Tag: Yoon Suk Yeol

  • Partai Usul Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Mundur Februari 2025

    Partai Usul Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Mundur Februari 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Partai berkuasa People Power Party (PPP) menyatakan sedang membahas pengunduran diri Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol usai drama darurat militer.

    Ketua satgas yang mengurusi pengunduran diri presiden, Lee Yang Soo, mengatakan tim mengusulkan Yoon untuk mundur pada Februari atau Maret 2025.

    Tim yang dibentuk PPP pada 9 Desember itu juga mengusulkan pemilu digelar pada April, dua bulan usai Yoon mundur.

    Dalam aturan Korsel, mereka harus menggelar pemilu dalam waktu 60 hari usai presiden mundur.

    “Kami belum mencapai kesimpulan di seluruh partai dan akan mengadakan pertemuan lagi dengan semua anggota Parlemen pada sore hari untuk membahas rencana itu,” kata Lee ke awak media pada Selasa (10/12), dikutip Reuters.

    Menurut jadwal Yoon baru akan lengser dari kursi kepresidenan pada 2027.

    Namun, politik di Negeri Ginseng gonjang-ganjing usai Yoon memberlakukan darurat militer pada 3 Desember.

    Penetapan itu mendapat penolakan dari parlemen hingga warga. Legislator lalu menggelar pleno luar biasa untuk membahas darurat militer dan sepakat menolak.

    Tak lama setelah itu, Yoon mencabut darurat militer. Namun, kemarahan warga tak begitu saja sirna.

    Warga meminta Yoon mundur dari jabatan saat ini karena dianggap memicu kekacauan.

    Sementara itu, partai oposisi yang menguasai parlemen mengajukan mosi pemakzulan. Namun saat voting, PPP walk out sehingga suara tak sampai ambang batas. Pemakzulan terhadap Yoon pun gagal.

    Yoon juga menghadapi ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup karena tuduhan melakukan pengkhianatan terhadap negara imbas darurat militer.

    (rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Presiden Korsel Ditetapkan Jadi Tersangka Buntut Status Darurat Militer

    Presiden Korsel Ditetapkan Jadi Tersangka Buntut Status Darurat Militer

    Jakarta

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol dikenakan larangan bepergian sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan dan tuduhan lain terkait dengan pemberlakuan darurat militer. Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan lintas lembaga di Korsel.

    Seperti dilansir Yonhap, Selasa (10/12/2024), larangan bepergian tersebut diberlakukan oleh Kementerian Kehakiman tak lama setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) menyatakan telah mengajukan permintaan perintah tersebut.

    Yoon telah ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan simultan yang dilakukan oleh polisi, jaksa dan CIO atas deklarasi darurat militer yang mengejutkan pada Selasa (3/12) lalu.

    Perintah tersebut dicabut 6 jam kemudian setelah Majelis Nasional Korsel memutuskan untuk mengakhirinya.

    Sebuah mosi untuk memakzulkan Yoon juga diajukan oleh oposisi utama Partai Demokrat dan partai oposisi lainnya, namun mosi tersebut dibatalkan pada Sabtu (7/12) setelah Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa memboikot pemungutan suara mengenai mosi tersebut.

    Bae Sang-eop, pejabat senior imigrasi di Kementerian Kehakiman, mengatakan kepada anggota parlemen dalam sidang parlemen pada Senin (9/12) bahwa larangan perjalanan hampir selalu dikeluarkan setelah peninjauan sederhana terhadap persyaratan formal.

    Dia mengatakan larangan itu diberlakukan pada Yoon sekitar pukul 15.00 Waktu Korsel.

    Ketika ditanya apakah CIO telah meminta larangan perjalanan terhadap ibu negara Kim Keon Hee, dia mengatakan hal itu akan ditinjau.

    Saksikan juga video: Presiden Korea Selatan Minta Maaf Atas Pengumuman Darurat Militer

    (rfs/jbr)

  • Kasus Darurat Militer Makin Meluas, Kepala Komando Inetlijen Pertahanan Korsel Diberhentikan

    Kasus Darurat Militer Makin Meluas, Kepala Komando Inetlijen Pertahanan Korsel Diberhentikan

    ERA.id – Kepala Komando Intelijen Pertahanan militer Korea Selatan secara resmi telah diberhentikan dari tugasnya. Pemberhentian itu berkaitan dengan keterlibatannya atas deklarasi darurat militer.

    “Kementerian Pertahanan telah memindahkan Mayor Jenderal Angkatan Darat Moon Sang-ho, kepala Komando Intelijen Pertahanan, untuk menangguhkan tugasnya karena keterlibatannya dalam situasi saat ini,” kata Kementerian Pertahanan dalam pernyataannya, dikutip Yonhap News, Selasa (10/12/2024).

    Selain memberhentikan Moon, Kementerian juga sedang memverifikasi kecurigaan bahwa personel dari komando Moon memasuki kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional di Gwacheon, tepat di selatan Seoul, Selasa lalu ketika Presiden Yoon Suk Yeol tiba-tiba mengumumkan darurat militer.

    Dari laporan media lokal sebelumnya dikatakan bahwa anggota Komando Intelijen Pertahanan memfilmkan server komputer komisi di kantor tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai motif tindakan tersebut.

    Sejauh ini Kementerian telah memberhentikan lima personel militer senior lainnya di tengah penyelidikan yang meluas mengenai peran mereka dalam operasi darurat militer, termasuk komandan Komando Pertahanan Ibu Kota, Komando Perang Khusus Angkatan Darat, dan Komando Kontra Intelijen.

  • Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Ditetapkan Jadi Tersangka Imbas Umumkan Darurat Militer – Halaman all

    Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Ditetapkan Jadi Tersangka Imbas Umumkan Darurat Militer – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Jaksa Korea Selatan (Korsel) menetapkan Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, menjadi tersangka buntut mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) lalu.

    Dikutip dari The Korea Times, Yoon diduga telah melakukan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya.

    Kepala Tim Penyelidikan Khusus Kejaksaan, Park Se Hyun, mengungkapkan penyelidikan secara lebih luas telah dilakukan buntut banyaknya aduan yang ditujukan kepada Yoon.

    “Prosedur standar adalah mendaftarkan seorang sebagai tersangka ketika ada pengaduan atau laporan yang diajukan,” katanya dalam konferensi pers, Minggu (8/12/2024) waktu setempat.

    Park menyebut bakal membuka penyelidikan secara mendalam terhadap Yoon atas dugaan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan sebagai orang nomor satu Negeri Gingseng tersebut.

    “Tindakan (Yoon) ini memenuhi kriteria pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan berdasarkan hukum,” tuturnya.

    Park menegaskan laporan dugaan pengkhianatan dan penyalahgunaan terhadap Yoon tidak dilindungi konstitusional Korsel.

    Alhasil, penyelidikan dapat terus dilakukan serta hasil pemungutan suara pemakzulan terhadap Yoon juga dapat diteruskan pada Sabtu (14/12/2024) mendatang oleh Majelis Nasional.

    Eks Menhan Korsel Ditahan

    Sebelumnya, mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Korsel, Kim Yong-hyun, telah ditahan atas dugaan yang sama dengan Yoon yaitu pengkhinatan terhadap negara pada Minggu pagi.

    Dikutip dari Reuters, Kim ditahan setelah sempat diperiksa di Kantor Kejaksaan Seoul pada Minggu dini hari sekira pukul 01.30 waktu setempat.

    Setelah pemeriksaan tersebut, jaksa langsung memerintahkan penahanan terhadap Kim serta menyita ponselnya.

    Selain itu, jaksa juga memerintahkan penggeledahan terhadap kediaman dan bekas kantor Kim.

    Jaksa memutuskan dugaan pengkhianatan oleh Kim merupakan kejahatan serius dan penahanan darurat diperlukan lantaran adanya kekhawatiran akan kemungkinan penghancuran barang bukti.

    Kini, Kim ditahan di Pusat Penahanan di Seoul bagian timur.

    Di sisi lain, jaksa harus memiliki surat perintah penangkapan resmi yang dikeluarkan oleh pengadilan dalam waktu 48 jam setelah penahanan terhadap Kim.

    Kejaksaan, saat ini, sudah memperoleh surat perintah pengadilan untuk mengamankan riwayat panggilan Kim.

    Kim diduga menjadi otak yang mengusulkan adanya darurat militer kepada Yoon.

    Jaksa kini tengah menyelidiki keterlibatan Kim dalam pengumuman dan pencabutan darurat militer oleh Yoon hingga adanya pengerahan militer ke Gedung Majelis Nasional dan Komisi Pemilihan Nasional.

    Eks Menhan Korsel Disebut Perintahkan Singkirkan Majelis Nasional

    Dikutip dari CNN, salah satu mantan Komando Perang Khusus Angkatan Darat, Kwak Jong-geun, mengungkapkan dirinya menerima perintah dari Kim untuk ‘menyingkirkan anggota Majelis Nasional’.

    Kendati demikian, dia menolak perintah tersebut karena dianggap ilegal.

    Namun, penolakan Kwak tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan Komandan Brigade Pasukan Khusus Lintas Udara pertama, Lee Sang-hyun.

    Lee menyebut dia justru menerima perintah dari Kwak agar menghentikan pemungutan suara yang dilakukan anggota Majelis Nasional’.

    Dengan deretan kesaksian ini, jaksa berencana untuk terlebih dahulu mengulik kesaksian Kim terlebih dahulu dan baru memeriksa pihak lainnya untuk mengumpulkan bukti yang ada.

    Kejaksaan pun bakal dibantu oleh pihak kepolisian yang telah membentuk tim investigasi beranggotakan 150 orang.

    Namun, kepolisian menegaskan pihaknya bakal bekerja secara terpisah dan tidak akan mengintervensi Kejaksaan.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

  • Geledah Rumah hingga Kantor, Kepala DCC dan Mantan Mendag Korea Selatan Diperiksa Polisi

    Geledah Rumah hingga Kantor, Kepala DCC dan Mantan Mendag Korea Selatan Diperiksa Polisi

    ERA.id – Kepolisian Korea Selatan akan memanggil kepala kontra intelijen pertahanan (DCC) dan mantan Menteri Dalam Negeri terkait penyelidikan deklarasi darurat militer.

    “Polisi memberi tahu Kepala Komando Kontra Intelijen Pertahanan (DCC), Letjen Jenderal Yeo In-hyung, dan mantan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min tentang rencana tersebut,” kata pejabat kepolisian, dikutip Yonhap News, Senin (9/12/2024).

    Meski demikian, belum ada tanggal pasti terkait pemanggilan mereka.

    Diketahui Yeo diskors dari tugasnya pekan lalu, sedangkan mantan Menteri Dalam Negeri Lee mengajukan surat pengunduran diri pada Minggu (8/12). Keputusan itu terkait dengan deklarasi darurat militer yang hanya bertahan selama enam jam.

    Sebelum melakukan pemanggilan, jaksa penuntut melakukan penggerebekan di markas besar DCC di Gawcheon, selatan Seoul. Penggerebekan itu dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan terpisah atas dugaan makar sehubungan dengan kegagalan darurat militer.

    Jaksa militer disebut turut berpartisipasi dalam penggerebekan tersebut. Begitu juga dengan surat perintah penggeledahan yang dikeluarkan dari pengadilan militer.

    Selain itu, kantor dan tempat tinggal Yeo dan pejabat komando lainnya, serta kantor cabang DCC di Seoul dan wilayah lain di seluruh negeri juga turut digerebek.

    Tindakan ini dilakukan setelah Presiden Yoon Suk Yeol tiba-tiba mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) lalu. Namun mencabutnya beberapa jam kemudian setelah Majelis Nasional memutuskan untuk menyerukan diakhirinya darurat militer.

    DCC sendiri dikenal sebagai lembaga kunci dalam deklarasi darurat militer, dan dilaporkan mengirimkan pasukan dan personel ke Majelis Nasional dan Komisi Pemilihan Umum Nasional.

    Pihak oposisi juga menimbulkan kecurigaan bahwa DCC telah menyusun keputusan darurat militer bulan lalu di bawah instruksi Yeo dan mengatur dugaan infiltrasi drone ke Pyongyang atas arahan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun.

    Namun Yeo membantah klaim tersebut. Ia mengatakan DCC tidak mengetahui adanya rencana deklarasi darurat militer sebelumnya dan akan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan.

    “Saya akan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan yang saya ambil sebagai komandan,” kata Yeo dalam pernyataannya.

    Lebih lanjut, Yeo berjanji untuk bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan yang sedang berlangsung.

  • Rupiah Ambles Usai Presiden Suriah Bashar al-Assad Lengser – Page 3

    Rupiah Ambles Usai Presiden Suriah Bashar al-Assad Lengser – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Rupiah mengalami pelemahan di pekan kedua bulan Desember pada Senin, 9 Desember 2024. Rupiah ditutup melemah 21 point terhadap Dolar AS (USD), setelag sebelumnya sempat melemah 35 point di evel Rp.15.866 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15,845.

    Sedangkan untuk besok, kurs Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp. 15.850 – Rp.15.920,” kata Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Rupiah melemah setelah ketegangan geopolitik meningkat di Timur Tengah, di mana pasukan pemberontak mengambil alih ibu kota Suriah, Damaskus, dan melengserkan Presiden Bashar al-Assad, yang melarikan diri ke Rusia.

    Kondisi tersebut diperburuk oleh ketidakpastian yang meningkat atas suku bunga Federal Resrve, membuat para pedagang lebih memilih dolar dan obligasi pemerintah. “Pasar menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi setelah perubahan rezim setelah perang saudara yang berkepanjangan,” ungkap Ibrahim. Di Korea Selatan, pasar juga masih memantau perkembangan terkait keputusan jaksa penuntut terhadap Presiden Yoon Suk Yeol. Ia dalam penyelidikan kriminal atas upaya yang gagal untuk memberlakukan darurat militer pekan lalu.

    Yoon Suk Yeol selamat dari pemungutan suara pemakzulan selama akhir pekan. Namun pemimpin partainya sendiri mengatakan presiden akan dikesampingkan dan dipaksa untuk mengundurkan diri. “Pasar sebagian besar mempertahankan taruhan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin minggu depan,” papar Ibrahim.

    “Namun prospek jangka panjang bank sentral terhadap suku bunga berubah tidak pasti, dengan inflasi yang tinggi dan ketahanan ekonomi yang kemungkinan akan memicu pelonggaran yang lebih lambat pada tahun 2025,” bebernya.

     

  • Dituduh Makar, Presiden Korsel Dilarang ke Luar Negeri – Halaman all

    Dituduh Makar, Presiden Korsel Dilarang ke Luar Negeri – Halaman all

    Gejolak politik di Korea Selatan ikut berimbas pada bursa saham di Seoul yang pada Senin (9/12) jatuh ke level terendah sejak lebih dari satu tahun.

    Kegamangan investor bersumber pada kebuntuan di parlemen seputar gagalnya upaya pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol, akibat aksi boikot partai pemerintah, Sabtu (7/12). Pada saat yang sama, polisi menahan menteri pertahanan yang bertanggung jawab menerbitkan darurat militer, sementara menteri dalam negeri mengundurkan diri.

    Kedua pejabat, ditambah Presiden Yoon, sedang diperiksa atas dugaan makar. Dia kini dikenakan larangan berpergian ke luar negeri, dikeluarkan oleh Kementerian Kehakiman. Adapun pihak oposisi mengaku akan kembali menggulirkan upaya pemakzulan pekan ini, yang membutuhkan dukungan suara sejumlah kader partai pemerintah untuk memenuhi syarat mayoritas mutlak.

    Bae Sang-up, seorang pejabat Kementerian Kehakiman, mengatakan bahwa larangan berpergian terhadap Yoon dikeluarkan atas permintaan dari kepolisian, jaksa, dan lembaga antikorupsi.

    Penahanan terhadap presiden?

    Pada hari Senin, seorang perwira senior Badan Kepolisian Nasional mengatakan kepada bahwa pihaknya berwenang menahan presiden jika memenuhi syarat. Pasalnya, meski kebal hukum selama menjabat, presiden Korea Selatan tidak dilindungi jika melakukan delik makar atau pengkhianatan negara.

    Artinya, Yoon bisa diinterogasi dan ditahan polisi atas keputusannya menerbitkan darurat militer. Namun begitu, sebagian besar pengamat meragukan polisi akan dengan paksa menahan kepala pemerintahan atau menggeledah istana negara.

    Kelompok oposisi di bawah Partai Demokrat menyebut status darurat oleh Presiden Yoon sebagai langkah “inkonstitusional, sebuah pemberontakan ilegal atau kudeta.” Partai tersebut mengklaim telah mengadukan setidaknya sembilan pejabat negara kepada polisi terkait dugaan makar, termasuk Presiden Yoon.

    Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun pada Minggu (9/12) dijemput aparat kepolisian dan menjadi pejabat pertama yang ditahan dalam huru-hara seputar darurat sipil.

    “Berserah kepada keputusan partai”

    Kementerian Pertahanan minggu lalu secara terpisah menskors tiga komandan militer atas dugaan keterlibatan mereka dalam penerapan darurat militer. Mereka termasuk di antara mereka yang menghadapi tuduhan pemberontakan yang diajukan oposisi.

    Pada hari Sabtu, Yoon mengeluarkan permintaan maaf atas keputusan darurat militer, dengan mengatakan bahwa dia tidak akan mengabaikan tanggung jawab hukum atau politik atas deklarasi tersebut. Dia mengatakan bahwa dirinya akan berserah kepada partai PPP untuk memetakan jalan keluar dari kekacauan politik, “termasuk hal-hal yang terkait dengan masa jabatan saya.”

    Sejak menjabat pada tahun 2022, Yoon yang dari partai konservatif sudah acap berseteru dengan kelompok liberal yang mengendalikan parlemen. Oposisi sebelumnya mengajukan serangkaian mosi untuk memakzulkan beberapa pejabat tinggi di kabinet dan menyerang Yoon atas skandal korupsi yang melibatkan istrinya.

    Dalam pengumuman darurat militer pada Selasa malam, Yoon menyebut parlemen sebagai “sarang penjahat” yang menghambat urusan negara dan bersumpah untuk melenyapkan “pengikut Korea Utara yang tidak tahu malu dan pasukan anti-negara.” Dekrit darurat militer Yoon hanya bertahan selama enam jam karena digugurkan Majelis Nasional, yang memaksa pemerintah memulihkan status sebelum fajar pada hari Rabu (4/12).

    Awalnya, dekrit oleh Yoon ditentang sejumlah petinggi Partai Kekuatan Rakyat, PPP. Namun, dalam pencoblosan pemakzulan di parlemen, tidak ada suara membelot dari fraksi pemerintah seperti yang sebelumnya diharapkan.

    rzn/yf (rtr/ap)

  • Krisis Politik di Korsel Bawa Malapetaka, Buat Mata Uang Won Anjlok Hingga Saham Ambruk – Halaman all

    Krisis Politik di Korsel Bawa Malapetaka, Buat Mata Uang Won Anjlok Hingga Saham Ambruk – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

    TRIBUNNEWS.COM, SEOUL – Konflik politik di Korea Selatan yang tak kunjung rampung memicu dampak negatif bagi volatilitas mata uang won, hingga nilainya anjlok ke level terendah, Senin (9/12/2024).

    Dilansir dari Refinitiv, won Korea Selatan sejak beberapa hari terakhir terus mencatatkan penurunan terdepresiasi sebesar 2,11 persen, menyentuh angka KRW1.424,14 per dolar AS pada 6 Desember 2024.

    Sedangkan pada siang hari ini pukul 11:09 WIB, won Korea Selatan kembali terpuruk ke kisaran KRW1.435,29 dollar AS, mendekati level terlemahnya sejak 2009.

    Tak hanya won yang mencatatkan penurunan, mayoritas saham Korsel juga ikut ambruk diantaranya seperti Indeks acuan Kospi yang anjlok 2,8 persen, disusul penurunan Indeks Kosdaq berkapitalisasi kecil yang merosot lebih dari 5 persen, jadi yang terendah sejak April 2020.

    Kemerosotan ini terjadi buntut krisis politik Korsel pasca Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan darurat militer dengan pengerahan pasukan yang mengepung gedung parlemen pada Selasa (3/12/2024) tengah malam.

    Langkah ini dilakukan Yoon dengan dalih munculnya isu kudeta dari kelompok pro-Korea Utara. Ia menuduh oposisi sebagai “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara” dan menyebut mereka telah menciptakan krisis yang mengancam tatanan konstitusional.

    Namun belakangan terkuak alasan presiden Yoon memberlakukan status darurat militer lantaran adanya perselisihan antara presiden Yoon dan parlemen yang dikendalikan oposisi mengenai anggaran dan tindakan lainnya, bukan karena ancaman eksternal.

    Para politikus Korea Selatan  menyebutkan deklarasi Yoon Suk Yeol ilegal dan tidak konstitusional. Pemimpin partai Yoon Suk Yeol, Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, menyebutkan langkah Yoon Suk Yeol adalah “langkah yang salah”.

    Meski darurat militer tersebut dicabut setelah enam jam diumumkan, namun buntut ketegangan tersebut Presiden Yoon harus menghadapi resiko pemakzulan dari berbagai pihak.

    Saat Presiden Yoon menghadapi tekanan kuat untuk mengundurkan diri, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, Han Dong-hoon, pada hari Minggu mengatakan Perdana Menteri Han Duck-soo akan mengelola urusan negara sementara partainya menyusun rencana untuk presiden.

    Para anggota parlemen oposisi mengecam keputusan tersebut sebagai tidak konstitusional dan ribuan orang turun ke jalan untuk memprotesnya. 

    Krisis politik ini yang membuat investor ketar-ketir, hingga pasar saham dan keuangan Korsel mengalami kemerosotan. Kendati para pejabat di Seoul telah berusaha keras untuk mencegah keruntuhan pasar, akan tetapi ketidakpastian atas kepemimpinan negara tersebut telah memperburuk sentiment.

    “Kemungkinan skenario terburuk untuk Kospi telah meningkat, bahkan pada perkembangan kecil, Kospi dapat goyah karena akumulasi kelelahan, kekecewaan, sentimen investor yang sangat buruk dan situasi penawaran dan permintaan,” kata Lee Kyoung-Min, seorang ahli strategi di Daishin Securities Co.

    Para analis di Bloomberg Intelligence. berspekulasi kemerosotan pasar saham dan Won mungkin akan terus berlanjut selama liburan Tahun Baru Imlek, mengingat situasi politik Korsel saat ini tak menemukan titik terang.

  • Video: Korsel Chaos! Presiden Yoon Terhindar Dari Pemakzulan Pertama

    Video: Korsel Chaos! Presiden Yoon Terhindar Dari Pemakzulan Pertama

    Jakarta, CNBC Indonesia – Situasi perpolitikan Korea Selatan masih memanas. Partai oposisi utama di negeri itu mengatakan bahwa pihaknya akan mencoba lagi proses memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol setelah pria berumur 63 tahun itu mengumumkan darurat militer.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Senin, 09/12/2024) berikut ini.

  • Beda Nasib Presiden Korsel dan Eks Menhan Usai Darurat Militer

    Beda Nasib Presiden Korsel dan Eks Menhan Usai Darurat Militer

    Seoul

    Nasib berbeda dialami Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol dengan mantan Menteri Pertahanan Korsel Kim Yong-hyun. Yoon selamat dari pemakzulan, sementara Kim ditangkap dan ditahan kejaksaan.

    Yoon lolos dari upaya pemakzulan yang digulirkan oleh oposisi di Parlemen Korsel. Upaya pemakzulan itu merupakan buntut pengumuman darurat militer kontroversial pada Selasa (3/12/2024) malam.

    Darurat militer itu dicabut pada Rabu (4/12) dini hari. Pencabutan darurat militer dilakukan setelah anggota Parlemen Korsel menggelar voting yang menuntut pencabutan darurat militer.

    Pada Sabtu (7/12) malam, parlemen menggelar rapat untuk menggulingkan Yoon dari kursi Presiden Korsel. Namun, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang menaungi Yoon, memboikot pemungutan suara melalui aksi walkout hampir seluruh anggota parlemen PPP.

    Tayangan siaran langsung televisi setempat dari ruang sidang pleno, seperti dilansir AFP, menunjukkan para anggota parlemen yang hadir mulai memberikan suara mereka secara rahasia. Saat itu, tidak diketahui secara jelas apakah ada cukup suara anggota parlemen untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.

    Berdasarkan aturan yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen atau sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen untuk meloloskan mosi pemakzulan Presiden Korsel. Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, dan partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen.

    PPP pun menggunakan strategi boikot untuk mencegah pembelotan anggotanya karena pemungutan suara pemakzulan dilakukan melalui pemungutan suara yang anonim. Dari 108 anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, 107 telah meninggalkan ruang pemungutan suara.

    Laporan AFP menyebut hanya ada satu anggota parlemen PPP yang tetap duduk di kursinya ketika rekan-rekannya yang lain melakukan walk out. Proses voting sendiri tetap digelar, namun jumlah anggota parlemen yang menyetujui pemakzulan Yoon tidak mencukupi batas minimal yang diatur.

    Upaya Pemakzulan Akan Dilakukan Lagi

    Partai oposisi utama Korsel pun mengaku akan mencoba lagi upaya memakzulkan Yoon. Dilansir AFP, Minggu (8/12), Yoon juga sedang diselidiki atas tuduhan pemberontakan.

    Lee Jae-myung, pemimpin Partai Demokrat (DP) yang merupakan oposisi utama, mengatakan mereka akan mencoba lagi pemakzulan pada 14 Desember. Dia mengatakan hanya ada dua pilihan bagi Yoon, mundur atau dimakzulkan.

    “Yoon, pelaku utama di balik pemberontakan dan kudeta militer yang menghancurkan tatanan konstitusional Korea Selatan, harus segera mengundurkan diri atau dimakzulkan tanpa penundaan,” kata Lee.

    “Pada tanggal 14 Desember, Partai Demokrat kami akan memakzulkan Yoon atas nama rakyat,” sambungnya.

    Sebagai imbalan atas pemblokiran pemakzulan, Partai Kekuatan Rakyat mengatakan mereka telah ‘secara efektif memperoleh janji dari Yoon untuk mengundurkan diri’.

    “Bahkan sebelum presiden mengundurkan diri, dia tidak akan mencampuri urusan negara, termasuk urusan luar negeri,” kata pemimpin PPP Han Dong-hoon pada hari Minggu setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Han Duck-soo.

    “Ini akan meminimalkan kebingungan bagi Korea Selatan dan rakyatnya, menyelesaikan situasi politik secara stabil dan memulihkan demokrasi liberal”, kata Han.

    Namun Lee dan juru bicara Majelis Nasional Woo Won-shik yang sama-sama dari partai oposisi bersikeras darurat militer yang sempat diterapkan merupakan tindakan ilegal. Dia mengatakan Yoon telah melakukan pelanggaran konstitusi.

    “Bagi perdana menteri dan partai yang berkuasa untuk bersama-sama menjalankan kewenangan presidensial, yang tidak diberikan kepada mereka oleh siapa pun, tanpa berpartisipasi dalam proses konstitusional untuk menangani darurat militer yang tidak konstitusional, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap konstitusi,” kata Woo.

    “Kekuasaan presiden bukanlah milik pribadi Presiden Yoon Suk Yeol Bukankah ini kudeta lain yang menghancurkan tatanan konstitusional?” sambungnya.

    Yoon sudah meminta maaf atas ‘kecemasan dan ketidaknyamanan’ yang disebabkan oleh deklarasi darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Namun, dia tidak mengundurkan diri dengan mengatakan bahwa dia akan menyerahkan nasibnya kepada partainya.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.