Tag: Yustinus Prastowo

  • Nama-nama Tim Transisi Pramono Anung-Rano Karno

    Nama-nama Tim Transisi Pramono Anung-Rano Karno

    loading…

    Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Terpilih Pramono Anung-Rano Karno telah menyusun tim transisi yang akan bekerja hingga sebelum pelantikan. Foto/Danandaya

    JAKARTA – Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Terpilih Pramono Anung-Rano Karno telah menyusun tim transisi yang akan bekerja hingga sebelum pelantikan. Tim tersebut terdiri dari 14 orang yang berlatar belakang kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) hingga praktisi.

    Komposisi tim transisi itu pun dibenarkan oleh Juru Bicara Pramono-Rano, Iwan Tarigan. “Iya betul (Pramono telah membuat tim transisi),” kata Iwan saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2025).

    Tim itu terdiri dari tiga klaster dan satu klaster pendukung. Klaster pertama, merupakan tim inti yang diketuai oleh Wakil Ketua DPRD Jakarta Ima Mahdiah.

    Adapula nama mantan staf khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo yang ditugaskan menjadi Bidang Keuangan. Selain itu, ada juga nama pengamat politik Yunarto Wijaya yang ditugaskan sebagai Koordinator Bidang Teknologi Informasi.

    Adapun daftar tim transisi Pramono-Rano sebagai berikut:

    Tim Inti (4 orang)

    1. Ketua Tim: Ima Mahdiah
    2. Koordinator Operasional: Emir Kresna
    3. Koordinator Komunikasi: Chico Hakim
    4. Sekretaris: Beno Muhammad Ibnu

    Tim Bidang Teknis (5 orang)

    1. Bidang Sumber Daya Manusia: M Syafrudin
    2. Bidang Perencanaan: Mangatta Toding Allo
    3. Bidang Keuangan: Yustinus Prastowo
    4. Bidang Infrastruktur: John Oddius
    5. Bidang Teknologi Informasi: Yunarto Wijaya

    Tim Bidang Kebijakan (5 orang)

    1. Bidang Kebijakan Publik: Nirwono Joga
    2. Bidang Kebijakan Ekonomi: Agus Haryadi
    3. Bidang Kebijakan Sosial dan Budaya: Dedi Wijaya
    4. Bidang Kebijakan Lingkungan Hidup: Firdaus Ali
    5. Bidang Kebijakan Kesehatan: Charles Honoris

    Tim Pendukung (2 orang)

    1. Wakil Sekretaris: Desa Pridini
    2. Asisten Data dan Komunikasi: Mandira Bienna Elmir.

    (rca)

  • Pengamat Sebut Kenaikan PPN Pengaruhi Biaya Produksi Secara Jangka Pendek – Halaman all

    Pengamat Sebut Kenaikan PPN Pengaruhi Biaya Produksi Secara Jangka Pendek – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai tahun 2025 terus menjadi sorotan. Salah satu dampak yang kerap dibahas adalah bagaimana peningkatan tarif PPN dinilai dapat mempengaruhi besaran biaya produksi.

    Berdasarkan Keterangan Tertulis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) No. 3 Tahun 2024 yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, kenaikan besaran PPN untuk bahan baku dan bahan pembantu lokal dinilai tidak memiliki dampak signifikan secara umum. Namun, bagaimana sebenarnya pengaruhnya terhadap biaya produksi dan harga barang di masyarakat?

    Yustinus Prastowo, pengamat dan staf khusus Menteri Keuangan tahun 2019-2024, menyatakan bahwa kenaikan PPN bisa meningkatkan biaya produksi dalam jangka pendek. Hal ini karena PPN yang lebih tinggi secara otomatis menaikkan harga barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi.

    “Kenaikan PPN memang bisa berdampak pada biaya produksi, karena PPN yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Namun, dampaknya tergantung pada sektor dan rantai pasokan. Perusahaan bisa saja mengalihkan beban kenaikan biaya ini kepada konsumen, tergantung pada elastisitas permintaan untuk produk mereka,” jelasnya.

    Dengan kata lain, sektor dengan permintaan produk yang elastis cenderung lebih berhati-hati dalam menaikkan harga, sedangkan sektor lain mungkin langsung mengalihkan biaya tambahan kepada konsumen.

    Selain dampak jangka pendek, di sisi lain kenaikan PPN juga bisa memberikan manfaat besar jika dana yang terkumpul digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik. Alhasil, hal ini dapat meningkatkan efisiensi logistik, menurunkan biaya produksi, dan mendorong produktivitas nasional.

    “Jika kenaikan PPN digunakan untuk meningkatkan infrastruktur atau layanan publik, maka dalam jangka panjang dapat mengurangi biaya produksi secara keseluruhan,” tambah Prastowo.

    Prastowo menjelaskan bahwa tambahan penerimaan pajak dari kenaikan PPN diharapkan menjadi salah satu pendorong utama stabilitas ekonomi negara. Penerimaan ini tidak hanya akan memperkuat kas negara, tetapi juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk membiayai pembangunan infrastruktur serta berbagai program perencanaan jangka panjang. Langkah ini diyakini dapat menciptakan fondasi yang lebih kuat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

    Lebih jauh, ia menekankan bahwa kebijakan ini berpotensi menghasilkan multiplier effect yang signifikan. Penyerapan tenaga kerja akan meningkat, sementara fasilitas umum yang menunjang kebutuhan dan mobilitas masyarakat dapat terus diperbaiki. Dengan strategi yang tepat, kenaikan tarif PPN ini diproyeksikan mampu membawa dampak positif jangka panjang, termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

    Pemerintah pastikan stabilitas harga kebutuhan pokok

    Mengantisipasi dampak kenaikan PPN, pemerintah memberikan perlindungan khusus untuk barang dan jasa kebutuhan pokok melalui pembebasan PPN atau tarif 0 persen. Langkah ini bertujuan menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. 

    Barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas ini meliputi barang kebutuhan pokok: beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran; Jasa penting: pelayanan kesehatan medis, pendidikan, angkutan umum, persewaan rumah susun umum, dan lainnya; dan Barang lain: buku, kitab suci, rumah sederhana, listrik, air minum, dan vaksin polio.

    Pemerintah juga memberikan insentif pajak yang diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun pada tahun 2025 untuk menjaga perekonomian tetap stabil.

    Bagi pelaku usaha, kenaikan PPN dapat menjadi tantangan sekaligus peluang. Dengan strategi operasional yang inovatif dan manajemen biaya yang efektif, perusahaan dapat menjaga daya saing tanpa terlalu membebani konsumen.

    Kenaikan PPN memang dapat memengaruhi biaya produksi, tetapi pemerintah telah mengambil langkah strategis untuk melindungi kebutuhan pokok masyarakat. Dalam jangka panjang, kebijakan ini berpotensi memberikan dampak positif bagi ekonomi jika diiringi dengan penggunaan dana yang tepat.

  • Cerminkan Prinsip Keadilan dan Gotong Royong, Benarkah Kenaikan PPN Lebih Baik Daripada Kenaikan PPh? – Page 3

    Cerminkan Prinsip Keadilan dan Gotong Royong, Benarkah Kenaikan PPN Lebih Baik Daripada Kenaikan PPh? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021, telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dari sudut pandang pemerintah, kenaikan tarif PPN menjadi salah satu kebijakan strategis untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperkuat ekonomi nasional dan pembangunan berkelanjutan.

    Di sisi lain, kenaikan tarif PPN menuai kritik dari sejumlah pihak. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah dan mengurangi daya beli masyarakat. Mereka berharap ada cara lain untuk yang ditempuh pemerintah.

    Pajak merupakan sumber pendapatan negara terbesar di Indonesia. Dengan pembebasan PPN pada kebutuhan pokok/primer, maka kebijakan menaikkan PPN dapat dikatakan lebih baik daripada menaikkan tarif pajak lainnya seperti PPh, yang terbatas berlaku pada individu atau entitas dengan penghasilan tertentu. Bila terjadi kenaikan PPh berpotensi dapat mengurangi insentif kerja atau investasi, yang pada akhirnya berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Sebaliknya, kenaikan PPN memiliki cakupan yang lebih luas dan berdampak langsung pada pola konsumsi masyarakat, sehingga lebih efektif dalam mengumpulkan penerimaan negara dan mencerminkan prinsip keadilan dan gotong royong. Prinsip keadilan dalam perpajakan sendiri dapat dilihat dari bagaimana beban pajak didistribusikan secara proporsional kepada masyarakat. Dalam artian, semakin tinggi konsumsi seseorang, semakin besar pula pajak yang harus dibayar. Dengan demikian, mereka yang berpenghasilan tinggi dan cenderung memiliki pola konsumsi lebih besar akan menanggung beban pajak lebih tinggi dibandingkan kelompok berpenghasilan rendah.

    Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah telah mempertimbangkan matang-matang kebijakan kenaikan PPN. Sesuai dengan amanat UU HPP, kenaikan PPN diimplementasikan secara bertahap dari 10 % menjadi 11% di tahun 2022 dan 12% mulai Januari 2025. Dampak kenaikan PPN untuk penerimaan negara lebih besar daripada kalau menaikkan PPh. Terlebih setelah pandemi Covid-19 banyak perusahaan yang tidak profit.

    “Kalau mengenakan pajak penghasilan tidak adil, orang bisnisnya rugi suruh bayar pajak. Kenapa kok PPN? Kalau PPh, perusahaan enggak profit. PPN semua membayar, ada (prinsip) gotong-royong. Untuk kebutuhan pokok tetap 0%. Jasa kesehatan, pendidikan dan transportasi tetap bebas PPN,” kata Yustinus Prastowo dalam diskusi bertajuk ‘Wacana PPN 12%: Solusi Fiskal atau Beban Baru Bagi Masyarakat beberapa waktu lalu.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.

    Sri Mulyani menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan dan dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12% yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian.

    “Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Sri Mulyani menegaskan pemerintah memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah. Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat.

    “Hampir seluruh fraksi setuju bahwa negara harus menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Keberpihakan ini diwujudkan melalui fasilitas PPN untuk barang kebutuhan pokok, baik berupa barang maupun jasa yang dikonsumsi masyarakat luas,” kata Sri Mulyani.

  • Kontraksi Ekonomi Pasca Kenaikan PPN Menjadi 12% Diprediksi Hanya Berlangsung Temporer – Page 3

    Kontraksi Ekonomi Pasca Kenaikan PPN Menjadi 12% Diprediksi Hanya Berlangsung Temporer – Page 3

    Seiring dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12%, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai skema kebijakan dan program strategis. Bauran kebijakan ini diimplementasikan pemerintah dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan gotong royong, serta diiringi dengan langkah mitigasi berupa pemberian insentif di bidang ekonomi. 

    “Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, Pemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” ungkap Menko Airlangga.

    Pemerintah sendiri telah memproyeksikan insentif PPN dibebaskan yang diberikan pada 2025 sebesar Rp265,6 triliun. Pemerintah tetap memberikan fasilitas bebas PPN atau tarif PPN 0% untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak. 

    Barang dan jasa tersebut termasuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum.

    Selain itu, ada juga beberapa insentif bantuan untuk rumah tangga berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk arang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) yakni minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%. Stimulus Bapokting tersebut cukup krusial untuk menjaga daya beli masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Secara khusus, stimulus untuk gula industri diharapkan dapat menopang industri pengolahan makanan-minuman yang memiliki kontribusi sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan.

    Ada juga kebijakan bantuan Pangan/Beras yang dirancang pemerintah sebanyak 10kg per bulan untuk 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) selama 2 bulan. Ada juga diskon listrik sebesar 50% selama 2 bulan (Januari-Februari 2025) untuk pelanggan dengan daya hingga 2200 VA. 

    Di sisi lain, kelas menengah juga mendapatkan berbagai stimulus kebijakan yang disiapkan pemerintah untuk menjaga daya beli. Misalnya PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai Rp2 miliar, PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.

    Kebijakan baru juga diberikan pemerintah untuk masyarakat kelas menengah seperti pemberian PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Hybrid, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja di Sektor Padat Karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta/bulan, optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan tidak hanya manfaat tunai, tapi juga manfaat pelatihan dan akses informasi pekerjaan, serta Relaksasi/Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya.

    Beragam paket stimulus yang diberikan pemerintah diharapkan bisa menjadi ‘bantalan’ bagi masyarakat yang terdampak kenaikan PPN menjadi 12% tersebut. Sementara itu menurut Pengamat Perpajakan sekaligus mantan staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, menekankan bahwa pemerintah harus fokus mengukur dampak di lapangan ketika program ini sudah berlangsung minimal 2 bulan setelah penerapan. 

    “Pemerintah juga harus fokus melihat sektor mana yang kemungkinan terdampak namun belum tercakup dalam skema stimulus, ini kan penting supaya jangan ada yang tertinggal. Lalu memastikan belanja APBN-nya tepat sasaran sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Prastowo dalam sesi wawancara bersama tim Liputan6.com.

    Prastowo juga melanjutkan bahwa adanya kontraksi ekonomi ini merupakan tanda bahwa ekonomi nasional mengalami pergerakan. 

    “Kalau kita berkaca pada pengalaman sebelumnya terkait kenaikan harga BBM maupun kenaikan PPN 11%, dampak inflasi ada tapi temporer. Artinya 3 bulan pertama ada tapi masih bisa diatasi, artinya ekonomi kita bergerak, tidak statis. Jadi, harapannya nanti juga temporer seperti itu, bisa dikendalikan dampaknya termasuk pemerintah kan diharapkan mengendalikan harga-harga yang variabelnya banyak ya,” ungkap Prastowo. 

    Ia menambahkan, “Maka menurut saya yang paling penting memastikan sinergi antara pusat dan daerah untuk melihat betul fakta lapangan apakah harga-harga dapat dikendalikan. Pemerintah kan punya kewenangan melakukan operasi pasar jika nanti ada kenaikan harga-harga tertentu. Menurut saya jadinya bagus karena pajak kan gotong royong, ya seperti iuran-iuran itu. Idealnya yang mampu membayar lebih besar. yang tidak mampu dibantu. Jadi harapannya dengan adanya stimulus dan mengejar pajak orang kaya, itu harapannya nanti bisa mengompensasi dampak atau risiko yang mungkin muncul,” tandasnya. 

  • Kenaikan PPN 12% Dikhawatirkan Menurunkan Daya Beli Masyarakat, Begini Fakta dan Pandangan Ahli – Page 3

    Kenaikan PPN 12% Dikhawatirkan Menurunkan Daya Beli Masyarakat, Begini Fakta dan Pandangan Ahli – Page 3

    Dijelaskan oleh Yustinus Prastowo, pengamat perpajakan sekaligus mantan staf khusus Menteri Keuangan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% memang bisa memberikan dampak untuk rumah tangga. Namun, hal yang paling penting adalah bagaimana mitigasi pemerintah menghadapi risiko tersebut. 

    “Secara faktual memang pasti mempengaruhi pendapatan rumah tangga, namun bagaimana respons pemerintah adalah hal yang penting. Pemerintah memberikan kebijakan berupa stimulus supaya rumah tangga yang terdampak bisa mendapatkan dukungan yang lebih besar. Karena PPN dan semua jenis pajak itu tujuannya menyasar semua wajib pajak, maka pemberlakuannya harus mempertimbangkan daya beli,” ungkapnya dalam wawancara bersama tim Liputan6.com. 

    Ia pun menyebutkan sekarang pemerintah sudah mempersiapkan berbagai stimulus seperti seperti PPH 21 ditanggung pemerintah untuk gajinya sampai dengan Rp10 juta, bantuan pangan 10 kg beras untuk 16 juta rumah tangga, bantuan listrik, jaminan kehilangan pekerjaan dan sebagainya sebagai upaya pemerintah memberikan kompensasi. 

    Selain itu, sosok yang akrab disapa Prastowo ini juga mengajak masyarakat untuk melihat lebih besar hasil dari kenaikan tersebut. “Pajak tadi kan tujuannya akan dibelanjakan kembali dalam bentuk APBN. Belanjanya ada berbagai macam, seperti Makan Bergizi Gratis, program pembangunan 3 juta perumahan, dan lain-lain. Ini juga akan menggeliatkan ekonomi sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru. Kalau uang pajak yang dibayarkan tadi dipakai untuk belanja publik, otomatis ini kan akan menambah pendapatan rumah tangga karena rumah tangga akan mendapatkan tambahan pekerjaan,” lanjutnya. 

    Perhitungan Dampak Kenaikan PPN terhadap Inflasi

    Dikutip dari pernyataan Kepala Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu, tingkat inflasi Indonesia saat ini cenderung rendah di 1,6%. Sementara itu, dampak kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%. 

    Lalu bagaimana dengan dampak kenaikan PPN menjadi 12% terhadap tingkat inflasi? Mantan staf khusus Menteri Keuangan ini menyebutkan bahwa dampaknya akan tetap ada, namun bersifat temporer. 

    “Kalau kita berkaca pada pengalaman sebelumnya terkait kenaikan harga BBM maupun kenaikan PPN 11%, dampak inflasi ada tapi temporer. Artinya 3 bulan pertama ada tapi masih bisa diatasi, artinya ekonomi kita bergerak, tidak statis. Jadi, harapannya nanti juga temporer seperti itu, bisa dikendalikan dampaknya termasuk pemerintah kan diharapkan mengendalikan harga-harga yang variabelnya banyak ya,” ungkap Prastowo. 

    Ia pun menekankan bahwa dari skema tersebut, hal yang perlu dipastikan adalah pemerintah fokus mengukur dampak di lapangan dalam beberapa bulan setelah penerapan. Hal ini bertujuan untuk melihat sektor mana yang kemungkinan terdampak, tapi belum tercakup skema stimulus. 

    Upaya Aktif Pemerintah Menjaga Daya Beli Masyarakat

    Lebih lanjut, pemerintah akan terus menjaga daya beli masyarakat di tengah proses kenaikan PPN menjadi 12%. Prastowo juga menyebutkan ada beberapa strategi yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat tetap sehat. 

    “Tentu pengendalian inflasi secara umum ya, karena faktornya mulai dari musim panen, cuaca, dan lain-lain. Yang kedua ya delivery dari stimulus itu tepat sasaran. Apakah pemerintah sudah bekerja serempak di lapangan untuk memastikan itu, dan lain sebagainya. Pemerintah juga bisa lebih fokus ke kelompok yang relatif lebih kaya dan mampu, terutama yang belum patuh dan di luar sistem itu bisa dikejar,” pungkasnya.

  • Mendagri dukung sukseskan perayaan Natal Nasional 2024

    Mendagri dukung sukseskan perayaan Natal Nasional 2024

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan perayaan Natal Nasional 2024 yang akan berlangsung pada 28 Desember 2024 di Indonesia Arena Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

    Dukungan itu disampaikan Tito saat menerima audiensi Ketua Umum Panitia Natal Nasional 2024 Thomas AM Djiwandono di Ruang Rapat Mendagri Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Jumat (20/12).

    Dalam audiensi tersebut, Ketua Umum Panitia didampingi beberapa anggota, yakni Irjen Pol (Purn) Heribertus Dahana sebagai Koordinator Bidang Pengerahan Massa, Brigjen Pol Aldrin Hutabarat sebagai Wakil Koordinator Bidang Keamanan, dan Yustinus Prastowo sebagai Wakil Sekretaris Umum.

    Adapun Mendagri didampingi Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Tomsi Tohir dan Staf Khusus Mendagri Kastorius Sinaga yang juga anggota Bidang Sekretariat Panitia Natal Nasional 2024.

    Thomas melaporkan rencana perayaan Natal Nasional 2024. Selain menggelar puncak perayaan Natal di Indonesia Arena GBK, Panitia juga telah menggelar sejumlah rangkaian kegiatan.

    Hal ini seperti kegiatan bakti sosial yang berlangsung di berbagai daerah. Ini termasuk bakti sosial terhadap korban letusan Gunung Lewotobi di Kabupaten Flores Timur.

    Rencananya perayaan Natal juga akan digelar di Kota Manado, Sulawesi Utara, bersamaan dengan puncak perayaan Natal di GBK, Jakarta.

    Selain itu, Thomas meminta arahan dan dukungan Tito untuk menyukseskan gelaran tersebut.

    Menanggapi itu, Tito menyatakan dukungannya kepada Ketua Umum dan Panitia Natal Nasional 2024. Dirinya juga akan mengarahkan penjabat (Pj.) kepala daerah di wilayah Jabodetabek agar memberikan dukungan bilamana diperlukan.

    Tito juga mengarahkan Plt. Sekjen Kemendagri dan Stafsus Mendagri Kastorius untuk berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyukseskan kegiatan tersebut.

    “Untuk memberikan dukungan penuh kepada panitia sesuai kebutuhan,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Di lain sisi, berdasarkan pengalamannya menggelar kegiatan masif serupa, Tito menyarankan agar panitia benar-benar mengecek secara detail persiapan perayaan tersebut.

    Dia juga mengimbau pentingnya mengantisipasi hal-hal yang dapat menghambat kegiatan, termasuk kondisi cuaca.

    Kemudian, Tito juga mengusulkan agar perayaan Natal di GBK terhubung secara daring dengan beberapa daerah, seperti Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Daerah lain yang perlu dilibatkan secara daring, yakni ke enam provinsi di wilayah Papua, yaitu Prop Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Induk, Papua Barat, Papua Barat Daya dan Papua Selatan.

    Gelaran keikutsertaan masing-masing provinsi ini dapat dilakukan secara daring terkoneksi secara live ke GKB di masing-masing ibu kota provinsi tersebut.

    “Perayaan natal akan dapat membawa kesejukan dan merajut persatuan dan perdamaian pasca kontestasi Pilkada di Papua” ujar Tito yang juga pernah bertugas sebagai Kapolda Papua itu.

    Sebagai informasi, Natal tahun ini mengusung tema “Marilah Kita Bersama Pergi ke Betlehem”.

    Adapun puncak perayaan Natal Nasional Tahun 2024 akan berlangsung pada 28 Desember 2024, pukul 17.00-21.00 WIB di Indonesia Arena GBK.

    Perayaan ini akan dihadiri langsung oleh umat Kristiani se-Jabodetabek dan perwakilan dari daerah lain seluruh Indonesia.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bekas Stafsus Menteri Keuangan Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Tahun Depan Bukan Keinginan Sri Mulyani – Halaman all

    Bekas Stafsus Menteri Keuangan Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Tahun Depan Bukan Keinginan Sri Mulyani – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, mengatakan bahwa bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen bukanlah keinginan Sri Mulyani, Joko Widodo, atau bahkan Presiden Prabowo Subianto.

    “Saya mau klarifikasi ya, PPN 12 persen bukan maunya Bu Sri Mulyani, bukan maunya Kementerian Keuangan, bukan maunya Pak Jokowi, apalagi Pak Prabowo yang baru memerintah. Ini keputusan politik bersama, karena undang-undang. Baik pada waktu dirumuskan dan saya yakin maksud tujuannya baik,” kata Pras dalam acara Insight Hub PKB Vol 2: Wacana PPN 12 Persen, Solusi Fiskal atau Beban Bagi Masyarakat?,” yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2024).

    Dia menjelaskan bagaimana PPN ini dinaikkan secara bertahap dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun.

    “Lalu kenapa PPN? Inilah kontribusi DPR yang juga bagus. Kami akhirnya sepakat 12 persen, tapi dua tahap. 11 persen dulu di 2022, lalu menjadi 12 persen di 2025, sambil mengamati kondisi ekonomi membaik atau tidak,” kata dia.

    Menurut Pras, kesepakatan dinaikannya PPN karena pajak penghasilan tidak mengangkat penerimaan negara. 

    “PPN semua bayar, gotong royong PPN itu. Tapi kan regresif pak, yang kaya dan miskin kalau beli Indomie sama-sama bayar 10 persen. Oke, kalau begitu yang kebutuhan pokok kita nol-kan,” kata Pras.

    “Tetap dipertahankan kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, transportasi tetap nol sampai sekarang, tidak bayar pajak. Sampai di situ kita bisa menerima, sampai akhirnya PPN 12 persen mau diterapkan,” pungkas dia.

    Diketahui, Pemerintah akan secara resmi mengumumkan soal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada Senin pekan depan 16 Desember 2024. 

    Hal itu disampikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (13/12/2024). 

    “Diumumkan hari Senin, jam 10 nanti diundang. Soal PPN dan paket kebijakan ekonomi,” kata Airlangga.

    Sekarang ini pemerintah kata Airlangga masih melakukan penghitungan mengenai tarif PPN yang akan diberlakukan nanti. Yang pasti kata dia, PPN multi tarif akan diberlakukan.

    “Ya ada. Ada tarif tertentu,” katanya.

    Airlangga mengatakan nantinya payung hukum PPN multi tarif tersebut ada yang berupa peraturan menteri keuangan (PMK) dan ada juga yang berupa peraturan pemerintah.

    Airlangga mengatakan selain mengenai PPN, pada pekan depan, pemerintah juga akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi baru. Namun ia belum mau menyampaikan paket kebijakan seperti apa yang akan diberlakukan nantinya.

    “Nanti diumumkan di kantor Menko,” pungkasnya.

    Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025 akan berlaku selektif. Kenaikan tarif PPN yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang mewah saja.

    Hal itu disampikan Prabowo sebelum meninggalkan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat malam, (6/12/2024).

    “Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    “Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” Imbuhnya.

    Presiden Prabowo memastikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan membebani rakyat kecil. Menurutnya rakyat kecil tetap terlindungi dari kenaikan tarif PPN.

    “Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya,” katanya.

    Sejumlah pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (5/12/2024). 

    Mereka diantaranya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Adies Kadir, Ketua Komisi 11 Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi 3 Habiburokhman, dan lainnya. 

    Mereka menemui Presiden Prabowo untuk menyampaikan aspirasi hasil rapat paripurna DPR mengenai rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025.  

    “Kami telah banyak berdialog dan berdiskusi dengan Bapak Presiden,” kata Dasco.

    Sementara itu Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa berdasarkan hasil diskusi dengan Presiden kenaikan tarif PPN 12 persen tetap berlaku pada Januari 2025 mendatang. Hanya saja kenaikan tersebut berlaku selektif.

    “Hasil diskusi kami dengan Bapak Presiden, kita akan tetap mengikuti undang-undang bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025. Tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif,” kata Misbakhun.

    Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen kata Misbakhun hanya berlaku untuk barang barang mewah saja. 

    “Selektif kepada beberapa komoditas baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah,” katanya.

    Dengan kata lain kata Misbakhun, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen hanya dibebankan kepada para konsumen barang mewah. Sementara masyarakat yang membeli barang selain barang mewah tetap dikenakan tarif Ppn 11 persen.

    “Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” pungkasnya.

  • Yustiunus Prastowo: PPN 12% di UU HPP Sebenarnya Multitarif Sejak Awal

    Yustiunus Prastowo: PPN 12% di UU HPP Sebenarnya Multitarif Sejak Awal

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa skema multitarif pajak pertambahan nilai alias PPN sebenarnya sudah mengemuka sejak penggodokan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

    Dalam diskusi bertajuk ‘Wacana PPN 12%: Solusi Fiskal atau Beban Baru Bagi Masyarakat’, Prastowo menceritakan kembali dinamika perancangan UU HPP dalam konteks mengingat kembali, bagaimana para pemangku kepentingan kala itu memprediksi kondisi 2025 dan kenapa mempertimbangkan kenaikan PPN demi menggenjot penerimaan negara. 

    “Dulu mau multitarif, multi-rate, mencontoh banyak negara maju, agar fleksibel,” jelasnya dalam diskusi besutan DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digelar secara luring maupun daring itu pada Sabtu (14/12/2024).

    Prastowo yang saat itu merupakan juru bicara Menteri Keuangan, menjelaskan skema PPN multitarif sebenarnya sudah dipertimbangkan demi menciptakan kebijakan yang lebih berkeadilan antara masyarakat kaya dengan miskin.

    Sebagai contoh, pembebasan PPN di bidang kesehatan secara penuh tentu kurang berkeadilan, apabila melihat fenomena banyak warga miskin yang berobat ke Puskesmas, sementara di sisi lain, ada warga kaya yang memanfaatkannya untuk operasi plastik. 

    Begitu pula pembebasan PPN di beberapa bidang lain yang memiliki ragam harga yang begitu lebar antara kebutuhan masyarakat kaya dan miskin, misalnya daging premium, jasa kesehatan medis tertentu, atau jasa pendidikan.

    “Rela enggak, yang makan daging wagyu satu porsi Rp5 juta, dengan yang makan sate madura satu porsi Rp10.000, sama-sama enggak bayar pajak. Enggak rela kan? Maka dari itu, beras premium dan daging premium sebenarnya bisa dikenai PPN,” tambahnya.

    Hanya saja, saat perancangan UU HPP, beberapa pakar menyarankan PPN multitarif sebenarnya boleh diterapkan di masa depan, tidak boleh diterapkan secara tiba-tiba karena berbahaya, dan administrasi pemerintahan harus lebih mumpuni seiring dengan itu.

    “Waktu itu perdebatannya, boleh enggak ini, pasalnya tetap ditulis, tapi implementasinya bertahap atau nanti diberikan waktu, karena kalau tidak ditulis, khawatirnya butuh tidak ada cantolan. Keputusannya waktu itu tidak perlu. Nah, kejadian sekarang. Giliran ada ribut-ribut 12%, mau nyantolin barang mewah di mana, enggak ada pasalnya,” ungkapnya.

    Saat ini, karena sudah telanjur, kalau benar hanya barang mewah saja yang menjadi objek PPNBM yang dikenai kenaikan PPN 12%, perhitungannya menyebut tambahan penerimaan negara paling-paling cuma Rp2 triliun.

    Oleh sebab itu, menurutnya belum adanya dasar hukum PPN multitarif sejak awal merupakan salah satu kesalahan kecil saat perancangan UU HPP, di samping berbagai keputusan baik di dalamnya, seperti memasukkan pajak karbon, menaikan tarif pajak penghasilan orang pribadi super kaya, memperlebar gap pajak untuk karyawan, hingga ketentuan pajak ringan untuk UMKM.

    “Jadi kalau mau seperti menunda, yang bisa dilakukan pemerintah saat ini bukan merancang fasilitas, tapi membuat pajak ditanggung pemerintah atau PPN DTP untuk beberapa objek tertentu,” ungkapnya.

    Pada akhirnya, perancangan UU HPP bisa menjadi pelajaran bersama, terutama bagi para pemegang kekuasaan politik, di mana proyeksi akan kondisi menantang dalam beberapa periode berikutnya harus lebih presisi. 

    Jangan seperti saat ini, di mana kenaikan PPN dianggap seperti bencana, karena jaraknya terlalu dekat, tiba-tiba sudah di depan mata, padahal kondisi daya beli masyarakat masih belum pulih betul dari dampak pandemi Covid-19.

  • Perayaan Natal Nasional Terinspirasi Kunjungan Paus, Bawa Semangat Kemanusiaan dan Ekologis

    Perayaan Natal Nasional Terinspirasi Kunjungan Paus, Bawa Semangat Kemanusiaan dan Ekologis

    Perayaan Natal Nasional Terinspirasi Kunjungan Paus, Bawa Semangat Kemanusiaan dan Ekologis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Perayaan Natal
    Nasional 2024 akan membawa semangat bakti sosial, kemanusiaan, dan ekologis, terinspirasi dari pesan kunjungan
    Paus Fransiskus
    .
    Hal ini disampaikan Ketua Panitia Natal Nasional Thomas Djiwandono saat audiensi dengan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
    Perayaan yang mengusung tema *”Kembali ke Betlehem”* ini dirancang untuk merefleksikan nilai-nilai kasih, damai, keadilan, dan kesederhanaan.
    “Kami mengimplementasikan tema ini dengan semangat bakti sosial kemanusiaan dan ekologis, terinspirasi oleh pesan
    kunjungan Paus
    Fransiskus,” ujar Thomas dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/12/2024).
    Acara Natal Nasional ini dijadwalkan berlangsung di Indonesia Arena pada 28 Desember 2024, dihadiri oleh para tokoh lintas agama dan 13.000 umat Kristiani. Presiden Prabowo juga direncanakan hadir pada perayaan tahunan tersebut.
    Thomas, yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan, menegaskan bahwa acara ini akan menjadi momentum penting untuk memperkuat kebersamaan.
    Ketua PGI 2019-2024, Pendeta Gomar Gultom, menyambut baik rencana ini dan menilai perayaan tersebut dapat menjadi penghormatan bagi mendiang TB Silalahi, perancang
    perayaan Natal
    inklusif.
    “Semangat inklusivitas yang melibatkan seluruh pihak serta doa untuk keselamatan bangsa, para pemimpin, dan masyarakat harus tetap menjadi fokus utama,” ungkap Gomar.
    Dalam audiensi tersebut, sejumlah tokoh turut hadir, di antaranya Wakil Ketua Umum Panitia Nasional Letjen TNI Budi Sulistya, Koordinator Bidang Puncak Acara Chatarina Girsang, Wasekum Yustinus Prastowo, dan Bendahara Wiwin Istanti.
    Dari PGI, audiensi diterima oleh Ketua PGI terpilih 2024–2029 Pendeta Jacklevyn Fritz Manuputty dan Sekretaris Umum terpilih Pendeta Darwin Dharmawan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Umumkan Insentif Perumahan Minggu Depan, Ini Bocorannya

    Pemerintah Umumkan Insentif Perumahan Minggu Depan, Ini Bocorannya

    Jakarta CNBC Indonesia – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah memberi sinyal pemerintah bakal memberikan insentif dalam waktu dekat. Sayangnya Ia enggan memperinci jenis pajak yang dimaksud.

    “(Insentif) pekan depan akan diumumkan resmi oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan,” kata Fahri di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (3/12/2024).

    Namun ia enggan memberi bocoran insentif apa yang bakal diberikan, termasuk angka yang bakal keluar.

    “Besok biar tepat omongannya, angkanya, segala macam nanti kita tunggu pekan depan,” ujar Fahri.

    Ditanya waktu perilisannya, Ia juga enggan menjawab dengan lugas.

    “Ya pekan depan tunggu aja,” sebut Fahri.

    Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, aturan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tengah digodok. Ia mengatakan, ketentuan berupa peraturan menteri keuangan itu tinggal menunggu ketetapan menteri-menteri terkait.

    “Tinggal penetapan kok. Saat ini sedang dalam proses penetapan bersama,” ucap Prastowo beberapa waktu lalu.

    Mulanya, insentif PPN DTP yang berlaku hingga hingga Desember 2024 hanya sebesar 50%, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah.

    Aturan itu membagi dua periode pemberian insentif PPN DTP. Pertama, penyerahan rumah untuk periode 1 Januari-30 Juni 2024 dengan PPN DTP diberikan sebesar 100% dari PPN yang terutang.

    Lalu, periode kedua, untuk penyerahan rumah periode 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2024, PPN DTP yang diberikan harusnya 50% dari PPN yang terutang dari bagian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual maksimal Rp5 miliar, sebelum akhirnya kini akan ditetapkan kembali menjadi 100%.

    (fab/fab)