Tag: Yoory Corneles

  • Eks Direktur Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Juni 2025

    Eks Direktur Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan Nasional 25 Juni 2025

    Eks Direktur Sarana Jaya Divonis 4 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono Aharrys bersama tiga terdakwa lainnya telah dinyatakan bersalah atas kasus
    korupsi

    pengadaan lahan
    program
    DP 0 Rupiah
    di Rorotan, Cilincing,
    Jakarta
    Utara.
    Dalam pertimbangannya, hakim menyampaikan sejumlah hal yang memberatkan putusan, yakni Indra dan terdakwa lain tidak membantu program pemerintah yang sedang giat dalam pemberantasan korupsi.
    “Hal yang memberatkan, para terdakwa tidak membantu program pemerintah yang sedang giat dalam pemberantasan korupsi,” ujar hakim ketua Rios Rahmanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/6/2025).
    Sementara itu, hal yang meringankan vonis adalah para terdakwa bersikap sopan selama proses persidangan berlangsung.
    “Hal yang meringankan para terdakwa bersikap sopan di persidangan dan para terdakwa memiliki tanggungan keluarga,” kata Rios.
    Akibat perbuatannya yang merugikan negara, Indra dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta.
    “Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama 4 bulan,” ucap Hakim.
    Namun, Indra tidak dihukum untuk membayar uang pengganti seperti tiga terdakwa lainnya.
    Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Tbk, Donald Sihombing, divonis 6 tahun penjara.
    Komisaris PT TEP, Saut Irianto Rajagukguk, dijatuhi 5 tahun penjara, dan Direktur Independen PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo, selama 4 tahun penjara.
    Dalam perkara ini, Indra didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan lahan di Rorotan bersama-sama terdakwa lain.
    Mereka adalah Donald, Saut, Eko, dan eks Direktur Utama PPSJ, Yoory Corneles Pinontoan.
    “Mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 224.696.340.127,” kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).
    Kasus pengadaan lahan di Rorotan ini hanya satu dari sekian perkara korupsi lainnya.
    Yoory, dalam kapasitasnya sebagai Dirut
    Perumda Sarana Jaya
    , telah didakwa dan dinyatakan bersalah dalam pengadaan lahan di Pulogebang.
    Yoory dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, terkait proyek Rumah DP Rp 0.
    Dalam kasus korupsi itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Yoory pada 24 Februari 2022.
    Ia juga dinyatakan bersalam dan dihukum 5 tahun dalam korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Terdakwa Sebut Yoory Kumpulkan Pegawai Sebelum Pemeriksaan BPK
                        Nasional

    8 Terdakwa Sebut Yoory Kumpulkan Pegawai Sebelum Pemeriksaan BPK Nasional

    Terdakwa Sebut Yoory Kumpulkan Pegawai Sebelum Pemeriksaan BPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PPJ) Yoory Corneles Pinontoan disebut mengumpulkan pegawainya sebelum pemeriksaan
    Badan Pemeriksa Keuangan
    (BPK).
    Hal ini terungkap ketika jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar eks Direktur Pengembangan PPSJ, Indra Sukmono Aharrys, sebagai terdakwa dugaan
    korupsi pengadaan lahan
    di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
    Pada sidang tersebut, jaksa mendalami langkah Yoory yang memberikan arahan kepada para pegawainya sendiri.
    “Dalam pertemuan yang dikumpulkan oleh saudara Yoory itu, apakah ada perintah untuk merapikan dokumen dalam rangka pemeriksaan oleh BPK ini?” tanya jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).
    “Betul, Bapak,” jawab Indra.
    Menurut dia, pada kurun 2021-2022, Yoory menggelar rapat internal yang dihadiri seluruh awak manajemen hingga tingkat junior manager.
    Ia meminta agar semua dokumen yang menyangkut investasi diperiksa dan dilengkapi.
    Jaksa KPK lantas mengonfirmasi, apakah benar salah satu obyek
    pemeriksaan BPK
    saat itu menyangkut pengadaan lahan di Rorotan.
    “Saya kurang ingat, Pak, apa saja investasi yang dicek BPK saat itu. Tapi, kemungkinan kalau tahun 2021-2022 memang salah satunya Rorotan, Pak,” ujar Indra.
    Tidak hanya pegawainya sendiri, Yoory bahkan meminta pegawai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) bernama Wisnu untuk dikondisikan sebelum menjalani pemeriksaan BPK.
    Adapun audit itu tidak hanya menyasar PPSJ, melainkan pihak ketiga yang menjadi rekanan perusahaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut.
    Menurut Indra, Yoory meminta Wisnu menjawab pertanyaan auditor BPK secara terbatas.
    “Jadi, Pak Yoory cuma minta, ‘Pak Wisnu, tolong dikasih tahu, di-
    briefing
    apabila BPK nanya A, ya sudah jawabnya A saja, jangan sampai B, C, D, E’,” tutur Indra.
    Dalam perkara ini, Indra didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan lahan di Rorotan bersama-sama terdakwa lain.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Tbk Donald Sihombing, kemudian Komisaris PT TEP Saut Irianto Rajagukguk, Direktur Independen PT Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo, dan eks Direktur Utama PPSJ Yoory Corneles Pinontoan.
    “Mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 224.696.340.127,” kata jaksa KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025).
    Kasus pengadaan lahan di Rorotan ini hanya satu dari sekian perkara korupsi lainnya.
    Yoory, dalam kapasitasnya sebagai Dirut Perumda Sarana Jaya, telah didakwa dan dinyatakan bersalah dalam pengadaan lahan di Pulogebang.
    Yoory dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, terkait proyek Rumah DP Rp 0.
    Dalam kasus korupsi itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Yoory pada 24 Februari 2022.
    Ia juga dihukum bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun dalam pengadaan lahan di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Perkara Korupsi Lahan Rorotan, Ahli KPK Beberkan Soal Kerugian Negara Rp223 Miliar

    Sidang Perkara Korupsi Lahan Rorotan, Ahli KPK Beberkan Soal Kerugian Negara Rp223 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan ahli accounting forensic (AF) pada sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (3/6/2025). 

    Pada sidangg tersebut, ahli AF KPK itu dihadirkan oleh tim JPU untuk memberikan keterangan sesuai keahlian dan tugasnya dalam menghitung kerugian keuangan negara pada perkara tersebut. Yaitu sekitar Rp223 miliar. 

    Kerugian itu disebabkan oleh investasi pengadaan lahan di Rorotan untuk program rumah down payment (DP) Rp0, yang dilakukan antara BUMD Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) dan emiten konstruksi, PT Totalindo Eka Persada Tbk. (TOPS). 

    “Di mana dalam perkara ini, diduga adanya penyimpangan proses investasi antara PPSJ dan PT TEP dalam pengadaan tanah dan telah mengakibatkan kerugian negara senilai Rp223 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).

    Dengan dihadirkannya ahli AF itu, terang Budi, tim JPU KPK di persidangan tersebut berharap agar Majelis Hakim bakal melihat keterangan-keterangan ahli secara objektif dalam mendukung pembuktian perkara dimaksud. 

    Adapun, pada persidangan tersebut tim JPU KPK mendakwa empat orang menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp224,69 miliar terkait dengan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Korupsi itu terjadi di lingkungan PPSJ selama 2019-2021. 

    JPU menyebut perbuatan melawan hukum yang dilakukan para terdakwa itu juga untuk memperkaya diri utamanya bekas Direktur Utama PT TEP Donald Sihombing dan bekas Direktur Utama PPSJ Yoory Corneles Pinontoan. 

    Yoory sebelumnya telah diadili di dua perkara lainnya yang masih berkaitan dengan program rumah DP Rp0, yakni untuk pengadaan di Munjul dan Pulogebang. Ketiga kasus tersebut ditangani oleh KPK.

    Perbuatan korupsi terkait lahan Rorotan itu, terang Jaksa, dilakukan oleh para terdakwa yakni Donald serta bekas Direktur Pengembangan PPSJ Indra S. Arharrys, Komisaris PT TEP Saut Irianto Rajagukguk dan Direktur Keuangan PT TEP Eko Wardoyo. 

    Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka pada kasus lahan Rorotan. Empat terdakwa itu telah ditahan sejak September 2024 lalu, sedangkan Yoory sudah berada di dalam kurungan untuk menjalani masa hukuman pidana atas perkara-perkara sebelumnya. 

  • Pramono Anung ‘Dititipi’ KPK soal Korupsi di Jakarta, Kasus Rorotan?

    Pramono Anung ‘Dititipi’ KPK soal Korupsi di Jakarta, Kasus Rorotan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) Pramono Anung mengaku diingatkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal sejumlah kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Jakarta yang tengah diusut. 

    Hal itu disampaikan oleh beberapa pimpinan KPK yang ada dalam pertemuan dengan Pramono di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (24/3/2025). Menurut Pramono, kasus-kasus tersebut merupakan kasus lama yang telah ditangani sebelum dirinya menjabat gubernur. 

    “Tadi diingatkan beberapa kasus lama yang belum selesai, tentunya itu menjadi catatan. Dan kami juga akan, kalau memang kasus itu belum berhenti tentunya pemerintah Jakarta juga mempersiapkan diri untuk itu,” ujar Pramono usai bertemu pimpinan KPK, Senin (24/3/2025). 

    Pramono menyebut hampir seluruh kasus di lingkungan Pemprov Jakarta yang sempat dibahas di pertemuan itu merupakan kasus terdahulu. Namun, dia menyatakan siap untuk membantu KPK apabila dibutuhkan dalam proses penanganannya. 

    Meski demikian, politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu enggan memerinci lebih lanjut kasus apa yang dibahas oleh Pemprov Jakarta dan KPK. 

    “Memang hampir semuanya sebelum saya menjabat, tetapi apapun karena saya sudah menjadi Gubernur DKI Jakarta, itu juga menjadi tanggung jawab saya,” paparnya. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, terdapat beberapa kasus korupsi yang diusut KPK terkait dengan sejumlah pengadaan di lingkungan Pemprov Jakarta. Beberapa di antaranya yakni pengadaan tanah untuk program rumah DP Rp0. 

    Kasus pengadaan tanah itu terjadi di beberapa wilayah yakni Munjul, Pulogebang dan Rorotan. Saat ini, KPK masih mengusut kasus Rorotan dalam tahap penyidikan. Mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan ditetapkan KPK sebagai tersangka pada keseluruhan tiga kasus tersebut. 

  • Kasus Korupsi Tanah Rorotan, KPK Dalami Prosedural Pembelian Lahan Sarana Jaya – Halaman all

    Kasus Korupsi Tanah Rorotan, KPK Dalami Prosedural Pembelian Lahan Sarana Jaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami prosedural dalam pembelian lahan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

    Hal itu didalami penyidik saat memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019–2020, Rabu (5/2/2025).

    Dua saksi yang diperiksa adalah Yadi Robby L, Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya periode tahun 2017–Februari 2021 dan Patrick Untung, Direktur PT Citratama Inti Persada, Direktur PT Kalma Indocorpora, Direktur PT Kalma Propertindo Jaya.

    “Penyidik mendalami terkait dgn pembelian lahan dan prosedural pembelian lahan PPSJ (Perumda Pembangunan Sarana Jaya),” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).

    Dalam kasus korupsi tanah di Rorotan, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing; eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memaparkan,  PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank. 

    Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu. 

    Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. 

    Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp117 miliar. 

    Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.

    “Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

    Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. 

    Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. 

    Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran kerja sama operasi (KSO) dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

    Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

    “Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut,” sebut Asep.

    Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

  • Sidang Vonis Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Pulo Gebang Terdakwa Rudy dan Tommy Ditunda – Halaman all

    Sidang Vonis Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Pulo Gebang Terdakwa Rudy dan Tommy Ditunda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua majelis hakim Bambang Joko Winarno menunda vonis terdakwa pemilik PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono Iskandar dan Direktur Utama PT Adonara Propertindo Tommy Adrian.

    Diketahui keduanya diperkarakan KPK dalam kasus korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang, Jakarta Timur.

    Hakim Bambang di persidangan beralasan ditundanya putusan tersebut dikarenakan saksi yang dihadirkan terdakwa saat persidangan cukup banyak.

    Sehingga butuh waktu untuk mengoreksi. 

    “Sidang atas nama Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian dibuka dan terbuka untuk umum. Sesuai agenda sidang yang lalu agendanya putusan,” kata hakim Bambang di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).

    Kemudian hakim Bambang meminta maaf untuk dua terdakwa karena putusan belum siap.

    “Tapi mohon maaf untuk perkara Pak Rudy dan Tommy belum siap. Jadi Pak Rudy dan Pak Tommy belum bisa dilanjut,” terangnya. 

    Atas hal itu majelis hakim menunda persidangan hingga dua minggu mendatang.

    “Karena saksinya banyak koreksinya lumayan. Saksinya banyak betul. Mohon maaf jadi kita tunda Senin 3 Februari 2025,” terangnya.

    Diketahui pemilik atau beneficial owner PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono Iskandar dituntut sembilan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umun terkait kasus korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang, Jakarta Timur.

    Seperti diketahui, Rudy bersama eks Direktur Utama Perusahaan Perumahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan terlibat kasus korupsi pengadaan lahan yang berada di Kecamatan Cakung tersebut.

    Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum KPK menilai bahwa Rudy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

    Hal itu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Rudy Hartono Iskandar dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 300 juta,” ucap Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (6/12/2024).

    Lebih jauh, Jaksa menyebut jika dalam hal Rudy tidak mampu membayar denda tersebut, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    Selain itu, Rudy juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 224.213.267.000 atau Rp 224,2 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap.

    Nantinya jika terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya akan disita Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.

    “Dalam hal Terdakwa tidak memiliki harta benda yang cukup untuk menutupi uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara 5 tahun,” jelasnya.

    Selain terhadap Rudy, dalam sidang ini Jaksa juga membacakan tuntutan terhadap Direktur Utama PT Adonara Propertindo yakni Tommy Adrian.

    Dalam kasus ini Jaksa menuntut agar majelis hakim menjatuhi Tommy dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebanyak Rp 300 juta.

    “Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 6 bulan,” pungkas Jaksa.

    Adapun dalam perkara ini dua terdakwa bersama Yoory Corneles Pinontoan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp256 miliar terkait pengadaan lahan di Kelurahan Pulo Gebang.

    Kerugian ratusan miliar yang dilakukan oleh Perumda Sarana Jaya tahun untuk proyek pengadaan lahan 2018-2019 itu diketahui dari laporan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Nomor: PE.03.03/SR/SP-85/D5/02/2023 tanggal 30 Januari 2023.

    Diketahui, Perumda Sarana Jaya merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti berupa penyediaan tanah, pembangunan perumahan dan bangunan (umum serta komersil).

    Perusahaan ini juga melaksanakan proyek-proyek penugasan dari Pemprov DKI Jakarta, di antaranya “Pembangunan Hunian DP 0 Rupiah”. 

    Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, Perumda Sarana Jaya mendapatkan Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    Jaksa KPK menyebut, Yoory selaku Direktur Utama PPSJ mengajukan permohonan pemenuhan kecukupan modal perusahaan PPSJ Tahun 2018 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk dianggarkan dalam APBD-P Pemprov DKI Jakarta TA 2018 sejumlah Rp935.997.229.164 pada tanggal 28 Maret 2018.

    Uang hampir Rp1 triliun itu rencana digunakan untuk pembangunan awal proyek Kelapa Village Pondok Kelapa Jakarta Timur (Hunian DP 0 Rupiah) dengan anggaran senilai Rp128.565.672.478.

    Kemudian, pembangunan awal proyek Lebak Bulus Jakarta Selatan dengan anggaran senilai Rp189.534.778.305 dan pembebasan tanah dan pengembangan Proyek Sentra Primer Tanah Abang (SPTA) Jakarta Pusat dengan anggaran senilai Rp262.500.000,000.

    Berikutnya, pengadaan tanah dan pelaksanaan pembangunan tower Rusunami untuk Hunian DP 0 Rupiah di DKI Jakarta dengan anggaran senilai Rp355.396.778.381.

    Singkatnya, Rudi Hartono dan orang kepercayaannya, Tommy Adrian menemui Kepala
    Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Taguh Hendrawan untuk dikenalkan kepada Yoory guna menawarkan tanah Pulo Gebang.

    Padahal, lahan seluas 41.876/meter persegi yang dijual kepada Perumda Sarana Jaya bermasalah.

    “Karena Rudy Hartono dan Tommy Adrian mengetahui bahwa Perumda Sarana Jaya membutuhkan lahan untuk merealisasikan program Hunian DP 0 Rupiah,” ungkap jaksa KPK.

    Selain kepada Teguh Hendrawan, Rudy dan Adrian juga meminta bantuan Anggota DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan dan Mohamad Taufik untuk mengubungi Yoory agar tanah di Pulo Gebang dibeli oleh Perumda Sarana Jaya.

    Dalam dalwaan disebutkan, terjadi kongkalikong antara Rudy Hartono, Tommy Adrian dengan Yoory Corneles untuk membeli lahan tersebut.

    Keputusan pembelian tanah Pulo Gebang dan negosiasi harga tersebut tidak sesuai dengan standar operasinal prosedur karena dilakukan tanpa adanya kajian analisa Permunda Sarana Jaya.

    Selain itu, pembelian ini juga dilakukan tanpa adanya penilaian/appraisal dari konsultan yang ditunjuk oleh Parumda Sarana Jaya dan tanpa didahului rapat pleno Direksi Perusahaan BUMN Pemprov DKI itu.

    “Akhirnya terdakwa Yoory Corneles sepakat untuk membeli tanah Pulo Gebang dengan harga Rp6.950.000,00/m2, di mana penentuan harga dilakukan tanpa disertai kajian terhadap tanah tersebut,” jelas jaksa.

    “Selain itu Tommy Adrian juga menjanjikan kepada terdakwa Yoory Corneles akan memberikan fee senilai 10 persen,” imbuhnya.

  • Kasus Lahan Rumah DP Nol Rupiah, Mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Divonis Hari Ini

    Kasus Lahan Rumah DP Nol Rupiah, Mantan Dirut Perumda Sarana Jaya Divonis Hari Ini

    loading…

    Mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Pinontoan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/9/2021). FOTO/DOK.SINDOnews/SUTIKNO

    JAKARTA – Terdakwa yang juga mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan bakal menghadapi vonis di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025). Vonis terkait kasus dugaan korupsi terkait pengadaan lahan untuk pembangunan rumah DP 0 Rupiah di Pulo Gebang, Jakarta Timur.

    Sedianya sidang pembacaan vonis itu digelar pada Senin (6/1/2025) silam. Namun saat itu Majelis Hakim meminta agar sidang itu ditunda selama dua pekan lantaran membutuhkan waktu untuk mengoreksi putusan.

    “Masih membutuhkan waktu untuk mengkoreksi putusan sebelum dibacakan. Untuk itu kami mohon maaf, majelis belum bisa membacakan hari ini, kami mohon waktu dua minggu lagi,” kata Ketua Majels Hakim, Bambang Joko, Senin (6/1/2025) silam.

    Dalam perkara ini, Yoory didakwa bersama-sama dengan Tommy Adrian Direktur Operasional PT Adonara Propertindo dan Rudy Iskandar selaku beneficial owner PT Adonara Propertindo. Ketiganya didakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan korupsi dalam kurun November 2018-November 2021.

    Ketiganya diduga telah merugikan negara terkait dengan pembelian lahan di kawasan Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur, untuk digunakan dalam pembangunan hunian DP Rp0 rupiah. Namun, tanah yang dibeli disebut bermasalah dan tidak sesuai dengan spesifikasi harga yang dibayarkan. Sehingga menimbulkan kerugian negara.

    Tanah tersebut dibeli Yoory dari PT Adonara Propertindo yang merupakan perusahaan bidang properti yang didirikan oleh Rudy Hartono Iskandar. Sejumlah pihak diperkaya dalam pengadaan tanah tersebut. Mereka adalah:

    – Yoory Corneles sebesar Rp31.817.379.000; dan

    – Rudy Hartono Iskandar selaku beneficial owner PT Adonara Propertindo Rp224.213.267.000

    “Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp256.030.646.000,” kata jaksa KPK membacakan dakwaan.

    (abd)

  • 3 Terdakwa Pungli Rutan KPK Tolak Bayar Uang Pengganti

    3 Terdakwa Pungli Rutan KPK Tolak Bayar Uang Pengganti

    3 Terdakwa Pungli Rutan KPK Tolak Bayar Uang Pengganti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tiga terdakwa kasus dugaan pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (
    Rutan KPK
    ) menolak tuntutan jaksa yang meminta meminta mereka membayar uang pengganti.
    Ketiga terdakwa itu yakni Suharlan, Ricky Rachmawanto, dan Ramadhan Ubaidillah yang berperan mengambil uang dari tahanan pengepul uang pungli.
    Penolakan ini disampaikan tim kuasa hukum ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Kami menolak secara tegas tuntutan berupa uang pengganti tersebut tidak masuk dalam surat dakwaan jaksa KPK,” kata pengacara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
    Pengacara menyebut, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur, surat tuntutan jaksa tidak boleh menyimpang dari surat dakwaan.
    Pasal 182 undang-undang tersebut menyatakan bahwa surat tuntutan harus sesuai fakta persidangan dan materi yang termuat dalam surat dakwaan.
    Menurut pengacara, surat tuntutan yang tidak sesuai dakwaan berpeluang menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa.
    “Jaksa wajib menjaga konsistensi antara dakwaan dan Tuntutan, kecuali jika ada perubahan dakwaan yang disetujui dalam persidangan,” ujar pengacara.
    Pengacara lantas menyebut bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengabaikan surat tuntutan jaksa KPK.
    “Mempertimbangkan putusan yang relevan dengan dakwaan,” tutur pengacara.
    Dalam perkara ini, Suharlan dituntut membayar uang pengganti Rp 103.400.000, Ricky Rachmawanto Rp 116.450.000, dan Ramadhan Ubaidillah, Rp 135.200.000
    Pada tuntutan pidana pokoknya, jaksa meminta Suharlan, Ricky, dan Ubaidillah dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Dalam perkara ini, Jaksa KPK mendakwa 15 orang eks petugas Rutan KPK melakukan pungutan liar kepada para tahanan KPK mencapai Rp 6,3 miliar.
    Mereka adalah eks Kepala Rutan (Karutan) KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK Deden Rohendi; dan eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK Ristanta dan eks Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK, Hengki.
    Kemudian eks petugas di
    rutan KPK
    , yaitu Erlangga Permana, Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, Ramadhan Ubaidillah A.
    Berdasarkan surat dakwaan, para terdakwa disebut menagih pungli kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan berbagai fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank,  serta bocoran informasi soal inspeksi mendadak. 
    Tarif pungli itu dipatok dari kisaran Rp 300.000 sampai Rp 20 juta.

    Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung, serta dikendalikan oleh petugas Rutan yang ditunjuk sebagai “Lurah” dan koordinator di antara tahanan.
    Uang yang terkumpul nantinya akan dibagi-bagikan ke kepala rutan dan petugas rutan. Jaksa KPK mengungkapkan, Fauzi dan Ristanta selaku kepala rutan memperoleh Rp 10 juta per bulan dari hasil pemerasan tersebut.
    Sedangkan, para mantan kepala keamanan dan ketertiban mendapatkan jatah kisaran Rp 3-10 juta per bulan.
    Para tahanan yang diperas antara lain, Yoory Corneles Pinontoan, Firjan Taufan, Sahat Tua P Simanjuntak, Nurhadi, Emirsyah Satar, Dodi Reza, Muhammad Aziz Syamsuddin, Adi Jumal Widodo, Apri Sujadi, Abdul Gafur Mas’ud, Dono Purwoko dan Rahmat Effendi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.