Tag: Yoon Suk Yeol

  • Top 5 News: Hokky Caraka Harap Indonesia Cetak Gol hingga Puncak Mulai Dipadati Pengunjung Nataru

    Top 5 News: Hokky Caraka Harap Indonesia Cetak Gol hingga Puncak Mulai Dipadati Pengunjung Nataru

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah pemberitaan pada Jumat (20/12/2024) menarik perhatian pembaca dan menjadi top 5 news Beritasatu.com. Salah satunya striker Timnas Indonesia Hokky Caraka berharap mencetak gol dalam laga Indonesia vs Filipina dan membawa Garuda memetik kemenangan.

    Kemudian, dilanjutkan dengan KPK Korea Selatan jadwalkan pemeriksaan Presiden Yoon pada saat Natal, hingga Jasa Marga mencatat kendaraan yang meninggalkan Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi menjelang libur Natal.

    Berikut ini ringkasan top 5 news atau lima berita terpopuler yang bisa disimak kembali oleh pembaca Beritasatu.com:

    1. Indonesia vs Filipina Jadi Penentu, Hokky Caraka Berharap Cetak Gol Kemenangan

    Striker Timnas Indonesia Hokky Caraka berharap mencetak gol dalam laga Indonesia vs Filipina dan membawa Garuda memetik kemenangan dan lolos ke semifinal Piala AFF 2024.  

    Penyerang klub PSS Sleman itu menegaskan para pemain Timnas Indonesia sudah melakukan persiapan semaksimal mungkin untuk menghadapi laga terakhir kontra Filipina dalam babak penyisihan grup Piala AFF 2024 yang akan digelar di Stadion Manahan, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (21/12/2024). 

    2. KPK Korea Selatan Jadwalkan Pemeriksaan Presiden Yoon pada Hari Natal

    Top 5 news berikutnya adalah tim investigasi interdisipliner meminta Kantor Investigasi Korupsi (CIO) Korea Selatan melakukan pemeriksaan Presiden Yoon Suk Yeol pada Hari Natal, Rabu (25/12/2024), pada pukul 10.00 waktu setempat (sekitar pukul 08.00 WIB). 

    Diketahui, pemeriksaan Presiden Yoon oleh KPK Korea Selatan ini awalnya dijadwalkan pada Rabu (18/12/2024). Namun Yoon Suk Yeol tidak dapat hadir.

    3. Puncak Bogor Mulai Dibanjiri Pengunjung, Simpang Gadog Alami Kemacetan Panjang

    Menjelang libur akhir pekan arus wisata menuju kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat pada Jumat (20/12/2024) petang mulai dibanjiri pengunjung. Kondisi ini menyebabkan kemacetan panjang di kawasan simpang Gadog hingga akses tol Jagorawi.

    Kemacetan panjang arus lalu lintas menuju kawasan wisata Puncak pada Jumat petang ini mulai terlihat sejak pukul 17.30 WIB. Di kawasan simpang Gadog menuju Puncak mulai terlihat antrean kendaraan yaitu dari arah Tol Jagorawi menuju Puncak.

    4. Jelang Libur Nataru 2025, Jasa Marga Catat 307.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

    PT Jasa Marga mencatat sebanyak 307.831 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada H-7 hingga H-6 liburan Natal dan Tahun Baru 2025 (Nataru 2025) yang jatuh pada periode Rabu-Kamis (18-19 Desember 2024) masuk menjadi salah satu top 5 news.

    Angka tersebut merupakan angka kumulatif arus lalu lintas (lalin) dari empat gerbang tol (GT) utama, yaitu GT Cikupa (menuju arah Merak), GT Ciawi (menuju arah Puncak), GT Cikampek Utama (menuju arah Trans Jawa) dan GT Kalihurip Utama (menuju arah Bandung).

    5. Hari Ini Jadi Puncak Mudik Libur Nataru 2025 di Stasiun Pasar Senen

    PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 1 Jakarta menyebut hari ini, Jumat (20/12/2024), menjadi puncak kepadatan penumpang kereta api di Stasiun Pasar Senen pada momen libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Pasalnya, tingkat keterisian tiket kereta api hampir mencapai 94% atau sebanyak 23.547 tiket terjual dari total kapasitas.

    Manager Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Ixfan Hendriwintoko mengatakan, volume penumpang hari ini lebih tinggi dari sebelumnya, Kamis (19/12/2024).

    Demikian top 5 news Beritasatu.com yang menarik perhatian pembaca. Namun, terdapat update berita lainnya yang tak kalah menarik, informatif, serta menghibur yang bisa pembaca simak lebih lanjut. 

  • Militer Korea Selatan Jadi Sorotan Setelah Skandal Darurat Militer – Halaman all

    Militer Korea Selatan Jadi Sorotan Setelah Skandal Darurat Militer – Halaman all

    Perwira tertinggi di militer Korea Selatan, Laksamana Kim Myung Soo mengunjungi Zona Demiliterisasi hari Selasa lalu (17/12), dengan tujuan untuk memastikan kesiapan pasukan Korea Selatan menghadapi potensi ancaman dari Korea Utara.

    Kunjungan ini juga bertujuan untuk memperlihatkan kepada publik bahwa meskipun terjadi kekacauan dalam politik, angkatan bersenjata negara tidak rapuh dan tetap siaga.

    Beberapa komandan militer tertinggi Korea Selatan memang telah diberhentikan dari jabatannya, atau menjadi subjek penyelidikan sehubungan dengan darurat militer pada tanggal 3 Desember lalu – yang hanya berlaku selama enam jam.

    Pada hari Senin (16/12), mantan kepala Komando Perang Khusus Kwak Jong-geun, dan mantan kepala Komando Pertahanan Ibu Kota Lee Jin-woo ditangkap atas tuduhan mengerahkan personel militer ke parlemen.

    Mantan kepala Komando Kontra Intelijen Pertahanan Yeo In-hyung dituduh mendalangi penerapan darurat militer, dan panglima militer Park An-su telah diberhentikan dari jabatannya.

    Selain itu, mantan Menteri Pertahanan Yoon Kim Yong-hyun telah mengundurkan diri dan mantan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min menghadapi penyelidikan.

    Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol memang sempat “memicu kekhawatiran mengenai kesiapan militer terhadap ancaman Korea Utara,” menurut sebuah artikel oleh Kantor Berita Yonhap.

    Pergantian kepemimpinan militer AS di Korea Selatan

    Situasinya semakin rumit karena panglima pasukan AS di Korea Selatan juga mengalami pergantian, dengan Jenderal Paul LaCamera dijadwalkan digantikan minggu depan oleh Jenderal Xavier Brunson.

    Tetapi Kementerian Pertahanan menegaskan “tidak ada kekurangan” dalam postur operasional dan kesiapan senjata yang berbeda.

    Chun In-bum, pensiunan letnan jenderal di Angkatan Darat Republik Korea dan sekarang menjadi anggota senior di Institut Nasional untuk Studi Pencegahan, mendukung keyakinan bahwa meskipun beberapa perwira paling senior di militer telah dipecat, lembaga tersebut tetap berfungsi.

    “Melalui kontak pribadi dan hubungan saya dengan angkatan bersenjata Korea, saya tahu bahwa pada tingkat taktis, mereka tahu betul apa misi mereka dan mereka fokus pada tugas mereka,” katanya kepada DW.

    “Apa yang terjadi sangat disayangkan, tapi posisi pandangan saya adalah, politisi telah menyeret militer ke dalam situasi ini dan saya bersyukur tentara tidak ada di dalamnya dan ini berakhir dengan cepat,” ujarnya.

    “Tragedinya adalah, para perwira senior yang seharusnya melindungi anggota militer lainnya dari pengaruh para politisi, gagal melakukan hal tersebut dan nampaknya beberapa dari mereka berpartisipasi dalam perencanaan penerapan darurat militer,” kata Chun In-bum menambahkan.

    “Tetapi jajaran di bawah semuanya telah meningkatkan dan mengisi kesenjangan, menunjukkan bahwa sistem tersebut sudah berjalan dan berfungsi,” tambahnya. “Dan walaupun saya tidak mengatakan saya tidak punya kekhawatiran, saya ingin menekankan, semua orang di militer sepenuhnya fokus dalam melakukan pekerjaan mereka.”

    “Supremasi hukum telah diikuti dan tetap kuat”

    Chun In-bum juga mengatakan, ia tidak terkejut dengan sikap Korea Utara yang relatif diam terhadap krisis politik di Selatan.

    “Korut tahu bahwa kita sedang mengalami pertikaian politik di dalam negeri, namun mereka juga menyadari, jika mereka mencoba melakukan sesuatu maka hal itu hanya akan menyatukan warga Korea Selatan melawan ancaman eksternal ini,” katanya.

    Park Jung-won, seorang profesor hukum di Universitas Dankook, setuju bahwa negara tersebut tampaknya telah berhasil mengatasi ketidakstabilan yang disebabkan oleh deklarasi darurat militer dan bahwa fundamental republik telah kokoh dalam menghadapi tantangan yang serius.

    “Prinsip-prinsip penghormatan terhadap hukum telah diikuti, dan kita harus memujinya karena prinsip-prinsip tersebut berfungsi sebagaimana mestinya,” katanya. “Dalam kediktatoran di masa lalu, militer memegang kendali, namun hal tersebut tidak lagi terjadi.”

    “Tentu saja, ini masih merupakan situasi yang bergejolak dan tidak dapat diprediksi, namun negara ini sedang menjalani proses dan saya tidak khawatir situasi keamanan akan memburuk karena hal ini,” ujarnya. “Hal ini mungkin menjadi berita utama selama beberapa hari, namun supremasi hukum tetap kuat.”

    Diadaptasi dari laporan DW bahasa Inggris

  • Militer Korsel Jadi Sorotan Setelah Skandal Darurat Militer

    Militer Korsel Jadi Sorotan Setelah Skandal Darurat Militer

    Jakarta

    Perwira tertinggi di militer Korea Selatan, Laksamana Kim Myung Soo mengunjungi Zona Demiliterisasi hari Selasa lalu (17/12), dengan tujuan untuk memastikan kesiapan pasukan Korea Selatan menghadapi potensi ancaman dari Korea Utara. Kunjungan ini juga bertujuan untuk memperlihatkan kepada publik bahwa meskipun terjadi kekacauan dalam politik, angkatan bersenjata negara tidak rapuh dan tetap siaga.

    Beberapa komandan militer tertinggi Korea Selatan memang telah diberhentikan dari jabatannya, atau menjadi subjek penyelidikan sehubungan dengan darurat militer pada tanggal 3 Desember lalu – yang hanya berlaku selama enam jam.

    Pada hari Senin (16/12), mantan kepala Komando Perang Khusus Kwak Jong-geun, dan mantan kepala Komando Pertahanan Ibu Kota Lee Jin-woo ditangkap atas tuduhan mengerahkan personel militer ke parlemen. Mantan kepala Komando Kontra Intelijen Pertahanan Yeo In-hyung dituduh mendalangi penerapan darurat militer, dan panglima militer Park An-su telah diberhentikan dari jabatannya. Selain itu, mantan Menteri Pertahanan Yoon Kim Yong-hyun telah mengundurkan diri dan mantan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min menghadapi penyelidikan.

    Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol memang sempat “memicu kekhawatiran mengenai kesiapan militer terhadap ancaman Korea Utara,” menurut sebuah artikel oleh Kantor Berita Yonhap.

    Pergantian kepemimpinan militer AS di Korea Selatan

    Situasinya semakin rumit karena panglima pasukan AS di Korea Selatan juga mengalami pergantian, dengan Jenderal Paul LaCamera dijadwalkan digantikan minggu depan oleh Jenderal Xavier Brunson. Tetapi Kementerian Pertahanan menegaskan “tidak ada kekurangan” dalam postur operasional dan kesiapan senjata yang berbeda.

    Chun In-bum, pensiunan letnan jenderal di Angkatan Darat Republik Korea dan sekarang menjadi anggota senior di Institut Nasional untuk Studi Pencegahan, mendukung keyakinan bahwa meskipun beberapa perwira paling senior di militer telah dipecat, lembaga tersebut tetap berfungsi.

    “Melalui kontak pribadi dan hubungan saya dengan angkatan bersenjata Korea, saya tahu bahwa pada tingkat taktis, mereka tahu betul apa misi mereka dan mereka fokus pada tugas mereka,” katanya kepada DW.

    “Tragedinya adalah, para perwira senior yang seharusnya melindungi anggota militer lainnya dari pengaruh para politisi, gagal melakukan hal tersebut dan nampaknya beberapa dari mereka berpartisipasi dalam perencanaan penerapan darurat militer,” kata Chun In-bum menambahkan.

    “Tetapi jajaran di bawah semuanya telah meningkatkan dan mengisi kesenjangan, menunjukkan bahwa sistem tersebut sudah berjalan dan berfungsi,” tambahnya. “Dan walaupun saya tidak mengatakan saya tidak punya kekhawatiran, saya ingin menekankan, semua orang di militer sepenuhnya fokus dalam melakukan pekerjaan mereka.”

    “Supremasi hukum telah diikuti dan tetap kuat”

    Chun In-bum juga mengatakan, ia tidak terkejut dengan sikap Korea Utara yang relatif diam terhadap krisis politik di Selatan. “Korut tahu bahwa kita sedang mengalami pertikaian politik di dalam negeri, namun mereka juga menyadari, jika mereka mencoba melakukan sesuatu maka hal itu hanya akan menyatukan warga Korea Selatan melawan ancaman eksternal ini,” katanya.

    Park Jung-won, seorang profesor hukum di Universitas Dankook, setuju bahwa negara tersebut tampaknya telah berhasil mengatasi ketidakstabilan yang disebabkan oleh deklarasi darurat militer dan bahwa fundamental republik telah kokoh dalam menghadapi tantangan yang serius.

    “Prinsip-prinsip penghormatan terhadap hukum telah diikuti, dan kita harus memujinya karena prinsip-prinsip tersebut berfungsi sebagaimana mestinya,” katanya. “Dalam kediktatoran di masa lalu, militer memegang kendali, namun hal tersebut tidak lagi terjadi.”

    “Tentu saja, ini masih merupakan situasi yang bergejolak dan tidak dapat diprediksi, namun negara ini sedang menjalani proses dan saya tidak khawatir situasi keamanan akan memburuk karena hal ini,” ujarnya. “Hal ini mungkin menjadi berita utama selama beberapa hari, namun supremasi hukum tetap kuat.”

    Diadaptasi dari laporan DW bahasa Inggris

    (ita/ita)

  • Israel-Houthi Saling Serang hingga Cina Eksekusi Pejabat Korup

    Israel-Houthi Saling Serang hingga Cina Eksekusi Pejabat Korup

    Daftar Isi

    Jakarta, CNN Indonesia

    China eksekusi mati pejabat koruptor terbesar sampai saling serang antara Israel dan Houthi Yaman di Timur Tengah menjadi sorotan berita internasional pada Kamis (19/12).

    Berikut kilas berita internasional:

    Serangan Balasan Israel ke Milisi Houthi Yaman Tewaskan 9 Warga Sipil

    Serangan Israel ke Yaman mengakibatkan sembilan orang tewas.

    Sebelumnya militer Israel membombardir pelabuhan dan infrastruktur energi yang biasa digunakan milisi Houthi Yaman untuk membalas serangan rudal oleh kelompok milisi tersebut.

    “Musuh Israel menargetkan pelabuhan di Hodeida dan pembangkit listrik di Sanaa, dan agresi Israel mengakibatkan kesyahidan sembilan orang sipil,” kata Pemimpin Houti Abdul Malik dalam keterangannya yang disiarkan melalui saluran media milik Houthi Al Masira, dikutip AFP, Jumat (20/12).

    China Eksekusi Mati Li Jianping, Dicap Koruptor Terbesar Tiongkok

    China telah mengeksekusi Li Jianping, mantan kepala Partai Komunis terkait kasus korupsi senilai 3 miliar yuan, yang terbesar di Negeri Tirai Bambu saat ini. Eksekusi mati ini berlangsung menyusul tindakan pemberantasan korupsi pemerintahan Presiden Xi Jinping yang belakangan semakin ketat.

    Menurut kantor berita Xinhua, Li Jianping, mantan kepala partai di zona pengembangan ekonomi di Kota Hohhot, Mongolia Dalam, dieksekusi pada Selasa (17/12) setelah pertemuan terakhirnya dengan keluarga.

    Pria berusia 64 tahun itu dijatuhi hukuman mati pada September 2022 dalam salah satu kasus korupsi paling besar di China, atas tuduhan penggelapan dana, penerimaan suap, penyalahgunaan dana, dan bekerja sama dengan sindikat kriminal.

    Tim Kuasa Hukum Bantah Presiden Korsel Yoon Lakukan Pemberontakan

    Tim kuasa hukum Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol membantah tuduhan pemberontakan yang dilayangkan terhadap Yoon, buntut deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu.

    Pengacara Yoon, Seok Dong Hyeon, mengatakan tuduhan pemberontakan terhadap Yoon tak masuk akal karena siapa orang yang melakukan pemberontakan secara terang-terangan di hadapan seluruh masyarakat dunia.

    “Dari sudut pandang Presiden Yoon, dia bahkan tidak pernah terpikir soal pemberontakan. Pemberontakan seperti apa yang melibatkan seseorang yang bicara melalui konferensi pers di hadapan orang-orang di seluruh dunia,” ujarnya.

    (rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Rencana Darurat Militer Korea Dibahas di Restoran Cepat Saji

    Rencana Darurat Militer Korea Dibahas di Restoran Cepat Saji

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mantan perwira intelijen militer dan petahana Korea Selatan disebut membahas rencana operasi darurat militer sambil makan burger di restoran cepat saji.

    Polisi mengatakan rencana itu dibahas 1 Desember atau sekitar dua hari sebelum Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan status darurat militer pada 3 Desember.

    Mayjen Angkatan Darat purnawirawan Noh Sang-won, mantan komandan Komando Intelijen Pertahanan (DIC), menyampaikan rencana tersebut kepada beberapa orang, termasuk Mayjen Moon Sang-ho selaku petahanan kepala DIC.

    Rencana operasi darurat militer itu juga dibagikan kepada dua kolonel lain dari komando yang sama di Lotteria, salah satu restoran cepan saji, di Ansan, barat daya Seoul, pada 1 Desember, menurut Kantor Investigasi Nasional (NOI).

    Kantor berita Yonhap pada Rabu (18/12) memberitakan polisi telah memperoleh rekaman pengawasan dari keempat pria yang berbicara sambil makan burger tersebut. 

    Noh Sang-won dan Moon Sang-ho sedang diselidiki atas dugaan peran mereka dalam pemberlakuan darurat militer yang gagal oleh Presiden Yoon Suk Yeol.

    Ia telah ditangkap setelah Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengeluarkan surat perintah, dengan alasan kemungkinan ia merusak barang bukti dan berusaha melarikan diri.

    Penangkapan dilakukan setelah ia mengabaikan sidang pengadilan yang akan meninjau mengeluarkan surat perintah atau tidak.

    NOI dan badan antikorupsi menahan Moon Sang-ho pada hari yang sama, yakni Minggu (15/12).

    “Telah dipastikan bahwa mantan Komandan Noh telah berdiskusi terkait darurat militer dengan mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun dan rekan-rekannya yang terkait dengan Komando Intelijen,” kata NOI dalam sebuah pemberitahuan kepada media pada Selasa (17/12).

    Salah satu dari dua kolonel tersebut dilaporkan mengakui selama pemeriksaan polisi bahwa Noh memilih sendiri para petugas untuk dikirim ke Komisi Pemilihan Umum Nasional guna menyita server jaringan sebagai bukti yang dituduhkan Yoon sebagai kecurangan pemilu oleh pihak oposisi.

    Sementara itu, Moon Sang-ho dijerat tuduhan melaksanakan perintah Noh.

    Polisi yakin Noh telah memainkan peran kunci dalam upaya darurat militer, termasuk menyusun dekrit darurat militer dan mendiskusikan rencana aksi dengan Menteri Pertahanan saat itu, Kim Yong-hyun. Noh dikenal sebagai ajudan dekat Kim.

    (chri)

  • Presiden Yoon Suk Yeol Kini Mangkir Panggilan KPK Korsel

    Presiden Yoon Suk Yeol Kini Mangkir Panggilan KPK Korsel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol lagi-lagi mangkir dari panggilan terkait kisruh darurat militer.

    Setelah mangkir dari panggilan jaksa, ia kini mengabaikan panggilan Kantor Penyelidikan Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO).

    Yonhap melaporkan Yoon tak menghadiri panggilan CIO yang memanggil dia untuk menjalani pemeriksaan pada Rabu (17/12).

    Yoon diminta datang ke kantor CIO di Gwacheon pada pukul 10 pagi waktu setempat guna menjalani pemeriksaan oleh tim investigasi gabungan yang terdiri dari CIO, polisi, dan unit investigasi Kementerian Pertahanan.

    Namun, ia tak hadir sama seperti ia mengabaikan panggilan-panggilan jaksa sebelumnya.

    Yoon menghadapi penyelidikan mengenai tuduhan menghasut pemberontakan imbas deklarasi darurat militernya pada 3 Desember lalu.

    Ia telah diskors dari tugas-tugas negara sambil menunggu persidangan Mahkamah Konstitusi atas pemakzulannya oleh parlemen.

    Kejaksaan, dalam penyelidikan terpisah, sudah berupaya memanggil Yoon guna diinvestigasi atas dugaan makar dan penyalahgunaan kekuasaan. Namun, dia selalu mangkir.

    Penyelidik sudah menyatakan bakal meminta surat perintah penahanan dari pengadilan jika sang Presiden terus mangkir.

    Ketua CIO Oh Dong Woon sementara itu juga mengatakan pihaknya akan segera mengambil langkah-langkah yang “sah” mengenai ini.

    CIO juga sedang mempertimbangkan apakah akan mengeluarkan panggilan kedua untuk Yoon.

    (blq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • MK Korsel Desak Presiden Yoon Serahkan Dekrit Darurat Militer

    MK Korsel Desak Presiden Yoon Serahkan Dekrit Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mahkamah Konstitusi Korea Selatan meminta Presiden Yoon Suk Yeol untuk menyerahkan dekrit darurat militer yang ditetapkannya pada 3 Desember lalu.

    MK Korsel juga meminta Yoon untuk menyerahkan risalah rapat yang dilakukan dengan kabinetnya sebelum darurat militer ditetapkan.

    Juru bicara MK Korsel, Lee Jin, mengatakan pihaknya telah mengirim semua permintaan itu kepada Yoon melalui email pada Selasa (17/12) kemarin.

    Semua hal tersebut diminta sebagai barang bukti darurat militer Korsel dan bukti untuk MK meninjau ulang pemakzulan Yoon yang sudah ditetapkan Majelis Nasional. 

    Sebab Yoon akan benar-benar lengser dari jabatannya sebagai presiden, ketika MK Korsel sudah meninjau ulang dan menyetujui pemakzulannya.

    Yoon resmi dimakzulkan parlemen Korsel dari jabatannya pada Sabtu (14/12) menyusul huru-hara darurat militer.

    Pemakzulan Yoon berlangsung melalui pemungutan suara di Majelis Nasional. Hasilnya, dari total 300 pemilih, sebanyak 204 anggota mendukung, 85 menolak, 3 abstain, dan 8 suara dinyatakan tidak sah.

    MK Korsel saat ini juga sedang mempersiapkan sidang pemakzulan Yoon. Namun, presiden yang kini dibebastugaskan itu kerap mangkir dari panggilan.

    Terbaru, Yoon mengatakan dirinya siap menghadiri sidang pengadilan MK soal pemakzulannya jika digelar secara terbuka.

    Kuasa hukum Yoon, Seok Dong Hyeon, mengatakan kliennya akan menyampaikan posisi dan keyakinan dia dengan syarat tersebut.

    “Presiden Yoon akan menyatakan posisinya di pengadilan dengan percaya diri dan sesuai dengan keyakinan diri sendiri,” kata Seok pada Selasa (17/12), dikutip Yonhap.

    (gas/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Momen Kim Jong Un Kunjungi Makam Ayah dan Kakeknya

    Momen Kim Jong Un Kunjungi Makam Ayah dan Kakeknya

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kim Jong Un, pemimpin tertinggi Korea Utara, mengunjungi makam ayahnya, Kim Jong Il, dan makam kakeknya, Kim Il Sung, pada Selasa (17/12).

    Kunjungan tersebut dilakukan di Istana Matahari Kumsusan untuk memperingati 13 tahun kematian Kim Jong Il.

    Sebuah keranjang bunga bertuliskan nama Kim Jong Un diletakkan di depan patung almarhum ayah dan kakeknya.

    Sementara itu, Korea Utara tetap diam dan enggan memberikan komentar terkait situasi politik, terutama setelah Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, memberlakukan darurat militer pada awal bulan ini.

  • Gara-gara Darurat Militer, Yoon Suk Yeol Dituduh Pemberontakan, Pengacara Sebut Penyelidikan Gila – Halaman all

    Gara-gara Darurat Militer, Yoon Suk Yeol Dituduh Pemberontakan, Pengacara Sebut Penyelidikan Gila – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, saat ini sedang terlibat dalam penyelidikan yang melibatkan dugaan pemberontakan.

    Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan ini.

    Jaksa penuntut kini telah mengumumkan upaya kedua untuk memanggil Yoon guna diinterogasi.

    Dikutip dari Korea Herald, Pengacara Yoon, Seok Donghyun, mengkritik keras proses penyelidikan terhadap kliennya.

    Dalam pernyataannya pada Selasa (17/12/2024), Seok menyebut penyelidikan ini sebagai “kegilaan”, merujuk pada tuduhan pemberontakan yang dianggap tidak dapat dibuktikan.

    Seok menegaskan Yoon akan mengajukan pendiriannya di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai mosi pemakzulan yang sedang berlangsung dan mengklaim proses hukum ini sangat tidak adil.

    Seok juga mengungkapkan, Yoon akan menghadapi pengadilan dengan penuh percaya diri.

    “Kami akan menanggapi secara terpisah proses Mahkamah Konstitusi dan investigasi yang sedang berlangsung,” kata Seok.

    Ketika ditanya mengenai panggilan kedua dari jaksa penuntut dan polisi, Seok menyatakan ketidakpuasannya atas langkah penyelidikan ini, yang dinilai tidak pantas, mengingat status Yoon sebagai presiden yang sedang menjabat.

    “Apakah presiden akan datang dan pergi begitu saja setiap kali mereka memanggilnya?” ungkap Seok, menyoroti bagaimana penyelidikan ini dipandang sebagai langkah yang mengganggu stabilitas pemerintahan.

    Dari Darurat Militer hingga Tuduhan Pemberontakan

    Kasus ini bermula dari pernyataan darurat militer yang diterapkan pada Selasa (3/12/2024), yang memicu kekacauan di Majelis Nasional.

    Unit khusus yang ditugaskan untuk menyelidiki pernyataan darurat militer ini dipimpin oleh Park Sehyun, Kepala Jaksa dari Kantor Kejaksaan Tinggi Seoul.

    Jaksa penuntut menyatakan mereka telah mengirimkan panggilan kedua kepada Yoon untuk diinterogasi di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul pada Sabtu mendatang.

    Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada Minggu (8/12/2024).

    Dia dituduh melakukan pemberontakan serta penyalahgunaan wewenang dengan motif yang dianggap tidak konstitusional.

    Jaksa menuduh Yoon secara tidak sah menyatakan darurat militer.

    Lalu memerintahkan pengiriman pasukan militer ke Majelis Nasional, tindakan yang dianggap melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi.

    Enam hakim yang menangani kasus pemakzulan Yoon dijadwalkan untuk bertemu pada Kamis (21/12/2024).

    Di kesempatan tersebut, mereka akan membahas langkah-langkah hukum yang bakal diambil jika perintah pengadilan tidak dilaksanakan.

    Pengadilan juga menegaskan, sidang mengenai pemakzulan ini tidak akan disiarkan langsung di televisi untuk menjaga ketertiban dan kelancaran proses persidangan.

    Proses penyelidikan terhadap Yoon, yang melibatkan tuduhan pemberontakan dan penerapan darurat militer, membawa dampak signifikan bagi politik di Korea Selatan.

    Dengan mosi pemakzulan yang terus berlangsung dan situasi yang semakin tegang, proses hukum ini berpotensi memengaruhi hubungan antara lembaga eksekutif.

    Jika Yoon menentang panggilan kedua dari jaksa, pihak berwenang dapat mempertimbangkan opsi penangkapan.

    Berdasarkan hukum pidana, jaksa penuntut dapat meminta surat perintah penangkapan jika terdapat alasan yang kuat untuk meyakini tersangka telah melakukan kejahatan dan menolak panggilan tanpa alasan yang sah.

    Sebelumnya, jaksa telah menangkap mantan Menteri Pertahanan, Kim Yonghyun, dan mantan kepala kontraintelijen militer, Yeo Inhyung, pada Minggu (8/12/2024) dan Senin (9/12/2024), atas dugaan keterlibatan dalam pemberontakan terkait peristiwa darurat militer tersebut.

    Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Senin (16/12/2024), Yoon Suk Yeol menegaskan ia “tidak akan menghindari tanggung jawab hukum atau politik” terkait deklarasi darurat militer.

    Pernyataan ini disampaikan menjelang pemungutan suara di parlemen mengenai pemakzulan dirinya.

    Meskipun pemakzulan semakin mendekat, Yoon menyatakan ia siap menghadapi tantangan hukum ini dengan tegas.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Kantor Paspampres Korsel Digeledah Buntut Darurat Militer

    Kantor Paspampres Korsel Digeledah Buntut Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tim investigasi gabungan menggeledah kantor dinas keamanan kepresidenan Korea Selatan pada Selasa (17/12), usai parlemen memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol pada akhir pekan lalu.

    Menurut laporan media Korsel Yonhap, penggerebekan ini bertujuan untuk menyita materi yang berkaitan dengan deklarasi darurat militer pada 3 Desember.

    Penggeledahan ini juga menargetkan server komputer dinas keamanan. Saat ini, tim tengah menyelidiki riwayat panggilan telepon aman yang digunakan Kepala Polisi Korsel Komisaris Jenderal Cho Ji Ho.

    Cho dan Kepala Badan Kepolisian Metropolitan Seoul Kim Bong Sik diduga memerintah aparat kepolisian untuk menutup kompleks Majelis Nasional sehingga anggota parlemen tak bisa masuk.

    Jika parlemen tak bisa masuk, mereka juga tak bisa menggelar sidang pleno luar biasa untuk menolak darurat militer.

    Cho juga diduga mengirim personel polisi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Korsel untuk membantu militer dalam melaksanakan perintah. Keduanya kini ditahan pihak berwenang Korsel.

    Tim investigasi yang mengurus kekacauan imbas darurat militer terus melakukan penyelidikan. Pekan lalu, mereka juga sempat menggeledah kompleks kantor kepresidenan hingga Markas Kepala Staf Gabungan (Joint Chiefs of Staff/JCS) yang berada di dekat kompleks kepresidenan.

    Gedung JCS turut digunakan saat deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu.

    Penggeledahan terbaru di kantor Paspampres Korsel terjadi usai parlemen meresmikan mosi pemakzulan Yoon pada Sabtu melalui voting.

    Yoon dituduh secara langsung meminta pasukan darurat militer untuk menutup Majelis Nasional dan menangkap para anggota parlemen.

    Hasil pemungutan suara menyatakan 204 sepakat, 85 menolak, 3 abstain, dan 8 suara dianggap tidak sah.

    Menurut aturan di Korsel, pemakzulan bisa berhasil jika mengantongi dua pertiga atau 200 suara persetujuan.

    Saat ini, pemakzulan sedang diproses di Mahkamah Konstitusi untuk memastikan apakah pemakzulan sah secara hukum atau tidak.

    (isa/dna)

    [Gambas:Video CNN]