaian jangka pendek seperti untuk menaikkan elektabilitas jelang kontestasi pemilihan kepala daerah. Akibatnya, dokumen teknokratik rencana pembangunan kerap diabaikan.

    “Padahal target-target inilah [rencana pembangunan daerah] yang akan ikut menentukan tahapan pencapaian pembangunan nasional terutama dalam jangka menengah hingga panjang,” jelas Yusuf.

    Sebagai informasi, sebelum turun jabatan, Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Undang-Undang No. 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045 (UU RPJPN). Dalam beleid tersebut, diatur fokus pembangunan di masing-masing 5 pulau besar di Indonesia—beserta pulau-pulau kecil di dekatnya.

    Sementara itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025—2029 bersama DPR.

    Sedangkan hari pencoblosan Pilkada 2024 akan dilaksanakan secara serentak pada 27 November 2024. Pemilihan ini akan berlangsung di seluruh Indonesia untuk memilih kepala daerah, termasuk gubernur, bupati, dan wali kota.

    Total, ada 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota yang akan menggelar pilkada. Rencananya, kepala daerah yang terpilih pada Pilkada 2024 akan dilantik pada awal 2025.

  • Hampir Akhir Tahun, Capaian Surplus Neraca Dagang US,43 Miliar Masih Jauh dari Target

    Hampir Akhir Tahun, Capaian Surplus Neraca Dagang US$24,43 Miliar Masih Jauh dari Target

    Bisnis.com, JAKARTA — Surplus neraca perdagangan barang sepanjang tahun ini atau sejak Januari hingga Oktober 2024 terealisasi senilai US$24,43 miliar. Capaian tersebut tercatat masih jauh dari target US$31,6 miliar hingga US$53,4 miliar pada 2024. 

    Untuk mencapai batas bawah target saja, kinerja surplus neraca perdagangan pada dua bulan terakhir di 2024 setidaknya harus senilai US$7,17 miliar atau minimal pada November dan Desember masing-masing US$3,59 miliar. 

    Sementara melihat rata-rata surplus dalam 10 bulan terakhir senilai US$2,4 miliar. Dalam dua bulan, hanya akan terkumpul tambahan surplus US$4,8 miliar. 

    Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menyampaikan surplus yang tidak mencapai target dapat berimbas kepada likuiditas valas domestik, termasuk cadangan devisa. 

    Meski demikian, posisi cadangan devisa tetap akan ditentukan oleh minat asing terhadap surat utang Indonesia dan pembayaran maupun penarikan utang. 

    Pada kesempatan berbeda, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menyampaikan terdapat indikasi berkurangnya aliran mata uang asing yang masuk ke Indonesia ketika surplus neraca dagang tidak mencapai target.

    Pada gilirannya dapat melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, apalagi jika ditambahkan dengan kondisi di pasar keuangan yang dipengaruhi sentimen dari kondisi instabilitas geopolitik dan hasil Pilpres AS. 

    “Pelemahan rupiah ini berpotensi memicu perubahan harga barang-barang impor,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (15/11/2024). 

    Lebih jauh lagi, kata Yusuf, kondisi ini memberikan tekanan langsung terhadap cadangan devisa negara. 

    Waswas penurunan cadangan devisa ini dapat mempengaruhi kemampuan Indonesia dalam membiayai impor dan membayar utang luar negeri, serta mengurangi bantalan (buffer) yang dapat digunakan terhadap gejolak eksternal.

    Di sisi lain, turunnya surplus juga dapat berpotensi memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficit) dan mempengaruhi persepsi investor global terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Khawatirnya, akan memicu arus modal keluar atau capital outflow.

    “Pelebaran pada defisit transaksi berjalan saya kira juga akan ikut menentukan fleksibilitas dari kebijakan terutama kebijakan moneter dalam merespon berbagai kondisi perekonomian,” ujarnya. 

     

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan secara kumulatif hingga Oktober 2024, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus senilai US$24,43 miliar. Berasal dari surplus nonmigas senilai US$41,82 miliar, namun terkoreksi dengan adanya defisit dari neraca migas senilai US$17,39 miliar. 

     

    Sementara surplus neraca dagang Indonesia khusus Oktober 2024 senilai US$2,48 miliar atau turun US$0,75 miliar secara bulanan. Secara persentase, surplus tersebut anjlok 0,76% secara bulanan (month to month/MtM) dan 1% secara tahunan (year on year/YoY). 

  • Ekonom Ramal Pertumbuhan Ekonomi 2024 Sulit Capai 5,1% Meski Ada Momen Pilkada dan Nataru

    Ekonom Ramal Pertumbuhan Ekonomi 2024 Sulit Capai 5,1% Meski Ada Momen Pilkada dan Nataru

    Bisnis.com, JAKARTA — Target pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,1% pada 2024 diproyeksikan akan sulit tercapai, meski pada akhir tahun terdapat momentum pemilikan kepada daerah (Pilkada) serta libur Natal dan Tahun Baru. 

    Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan secara tren sepanjang tahun ini terjadi perlambatan ekonomi bahkan sejak kuartal pertama dan mengindikasikan adanya tekanan dari berbagai faktor, termasuk ketidakpastian global dan moderasi konsumsi domestik. 

    “Dengan tren seperti ini, sangat sulit bagi ekonomi untuk tiba-tiba melompat ke level 5,3% di kuartal IV/2024,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (14/11/2024). 

    Apalagi, kata Yusuf, indikator utama yang berkaitan dengan konsumsi rumah tangga tidak terlalu baik perkembangannya. 

    Mulai dari Indikator Penjualan Riil yang secara bulanan pada Oktober diproyeksikan akan mengalami kontraksi pertumbuhan di angka 0,5%. Padahal di tahun lalu di periode waktu yang sama, pertumbuhan penjualan riil itu mencapai 3,2%. 

    Indikator lain yang juga menggambarkan terkait kondisi perekonomian pada kuartal terakhir adalah Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur yang pada Oktober masih berada pada level kontraksi di level 49,2. 

    Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya permintaan barang dari masyarakat dan berdampak terhadap penyesuaian produksi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan di sektor manufaktur.

    “Meskipun ada katalis positif dari pelaksanaan Pilkada serentak dan momentum Natal dan Tahun Baru [Nataru], saya berpendapat dampaknya tidak akan cukup signifikan untuk mendorong pertumbuhan hingga 5,3%,” ujarnya. 

    Meskipun Pilkada memang berpotensi menggerakkan ekonomi melalui peningkatan belanja politik dan aktivitas kampanye. Namun, efeknya cenderung terlokalisir dan tidak merata secara nasional. Di mana penyelenggaraan Pilkada di level provinsi efeknya tidak akan sama dengan perayaan Pilkada di level Kabupaten. 

    Sementara momentum Nataru, meski mampu mendorong konsumsi dan pariwisata, durasi dampaknya relatif singkat yakni hanya di penghujung kuartal.

    Meski demikian, Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso tetap berharap pada momentum tersebut agar target pemerintah 5,1% tercapai.   

    “Perlu kerja keras kita, khususnya untuk government spending juga harus tinggi karena siklusnya di kuartal IV itu kan biasanya tinggi government spending,” tuturnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (12/11/2024). 

    Berdasarkan siklus tersebut, umumnya pemerintah melakukan belanja modal besar-besaran pada akhir tahun. 

    Sementara adanya kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas para pegawai pemerintahan, Susi menilai tidak akan berdampak besar kepada government spending sepanjang bukan belanja modal yang dipangkas.