Tag: Yoon Suk Yeol

  • Skandal Kim Keon Hee, Istri Presiden Korsel Yoon Suk Yeol: Manipulasi Saham dan Tuduhan Plagiarisme – Halaman all

    Skandal Kim Keon Hee, Istri Presiden Korsel Yoon Suk Yeol: Manipulasi Saham dan Tuduhan Plagiarisme – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Di tengah krisis politik Korea Selatan, sosok ibu negara Kim Keon Hee menarik perhatian publik setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, Selasa (3/12/2024) malam.

    Pengumuman ini muncul setelah sejumlah skandal yang menjerat Kim Keon Hee, yang mendorong dorongan pemakzulan terhadap suaminya.

    1. Tak Membayar Pajak

    Pada 2019, Kim Keon Hee dilaporkan mengemplang pajak.

    Ia juga diselidiki karena diduga menerima suap untuk menyelenggarakan pameran seni, menurut laporan dari The Times.

    2. Resume Palsu

    Dua tahun kemudian, pada 2021, Kim Keon Hee dihujat karena resume yang tidak sesuai saat melamar posisi mengajar antara 2007-2013.

    Ia dituduh melebih-lebihkan bahkan memalsukan kredensialnya dan meminta maaf secara terbuka.

    3. Tuduhan Plagiarisme

    Pada 2022, Kim Keon Hee dituduh melakukan plagiarisme dalam tulisan akademisnya.

    Meskipun Universitas Kookmin menyatakan tidak ada pelanggaran, panel yang terdiri dari 16 profesor menemukan dugaan plagiarisme dalam tesis magister dan disertasi dokternya.

    4. Manipulasi Saham

    Kim Keon Hee juga terlibat dalam skema manipulasi saham senilai 636 miliar won terkait Deutsche Motors antara 2020-2024.

    Namun, ia terbebas dari tuduhan tersebut karena kurangnya bukti yang cukup, menurut Straits Times.

    5. Kasus Tas Dior

    Di awal 2024, publik mengecam Kim Keon Hee setelah video yang memperlihatkan dirinya menerima tas Christian Dior dan barang-barang mewah dari seorang pendeta beredar.

    Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pelanggaran undang-undang antikorupsi.

    Yoon Suk Yeol pun meminta maaf atas perilaku tidak bijaksana istrinya.

    Namun, pada Oktober 2024, jaksa penuntut membatalkan tuntutan terkait kasus ini, menyatakan bahwa hadiah tersebut bersifat pribadi.

    6. Cawe-Cawe Politik Pemerintahan

    Pada September 2024, Kim Keon Hee dan Yoon Suk Yeol dituduh menggunakan pengaruh mereka dalam pemilihan kandidat untuk pemilihan sela parlemen 2022.

    Dalam rekaman percakapan yang bocor, mereka terindikasi terlibat dalam proses pencalonan.

    Namun, Yoon Suk Yeol membantah tuduhan tersebut, dan masalah ini masih menjadi perdebatan.

    Siapakah Kim Keon Hee?

    Kim Keon Hee lahir pada 2 September 1972 di Yangpyeong dengan nama Kim Myeong Sin.

    Ia menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Perempuan Myungil dan Universitas Kyonggi.

    Sejak 2009, ia menjabat sebagai Kepala Eksekutif dan Presiden perusahaan pameran seni Covana Contents.

    Kim Keon Hee juga memiliki latar belakang keluarga yang kontroversial, termasuk ibunya yang tengah menjalani hukuman penjara atas kasus penipuan properti.

    Krisis yang melibatkan Kim Keon Hee dan Yoon Suk Yeol menunjukkan dampak besar pada stabilitas politik Korea Selatan, dengan berbagai skandal yang terus mengemuka.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Habis Takuti Masyarakat dengan Ucapan Darurat Militer, Presiden Korsel Yoon Minta Maaf

    Habis Takuti Masyarakat dengan Ucapan Darurat Militer, Presiden Korsel Yoon Minta Maaf

    ERA.id – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, pada Sabtu (7/12/2024), meminta maaf atas ucapan darurat militer awal minggu ini sehingga membuat publik khawatir. Yoon berjanji takkan mengulang aksinya itu.

    Pernyataannya itu disiarkan televisi, beberapa jam sebelum pemungutan suara soal pemakzulan terhadap dirinya digelar oleh parlemen.

    “Saya sungguh-sungguh minta maaf dan memohon maaf kepada masyarakat yang pasti sangat terkejut,” kata Yoon.

    Pidato Yoon itu menandai kemunculannya yang pertama di depan publik sejak dia mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Yoon mencabut penetapan status itu enam jam kemudian setelah Majelis Nasional menentang keputusannya.

    Yoon mengatakan dirinya memberlakukan darurat militer karena merasa “putus asa”, tetapi mengakui keputusan yang tiba-tiba itu menimbulkan “kekhawatiran dan ketidaknyamanan” bagi masyarakat. Ia membantah rumor bahwa darurat militer akan diberlakukan lagi.

    [RECAP! DARURAT MILITER KOREA SELATAN]

    Malam hari kemarin, Presiden Korea Selatan memberlakukan darurat militer. Kurang dari 6 jam, darurat militer itu dicabut usai rakyat dan anggota militer bahu-membahu mencegah itu akibat hantu trauma masa lalu.

    Inilah ringkasannya.

    (Utas) pic.twitter.com/jq75uOfDG6

    — ERA.id (@eradotid) December 4, 2024

    “Saya tidak akan menghindari tanggung jawab hukum dan politik terkait pernyataan darurat militer,” katanya. Yoon bersumpah akan menyerahkan semua keputusan, termasuk masa jabatannya, kepada Partai Kekuatan Rakyat demi menstabilkan negara.

    Setelah pidato Yoon yang berlangsung dua menit itu muncul, pemimpin oposisi utama Partai Demokrat Lee Jae-myung mengulang desakannya agar sang presiden segera mengundurkan diri atau harus menghadapi pemakzulan.

    Sementara itu, pemimpin PPP Han Dong-hoon mempertanyakan kemampuan Yoon untuk menjalankan pemerintahan, dengan mengatakan bahwa pengunduran diri sang presiden lebih awal “tidak terhindarkan.”

    Presiden Yoon menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mengundurkan diri setelah ia mengejutkan negara dengan memberlakukan darurat militer untuk membasmi “kekuatan anti negara.”

    Yoon menuduh kubu oposisi melumpuhkan fungsi pemerintah dengan mosi pemakzulan serta usulan pemotongan anggaran.

    Sumber: Yonhap-OANA

  • Presiden Korsel Minta Maaf ke Rakyat Soal Darurat Militer, Tapi Tak Mundur

    Presiden Korsel Minta Maaf ke Rakyat Soal Darurat Militer, Tapi Tak Mundur

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato pertamanya setelah menetapkan darurat militer yang mengejutkan rakyatnya dan dunia. Yoon meminta maaf kepada rakyat Korsel atas langkahnya menetapkan darurat militer, namun tidak mengumumkan pengunduran dirinya.

    Yoon mengejutkan rakyat dan dunia saat menetapkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam, yang menjadi darurat militer pertama sejak tahun 1980-an silam. Penetapan darurat militer itu menangguhkan pemerintah sipil, dengan pasukan militer sempat dikerahkan ke gedung parlemen.

    Namun mayoritas anggota parlemen Korsel, yang dikuasai oposisi, berhasil menggelar voting untuk menolak darurat militer tersebut dan mendesak Yoon untuk mencabutnya. Darurat militer itu hanya berlangsung enam jam setelah Yoon mengumumkan pencabutannya pada Rabu (4/12) dini hari.

    “Deklarasi darurat militer itu muncul dari urgensi saya sebagai presiden,” kata Yoon dalam pidatonya yang disiarkan televisi setempat, seperti dilansir kantor berita Yonhap dan AFP, Sabtu (7/12/2024)

    “Namun, dalam prosesnya, saya menimbulkan kegelisahan dan ketidaknyamanan untuk masyarakat. Saya dengan tulus meminta maaf kepada warga yang sangat menderita,” ujar Yoon, yang kemudian membungkukkan badan sebagai bentuk permintaan maaf kepada rakyat.

    Pidato Yoon ini disampaikan beberapa jam sebelum parlemen menggelar voting untuk mosi pemakzulan dirinya pada Sabtu (7/12) malam. Selain terancam dimakzulkan, Yoon juga dihujani kritikan dan seruan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

    Usai meminta maaf, Yoon tidak mengundurkan diri dari jabatannya. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Presiden Yoon Suk Yeol Meminta Maaf atas Darurat Militer Korsel

    Presiden Yoon Suk Yeol Meminta Maaf atas Darurat Militer Korsel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akhirnya angkat bicara soal drama darurat militer yang telah berlangsung selama sepekan ke belakang. Ia meminta maaf atas kekacauan yang ditimbulkannya.

    Ini merupakan kali pertamanya Presiden Yoon tampil dan bicara di depan umum usai pengumuman darurat militer. Pidato ini juga muncul sebelum pemungutan suara (voting) mosi pemakzulan Presiden Yoon berlangsung.

    Yoon mengakui bahwa perberlakuan darurat militer muncul dari urgensi dirinya sebagai presiden.

    “Namun, dalam prosesnya, saya menimbulkan kegelisahan dan ketidaknyamanan pada masyarakat. Saya dengan tulus meminta maaf kepada warga yang sangat tertekan,” ujar Yoon, Sabtu (7/12), melansir AFP.

    Namun, dalam pidatonya Yoon tidak menawarkan pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Korsel. Ia hanya akan mempercayakan segala keputusan pada partainya.

    “Saya serahkan kepada partai kami untuk menstabilkan situasi politik di masa depan, termasuk masa jabatan saya,” tambah Yoon.

    Tak ada darurat militer kedua

    Dalam kesempatan yang sama, Yoon juga memastikan bahwa dirinya tak bakal lagi memberlakukan darurat militer untuk kedua kalinya.

    “Ada rumor bahwa darurat militer akan diberlakukan lagi. Biar saya perjelas, tidak akan pernah ada darurat militer kedua,” ujar Yoon.

    Deklarasi darurat militer diumumkan Yoon pada Selasa (3/12) lalu. Alasannya, ancaman dari Korea Utara dan kekuatan anti-negara.

    Penetapan ini menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Setelah ditelisik ulang, pengumuman ini muncul lantaran situasi politik yang panas antara Yoon dengan oposisi.

    Langkah Yoon pun dianggap sebagai aksi pemberontakan oleh banyak pihak. Warga kompak mendesak Yoon dimakzulkan dan diselidiki.

    Polisi sendiri telah memulai penyelidikan terhadap Yoon atas dugaan pemberontakan pada Kamis (5/12).

    Parlemen Korea Selatan sendiri rencananya bakal menggelar voting mosi pemakzulan Yoonpada Sabtu (7/12) malam. Mosi ini diajukan oleh Partai Demokrat bersama lima partai oposisi lain, serta satu anggota parlemen independen.

    Jika mosi pemakzulan disahkan parlemen, maka wewenang Yoon akan ditangguhkan. Perdana Menteri Han Duck Soo akan mengambil alih tugas-tugas kepresidenan.

    (asr/asr)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kronologi – 6 Update Darurat Militer Korsel: Hukuman Mati & Pemakzulan

    Kronologi – 6 Update Darurat Militer Korsel: Hukuman Mati & Pemakzulan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol terus menjadi topik perbincangan. Hal ini disebabkan manuvernya yang menerapkan darurat militer pada Selasa lalu, Selasa (3/12/2024) malam waktu setempat.

    Keputusannya itu sendiri tak berlangsung lama. Enam jam setelah diumumkan, 190 dari 300 anggota parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan untuk menganulir keputusan tersebut.

    Tak berakhir sampai di situ, sejumlah penyelidikan telah dilakukan kepadanya. Ia juga terancam akan dimakzulkan dalam sebuah sesi pemungutan suara di Majelis Nasional, Sabtu (7/12/2024).

    Berikut rentetan kejadian yang melibatkan orang nomor satu Korsel itu sejak menerapkan darurat militer hingga saat ini:

    1. Kronologi

    Dalam pidatonya pada Selasa malam, Yoon menceritakan upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya. Ia kemudian mengumumkan darurat militer untuk ‘menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan’.

    Dekritnya tersebut kemudian menempatkan militer sebagai penanggung jawab. Nampak juga pasukan berhelm dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen Majelis Nasional.

    Liputan media lokal menunjukkan pasukan bertopeng dan bersenjata memasuki gedung parlemen sementara staf mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran. Sekitar pukul 23:00 waktu setempat, militer mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas oleh parlemen dan faksi politik, media juga ditempatkan dalam kendali pemerintah.

    Walau ketegangan semakin tinggi, Majelis Nasional tetap mengambil posisi untuk menentang situasi darurat tersebut. Setelah pukul 01:00 pada hari Rabu, Majelis Nasional, yang dihadiri 190 dari 300 anggotanya, menolak tindakan tersebut dan dengan demikian, deklarasi darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.

    Foto: Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Soo-hyeon Kim)
    Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Kim Soo-hyeon)

    2. Skandal dan Kejatuhan Politik

    Sebelum menjatuhkan dekrit darurat militer, Yoon berada dalam posisi terpojok tatkala oposisinya memenangkan parlemen pada April lalu. Pemerintahanya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah dipaksa untuk memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.

    Yoon juga kemudian mengalami penurunan peringkat persetujuan, berkisar di sekitar level terendah 17%, karena ia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini. Salah satunya termasuk yang melibatkan Ibu Negara yang menerima tas Dior, dan tudingan lainnya seputar dugaan manipulasi saham.

    Bulan lalu ia dipaksa untuk mengeluarkan permintaan maaf di TV nasional, dengan mengatakan bahwa ia mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas Ibu Negara. Namun ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.

    Kemudian minggu ini, Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden.

    Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.

    3. Terancam Lengser

    Manuver Yoon ini akhirnya membuat Majelis Nasional Korsel mengambil tindakan keras. Lembaga parlemen itu akan melakukan pemungutan suara pada Sabtu malam untuk menentukan nasib Yoon.

    Anggota Parlemen oposisi Yoon, Kim Seung Won, mengatakan bahwa keputusan Yoon memberlakukan darurat militer adalah sebuah kesalahan fatal yang ‘tidak pantas untuk diampuni’.

    “Ini adalah kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Kejahatan yang tidak dapat, tidak boleh, dan tidak akan diampuni,” katanya

    Pemungutan suara pemakzulan sendiri akan dilakukan pada Sabtu pukul 19.00 waktu setempat. Jika mosi tersebut diloloskan, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. Jika para hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.

    4. Menteri-Staf Presiden Resign Massal

    Sesaat setelah adanya darurat militer ini, Kepala Staf Kepresidenan Yoon, Chung Jin Suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won Sik, Kepala Staf Kebijakan Sung Tae Yoon, serta tujuh pembantu senior lainnya memutuskan untuk mengundurkan diri.

    Di luar Kantor Presiden, Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong Hyun mengajukan pengunduran diri serupa. Ia mengaku menyesal dengan adanya arahan darurat militer ini.

    “Pertama-tama, saya sangat menyesalkan dan bertanggung jawab penuh atas kebingungan dan kekhawatiran yang ditimbulkan kepada publik terkait darurat militer… Saya telah bertanggung jawab penuh atas semua hal yang terkait dengan darurat militer dan telah mengajukan pengunduran diri saya kepada presiden,” kata Kim dalam sebuah pernyataan.

    Foto: Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (via REUTERS/YONHAP)
    Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (Yonhap via REUTERS)

    5. Ditinggal Partai Sendiri.

    Partai besutan Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), juga melontarkan bola panas kepada Yoon. Berbicara setelah sebuah pertemuan partai, pemimpin PPP Han Dong Hoon menyebutkan manuver Yoon itu berdampak parah bagi Korsel, dengan Yoon disebut telah menempatkan negara dalam ancaman serius.

    “Ada resiko tinggi tindakan ekstrem seperti darurat militer ini terulang, sementara Yoon tetap berkuasa, yang menempatkan negara dalam bahaya besar,” ujarnya dikutip Reuters, Jumat (6/12/2024).

    PPP sendiri sejauh ini bersikap untuk menentang pemakzulan Yoon seperti mosi yang diajukan oposisinya. Namun Han menyebut sikap PPP bisa saja berubah seiring dengan munculnya bukti-bukti bahwa dalam darurat militer, Yoon memerintahkan menahan para pemimpin oposisinya.

    “Saya yakin bahwa penangguhan jabatan Presiden Yoon Suk Yeol segera diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya mengingat fakta-fakta yang baru terungkap,” tambah Han.

    Di sisi lain, beberapa anggota PPP mendesak Yoon untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara pemakzulan besok. Mereka mengatakan tidak ingin insiden pemakzulan seperti yang dialami Presiden Park Geun Hye pada tahun 2016 terulang, yang memicu keruntuhan partai konservatif dan kemenangan kaum liberal.

    “Kita tidak dapat memakzulkan presiden besok dan menyerahkan rezim kepada Partai Demokrat Lee Jae Myung,” kata anggota parlemen PPP, Yoon Sang Hyun, kepada wartawan.

    6. Dihantui Hukuman Mati.

    Kepolisian Korsel memutuskan untuk memeriksa Yoon, Kamis (5/12/2024). Dalam pernyataannya, Kepolisian Korsel menyebut Yoon akan menghadapi dugaan pemberontakan pasca manuvernya itu. Di dalam hukum, pelanggaran semacam ini dapat berakhir pada hukuman mati.

    “Kami sedang menyelidiki Presiden Yoon atas tuduhan ‘pemberontakan’ kejahatan yang melampaui kekebalan presiden dan dapat dijatuhi hukuman mati, setelah pihak oposisi mengajukan pengaduan terhadapnya dan tokoh-tokoh penting lainnya yang terlibat,” tulis pernyataan itu dikutip AFP.

    7. Kata Pejabat Korea Utara 

    Pejabat Korut di China bereaksi terhadap langkah pemimpin rivalnya, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, yang memberlakukan darurat militer Selasa malam lalu. Reaksi pejabat Kim Jong Un ini dilaporkan oleh Radio Free Asia dalam penelusuran di China, Kamis (5/12/2024).

    Dalam laporan itu, pejabat Korut di China mengaku kaget dengan manuver tersebut. Namun mereka lebih kaget saat parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan menggulingkan Yoon dari tapuk kekuasaan, yang menurut mereka merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi di Korut.

    “Akan terjadi pertumpahan darah jika pejabat senior Korut juga menentang penguasa tertinggi Kim Jong Un,” kata seorang pejabat perdagangan Korut yang ditempatkan di Dalian, China, tanpa menyebutkan namanya karena sensitivitas.

    “Pengawasan dan keseimbangan demokratis seperti itu adalah konsep asing di Korut. Saya sangat terharu melihat resolusi pencabutan darurat militer disahkan di majelis, dan kemudian presiden sendiri mengumumkan kepada rakyat bahwa ia mencabut darurat militer,” tambahnya.

    (dce)

  • Top5 News Bisnisindonesia.id: Langkah Ekspansi GIAA hingga Proyek DME Batu Bara

    Top5 News Bisnisindonesia.id: Langkah Ekspansi GIAA hingga Proyek DME Batu Bara

    Bisnis.com, JAKARTA— PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) merencanakan penguatan lini bisnis penerbangan dengan berencana menambah pesawat sebanyak 15 hingga 20 unit sepanjang pada 2025. Strategi ini diambil sebagai respons atas pertumbuhan penumpang pascapandemi Covid-19.

    Artikel bertajuk Langkah Ekspansi Garuda Indonesia (GIAA) di 2025 menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

    Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Sabtu (7/12/2024):

    1. Langkah Ekspansi Garuda Indonesia (GIAA) 2025

    PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) merencanakan penguatan lini bisnis penerbangan dengan berencana menambah pesawat sebanyak 15 hingga 20 unit sepanjang pada 2025. Strategi ini diambil sebagai respons atas pertumbuhan penumpang pascapandemi Covid-19.

    Setelah melewati fase kritis, industri penerbangan baik di dalam negeri maupun secara global mengalami masalah ketersediaan pesawat. Indonesia misalnya, hanya mengoperasikan sekitar 390 pesawat sepanjang tahun ini. Padahal sebelum Covid-19 atau pada 2019, jumlah burung besi yang beroperasi mencapai 700 unit.

    Padalah jumlah penumpang terus mengalami pemulihan sepanjang empat tahun terakhir. Pada tahun lalu misalnya, Badan Pusat Statistik mencatat sekitar 78,28 juta penumpang pesawat di Indonesia, naik 31,21% dibandingkan dengan 2022 sekitar 59,66 juta penumpang.

    Sementara itu sepanjang Januari – Oktober 2024, jumlah penumpang domestik Indonesia telah menyentuh 53,54 juta orang. Sedangkan perjalanan internasional telah melayani 15,71 juta penumpang. Artinya, penumpang penerbangan di Indonesia telah mencapai 69,25 juta penumpang dalam 10 bulan 2024.

    2. Cari Dana Segar, Emiten Kantongi Restu Private Placement

    Sejumlah emiten mengantongi restu private placement jelang pengujung tahun untuk mencari dana segar di pasar modal.

    Terbaru, pemegang saham PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) menyetujui rencana penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement. Persetujuan itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) MBMA di Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Selain itu, pemegang saham MBMA menyetujui perubahan penggunaan dana hasil penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Dana hasil IPO yang dihimpun pada April 2023 akan dialokasikan untuk belanja modal pembangunan pabrik high pressure acid leach (HPAL) yang membutuhkan pembiayaan segera.

    “Keputusan-keputusan yang diambil dalam RUPSLB ini merupakan langkah strategis MBMA untuk memperkuat posisi kami dalam rantai nilai mineral strategis dan bahan baku baterai kendraan bermotor listrik,” kata Corporate Secretary Merdeka Battery Minerals Deny Greviartana Wijaya lewat siaran pers, Jumat (6/12/2024).

    Merujuk keterbukaan informasi MBMA, perseroan bakal melepaskan hingga 10,79 miliar saham atau paling banyak 10% dari jumlah saham ditempatkan dan disetor penuh, yang akan diterbitkan dari saham portepel dengan nilai nominal Rp100 per saham. Rencana private placement ini mesti diselesaikan dalam kurun waktu 2 tahun sejak mendapat persetujuan RUPSLB hari ini.

    3. BPR Diterpa Gelombang Bank Bangkrut hingga Kredit Bermasalah Tinggi

    Industri bank perekonomian rakyat (BPR) diterpa gelombang bank bangkrut hingga kredit bermasalah tinggi sepanjang tahun ini. Setidaknya, 17 bank bangkrut dan tren kredit bermasalah terus menanjak.

    Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT BPR Duta Niaga yang beralamat di Jalan Pangeran Natakusuma No. 80D, Kelurahan Sungai Bangkong, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Pencabutan izin usaha BPR Duta Niaga ini menambah jumlah bank bangkrut sepanjang tahun ini menjadi 11.

    “Pencabutan izin usaha PT BPR Duta Niaga merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” tulis OJK dalam keterangannya, Jumat (6/12/2024).

    Langkah OJK mencabut izin BPR Duta Niaga bukan datang tiba-tiba. OJK menetapkan PT BPR Duta Niaga sebagai bank dengan status pengawasan Bank Dalam Penyehatan (BDP) pada 15 Januari 2024 karena memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) kurang dari 12%, cash ratio (CR) rata-rata selama 3 bulan terakhir kurang dari 5%, serta tingkat kesehatan (TKS) BPR dalam predikat Tidak Sehat.

    4. Presiden Korea Selatan Makin Terpojok ke Ujung Pemakzulan

    Jabatan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol makin di ujung tanduk setelah pemimpin partai berkuasa Partai Kekuatan Rakyat (PPP) berbalik mendukung penangguhan tugas sang kepala negara.

    Pemimpin PPP Han Dong-hoon mengatakan ada kemungkinan bahwa presiden akan mengambil keputusan radikal lagi seperti tindakan Yoon dalam mengumumkan darurat militer pada Selasa lalu.

    “Mengingat fakta terbaru yang terungkap, saya yakin kita perlu segera menghentikan Presiden Yoon Suk-yeol dari tugasnya untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya,” kata Han dalam pertemuan darurat di Majelis Nasional pada Jumat (6/12/2024), seperti dikutip Yonhap News.

    Pernyataan ini berubah 180 derajat pada awal pekan ini setelah Han mengatakan tidak akan mendukung mosi pemakzulan.

    Han juga mengungkap bahwa Yoon pada Kamis telah menginstruksikan Komandan Kontraintelijen Yeo In-hyung menahan tokoh-tokoh politik utama dengan menuduh mereka sebagai pasukan “anti-negara” dan bahkan telah memobilisasi intelijen untuk menahan mereka.

    5. Suara Hati Pengusaha Tambang soal Proyek DME Batu Bara

    Proyek penghiliran batu bara berupa gasifikasi alias mengubah emas hitam menjadi produk gas atau dimethyl ether (DME) di Tanah Air masih saja belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

    Padahal, penghiliran batu bara menjadi DME telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) karena ditargetkan bisa menjadi alternatif pengganti gas alam cair (liquefied petroleum gas/LPG) yang selama ini banyak diperoleh melalui impor.

    Tak hanya itu, beragam pemanis juga disiapkan pemerintah untuk mempercepat pengerjaan proyek DME yang tahapan groundbreaking-nya bahkan ketika itu diresmikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan pada 24 Januari 2022.

    Kini, di era pemerintahan baru, penghiliran menjadi salah satu dari delapan misi Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam upaya meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, untuk menuju Indonesia Emas 2045.

    Batu bara menjadi bagian dari 28 komoditas prioritas yang masuk dalam peta jalan penghiliran yang tengah disempurnakan pemerintah, selain sektor mineral, minyak dan gas bumi, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan.

    Namun, Indonesian Mining Association (IMA) menilai penghiliran batu bara menjadi DME masih sulit dilakukan lantaran dinilai belum ekonomis. Dengan kata lain, untuk melakukan penghiliran batu bara memerlukan biaya yang tidak sedikit.

  • Pemimpin Partai Penguasa Korsel Dukung Penangguhan Jabatan Presiden Yoon Suk Yeol

    Pemimpin Partai Penguasa Korsel Dukung Penangguhan Jabatan Presiden Yoon Suk Yeol

    ERA.id – Pemimpin partai penguasa di Korea Selatan, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), mengakui bahwa Presiden Yoon Suk Yeol harus segera ditangguhkan dari jabatannya.

    Pemimpin PPP Han Dong Hoon mengatakan apabila Yoon tetap dipertahankan sebagai presiden, ada kemungkinan ia akan mengambil langkah “radikal” lagi seperti saat menyatakan darurat militer secara mendadak pada Selasa (3/12/2024).

    “Menurut fakta yang baru tersingkap, saya yakin kita perlu segera menangguhkan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya,” ucap Han dalam rapat darurat petinggi PPP di Majelis Nasional, Jumat (6/12/2024), dikutip dari Yonhap-OANA.

    Han menyoroti informasi yang telah dipastikan kebenarannya pada Kamis (5/12/2024) bahwa Yoon sempat memerintahkan panglima korps kontra-intelijen Yeo In Hyung untuk menangkap tokoh-tokoh politik kunci yang dituduh Yoon menjadi bagian dari kelompok “anti-negara”.

    Pasukan intelijen bahkan telah diterjunkan untuk menangkap tokoh tersebut ketika darurat militer dinyatakan.

    Han khawatir langkah “radikal” itu akan terulang apabila Yoon tetap menjadi presiden, sehingga membawa risiko semakin besar terhadap negara.

    Menyusul pernyataan Han, PPP akan menggelar rapat umum darurat dengan anggota fraksi PPP di parlemen pada Jumat.

    Sementara itu, legislator Cho Kyoung Tae menjadi anggota Majelis Nasional dari PPP paling pertama yang secara terbuka menyatakan dukungan terhadap mosi pemakzulan Yoon.

    Supaya dapat disahkan, mosi pemakzulan perlu dukungan dua per tiga dari keseluruhan 300 anggota Majelis Nasional.

    Dengan demikian, partai oposisi membutuhkan dukungan tambahan dari setidaknya delapan anggota PPP sebagai partai berkuasa, untuk mencapai ambang batas 200 suara yang disyaratkan.

    Sebelumnya, Presiden Yoon Suk Yeol secara mendadak menyatakan darurat militer pada Selasa malam sebelum ia cabut sendiri pada Rabu (4/12/2024) pagi setelah 190 anggota Majelis Nasional mengesahkan mosi penolakan darurat militer.

  • Parlemen Korsel Bakal Voting Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol Besok

    Parlemen Korsel Bakal Voting Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol Besok

    Jakarta, CNN Indonesia

    Majelis Nasional atau parlemen Korea Selatan bakal menggelar pemungutan suara (voting) mosi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol pada Sabtu (7/12).

    Voting pemakzulan dilakukan menyusul desakan agar Yoon mundur semakin meluas setelah sang presiden secara sepihak mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember untuk menghindari penyelidikan terhadap dia dan istrinya.

    Seorang juru bicara Partai Demokrat Korea mengatakan pemungutan suara itu akan dilakukan sekitar pukul 19.00 malam waktu setempat.

    Mosi pemakzulan ini setidaknya harus disetujui oleh sedikitnya dua pertiga anggota Majelis Nasional alias 200 dari total 300 suara.

    Mengingat 192 anggota Majelis Nasional berasal dari blok oposisi, maka Partai Demokrat selaku pihak yang mengajukan mosi perlu setidaknya delapan suara dari partai berkuasa, People Power Party (PPP) agar pemakzulan bisa berlangsung. Saat ini, PPP sebagai partai pengusung Yoon menguasai 108 kursi parlemen.

    Partai Demokrat mengajukan mosi memakzulkan Yoon pada Rabu (4/12) imbas aksi sang Presiden menetapkan status darurat militer secara tiba-tiba. Mosi itu diajukan bersama lima partai oposisi lain serta satu anggota parlemen independen.

    Pada Selasa (3/12) malam pukul 23.00, Presiden Yoon mendadak mendeklarasikan keadaan darurat militer. Alasannya, ada ancaman dari Korea Utara dan kekuatan anti-negara.

    Penetapan status ini membuat panik dan bingung masyarakat. Setelah ditelisik, alasan Yoon mengumumkan status tersebut ternyata karena situasi politik yang panas antara dia dan oposisi.

    Deklarasi darurat militer seperti yang dilakukan Yoon ini merupakan langkah inkonstitusional. Pasalnya, status itu hanya boleh ditetapkan ketika negara benar-benar dalam keadaan bahaya, seperti misalnya perang.

    Langkah Yoon pun dianggap sebagai aksi pemberontakan oleh banyak pihak. Warga kompak mendesak Yoon dimakzulkan dan diselidiki.

    Polisi telah memulai penyelidikan terhadap Yoon atas dugaan pemberontakan pada Kamis (5/12).

    Jika mosi pemakzulan Yoon disahkan parlemen, wewenang Yoon akan ditangguhkan dan Perdana Menteri Han Duck Soo akan mengambil alih tugas-tugasnya.

    Mosi yang telah disahkan itu selanjutnya akan diteruskan ke Mahkamah Konstitusi. MK nantinya akan memutuskan apakah menyetujui atau tidak usulan pemakzulan tersebut. Proses ini dapat memakan waktu hingga 180 hari.

    Jika Yoon mengundurkan diri atau diberhentikan dari jabatannya, Korea Selatan harus melakukan pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari, demikian dikutip dari The Korea Times.

    (blq/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Ancaman Hukuman Mati bagi Presiden Korsel Atas Dakwaan ‘Pemberontakan’

    Ancaman Hukuman Mati bagi Presiden Korsel Atas Dakwaan ‘Pemberontakan’

    Jakarta

    Darurat militer yang diumumkan Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol berbuntut panjang. Yoon Suk Yeol kini terancam hukuman mati atas dakwaan ‘pemberontakan’.

    Sebagai informasi, Yoon sempat mengejutkan dunia dengan tiba-tiba mengumumkan penetapan darurat militer, yang menangguhkan pemerintahan sipil, pada Selasa (3/12) tengah malam. Penetapan itu berujung pengerahan tentara-tentara dan helikopter militer ke gedung parlemen Korsel.

    Namun para anggota parlemen dari kubu oposisi berhasil menggelar voting yang hasilnya secara bulat menolak darurat militer tersebut dan mendesak Yoon untuk mencabutnya. Hasil voting parlemen itu secara hukum wajib dipatuhi oleh Yoon, yang kemudian mengumumkan pencabutan darurat militer.

    Darurat militer yang sempat memicu kekhawatiran publik Korsel itu hanya berlangsung sekitar enam jam. Setelah kehebohan itu lantas mencuat langkah dari partai-partai oposisi mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon atas tuduhan sang Presiden Korsel itu telah “sangat melanggar konstitusi dan hukum”.

    Jika mosi pemakzulan itu berhasil diloloskan dalam voting di parlemen pada Sabtu (7/12) malam, maka Yoon akan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Presiden Korsel sembari menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan menggelar sidang dan memutuskan apakah pemakzulan itu bisa dibenarkan.

    Mahkamah Konstitusi memiliki waktu 180 hari untuk menyidangkan pemakzulan Yoon. Jika nantinya enam hakim Mahkamah Konstitusi menyetujui pemakzulan itu, maka Yoon akan secara resmi dimakzulkan sebagai Presiden Korsel dan pemilihan presiden (pilpres) terbaru harus digelar dari waktu 60 hari sejak pemakzulan diresmikan.

  • Drama Darurat Militer Korsel, Pemakzulan Presiden Yoon Bisa Berhasil?

    Drama Darurat Militer Korsel, Pemakzulan Presiden Yoon Bisa Berhasil?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akan menghadapi proses pemakzulannya di parlemen yang kemungkinan digelar besok, Sabtu (7/12).

    Pemakzulan Yoon diusulkan oposisi di parlemen Partai Demokratik usai Presiden Korsel itu memberlakukan darurat militer pada Selasa malam waktu setempat.

    Darurat militer bagi warga Korsel mengingatkan mereka ke era menyakitkan tanpa kebebasan di bawah cengkeraman Angkatan Bersenjata.

    Lalu, apakah pemakzulan terhadap Yoon akan sukses?

    Menurut aturan Korsel, pemakzulan bisa lolos jika mengantongi dua pertiga atau 200 suara anggota parlemen.

    Aliansi oposisi pimpinan Demokratik memiliki kursi sebanyak 176. Mereka masih perlu mengumpulkan 24 kursi lagi.

    Namun, sidang pleno setelah Yoon mengumumkan darurat militer menunjukan sejumlah anggota yang turut bergabung. Saat itu, total 192 menolak langkah presiden Korsel itu.

    Berkaca dari kasus tersebut, oposisi hanya butuh sekitar 8 kursi untuk bisa meloloskan pemakzulan Yoon.

    Mulanya pemakzulan terhadap Yoon tampak suram usai partai berkuasa People Power Party (PPP) berjanji akan mencegah mosi pelengseran itu.

    Pada Kamis (5/12), Ketua PPP Han Dong Hoon menganggap upaya pemakzulan itu bisa mengganggu stabilitas politik. Meski begitu, dia meminta Yoon mundur dari partai.

    Kemudian hari ini, Han menyampaikan pernyataan yang mengejutkan publik.

    Dia meminta Yoon mundur dari kursi kepresidenan. Han menganggap deklarasi darurat militer membahayakan demokrasi Korsel.

    “Mengingat fakta-fakta yang baru muncul, saya yakin penangguhan segera tugas Presiden Yoon Suk Yeol diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya,” kata Han pada Jumat (6/12), dikutip AFP.

    Han mengatakan Yoon pada Selasa malam, berdasarkan bukti yang dipercaya, memerintah penangkapan ke “politikus kunci” dan menempatkan mereka di fasilitas penahanan.

    Anggota parlemen oposisi Jo Seung Jae mengatakan, berdasarkan rekaman kamera keamanan, tentara berusaha menangkap pemimpin oposisi Lee Jae Myung, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik, dan Han.

    Para analis juga meyakini Yoon memobilisasi intelijen untuk menangkap para politikus tersebut. Tak hanya itu, mereka menduga Presiden Korsel itu akan menetapkan darurat militer kedua.

    Di kesempatan ini, Han juga menegaskan jika Yoon tetap menjabat sebagai presiden “ada risiko signifikan bahwa tindakan ekstrem mirip darurat militer bisa berulang.”

    “Tindakan ini membahayakan Republik Korea dan warganya,” ucap Han.

    Profesor ilmu politik di Universitas Myongji, Shin Yul, membaca sikap PPP sebagai bentuk kekhawatiran mereka soal darurat militer kedua.

    “Tampaknya Han dan para pemimpin partai menyimpulkan sebenarnya ada kemungkinan besar Presiden Yoon akan mengumumkan darurat militer kedua,” kata Shin, dikutip AFP.

    Sikap terbaru PPP membuka peluang kesuksesan pemakzulan terhadap Yoon. Partai ini apalagi memiliki kursi terbanyak kedua di parlemen.

    Direktur lembaga pemikir yang fokus soal politik Zeitgeist Institute, Eom Kyeong Young, punya penilaian sendiri.

    Menurut Eom, ada sejumlah kondisi Majelis meloloskan pemakzulan itu terutama survei kepercayaan terhadap Yon.

    “Jika tingkat persetujuan Yoon turun di bawah 10 persen pada Jumat (hari ini), kemungkinan besar mosi pemakzulan akan disahkan pada Sabtu,” ujar dia, dikutip Korea Times.

    Anggota parlemen, terutama yang berada di daerah pedesaan, kata Eom, sangat peka terhadap sentimen publik dan jajak pendapat.

    “Meskipun PPP sedang membahas langkah-langkah tindak lanjut setelah kekacauan darurat militer, tindakan mereka tidak memenuhi harapan publik,” imbuh dia.

    Jajak pendapat baru di Korsel menunjukkan dukungan publik terhadap Yoon hanya 13 persen, terendah sejak dia menjabat presiden.

    Jika berhasil dimakzulkan, Yoon akan berhenti bertugas sebagai presiden hingga muncul putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Proses di lembaga penegak hukum ini memakan waktu sekitar 180 hari.

    Selagi kosong, pemerintahan akan diambil alih Perdana Menteri Han Duck Soo. Mereka juga bakal sibuk mempersiapkan pemilu sesuai aturan 60 hari setelah putusan MK.

    Korsel terakhir menetapkan darurat militer pada 1980. Bagi warga di sana, status ini begitu menakutkan dan menyakitkan.

    (rds)

    [Gambas:Video CNN]