Tag: Yoon Suk Yeol

  • Batal Dimakzulkan, Han Duck Soo Kembali Menjabat Presiden Sementara Korea Selatan – Halaman all

    Batal Dimakzulkan, Han Duck Soo Kembali Menjabat Presiden Sementara Korea Selatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (MK Korsel) membatalkan pemakzulan Perdana Menteri Han Duck Soo.

    Keputusan ini pun mengembalikan Han ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden sementara Korea Selatan.

    Han berjanji akan fokus mengarahkan ekonomi terbesar keempat di Asia di tengah ketidakstabilan politik dan perang dagang Amerika Serikat (AS).

    Putusan tersebut diumumkan pada Senin (24/3/2025) dan segera mengakhiri ketidakpastian politik yang berlangsung selama berbulan-bulan.

    Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memutuskan dengan suara tujuh banding satu untuk membatalkan pemakzulan Han.

    Han kembali menjalankan tugas kepresidenan selama Presiden Yoon Suk Yeol, yang dimakzulkan karena penerapan darurat militer pada Desember lalu, masih menunggu keputusan final Mahkamah Konstitusi.

    “Saya yakin rakyat menegaskan dengan satu suara bahwa konfrontasi ekstrem dalam politik harus dihentikan,” ujar Han dalam komentar yang disiarkan televisi, seperti dikutip dari Reuters, Senin (24/3/2025).

    Sebagai penjabat presiden, ia berjanji akan menjaga kestabilan administrasi negara dan berupaya melindungi kepentingan nasional dalam perang dagang.

    Putusan ini menandai perubahan signifikan dalam ketidakstabilan politik Korsel dalam beberapa bulan terakhir.

    Mengutip The Straits Times, Han, yang kini berusia 75 tahun, memiliki pengalaman lebih dari tiga dekade di bawah lima presiden dari berbagai latar belakang politik.

    Meskipun dianggap sebagai tokoh bipartisan, oposisi menuduhnya tidak berbuat cukup untuk mencegah Yoon menerapkan darurat militer.

    Tuduhan tersebut telah dibantah oleh Han, yang menghadiri satu-satunya sidang dalam kasusnya pada 19 Februari lalu.

    Gejolak Politik dan Respons Internasional

    Korea Selatan merupakan salah satu eksportir teratas dunia.

    Kini Seoul tengah bersiap menghadapi dampak dari berbagai kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

    Korsel telah menerapkan tarif untuk baja dan aluminium serta tengah berupaya mendapatkan pengecualian dari tarif balasan AS yang akan berlaku bulan depan.

    Krisis politik di negara itu bermula ketika Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024.

    Keputusan tersebut memicu gejolak besar, termasuk pemakzulan dan pengunduran diri beberapa pejabat tinggi.

    Deklarasi darurat militer Yoon hanya bertahan enam jam sebelum parlemen menolaknya dan anggota parlemen terpaksa melompati pagar untuk menghindari penjagaan keamanan.

    Parlemen kemudian memakzulkan Han Duck Soo pada 27 Desember 2024, setelah ia menolak menunjuk tiga hakim baru di Mahkamah Konstitusi.

    Selama pemakzulan Han, Menteri Keuangan Choi Sang-mok sempat menjabat sebagai presiden sementara.

    Darurat militer yang sempat diterapkan oleh Yoon memicu ketegangan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kalangan sekutu Korea Selatan, termasuk Amerika Serikat.

    Washington mengkhawatirkan dampaknya terhadap stabilitas kawasan, terutama dalam hubungannya dengan Tiongkok dan Korea Utara.

    Dengan kembalinya Han ke kursi kepemimpinan, Korea Selatan kini menghadapi tantangan besar dalam menstabilkan politik domestik serta mengatasi tekanan ekonomi global.

    Keputusan Mahkamah Konstitusi ini diharapkan dapat mengakhiri ketidakpastian politik dan membawa pemerintahan Korea Selatan kembali ke jalur stabilitas.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

  • Jalan Hidup Presiden Korsel: Dimakzulkan, Dipenjara, Kini Bebas

    Jalan Hidup Presiden Korsel: Dimakzulkan, Dipenjara, Kini Bebas

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol telah menjadi sorotan dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini terjadi setelah ia secara sepihak menerapkan darurat militer di negara itu pada 3 Desember lalu.

    Tindakan ini pun membawanya dalam sebuah pemakzulan oleh parlemen. Setelah dimakzulkan, ia ditahan oleh otoritas Negeri Ginseng. Nasibnya mulai membaik setelah pada Jumat (7/3/2025) lalu setelah pengadilan membatalkan surat perintah penangkapannya.

    Berikut sederet perjalanan hidup Yoon, dari bawah hingga berkuasa, dan dari keterpurukan hingga bebas.

    Dari Nol hingga Berkuasa

    Yoon adalah pendatang baru dalam dunia politik saat ia memenangkan kursi kepresidenan. Ia menjadi terkenal secara nasional setelah mengajukan tuntutan kasus korupsi terhadap mantan Presiden Park Geun Hye yang dipermalukan pada tahun 2016.

    Pada tahun 2022, politikus kelahiran 1960 ini mengalahkan lawannya dari partai liberal Lee Jae Myung dengan selisih kurang dari 1% suara. Saat itu, Yoon dianggap sebagai tokoh yang dapat membawa perubahan besar bagi Korsel.

    “Mereka yang memilih Yoon percaya bahwa pemerintahan baru di bawah Yoon akan mengejar nilai-nilai seperti prinsip, transparansi, dan efisiensi,” kata Don S Lee, profesor madya administrasi publik di Universitas Sungkyunkwan.

    Selama memimpin, Yoon telah memperjuangkan sikap agresif terhadap Korea Utara (Korut). Ia bahkan meningkatkan kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat menuju level ‘basis nuklir’ sebagai upaya untuk menahan ambisi Pyongyang.

    Skandal dan kesalahan

    Yoon dikenal karena kesalahan-kesalahannya, yang tidak membantu peringkatnya. Selama kampanye 2022, ia harus menarik kembali komentarnya bahwa presiden otoriter Chun Doo Hwan, yang mengumumkan darurat militer dan bertanggung jawab atas pembantaian para pengunjuk rasa pada tahun 1980, telah ‘pandai berpolitik’.

    Kemudian pada tahun itu, ia kedapatan sedang berbicara menggunakan mikrofon sambil mengumpatkan kata ‘idiot’ di depan anggota parlemen AS. Rekaman itu dengan cepat menjadi viral di Korsel.

    Selain kesalahan, Yoon juga dilanda skandal. Sebagian besar skandal berpusat di sekitar istrinya, Kim Keon Hee, yang dituduh melakukan korupsi dan penyalahgunaan pengaruh, terutama dugaan menerima tas Dior dari seorang pendeta.

    Pada bulan November, Yoon meminta maaf atas nama istrinya sambil menolak seruan untuk melakukan penyelidikan atas aktivitasnya. Namun, ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.

    Meski begitu, popularitasnya sebagai presiden masih belum stabil. Pada awal November, peringkat persetujuannya anjlok hingga 17%, rekor terendah sejak ia menjabat.

    Terpojok di Depan Oposisi

    Pada bulan April, Partai Demokrat yang beroposisi memenangkan pemilihan parlemen dengan telak, sehingga menimbulkan kekalahan telak bagi Yoon dan Partai Kekuatan Rakyatnya.

    Dalam laporan BBC News, setelah kemenangan Partai Demokrat, pemerintahannya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan. Mereka malah dipaksa untuk memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.

    Ada satu momen di mana Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden.

    “Yoon diturunkan jabatannya menjadi presiden yang tidak berdaya dan terpaksa memveto rancangan undang-undang yang disahkan oposisi, sebuah taktik yang ia gunakan dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.” kata Celeste Arrington, direktur Institut Studi Korea Universitas George Washington.

    Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.

    Darurat militer

    Dalam pidatonya saat mencetuskan darurat militer, Yoon menceritakan upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya. Ia kemudian mengumumkan darurat militer untuk ‘menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan’.

    Walau begitu, Parlemen Korsel, Majelis Nasional tetap mengambil posisi untuk menentang situasi darurat tersebut. Setelah 7 jam darurat militer berlangsung, Majelis Nasional, yang dihadiri 190 dari 300 anggotanya, menolak tindakan tersebut dan dengan demikian, deklarasi darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.

    Direktur Institut Studi Korea Universitas George Washington, Celeste Arrington, mengatakan bahwa Yoon memang telah mengalami pelemahan dalam pemerintahannya, dengan posisi oposisi yang lebih kuat

    “Yoon diturunkan jabatannya menjadi presiden yang tidak berdaya dan terpaksa memveto rancangan undang-undang yang disahkan oposisi, sebuah taktik yang ia gunakan dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya.” kata Arrington.

    Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.

    Pemakzulan

    Yoon secara resmi dimakzulkan pada 14 Februari oleh Majelis Nasional. Dalam pantauan, tercatat semua anggota Majelis Nasional yang 300 orang ikut dalam pemungutan suara itu. Tercatat, ada 204 suara yang meminta Yoon diturunkan, sehingga presiden itu harus lengser dari jabatannya.

    Dengan ini, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. Jika para hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.

    Penangkapan

    Pada tanggal 15 Januari, Yoon menjadi presiden pertama yang s yang ditangkap atas tuduhan pidana setelah memaksakan darurat militer secara sepihak pada 3 Desember lalu. Penangkapannya dilakukan Kantor Investigasi Korupsi Korsel (CIO), meski mendapatkan penghadangan dari pasukan pengawal presiden (PSS) dan militer mencegah lembaga tersebut menangkap figur 64 tahun itu.

    Batal Dipenjara

    Pada Jumat, 7 Maret lalu, Pengadilan Korea Selatan (Korsel) membatalkan surat perintah penangkapan Yoon. Hal ini kemudian membuka jalan bagi pembebasannya dari penjara pasca penangkapannya Januari lalu atas tuduhan pemberontakan atas penerapan darurat militer sementara.

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa putusannya didasarkan pada waktu dakwaan yang dikeluarkan setelah masa penahanan awal berakhir. Mereka juga mencatat ‘pertanyaan tentang legalitas’ proses investigasi yang melibatkan dua lembaga terpisah.

    Tim pembela juga berpendapat bahwa surat perintah yang dikeluarkan pada tanggal 19 Januari yang memperpanjang penahanan Yoon tidak sah karena permintaan yang diajukan oleh jaksa penuntut cacat secara prosedural.

    “Keputusan pengadilan untuk membatalkan penangkapan menunjukkan supremasi hukum negara ini masih berlaku,” kata pengacara Yoon dalam sebuah pernyataan.

    Meski begitu, Pengacara Yoon juga mengatakan bahwa ia mungkin tidak akan segera dibebaskan karena jaksa penuntut dapat mengajukan banding. Kantor kejaksaan tidak segera mengomentari putusan tersebut.

    (fab/fab)

  • Yoon Suk Yeol Dibebaskan! Lambaikan Tangan saat Keluar dari Penjara

    Yoon Suk Yeol Dibebaskan! Lambaikan Tangan saat Keluar dari Penjara

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol telah dibebaskan dari penjara sehari setelah pengadilan membatalkan surat perintah penangkapannya.

    Rekaman yang ditayangkan di saluran TV lokal menunjukkan Yoon Suk Yeol meninggalkan penjara pada Sabtu 8 Maret 2025, melambaikan tangannya dan membungkuk dalam-dalam kepada para pendukungnya.

    Meskipun dibebaskan, persidangan pidana dan pemakzulan Yoon Suk Yeol berlanjut atas pemberlakuan darurat militer yang berumur pendek pada 3 Desember 2024.

    “Keputusan pengadilan menegaskan bahwa penahanan presiden bermasalah. baik dalam aspek prosedural maupun substantif,” ucap kuasa hukum Yoon Suk Yeol.

    Dia menyebut, putusan itu sebagai awal dari perjalanan untuk memulihkan supremasi hukum. Dalam sebuah pernyataan, Yoon Suk Yeol yang tetap diskors dari tugas resmi, berterima kasih kepada pengadilan atas apa yang dia gambarkan sebagai keberanian dan tekad mereka dalam mengoreksi ilegalitas.

    Alasan Yoon Suk Yeol Dibebaskan

    Tim Yoon Suk Yeol mengajukan permintaan untuk membatalkan surat perintah penangkapannya ke Pengadilan Distrik Pusat Seoul bulan lalu, mengaku itu ilegal. Dia ditangkap pada Januari 2025 atas tuduhan pemberontakan.

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengatakan bahwa pihaknya menerima permintaan Yoon Suk Yeol untuk dibebaskan dari penjara pada Jumat 7 Maret 2025, dengan alasan perlunya menjawab pertanyaan tentang legalitas penyelidikan terhadap presiden.

    Jaksa Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa mereka belum mengajukan banding atas pembebasan Yoon Suk Yeol pada Sabtu 8 Maret 2025.

    “Markas Besar Investigasi Khusus Darurat telah mengirim perintah pembebasan untuk Presiden Yoon ke Pusat Penahanan Seoul hari ini,” kata jaksa penuntut dalam sebuah pernyataan.

    Penyelidik menuduh bahwa dekrit darurat militer singkat Yoon Suk Yeol sama dengan pemberontakan. Jika dia dihukum karena pelanggaran itu dalam persidangan pidananya, dia akan menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup.

    Mahkamah konstitusi juga diperkirakan akan memutuskan secara terpisah dalam beberapa hari mendatang apakah akan mengembalikan atau mencopot Yoon Suk Yeol dari kursi kepresidenan.

    ‘Menjerumuskan Orang ke Dalam Krisis’

    Sekitar 55.000 pendukung Yoon Suk Yeol berunjuk rasa di distrik utama Seoul pada Sabtu 8 Maret 2025. Sementara itu, 32.500 orang berdemonstrasi menentangnya di dekat Mahkamah Konstitusi.

    Sebuah jajak pendapat Gallup Korea mengungkapkan bahwa 60 persen responden ingin Yoon Suk Yeol dicopot dari jabatannya. Oposisi utama Partai Demokrat pun mengkritik keputusan jaksa.

    “Jaksa Melemparkan negara dan rakyat ke dalam krisis,” ujarnya.

    Mereka pun mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mencopot Yoon Suk Yeol dari jabatannya sesegera mungkin. Sebelum keputusan jaksa, ratusan pendukung Yoon Suk Yeol juga melakukan protes di depan Kantor Kejaksaan Agung.

    Apa yang Terjadi Selanjutnya?

    Pakar hukum mengatakan bahwa meskipun keputusan oleh pengadilan distrik bukanlah pembenaran bagi Yoon Suk Yeol, itu menimbulkan pertanyaan tentang integritas dakwaan dan menyentuh masalah hukum yang tidak memiliki preseden yang jelas.

    “Jika pertanyaan tentang legalitas proses penyelidikan tidak dijelaskan, itu dapat menjadi alasan bagi pengadilan yang lebih tinggi untuk membatalkan putusan pengadilan persidangan,” tutur Pengadilan Distrik Pusat Seoul dalam pernyataannya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    Argumen berakhir dalam persidangan pemakzulan Yoon Suk Yeol yang terpisah pekan lalu. Jika dia dicopot, pemilihan presiden baru akan diadakan dalam waktu 60 hari.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jalan Hidup Presiden Korsel: Dimakzulkan, Dipenjara, Kini Bebas

    Momen Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Bebas Dari Tahanan

    HOME

    MARKET

    MY MONEY

    NEWS

    TECH

    LIFESTYLE

    SHARIA

    ENTREPRENEUR

    CUAP CUAP CUAN

    CNBC TV

    Loading…

    `

    $(‘#loaderAuth’).remove()
    const dcUrl=”https://connect.detik.com/dashboard/”;

    if (data.is_login) {
    $(‘#connectDetikAvatar’).html(`

    `);
    $(‘#UserMenu’).append(`
    ${prefix}

    My Profile

    Logout

    ${suffix}
    `);

    $(“#alloCardIframe”).iFrameResize();

    } else {
    prefix = “

    $(‘#connectDetikAvatar’).html(`

    `);
    $(‘#UserMenu’).append(`
    ${prefix}

    REGISTER

    LOGIN
    ${suffix}
    `);
    }
    }

  • Yoon Suk Yeol Dibebaskan: Reaksi Partai dan Implikasinya – Halaman all

    Yoon Suk Yeol Dibebaskan: Reaksi Partai dan Implikasinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM  – Pada hari Jumat, 7 Februari 2025, Presiden Korea Selatan yang telah dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, dibebaskan dari penjara setelah pengadilan membatalkan surat perintah penangkapannya.

    Berita ini mengguncang jagat politik Korea Selatan yang tengah dilanda berbagai kontroversi.

    Mengapa Pengadilan Membatalkan Penangkapan Yoon?

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul menyatakan bahwa pembatalan penangkapan Yoon didasarkan pada waktu dakwaan yang diajukan setelah masa penahanannya berakhir.

    Pengadilan mempertanyakan keabsahan penyelidikan yang dilakukan oleh Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi terkait tuduhan pemberontakan yang dialamatkan kepada Yoon.

    Dokumen pengadilan menyebutkan, “Wajar untuk menyimpulkan bahwa dakwaan diajukan setelah masa penahanan terdakwa berakhir.” Ini menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses hukum yang menimpa Yoon.

    Pengadilan menegaskan pentingnya kejelasan prosedural dan menghilangkan keraguan mengenai legalitas proses investigasi.

    Mereka menganggap bahwa keputusan untuk membatalkan penahanan adalah langkah yang tepat dalam konteks hukum yang ada.

    Reaksi dari Partai Politik Setelah Pembebasan

    Kantor kepresidenan menyambut baik keputusan tersebut dan menegaskan bahwa mereka menantikan Yoon untuk segera kembali menjalankan tugasnya.

    Kwon Youngse, pemimpin sementara Partai Kekuatan Rakyat (PKR) yang berkuasa, juga memberikan sambutan positif terhadap keputusan pengadilan.

    Dia menyatakan, “Kami menyambut baik bersama dengan rakyat bahwa pengadilan membuat keputusan yang bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan hati nurani.” Kwon berharap Mahkamah Konstitusi juga akan membuat putusan yang adil.

    Bagaimana dengan Oposisi?

    Namun, tidak semua partai politik merespon dengan positif.

    Partai Demokrat, oposisi utama, menunjukkan kemarahan atas pembebasan Yoon dan meminta jaksa untuk segera mengajukan banding.

    Ketua DP, Lee Jaemyung, menegaskan bahwa meskipun ada kesalahan dalam perhitungan jaksa, itu tidak meniadakan fakta bahwa Yoon telah melanggar konstitusi.

    Sebelum penangkapan, Yoon Suk Yeol terlibat dalam deklarasi militer yang disertai pengerahan pasukan, yang mengakibatkan kerusuhan di gedung parlemen.

    Penyidik Korea Selatan menuduhnya melakukan pemberontakan.

    Meski status darurat militer telah dicabut, Yoon harus menghadapi penyelidikan lebih lanjut dari Lembaga Tinggi Investigasi Korupsi dan Kejaksaan Korea Selatan.

    Apa Yang Menjadi Penyebab Ketegangan?

    Ketegangan ini berakar dari perselisihan antara Yoon dan parlemen yang dikuasai oleh oposisi mengenai anggaran dan sejumlah tindakan lain.

    Majelis Nasional Korea Selatan menganggap deklarasi Yoon sebagai tindakan ilegal dan tidak konstitusional.

    Dalam hal ini, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat juga menyatakan bahwa tindakan Yoon merupakan langkah yang salah.

    Apa Arti Pembebasan Ini untuk Masa Depan Politik Korea Selatan?

    Pembebasan Yoon Suk Yeol menimbulkan banyak pertanyaan mengenai masa depan politik di Korea Selatan.

    Apakah Yoon akan kembali berkuasa dengan dukungan dari para pendukungnya, ataukah ketegangan politik akan semakin meningkat di tengah protes dan penolakan dari partai oposisi?

    Hasil dari situasi ini akan sangat menentukan arah kebijakan dan stabilitas politik di negara tersebut ke depannya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Bebas dari Penjara

    Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Bebas dari Penjara

    Jakarta

    Presiden Korea Selatan (Korsel) yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol dibebaskan dari tahanan pada hari Sabtu (8/3). Dia berjalan keluar dari pusat tahanan sambil tersenyum, sebelum membungkukkan badannya di depan para pendukung yang menunggu.

    Para pendukungnya bersorak saat presiden yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen itu berjalan di depan mereka, sebelum masuk ke dalam mobil.

    “Saya menundukkan kepala sebagai rasa terima kasih kepada rakyat negara ini,” kata Yoon dalam sebuah pernyataan yang dirilis melalui pengacaranya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (8/3/2025).

    Yoon bebas dari penjara setelah pengadilan Korea Selatan membatalkan surat perintah penangkapan terhadapnya. Putusan pengadilan ini memungkinkan pembebasan Yoon dari tahanan.

    Putusan pengadilan ini, seperti dilansir AFP, Jumat (7/3/2025), menanggapi pengajuan tim pengacara Yoon yang meminta pengadilan membatalkan surat perintah penangkapan terhadap kliennya, yang dilaksanakan bulan lalu.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Dalam argumennya, tim pengacara Yoon menyebut penahanan kliennya tidak sah karena jaksa penuntut menunggu terlalu lama untuk mendakwanya.

    “Wajar untuk menyimpulkan bahwa dakwaan diajukan setelah masa penahanan terdakwa berakhir,” sebut dokumen Pengadilan Distrik Pusat Seoul.

    “Untuk memastikan kejelasan prosedural dan menghilangkan keraguan mengenai legalitas proses investigasi, akan tepat untuk mengeluarkan keputusan untuk membatalkan penahanan,” imbuh dokumen pengadilan tersebut.

    Yoon yang mantan jaksa ini menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan pada Desember lalu, dengan secara tiba-tiba menetapkan darurat militer yang menangguhkan pemerintahan sipil untuk sementara dan mengirimkan tentara ke gedung parlemen.

    Dia didakwa melakukan pemberontakan atas penetapan darurat militer yang berlangsung singkat tersebut.

    Lihat juga Video: Pembelaan Presiden Korsel di Sidang Akhir Pemakzulan

  • Drama Terbaru Presiden Korsel, Perintah Penangkapan Dibatalkan

    Drama Terbaru Presiden Korsel, Perintah Penangkapan Dibatalkan

    Seoul

    ‘Drama politik’ Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, berlanjut. Setelah dia ditangkap karena polemik darurat militer, kini dia dibebaskan setelah ditahan sejak Januari lalu.

    Desember 2024 lalu, Yoon Suk Yeol tiba-tiba saja menetapkan darurat militer yang berusia semalam. Pemerintahan sipil ditangguhkan. Tentara masuk gedung parlemen.

    Kekacauan nasional yang ditimbulkan keputusan kontroversial Yoon menjadi panjang urusannya. Korsel menjadi tegang.

    Singkat cerita, penegak hukum Korsel berusaha menangkap Yoon, pria usia 64 tahun itu. Yoon menolak. Usai ketegangan antara tim keamanan dan para penyidik lembaga penegak hukum, Yoon akhirnya ditangkap pada 15 Januari lalu.

    Selain terjerat kasus pidana, Yoon juga menghadapi sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi. Sidang pemakzulan ini merupakan kelanjutan atas keputusan bulat parlemen Korsel memakzulkan Yoon terkait langkahnya menetapkan darurat militer itu.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Persidangan di Mahkamah Konstitusi ini akan menentukan apakah pemakzulannya diperkuat dan Yoon diberhentikan secara resmi dari jabatannya, atau dia akan dikembalikan pada jabatannya sebagai Presiden Korsel.

    Halaman selanjutnya, Yoon dibebaskan:

    Perintah Penangkapan Dibatalkan

    Yoon Suk Yeol (via REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)

    Pengadilan Korsel membatalkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen. Putusan pengadilan ini memungkinkan pembebasan Yoon dari tahanan.

    Putusan pengadilan ini, seperti dilansir AFP, Jumat (7/3/2025), menanggapi pengajuan tim pengacara Yoon yang meminta pengadilan membatalkan surat perintah penangkapan terhadap kliennya, yang dilaksanakan bulan lalu.

    Dalam argumennya, tim pengacara Yoon menyebut penahanan kliennya tidak sah karena jaksa penuntut menunggu terlalu lama untuk mendakwanya.

    “Wajar untuk menyimpulkan bahwa dakwaan diajukan setelah masa penahanan terdakwa berakhir,” sebut dokumen Pengadilan Distrik Pusat Seoul.

    “Untuk memastikan kejelasan prosedural dan menghilangkan keraguan mengenai legalitas proses investigasi, akan tepat untuk mengeluarkan keputusan untuk membatalkan penahanan,” imbuh dokumen pengadilan tersebut.

    Yoon yang mantan jaksa ini menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan pada Desember lalu, dengan secara tiba-tiba menetapkan darurat militer yang menangguhkan pemerintahan sipil untuk sementara dan mengirimkan tentara ke gedung parlemen.

    Dia didakwa melakukan pemberontakan atas penetapan darurat militer yang berlangsung singkat tersebut.

    Halaman selanjutnya, menunggu putusan:

    Menunggu Putusan MK

    Pendukung Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Menanti Putusan Akhir Pemakzulan. (AP/Ahn Young-joon)

    MK Korsel akan memutuskan apakah Yoon Suk Yeol akan dimakzulkan dari jabatan kepresidenan atau dia kembali lagi menjabat sebagai presiden. Putusan untuk sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi Korsel ini diperkirakan akan disampaikan pada pertengahan Maret, atau kira-kira tidak lama lagi.

    Beberapa Presiden Korsel sebelumnya yang juga dimakzulkan, Park Geun Hye dan Roh Moo Hyun harus menunggu masing-masing 11 hari dan 14 hari untuk mengetahui nasib mereka.

    Jika Yoon secara resmi dicopot dari jabatannya, maka Korsel harus menggelar pemilihan presiden (pilpres) terbaru dalam waktu 60 hari.

    Dalam kasus pidana, Yoon terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Persidangan kasus pidana ini baru dimulai pekan lalu. Yoon juga merupakan presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang menghadapi sidang seperti ini.

    Halaman 2 dari 3

    (dnu/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pasar Saham Global Anjlok, Nikkei 225 Jatuh Lebih dari 2 Persen

    Pasar Saham Global Anjlok, Nikkei 225 Jatuh Lebih dari 2 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar saham global sebagian besar melemah pada Jumat (7/3/2025). Indeks acuan di Tokyo bahkan turun lebih dari 2% setelah aksi jual besar di Wall Street. 

    Dilansir dari AP, penurunan saham global ini dipicu oleh kekhawatiran investor menjelang laporan ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis pada Jumat malam.

    DAX Jerman melemah 1,3% menjadi 23.122,31, sementara CAC 40 di Paris melemah 0,6% ke 8.149,37. FTSE 100 Inggris juga turun 0,2% menjadi 8.662,65.

    Di Asia, indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 2,2% ke level 36.887,17, tertekan oleh aksi jual saham teknologi. Saham Tokyo Electron, produsen cip komputer, turun 3,1%, sementara pembuat peralatan pengujian Advantest melemah 2,3%. Saham-saham ini sebelumnya juga mengalami penurunan tajam di bursa AS.

    Hang Seng Hong Kong berbalik melemah 0,6% menjadi 24.231,30, sementara Shanghai Composite turun 0,3% ke 3.372,55. Di Australia, indeks S&P/ASX 200 merosot 1,8% menjadi 7.948,20. Kospi Korea Selatan juga turun 0,5% ke 2.563,48, setelah pengadilan memutuskan pembebasan Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan, sebulan setelah ia ditahan atas kebijakan darurat militernya.

    Indeks Taiex Taiwan juga mengalami penurunan 0,6%, sementara Sensex India naik tipis 0,2%. Di Thailand, indeks SET menguat 0,9%.

    Para analis memperkirakan volatilitas pasar masih akan berlanjut seiring perkembangan kebijakan ekonomi global dan laporan ketenagakerjaan AS yang akan menjadi indikator penting bagi pasar keuangan dunia dan mempengaruhi saham-saham global.

  • Drama Terbaru Presiden Korsel, Perintah Penangkapan Dibatalkan

    Perintah Penangkapan Dibatalkan, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Bebas

    Seoul

    Pengadilan Korea Selatan (Korsel) membatalkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen. Putusan pengadilan ini memungkinkan pembebasan Yoon dari tahanan.

    Putusan pengadilan ini, seperti dilansir AFP, Jumat (7/3/2025), menanggapi pengajuan tim pengacara Yoon yang meminta pengadilan membatalkan surat perintah penangkapan terhadap kliennya, yang dilaksanakan bulan lalu.

    Dalam argumennya, tim pengacara Yoon menyebut penahanan kliennya tidak sah karena jaksa penuntut menunggu terlalu lama untuk mendakwanya.

    “Wajar untuk menyimpulkan bahwa dakwaan diajukan setelah masa penahanan terdakwa berakhir,” sebut dokumen Pengadilan Distrik Pusat Seoul.

    “Untuk memastikan kejelasan prosedural dan menghilangkan keraguan mengenai legalitas proses investigasi, akan tepat untuk mengeluarkan keputusan untuk membatalkan penahanan,” imbuh dokumen pengadilan tersebut.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Yoon yang mantan jaksa ini menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan pada Desember lalu, dengan secara tiba-tiba menetapkan darurat militer yang menangguhkan pemerintahan sipil untuk sementara dan mengirimkan tentara ke gedung parlemen.

    Dia didakwa melakukan pemberontakan atas penetapan darurat militer yang berlangsung singkat tersebut.

    Yoon yang berusia 64 tahun ini menolak penangkapan dirinya selama dua pekan, dalam ketegangan antara tim keamanannya dan para penyidik di kediaman resminya di Seoul beberapa waktu lalu. Dia akhirnya ditangkap pada 15 Januari lalu.

    Selain terjerat kasus pidana, Yoon juga menghadapi sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi. Sidang pemakzulan ini merupakan kelanjutan atas keputusan bulat parlemen Korsel memakzulkan Yoon terkait langkahnya menetapkan darurat militer itu.

    Persidangan di Mahkamah Konstitusi ini akan menentukan apakah pemakzulannya diperkuat dan Yoon diberhentikan secara resmi dari jabatannya, atau dia akan dikembalikan pada jabatannya sebagai Presiden Korsel.

  • Usai Putusan MK, Pasangan Romantis Optimistis Hadapi PSU Gorontalo Utara

    Usai Putusan MK, Pasangan Romantis Optimistis Hadapi PSU Gorontalo Utara

    Liputan6.com, Gorontalo – Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara, Roni Imran dan Ramdhan Mapaliey, yang dikenal dengan sebutan “Romantis”, menyatakan kesiapan mereka menghadapi Pemungutan Suara Ulang (PSU) setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Paslon ini menegaskan bahwa keputusan MK bukan akhir dari perjuangan mereka, melainkan momentum baru menuju kemenangan lebih besar.

    Calon Wakil Bupati Ramdhan Mapaliey menegaskan bahwa meskipun putusan MK tidak sesuai dengan harapan mereka, keputusan tersebut tetap harus dihormati sebagai bagian dari proses demokrasi. “Putusan MK bukan penentu kemenangan. Hingga saat ini, pasangan ‘Romantis’ masih menjadi peraih suara terbanyak dalam Pilkada Gorontalo Utara. Dengan adanya PSU, kami semakin optimistis untuk memperbesar kemenangan di pertarungan berikutnya,” ujar Ramdhan dalam konferensi pers, Senin (24/2/2025).

    Ia pun mengajak seluruh pendukungnya untuk tetap solid dan menjaga persatuan menjelang PSU yang akan digelar dalam waktu 60 hari ke depan. “Mari kita kawal proses ini dengan semangat persatuan agar bisa mengantarkan Bapak Haji Roni Imran sebagai Bupati Gorontalo Utara,” tambahnya.

    Sementara itu, Calon Bupati Roni Imran mengajak masyarakat untuk menerima putusan MK dengan bijak. Menurutnya, PSU bukanlah bentuk kekalahan, tetapi kesempatan untuk memperkuat legitimasi kemenangan mereka. Putusan ini menegaskan bahwa MK ingin memastikan proses Pilkada berlangsung secara murni dan demokratis. Kami tidak melihatnya sebagai hambatan, melainkan peluang untuk kembali memenangkan hati rakyat. “Kami menganggap ini seperti periode kedua. Periode pertama kami unggul, dan Insyaallah, periode berikutnya pun kemenangan akan tetap berpihak kepada kami,” kata Roni optimistis.

    Roni juga mengimbau seluruh tim, simpatisan, dan masyarakat Gorontalo Utara untuk menjaga ketertiban serta keamanan selama PSU berlangsung. “Kami berharap seluruh tim dan pendukung tetap solid. Kepada 42 ribu pemilih yang telah memilih kami, mari kita bersatu dan memperkuat barisan. Jika memungkinkan, kita jadikan seluruh pendukung sebagai tim sukses untuk merangkul lebih banyak suara. Insya Allah, kemenangan tetap akan menjadi milik kita,” tandasnya.

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol hadir di pengadilan pada hari Kamis untuk menghadiri sidang di mana para pengacaranya menentang penangkapannya atas tuduhan kriminal yang menuduhnya mendalangi pemberontakan ketika ia memberlakukan darurat militer…