Tag: Yoon Suk Yeol

  • Majelis Nasional Korea Selatan Sahkan Mosi Pemakzulan Tiga Jaksa, Ini Daftarnya

    Majelis Nasional Korea Selatan Sahkan Mosi Pemakzulan Tiga Jaksa, Ini Daftarnya

    ERA.id – Majelis Nasional Korea Selatan mengesahkan mosi pemakzulan terhadap kepala auditor negara dan tiga jaksa tinggi. Pemakzulan itu terkait dengan peran mereka dalam penyelidikan ibu negara Kim Keon Hee dan kantor kepresidenan.

    Mengutip Yonhap News, mosi pemakzulan itu ditujukan untuk Ketua Badan Audit dan Isnpeksi (BAI) Choe Jae-hae; Lee Chang-soo; kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul; dan Cho Sang-won dan Choi Jae-hun, yang merukapan jaksa di bawah Lee.

    Mosi pemakzulan itu disahkan dengan suara 188-4 terhadap Choe, 185-3 untuk Lee, 1887-4 terhadap Cho, dan 186-4 kepada Choi. Sementara anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikot pemungutan suara itu.

    Dalam laporan itu disebutkan bahwa Choe dituduh oleh pihak oposisi melakukan peninjauan yang buruk terhadap dugaan penyimpangan seputar relokasi kantor kepresidenan tahun 2022, yang dilakukan sesuai dengan janji kampanye Presiden Yoon Suk Yeol.

    Sementara itu, ketiga jaksa tersebut dituduh gagal mendakwa ibu negara setelah penyelidikan atas dugaan keterlibatannya dalam skema manipulasi harga saham.

    Mosi pemakzulan awalnya dijadwalkan untuk diajukan ke pemungutan suara pada hari Rabu (4/12), tetapi prosesnya ditunda setelah Yoon mengumumkan darurat militer dalam waktu singkat.

    Partai Demokrat yang merupakan oposisi utama mengatakan akan menunda pemakzulan auditor negara dan jaksa penuntut untuk berkonsentrasi pada pengesahan mosi pemakzulan terhadap Yoon atas keputusan darurat militernya, tetapi mengubah pendiriannya pada hari Kamis setelah PPP mengadopsi penentangan terhadap pemakzulan Yoon sebagai garis partai resminya.

  • Presiden Korea Selatan Dilaporkan Atas Tuduhan Pengkhiantan, Polisi Selidiki

    Presiden Korea Selatan Dilaporkan Atas Tuduhan Pengkhiantan, Polisi Selidiki

    ERA.id – Kepolisian Korea Selatan membuka penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan yang dilakukan oleh Presiden Yoon Suk Yeol. Penyelidikan ini juga sehubungan dengan deklarasi darurat militer pada Selasa (3/12).

    Pengaduan tersebut diajukan oleh oposisi Partai Pembangunan Korea dan 59 kelompok aktivis kepada tim investigasi keamanan. Penyelidikan itu nantinya akan berada di bawah Kantor Investigasi Nasional Badan Kepolisian Nasional.

    Dalam pengaduan tersebut, pelapor bukan hanya mengadukan Yoon saja kepada pihak kepolisian. Tetapi laporan ini juga ditujukan kepada mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, Kepala Staf Angkata Darat Jenderal Park An-su, dan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min.

    Jajaran menteri itu dituduh berkhianat dan tuduhan lain atas peran mereka dalam pengumuman dan pencabutan darurat militer pada Selasa (3/12).

    Menurut laporan Yonhap News, kejaksaan dan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi juga telah menerima pengaduan yang menuduh Yoon melakukan pengkhianatan dan sedang meninjau apakah akan melakukan penyelidikan mereka sendiri atau menyerahkannya kepada polisi.

  • Usai Dilaporkan Kasus Pengkhianatan, Kejaksaan Larang Mantan Menhan Korea Selatan Bepergian

    Usai Dilaporkan Kasus Pengkhianatan, Kejaksaan Larang Mantan Menhan Korea Selatan Bepergian

    ERA.id – Kejaksaan Korea Selatan mengeluarkan larangan bepergian untuk mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun. Larangan ini diberlakukan setelah ada laporan soal dugaan pengkhianatan yang sehubungan dengan darurat militer.

    Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul memberlakukan larangan tersebut setelah sekelompok partai politik kecil mengajukan pengaduan yang menuduh Presiden Yoon Suk Yeol, Kim dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Park An-su melakukan pengkhianatan.

    Sumber pengadilan mengatakan Kim dilarang bepergian sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan tersebut, sebagaimana dikutip Yonhap News.

    Yoon mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam atas saran Kim di tengah kebuntuan politik yang semakin meningkat dengan Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi. Ia membatalkan perintah tersebut enam jam kemudian setelah Majelis memberikan suara untuk mengakhirinya.

    Kim mengajukan pengunduran dirinya setelah kehebohan yang terjadi di Korea Selatan. Ia mengaku bertanggung jawab atas huru-hara yang terjadi dan juga keputusan darurat militer tersebut.

    Sementara Yoon menerima surat pengunduran dirinya pada Kamis (5/12)

  • Ketakutan dan Amarah, Enam Jam yang Mengguncang Korsel

    Ketakutan dan Amarah, Enam Jam yang Mengguncang Korsel

    Jakarta

    Hwang, pemuda berusia 19 tahun di Korsel, sedang menyimak aksi demonstrasi warga Georgia di layar televisi pada Selasa (03/12) malam, saat tiba-tiba tayangan berubah menampilkan kondisi genting yang terjadi di negaranya saat Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer.

    “Saya tak percaya dengan apa yang saya lihat,” kata Hwang, seorang pelajar yang meminta nama lengkapnya tidak dipublikasikan.

    Keesokan harinya, tepatnya Rabu (04/12) siang, Hwang yang masih terkejut dengan perubahan drastis di negerinya, menjadi bagian dari demonstrasi memprotes kebijakan darurat militer di depan gedung Majelis Nasional.

    “Penting bagi saya untuk hadir di sini untuk menunjukkan kami menentang apa yang sedang dilakukan Presiden Yoon,” katanya.

    Kurang dari enam jam, Presiden Yoon Suk Yeol dipaksa untuk mencabut darurat militer, setelah anggota parlemen melakukan pemungutan suara darurat untuk membatalkan pemberlakuan darurat militer tersebut.

    Itu adalah enam jam berisi kekacauan, demonstrasi, ketakutan, dan ketidakpastian di negeri yang membawa Presiden Yoon ke tampuk kekuasaan tertinggi Korea Selatan.

    Pengumuman darurat militer

    Selasa (03/12), tepat pukul 23.00 waktu setempat, Presiden Yoon yang tampak duduk di depan tirai berwarna biru, membacakan pidato yang mengejutkan warga Korea Selatan.

    Kebijakan ini diumumkan Presiden Yoon yang tengah berjuang menghadapi kebuntuan legislasi rancangan undang-undang anggaran negara dan upaya penyelidikan terhadap anggota kabinetnya.

    Getty Images

    Pengumuman ini memantik kegaduhan semalam suntuk di Seoul, ibu kota negeri itu.

    Tak lama berselang setelah dekrit darurat militer, polisi mulai memasang gerbang metal berwarna putih di luar gedung Majelis Nasional yang berlokasi di jantung Seoul, gedung yang selama ini digambarkan sebagai “simbol demokrasi Korea” oleh instansi pariwisata negeri tersebut.

    Militer kemudian mengumumkan semua aktivitas parlemen dihentikan sebagai bagian dari pemberlakuan darurat militer.

    Baca juga:

    Akan tetapi, pengumuman penerapan darurat militer militer dan pengerahan aparat keamanan tidak menghentikan ribuan orang berkumpul di depan gedung tersebut dalam marah dan keprihatinan.

    Kondisi ini mengingatkan pada era lampau. Sebagai negara yang kini menerapkan demokrasi secara penuh, Korea Selatan sebenarnya baru lepas dari bawah rezim otoriter pada 1987. Darurat militer terakhir kali diberlakukan negara ini pada 1979.

    Apa yang terjadi saat ini adalah “gerakan yang tak pernah saya bayangkan akan terjadi di Korea Selatan pada abad ke-21,” kata seorang pelajar, Juye Hong, kepada BBC World Service.

    Upaya perlawanan

    Tak lama setelah darurat militer diumumkan Presiden Yoon, pimpinan oposisi dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, menayangkan siaran langsung lewat Instagram, meminta rakyat untuk hadir di gedung Majelis Nasional dan menggelar demonstrasi di sana.

    Ia juga meminta koleganya, sesama anggota parlemen untuk hadir di gedung Majelis Nasional guna menolak pemberlakuan darurat militer.

    Ratusan warga merespons ajakan itu.

    Ketegangan meruyak seiring warga yang mengenakan mantel musim dingin berdatangan dan berupaya menembus barisan polisi berjaket neon.

    “Tolak darurat militer,” seru para peserta aksi.

    Kendaraan-kendaraan yang membawa personel militer dihadang oleh kerumunan orang. Seorang perempuan berbaring di antara roda-roda kendaraan militer, menantang kehadiran tentara di sana.

    Namun kondisi itu, begitu kontras dengan kondisi bagian Seoul lainnya, yang terkesan normal, meski kebingungan menggelayut.

    “Jalan-jalan tampak normal, orang-orang di sini jelas kebingungan,” kata John Nilsson-Wright, seorang profesor di Universitas Cambridge, kepada BBC World Service, dari Seoul.

    John mengatakan seorang polisi sempat berbincang dengannya “sama bingungnya dengan saya”.

    Seorang perempuan berbaring di jalan untuk menghalangi kendaraan yang mengangkut unit tentara (Reuters)

    Bagi sebagian orang, momen pergolakan itu adalah malam yang panjang.

    “Awalnya saya senang karena tahu saya tidak perlu pergi ke sekolah hari ini,” kata seorang remaja berusia 15 tahun kepada BBC di Seoul, Rabu (04/12).

    “Tapi kemudian rasa takut yang amat sangat hinggap, dan membuat saya terjaga sepanjang malam.”

    “Tak ada kata yang mampu menggambarkan rasa takut saya, bahwa kejadian ini mungkin mengubah kami menjadi seperti Korea Utara,” kata seorang warga yang enggan diungkap identitasnya kepada BBC.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Sementara itu, kabar bahwa pasukan khusus telah dikerahkan ke gedung parlemen mulai menyebar. Suara helikopter terdengar mengitari langit sebelum mendarat di atap gedung parlemen.

    Para wartawan berdesakan di antara kerumunan di luar gerbang, sambil mengambil gambar dengan kamera.

    Kekhawatiran soal potensi pembatasan kerja media membuat para wartawan di Seoul tetap berhubungan satu sama lain sambil bertukar saran tentang cara untuk tetap aman.

    Sementara itu, Ahn Gwi-ryeong, juru bicara berusia 35 tahun dari Partai Demokrat oposisi berhadapan dengan tentara di bawah todongan senjata. Aksinya menarik laras senapan seorang tentara tersorot kamera dan kemudian viral di dunia maya.

    Ahn Gwi-ryeong, juru bicara berusia 35 tahun dari Partai Demokrat oposisi berhadapan dengan tentara di bawah todongan senjata. (BBC)

    “Saya tidak memikirkan hal-hal yang intelektual atau rasional, saya hanya berpikir, ‘Kami harus menghentikan ini, jika kami tidak menghentikannya, tidak ada yang lain,” ungkapnya kepada BBC.

    “Sejujurnya, saya agak takut pada awalnya ketika pertama kali melihat pasukan darurat militer. Saya berpikir, ‘Apakah ini sesuatu yang bisa terjadi di Korea pada abad ke-21, terutama di Majelis Nasional?”

    “Setelah badai malam itu, sulit untuk kembali ke kenyataan,” tambahnya.

    “Saya merasa seperti menyaksikan kemunduran sejarah.”

    Saat Ahn berhadapan dengan para tentara, waktu terus mengejar anggota parlemen oposisi, yang bergegas masuk ke gedung untuk membuat keputusan penjegalan perintah darurat militer. Keputusan Majelis Nasional diketahui mampu membatalkan perintah darurat militer.

    Reuters

    Namun, anggota parlemen dan para pembantunya harus masuk ke dalam. Beberapa dari mereka merangkak melewati kaki pasukan keamanan. Sementara yang lain mendorong dan berteriak kepada tentara bersenjata.

    Kepanikan melanda, banyak dari anggota Majelis Nasional yang terpaksa masuk dengan memanjat pagar dan tembok.

    Hong Kee-won dari Partai Demokrat mengatakan kepada BBC bahwa dirinya harus memanjat pagar setinggi 1,5m untuk memasuki gedung.

    Ia juga sempat dicegat polisi meski sudah menunjukkan identitas yang membuktikan bahwa ia adalah anggota parlemen.

    ReutersPara anggota parlemen harus memaksa masuk ke dalam gedung parlemen

    Hong bilang para pengunjuk rasa membantu mengangkat tubuhnya melewati tembok.

    Dia mengaku sedang terlelap tidur saat Yoon mengumumkan darurat militersaat istrinya membangunkannya, dia langsung bergegas ke gedung parlemen.

    “Demokrasi kuat di sini,” kata Hong.

    “Militer perlu mendengarkan kami, konstitusi, dan bukan presiden.”

    Getty ImagesAnd vote by barricading themselves inside it

    Pemungutan suara

    Para anggota parlemen yang berhasil masuk ke gedung itu berkerumun. Suasana terasa sedikit lebih tenang daripada kondisi di luar.

    Dengan tergesa, mereka membarikade pintu masuk dengan apa pun yang dapat mereka temukan: bangku empuk, meja panjang, sofa.

    Beberapa mencoba memukul mundur tentara yang berhasil masuk ke gedung pertemuan.

    Pada pukul 01.00 waktu setempat, Ketua Majelis Nasional Woo Won-sik mengajukan resolusi agar darurat militer dicabut.

    Dengan itu, kurang dari dua jam setelah pengumuman mendadak Yoon, 190 anggota parlemen yang berkumpul termasuk beberapa orang dari partai Yoon, memberikan suara bulat untuk memblokir darurat militer.

    EPA-EFEAnggota parlemen memberikan suara menentang perintah darurat militer Yoon

    Setelah pemungutan suara, pemimpin oposisi Lee mengatakan kepada wartawan bahwa ini adalah “kesempatan yang menentukan untuk memutus lingkaran setan dan kembali ke masyarakat normal”.

    Pada pukul 04:30, Yoon kembali tampil di televisi, di depan tirai biru yang sama, dan mengatakan bahwa ia akan mencabut darurat militer.

    Namun, ia mengatakan pembatalan baru sah ketika ia dapat mengumpulkan cukup banyak anggota kabinetnya untuk mencabut perintah tersebut.

    Pengumuman itu disambut dengan sorak-sorai di luar gedung. Beberapa jam sebelum fajar, lebih banyak orang keluar dari gedung, dari balik barikade yang mereka porak porandakan.

    Gedung megah itu menanggung kerusakan, dengan lubang di pintu dan jendela yang pecah, sebagai bagian dari upaya warga Korea Selatan yang berusaha menyelamatkan demokrasi.

    Aktivitas di sekolah, tempat usaha, dan bank berjalan seperti biasa pada Rabu (04/12) pagi, sementara pesawat-pesawat terus mendarat tanpa gangguan di ibu kota Korea Selatan yang ramai.

    Namun, kemarahan publik dan dampak politiknya belum mereda.

    Saat matahari terbit pada Rabu, ribuan orang berkumpul mendesak Yoon mundur. Ia juga terjerat upaya pemakzulan.

    “Kami adalah negara demokrasi yang kuat Tetapi rakyat Korea ingin aman. Presiden Yoon harus mengundurkan diri atau dimakzulkan,” kata Yang Bu-nam, seorang politikus Partai Demokrat, kepada BBC.

    (ita/ita)

  • Saham Hyundai Menukik Usai Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer

    Saham Hyundai Menukik Usai Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Produsen otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor, tengah menghadapi keanjlokan nilai saham usai diumumkannya darurat militer pada Selasa (3/12) sekitar pukul 22.00 malam oleh Presiden Korsel Yoon Suk Yeol.

    Dikutip dari The Korea Herald, pada pukul 10.26 pagi waktu setempat, saham Hyundai Motor turun 2,1 persen menjadi 210.000 won, selisih 4.500 won dari penutupan sebelumnya yang berada di angka 214.500 won.

    Bahkan hingga saat ini harga saham masih turun hingga 205.500 won menurut data investing.com.

    Menanggapi hal ini, Hyundai sempat mengadakan rapat darurat sebagai persiapan menghadapi potensi gejolak ekonomi. Chairman Kwon Oh-gap juga telah menyerukan pendekatan waspada untuk mengelola fluktuasi mata uang dan risiko keuangan lainnya.

    Selain itu, HD Hyundai Electric terdeteksi melakukan pembelian saham pada titik terendah, dengan investor asing melakukan pembelian bersih sebesar 1,599 miliar won.

    Di sisi lain, para pekerja jalur perakitan Hyundai Motors yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Korea melakukan “mogok umum tak terbatas” hingga “Presiden Yoon mengundurkan diri”.

    Kelompok buruh tersebut berkumpul di pusat kota Seoul pada Rabu pagi demi menuntut pengunduran diri Yoon.

    Darurat militer

    Pada Selasa malam Yoon mengumumkan kondisi darurat militer dan memobilisasi tentara, untuk menggagalkan “kekuatan anti-negara” di antara para penentangnya, namun segera membatalkan keputusan tersebut pada Rabu pagi setelah Majelis Nasional memberikan suara untuk membatalkan keputusan presiden.

    Anggota parlemen berhasil mencabut darurat militer dan hanya bertahan selama dua jam.

    Kekacauan politik yang terjadi tiba-tiba telah menambah pukulan baru ke pasar keuangan negara itu, mendorong arus keluar modal dan melemahkan mata uang.

    Namun, pemerintah Korea yang bekerja sama dengan Bank Korea akan berusaha mengatasi hal ini dengan menghadirkan berbagai solusi.

    “Dalam situasi apa pun, pemerintah akan melakukan yang terbaik untuk mengatasi masalah ekonomi dan meminimalkan gangguan dalam kegiatan kewirausahaan dan kegiatan sehari-hari,” ujar Menteri Keuangan Choi sang-Mok, dikutip dari The New York Times.

    Bank Korea dalam rapat dewan luar biasa juga mengatakan akan meningkatkan likuiditas jangka pendek dan mengambil beberapa langkah untuk menjaga pasar keuangan tetap stabil. Regulator keuangan negara itu juga mengatakan akan menggunakan “likuiditas tak terbatas” guna menstabilkan pasar keuangan.

    (rac/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Gempar Darurat Militer, Polisi Selidiki Presiden Korsel Atas Pemberontakan

    Gempar Darurat Militer, Polisi Selidiki Presiden Korsel Atas Pemberontakan

    Jakarta

    Polisi Korea Selatan telah mulai menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas dugaan “pemberontakan” terkait pernyataannya tentang darurat militer, yang diumumkan pada Selasa (3/12) lalu. Dekrit darurat militer yang mengejutkan itu, merupakan yang pertama dalam waktu hampir 50 tahun.

    Woo Jong-soo, kepala Markas Besar Investigasi Nasional di Badan Kepolisian Nasional, mengatakan kepada anggota parlemen bahwa penyelidikan kasus tersebut tengah dilakukan.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (5/12/2024), polisi telah diperintahkan untuk memberlakukan larangan perjalanan darurat terhadap Kim Yong-hyu, menteri pertahanan yang mengundurkan diri dengan alasan dirinya “bertanggung jawab penuh” atas deklarasi darurat militer yang kemudian dicabut.

    Kim Yong-hyun telah menyampaikan permintaan maaf usai Presiden Yoon Suk Yeol sempat menetapkan status darurat militer di Korsel secara mendadak.

    “Saya telah menawarkan keinginan saya untuk mengundurkan diri kepada Presiden dan bertanggung jawab atas semua kekacauan yang disebabkan oleh darurat militer,” kata Kim dalam keterangannya dilansir Yonhap News Agency, Rabu (4/12).

    Kim dituding sebagai orang yang mendorong Yoon dalam mengumumkan status darurat militer. Namun, status itu tidak berlangsung lama usai parlemen Korsel mengadakan rapat mendadak hingga membatalkan darurat militer di Korsel pada Rabu (4/12) dini hari.

    Usai status tersebut dicabut, Kim mengatakan masyarakat bisa beraktivitas secara normal. Dia mengakui situasi politik di Korsel saat ini dalam keadaan tidak menentu.

  • Kisah Berani Perempuan Rebut Senjata Tentara Korsel Saat Darurat Militer

    Kisah Berani Perempuan Rebut Senjata Tentara Korsel Saat Darurat Militer

    Jakarta

    Suatu malam yang kacau di Korea Selatan memicu peristiwa-peristiwa yang oleh banyak orang dianggap telah menjadi bagian dari sejarah negara tersebut.

    Ada satu peristiwa yang secara khusus menarik perhatian banyak orang: seorang perempuan muda berhadapan dengan tentara bersenjata yang dikerahkan untuk menghalangi para anggota parlemen memasuki Majelis Nasional.

    Rekaman video yang viral di dunia maya memperlihatkan Ahn Gwi-ryeong, 35 tahun, juru bicara partai oposisi Partai Demokrat merebut senjata seorang tentara dalam insiden yang terjadi di depan gedung parlemen setelah Presiden Yoon mengumumkan darurat militer.

    “Saya tidak berpikir… Saya hanya tahu bahwa kami harus menghentikannya,” ujarnya kepada BBC Korean Service.

    Ahn berjalan menuju gedung majelis saat tentara menyerbu, tak lama setelah presiden mengumumkan darurat militer di seluruh Korea Selatan.

    Seperti banyak generasi muda Korea Selatan, istilah “darurat militer” asing baginya. Istilah ini terakhir kali dideklarasikan pada tahun 1979.

    Ketika Ahn pertama kali mendengar berita tersebut, dia mengakui “rasa panik menguasai dirinya”.

    Ketika darurat militer diberlakukan, kegiatan politik seperti demonstrasi dilarang, demikian halnya pemogokan dan aksi buruh. Selain itu, kegiatan media dan penerbitan dikontrol oleh pihak berwenang.

    Mereka yang melanggar akan ditangkap atau ditahan tanpa surat perintah.

    Tak lama setelah deklarasi darurat militer, pemimpin oposisi Lee Jae-myung meminta para anggota parlemen untuk berkumpul di Majelis Nasional dan mengadakan pemungutan suara untuk membatalkan deklarasi tersebut.

    Baca juga:

    Sesampainya di gedung pertemuan pada Selasa (03/12) pukul 23.00 waktu setempat, Ahn ingat mematikan lampu gedung untuk menghindari deteksi saat helikopter terbang mengelilingi Majelis Nasioinal.

    Saat dia mencapai gedung utama, para tentara sedang terlibat dalam pertikaian dengan pejabat, ajudan, dan warga.

    Dia berkata: “Ketika saya melihat tentara bersenjata saya merasa seperti menyaksikan kemunduran sejarah.”

    ReutersPasukan militer berdiri di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024.

    Ahn dan rekan-rekannya berusaha keras mencegah pasukan memasuki gedung utama, tempat pemungutan suara akan diadakan.

    Mereka mengunci pintu dari dalam dan menumpuk perabotan serta benda berat lainnya di depan pintu.

    Ketika militer mulai maju, Ahn melangkah maju.

    “Jujur saja, awalnya saya takut,” ungkapnya.

    Dia menambahkan: “Namun melihat konfrontasi seperti itu, saya berpikir, ‘Saya tidak bisa tinggal diam’.”

    ReutersTentara meninggalkan Majelis Nasional setelah parlemen Korea Selatan meloloskan mosi yang mengharuskan darurat militer yang diumumkan oleh Presiden Yoon Suk Yeol dicabut.

    Majelis meloloskan resolusi yang menyerukan pencabutan darurat militer pada Rabu (04/12) sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Seluruh 190 anggota parlemen yang hadir memberikan suara untuk mencabutnya.

    Pada pukul 04.26, Presiden Yoon mengumumkan bahwa ia membatalkan keputusannya.

    Setelah kekacauan mereda, Ahn tidur sebentar di dalam gedung pertemuan.

    BBC

    Ia melanjutkan: “Saya sebenarnya agak takut untuk keluar dari gedung pertemuan pada pagi hari karena sepertinya tidak ada taksi yang beroperasi, dan setelah badai hebat tadi malam, sulit untuk kembali ke dunia nyata.”

    Selama perbincangan dengan BBC, Ahn mengenakan baju turtleneck hitam dan jaket kulit yang sama dengan yang dikenakannya pada malam sebelumnya.

    Kadang kala, dia diliputi emosi.

    “Sangat menyedihkan dan membuat frustrasi bahwa hal ini terjadi di Korea abad ke-21,” katanya.

    (ita/ita)

  • Oposisi Mulai Pemakzulan Presiden Korsel, Apa yang Akan Terjadi?

    Oposisi Mulai Pemakzulan Presiden Korsel, Apa yang Akan Terjadi?

    Jakarta

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengejutkan negaranya pada Selasa (03/12) malam dengan mengumumkan darurat militer yang pertama dalam hampir 50 tahun dengan alasan “pasukan anti-negara” dan ancaman dari Korea Utara.

    Akan tetapi, tindakan yang diduga bermotif politik itu memicu protes massa dan pemungutan suara darurat di parlemen yang membatalkan tindakan Presiden Yoon tersebut hanya dalam hitungan jam.

    Yoon akhirnya menerima keputusan parlemen dan mencabut darurat militer.

    Sementara itu, anggota parlemen bersiap memberikan suara atas pemakzulannya, seraya menuduh Yoon telah melakukan “aksi pemberontakan”.

    Ribuan orang di penjuru Korea Selatan turun ke jalan memprotes tindakan presiden dan menuntut pengunduran dirinya.

    Dalam perkembangan terbaru, menteri pertahanan Kim Yon-hyun mengundurkan diri dengan alasan dirinya “bertanggung jawab penuh” atas deklarasi darurat militer dan meminta maaf kepada publik karena telah “menyebabkan kebingungan dan gangguan”, menurut pernyataan kementerian.

    Siapa presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol?

    Yoon bisa dibilang pendatang baru di dunia politik saat memenangi kursi presiden pada 2022, dalam persaingan yang paling ketat sejak negara tersebut mulai menggelar pemilihan presiden yang bebas pada 1980-an.

    Selama masa kampanyenya, pria berusia 63 tahun ini menganjurkan pendekatan yang lebih keras terhadap Korea Utara dan isu-isu gender yang memecah belah.

    Dalam wawancara dengan BBC, mantan Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha bilang keputusan Yoon menunjukkan bahwa presiden “sama sekali tak memahami realitas yang dialami negara ini saat ini”.

    Baca juga:

    Apa yang terjadi selanjutnya, kata Kang, sepenuhnya tergantung pada Yoon.

    “Keputusan ada di tangan presiden untuk menemukan jalan keluar dari situasi yang telah dia buat sendiri.”

    Kendati demikian, sejumlah anggota parlemen dari partai sayap kanan yang berkuasa menyatakan dukungan kepada presiden.

    Salah satunya adalah Hwang Kyo-ahn, mantan Perdana Menteri Korea Selatan, yang menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan Han Dong-hoon, pemimpin partai yang mendukung Yoon, di sosial medianya seraya menuduh keduanya menghalangi tindakan presiden.

    Hwang lebih lanjut menegaskan bahwa “kelompok pro-Korea Utara harus disingkirkan kali ini” dan mendesak Yoon untuk menanggapi dengan tegas, menyerukan penyelidikan dan penggunaan semua kekuatan darurat yang dimilikinya.

    Akankah Presiden Yoon dimakzulkan?

    Parlemen Korea Selatan akan melakukan pemungutan suara terkait pemakzulan Yoon. (Reuters)

    Kini, semua mata tertuju pada apakah Yoon akan menghadapi pemakzulan, meskipun dia bukan presiden Korea Selatan pertama yang mengalaminya.

    Usulan pemakzulan terhadap Yoon diajukan oleh enam partai oposisi dan harus diputuskan dalam waktu 72 jam. Para anggota parlemen akan berkumpul pada Jumat, 6 Desember, atau Sabtu, 7 Desember.

    Agar usulan tersebut dapat disahkan, diperlukan suara dua pertiga dari 300 anggota Majelis Nasional200 suara.

    Partai oposisi hampir memiliki cukup suara, sementara partai Yoon sendiri telah mengkritik tindakannya tetapi belum memutuskan sikap mereka.

    Jika hanya beberapa anggota partai yang berkuasa mendukung usulan tersebut, pemakzulan akan dilakukan.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Jika parlemen menyetujui usulan tersebut, kekuasaan Yoon akan segera ditangguhkan, dan Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjadi penjabat presiden.

    Mahkamah Konstitusi, dewan beranggotakan sembilan orang yang mengawasi pemerintahan Korea Selatan, selanjutnya akan memberikan keputusan akhir.

    Jika Mahkamah Konstitusi mendukung pemakzulan, Yoon akan dicopot, dan pemilihan umum baru harus diadakan dalam waktu 60 hari. Jika ditolak, Yoon akan tetap menjabat.

    BBC

    Hal ini mengingatkan kita pada penggulingan Presiden Park Geun-hye pada 2016. Kala itu, Yoon berperan penting dalam memimpin penuntutan kasus korupsi.

    Park dibebaskan pada 2022 setelah menjalani hukuman penjara selama 4 tahun 9 bulan.

    Presiden Roh Moo-hyun juga nyaris dicopot dari jabatannya setelah pemungutan suara pemakzulan parlemen dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2004.

    Apakah darurat militer pernah diberlakukan sebelumnya di Korea Selatan?

    Getty ImagesAnggota parlemen membawa plakat bertuliskan “Yoon Suk Yeol harus mengundurkan diri” pada 4 Desember

    Deklarasi darurat militer oleh Yoon adalah yang pertama terjadi di Korea Selatan dalam 45 tahun terakhir, membuka luka lama penyalahgunaan tindakan darurat dalam sejarah negara tersebut.

    Darurat militer, yang pada awalnya dimaksudkan untuk menstabilkan keadaan darurat nasional, sering dikritik sebagai alat untuk menekan perbedaan pendapat, mempertahankan kekuasaan dan dengan demikian merusak demokrasi.

    Pada 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk mengendalikan pemberontakan menentang penindasan pemberontakan Jeju, yang mengakibatkan kematian banyak warga sipil.

    Pada 1960, darurat militer disalahgunakan selama Revolusi April, karena protes terhadap pemerintahan Rhee meningkat setelah polisi membunuh seorang siswa sekolah menengah selama unjuk rasa menentang penipuan pemilu.

    Baca juga:

    Presiden Park Chung-hee juga sering memberlakukan darurat militer untuk menekan ancaman terhadap rezimnya, sementara darurat militer selama 440 hari setelah pembunuhannya berpuncak pada Pembantaian Gwangju di bawah Presiden Chun Doohwan.

    Peristiwa ini meninggalkan kenangan traumatis bagi warga Korea Selatan, yang mengaitkan darurat militer dengan alat kekuasaan politik, bukan sebagai tindakan untuk keselamatan publik.

    Sejak 1987, konstitusi Korea Selatan telah memperketat persyaratan untuk mendeklarasikan darurat militer, dengan memerlukan persetujuan parlemen untuk perpanjangan atau pencabutannya.

    Seberapa stabil demokrasi di Korea Selatan?

    ReutersPemimpin partai oposisi utama, Partai Demokrat, berbicara kepada media setelah parlemen menolak darurat militer pada Rabu pagi

    Tindakan gegabah Yoon mengejutkan negara tersebut yang mengklaim sebagai negara demokrasi modern yang berkembang pesat dan telah berkembang jauh sejak masa kediktatorannya.

    Banyak orang melihat kejadian yang terjadi pekan ini sebagai tantangan terbesar bagi masyarakat demokratis tersebut dalam beberapa dekade.

    Para ahli berpendapat bahwa tindakan itu mungkin lebih merusak reputasi Korea Selatan sebagai negara demokrasi, lebih parah dari kerusuhan 6 Januari di AS.

    “Pernyataan darurat militer yang dikeluarkan Yoon tampaknya merupakan tindakan yang melampaui batas hukum dan salah perhitungan politik, yang membahayakan ekonomi dan keamanan Korea Selatan,” kata Leif-Eric Easley dari Universitas Ewha di Seoul.

    Baca juga:

    “Ia tampak seperti politisi yang sedang terkepung, mengambil langkah putus asa di tengah skandal, hambatan kelembagaan, dan seruan pemakzulan, yang semuanya kini kemungkinan akan meningkat.”

    Namun, meskipun terjadi kekacauan di Seoul, demokrasi Korea Selatan tampaknya tetap kokoh.

    Kang, mantan menteri luar negeri, mengatakan kepada BBC bahwa dia “sangat lega” bahwa ketegangan tampaknya mereda.

    “Selama berjam-jam sepanjang malam, [melihat] Majelis Nasional melakukan tugasnya dan warga turun ke jalan menuntut agar RUU ini dicabutharus saya katakan pada akhirnya, hal ini menunjukkan bahwa demokrasi di negara saya kuat dan tangguh.”

    Apa tanggapan Korea Utara?

    Sejauh ini, Korea Utara belum memberikan respons terkait situasi politik yang terjadi di Korea Selatan. (EPA)

    Dalam deklarasinya, Yoon menargetkan Korea Utara, dengan menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk “melindungi Republik Korea yang bebas dari ancaman pasukan komunis Korea Utara” dan untuk “memberantas pasukan anti-negara pro-Korea Utara yang tercela yang menjarah kebebasan dan kebahagiaan rakyat kita.”

    Komentar seperti ini biasanya akan memancing reaksi dari Korea Utara, tetapi belum ada tanggapan dari media pemerintah negara tersebut.

    Komando militer Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu dini hari bahwa perintah darurat militer Yoon telah dibubarkan dan bahwa “tidak ada kegiatan yang tidak biasa dari Korea Utara.”

    “Posisi keamanan terhadap Korea Utara tetap stabil,” lanjut pernyataan itu, menurut kantor berita Yonhap.

    Para pakar mengatakan masih belum jelas mengapa Yoon menyebutkan ancaman Korea Utara, tetapi banyak yang percaya hal itu tidak akan berdampak positif pada meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Selatan.

    Fyodor Tertitskiy, yang meneliti politik Korea Utara di Universitas Kookmin di Seoul, meyakini bahwa “tidak ada cara bagi Korea Utara untuk memanfaatkan krisis ini.”

    “Semuanya terjadi begitu cepat; hanya berlangsung beberapa jam,” ungkapnya kepada BBC.

    (ita/ita)

  • Komentar Bullish Bos The Fed Picu Penguatan Bursa Asia

    Komentar Bullish Bos The Fed Picu Penguatan Bursa Asia

    Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham di Asia menguat setelah pasar global mencapai rekor seiring dengan komentar optimistis Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang mendukung aset berisiko. Sementara itu, pedagang mata uang tetap waspada karena pemerintah Prancis jatuh setelah mosi tidak percaya.

    Mengutip Bloomberg pada Kamis (5/12/2024), indeks saham Topix Jepang menguat 0,5%, indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,7%, sementara saham berjangka di Hong Kong sedikit lebih rendah.

    Saham berjangka AS sedikit berubah setelah kenaikan pada Rabu untuk S&P 500 dan Nasdaq 100 yang sarat teknologi mendorong indeks utama saham global ke level tertinggi baru.

    Pergerakan tersebut didorong oleh perusahaan teknologi AS yang disebut Magnificent Seven menguat selama empat sesi berturut-turut. Reli tersebut dibantu oleh kenaikan untuk Nvidia Corp dan Meta Platforms Inc.

    Imbal Hasil obligasi AS atau US Treasury stabil setelah reli di sesi sebelumnya di seluruh kurva. Imbal hasil 10 tahun turun empat basis poin pada hari Rabu, sementara imbal hasil dua tahun yang sensitif terhadap kebijakan turun lima basis poin. 

    Dalam acara New York Times DealBook Summit di New York, Powell mengatakan ekonomi AS dalam kondisi yang sangat baik, dan menyampaikan bahwa risiko penurunan dari pasar tenaga kerja telah surut.

    Powell juga mengatakan pejabat Federal Reserve mampu bersikap hati-hati saat mereka menurunkan suku bunga ke tingkat netral — yang tidak merangsang atau menahan ekonomi.

    Di Eropa, euro menghadapi tantangan lebih lanjut menyusul perselisihan mengenai anggaran tahun depan di Paris. Pemimpin sayap kanan Prancis Marine Le Pen dan koalisi sayap kiri memberikan suara menentang pemerintahan Perdana Menteri Michel Barnier, sehingga memperburuk prospek bagi investor. 

    Pasar sebagian besar telah memperkirakan hasil tersebut sebelum waktunya yang terjadi setelah perdagangan reguler ditutup.

    Mata uang won stabil setelah kekacauan awal minggu ini di Korea Selatan. Presiden Yoon Suk Yeol diperkirakan akan berpidato di hadapan rakyat pada Kamis malam.

    Yen stabil di sekitar 150 per dolar pada perdagangan Kamis pagi. Imbal hasil untuk utang pemerintah Australia dan Selandia Baru turun pada Kamis pagi, mencerminkan pergerakan dalam Obligasi Pemerintah pada hari sebelumnya.

  • Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Diminta Mundur dari Partai

    Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Diminta Mundur dari Partai

    Jakarta

    Pemimpin partai yang berkuasa di Korea (Partai Poeple Power atau Partai Kekuatan Rakyat) Selatan meminta Presiden Yoon Suk Yeol meninggalkan partainya. Desakan ini buntut dari darurat militer yang sempat dideklarasikan Yoon.

    “Menuntut Presiden mengundurkan diri dari partai,” ujar pemimpin Partai Kekuatan Rakyat Han Dong Hoon dilansir AFP, Kamis (5/12/2024).

    Han Dong Hoon menambahkan partainya juga “tidak berusaha membela darurat militer yang tidak konstitusional yang diberlakukan presiden”.

    Diketahui, Yoon berasal dari Partai Partai Poeple Power atau Partai Kekuatan Rakyat.

    Blokir Mosi Pemakzulan

    Meski begitu partai itu menjanjikan akan memblokir mosi pemakzulan yang dipimpin partai oposisi. Han menegaskan partainya tidak membela darurat militer yang sempat ditetapkan oleh Presiden Yoon.

    “Sebagai pemimpin partai, saya akan berupaya memastikan bahwa (mosi) pemakzulan ini tidak lolos untuk mencegah dampak buruk dari kekacauan yang tidak siap terhadap masyarakat dan pendukungnya,” kata Han dilansir Yonhap News Agency.

    “Mereka yang bertanggung jawab meresahkan masyarakat dan menimbulkan kerugian melalui darurat militer yang inkonstitusional, termasuk presiden, harus dimintai pertanggungjawaban secara ketat,” katanya.

    Diketahui, mosi pemakzulan diajukan oleh 191 anggota parlemen oposisi. Untuk melancarkan usaha ini oposisi membutuhkan dua pertiga mayoritas suara untuk bisa lolos di parlemen.

    (zap/yld)