Tag: Yoon Suk Yeol

  • Ribuan Warga Korsel Berkumpul di Kediaman Presiden Yoon, Hadang Penyidik Meski Diguyur Hujan Salju – Halaman all

    Ribuan Warga Korsel Berkumpul di Kediaman Presiden Yoon, Hadang Penyidik Meski Diguyur Hujan Salju – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejak akhir pekan kemarin, ribuan warga Korea Selatan berkumpul di dekat kediaman Presiden Yoon Suk Yeol, protes digelar sehari sebelum surat perintah penangkapan Yoon berakhir.

    Aksi ini dilakukan para pendukung Yoon untuk menghalangi Badan Antikorupsi Korea Selatan atau The Corruption Investigation Office for High-ranking Officials (CIO) yang akan menjemput paksa Presiden Yoon yang dimakzulkan.

    Di bawah guyuran hujan salju, ribuan demonstran membentangkan plakat bertuliskan “Kami akan berjuang untuk Presiden Yoon Suk Yeol”. 

    Tak hanya itu pendukung Yoon juga turut melontarkan kalimat “Hentikan Pencurian”, sebuah ungkapan yang dipopulerkan oleh para pendukung Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump setelah ia kalah dalam pemilihan presiden 2016.

    “Salju tidak ada apa-apanya bagi saya. Mereka bisa membawa semua salju dan kami akan tetap di sini,” kata pengunjuk rasa anti-Yoon Lee Jin-ah (28) mengutip dari Channel News Asia.

    “Saya berhenti dari pekerjaan saya untuk melindungi negara dan demokrasi kita,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia berkemah di luar kediamannya semalaman.

    Dukungan serupa juga dilontarkan Park Young-chul (70) ia mengatakan badai salju tidak akan menghalanginya untuk mendukung Yoon sebelum surat perintah penggeledahan berakhir pada tengah malam pada hari Senin.

    Unjuk rasa mulai pecah setelah Yoon mengatakan dia menonton protes untuk mendukung pemerintahannya di siaran langsung YouTube dan berjanji untuk ‘melawan’ mereka yang mencoba mempertanyakan perebutan kekuasaannya yang berumur pendek.

    Kronologi Konflik Politik Korsel

    Konflik politik Korsel memanas setelah para anggota parlemen Korea Selatan memutuskan untuk mencopot Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya sebagai presiden Korsel pada Sabtu (14/12/2024).

    Pemakzulan sah dilakukan usai 204 dari 300 anggota parlemen anggota memilih untuk memakzulkan presiden atas tuduhan pemberontakan.

    Sementara 85 anggota parlemen memilih menolak dan tiga anggota memilih abstain, dengan delapan suara dibatalkan.

    Atas putusan parlemen ini, Yoon kini resmi dimakzulkan dan diberhentikan sementara dari jabatannya,

    Langkah ini dilakukan dengan dalih untuk meringankan “penderitaan rakyat” setelah dekrit darurat militernya yang berlaku singkat.

    Tak lama surat perintah penangkapan Yoon diajukan tim investigasi ke Pengadilan Distrik Barat Seoul, atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.

    Adapun pengajuan surat penangkapan Yoon Suk Yeol dilakukan setelah presiden Korea Selatan itu mengabaikan tiga panggilan untuk hadir dalam proses interogasi.

    Pengadilan Tolak Permohonan Penangguhan

    Merespon surat yang diajukan dari tim investigasi Badan Antikorupsi Korea Selatan (CIO) Pengadilan Distrik Barat Seoul secara mengejutkan menolak permohonan penahanan dan penggeledahan presiden Yoon.

    Pengadilan belum mengungkapkan rincian terkait alasan penolakan tersebut, dikutip Yonhap.

    Namun keputusan ini diambil hanya beberapa hari setelah tim hukum Yoon mengajukan keberatan dan menyebut surat perintah tersebut sebagai tindakan “ilegal.”

    Dengan penolakan tersebut maka CIO berhak menahan Presiden Yoon guna diinterogasi terkait dugaan keterlibatannya dalam upaya darurat militer yang gagal pada 3 Desember lalu.

    Selain itu, surat perintah juga mencakup penggeledahan kompleks kediaman presiden yang terletak di pusat kota Seoul.

    Akan tetapi pada 3 Januari kemarin CIO gagal menjemput paksa Presiden Yoon lantaran para penyidik dihadang oleh pendukung Yoon saat hendak masuk ke kediaman rumah sang eks presiden itu.

    CIO akhirnya membatalkan upaya penangkapan Yoon karena kekhawatiran atas keselamatan personilnya akibat penghalangan.

    Kendati demikian, CIO berjanji akan menjemput paksa Presiden Korsel yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol pada hari ini, Senin (6/1/2025).

    (Tribunnews.com / Namira Yunia)

  • Badan Antikorupsi Korsel Minta Polisi Tangkap Presiden Yoon Suk Yeol

    Badan Antikorupsi Korsel Minta Polisi Tangkap Presiden Yoon Suk Yeol

    Jakarta

    Badan Antikorupsi Korea Selatan atau The Corruption Investigation Office for High-ranking Officials (CIO) meminta polisi mengambil alih pelaksanaan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan. Permintaan ini diajukan saat batas waktu penangkapan memasuki hari terakhir.

    Dilansir kantor berita Yonhap, Senin (6/1/2025), Badan antikorupsi negara itu meminta polisi mengambil alih penangkapan Yoon, presiden yang dimakzulkan atas upaya penerapan darurat militer. Permintaan itu telah diajukan melalui surat resmi.

    “Kami sedang melakukan peninjauan hukum secara internal,” kata seorang pejabat polisi kepada Yonhap.

    CIO menghentikan pelaksanaan surat perintah tersebut pada hari Jumat lalu usai bersitegang selama berjam-jam dengan staf keamanan Yoon di kediaman presiden.

    Badan tersebut telah bekerja sama dengan kepolisian dan unit investigasi Kementerian Pertahanan untuk melakukan penyelidikan bersama atas penerapan darurat militer yang dilakukan Yoon pada tanggal 3 Desember.

    Dengan surat perintah yang akan berakhir pada tengah malam, CIO diperkirakan akan melakukan upaya kedua untuk menahan Yoon atau meminta perpanjangan waktu.

    (taa/yld)

  • Pengadilan Tolak Permohonan Penangguhan Penahanan Presiden Yoon

    Pengadilan Tolak Permohonan Penangguhan Penahanan Presiden Yoon

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pengadilan Distrik Barat Seoul menolak permohonan penangguhan penahanan dan penggeledahan yang diajukan oleh Presiden Yoon Suk Yeol, pada Minggu (5/1).

    Keputusan ini diambil hanya beberapa hari setelah tim hukum Yoon mengajukan keberatan dan menyebut surat perintah tersebut sebagai tindakan “ilegal.”

    Pengadilan belum mengungkapkan rincian terkait alasan penolakan tersebut, dikutip Yonhap.

    Sebelumnya, pengadilan telah menyetujui surat perintah untuk menahan Presiden Yoon guna diinterogasi terkait dugaan keterlibatannya dalam upaya darurat militer yang gagal pada 3 Desember lalu. Selain itu, surat perintah juga mencakup penggeledahan kompleks kediaman presiden yang terletak di pusat kota Seoul.

    Pada Jumat (3/1), Badan Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi berusaha melaksanakan surat perintah tersebut. Namun, upaya tersebut terhambat setelah penyidik  dihalangi ribuan tentara yang memblokir akses masuk ke lokasi. Akibatnya, petugas penyelidik menarik diri dari tempat kejadian tanpa melaksanakan surat perintah.

    Tim hukum Presiden Yoon menyatakan surat perintah tersebut cacat hukum. Mereka berargumen bahwa hakim yang mengeluarkan surat perintah tersebut telah bertindak secara sewenang-wenang.

    (tim/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Menlu AS Singgah di Korsel yang Dilanda Krisis Politik

    Menlu AS Singgah di Korsel yang Dilanda Krisis Politik

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tiba di Korea Selatan (Korsel) di tengah krisis politik setelah Presiden Yoon Sun Yeol secara singkat mengumumkan darurat militer. Blinken akan bertemu pejabat Korsel dalam kunjungan.

    Seperti dilansir AFP, Senin (6/1/2025), diplomat tertinggi AS tersebut memulai apa yang kemungkinan akan menjadi perjalanan terakhirnya sebelum pelantikan Presiden terpilih Donald Trump, dengan pemberhentian juga dijadwalkan di Jepang dan Prancis.

    Blinken akan bertemu dengan mitranya Cho Tae-yul, hari yang sama dengan berakhirnya surat perintah penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol yang ditangguhkan jabatannya usai gagal menerapkan darurat militer pada tanggal 3 Desember.

    Blinken menyoroti upaya Presiden Joe Biden untuk membangun aliansi dan setelah itu akan menuju Tokyo, sehingga penting di mata para penasihatnya untuk tidak mengabaikan Korea Selatan, yang memiliki hubungan yang tegang dan sering kali kompetitif dengan Jepang, yang juga menjadi rumah bagi ribuan tentara Amerika.

    Yoon pernah menjadi kesayangan pemerintahan Biden dengan langkah-langkah beraninya untuk mengakhiri ketegangan dengan Jepang dan pandangannya terhadap peran yang lebih besar bagi Korea Selatan dalam isu-isu global.

    Yoon bergabung dengan Biden untuk pertemuan puncak tiga arah yang bersejarah dengan perdana menteri Jepang dan–beberapa bulan sebelum mengumumkan darurat militer–dipilih untuk memimpin pertemuan puncak demokrasi global, sebuah inisiatif penting bagi pemerintahan AS yang akan berakhir.

    Blinken mungkin menghadapi beberapa kritik dari pihak kiri Korea Selatan selama kunjungan tersebut tetapi seharusnya dapat mengatasi krisis politik, kata Sydney Seiler, mantan perwira intelijen AS yang berfokus pada Korea yang sekarang berada di Pusat Studi Strategis dan Internasional.

    Blinken memiliki profil yang cukup tinggi untuk berada di atas keributan, dan dapat tetap fokus pada tantangan seperti Tiongkok dan Korea Utara, katanya.

    Dalam sebuah pernyataan, Departemen Luar Negeri tidak secara langsung menyebutkan krisis politik tersebut tetapi mengatakan Blinken akan berusaha untuk menjaga kerja sama trilateral dengan Jepang, yang mencakup peningkatan pembagian intelijen tentang Korea Utara.

    (rfs/rfs)

  • Fakta Baru Presiden Korsel ‘Tutup Telinga’ Saat Tetapkan Darurat Militer

    Fakta Baru Presiden Korsel ‘Tutup Telinga’ Saat Tetapkan Darurat Militer

    Seoul

    Fakta baru terkait sikap Presiden Korea Selatan yang sedang diskors, Yoon Suk Yeol, terhadap darurat militer terungkap. Yoon disebut ‘tutup telinga’ dari penolakan anggota kabinetnya soal penerapan darurat militer.

    Dilansir AFP, Minggu (5/1/2025), hal itu terungkap dari tuntutan jaksa terhadap mantan Menteri Pertahanan Korsel, Kim Yong-hyun. Dokumen penuntutan setebal 83 halaman untuk mendakwa Kim itu mengungkap Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Keuangan Korsel saat itu menyatakan keberatan terhadap rencana darurat militer.

    Mereka menyatakan kekhawatiran dengan jelas tentang dampak ekonomi dan diplomatik terhadap penerapan darurat militer. Keberatan itu disampaikan dalam rapat kabinet yang diadakan Yoon sebelum pengumuman darurat militer pada 3 Desember 2024.

    “Ekonomi akan menghadapi kesulitan yang parah, dan saya khawatir kredibilitas internasional akan menurun,” kata Perdana Menteri saat itu, Han Duck-soo kepada Yoon, sebagaimana dikutip dari dokumen yang dilihat AFP.

    Han menjadi Penjabat Presiden setelah Yoon dimakzulkan oleh Parlemen Korsel. Namun, Han juga dimakzulkan oleh anggota parlemen oposisi yang berpendapat dia menolak tuntutan untuk menyelesaikan proses pemakzulan Yoon dan membawanya ke pengadilan.

    Menteri Luar Negeri Korsel Cho Tae-yul juga disebut menyatakan darurat militer akan memiliki ‘dampak diplomatik tetapi juga menghancurkan pencapaian yang telah dibangun Korea Selatan selama 70 tahun terakhir’. Sementara, Menkeu sekaligus Penjabat Presiden Korsel saat ini, Choi Sang-mok, berpendapat keputusan darurat militer akan memiliki ‘dampak yang menghancurkan pada ekonomi dan kredibilitas negara’.

    Namun, Yoon tak mempedulikan hal itu. Dia disebut mengatakan ‘tidak ada jalan kembali’. Dia juga mengklaim oposisi, yang menang telak dalam pemilihan parlemen bulan April 2024, akan menyebabkan negara itu runtuh.

    “Baik ekonomi maupun diplomasi tidak akan berfungsi,” katanya.

    Ringkasan laporan bulan lalu juga mengungkap Yoon mengizinkan militer untuk menembakkan senjata mereka untuk memasuki gedung parlemen selama darurat militer yang gagal itu. Pengacara Yoon, Yoon Kab-keun, menolak laporan jaksa penuntut.

    Dia menganggap dakwaan itu tidak menunjukkan adanya pemberontakan dan ‘tidak sesuai dengan hukum, dan juga tidak ada bukti’. Yoon sendiri masih diselidiki atas tuduhan pemberontakan dan menghadapi penangkapan, penjara atau hukuman mati.

    Mahkamah Konstitusi telah menjadwalkan 14 Januari 2025 sebagai awal persidangan pemakzulan Yoon. Sidang tetap dilanjutkan meski Yoon tidak hadir.

    MK Korsel mungkin akan mempertimbangkan laporan jaksa penuntut tentang Kim. Eks Menhan Kim menjadi orang pertama yang didakwa atas penerapan darurat militer yang dibatalkan usai parlemen menggelar pemungutan suara.

    Demonstrasi Pro dan Anti Yoon Terjadi di Korsel

    Demonstrasi di Korea Selatan. (AFP/PHILIP FONG)

    Warga Korsel terbelah menjadi kubu pendukung dan anti Yoon usai krisis politik akibat darurat militer kontroversial melanda negara itu. Terbaru, warga Korsel menerjang badai salju untuk menggelar demonstrasi mendesak Presiden Yoon Suk Yeol segera ditangkap.

    Ada juga kelompok yang menggelar demonstrasi mendukung Yoon. Mereka mendesak upaya pemakzulan dan penangkapan Yoon diakhiri.

    Dilansir AFP, Minggu (5/1), Yoon terus berupaya menghindari penangkapan yang surat perintahnya akan berakhir pada 6 Januari 2025. Pada Sabtu (4/1), ribuan orang turun ke kediaman Presiden Korsel dan jalan-jalan utama di Seoul sehari setelah upaya penangkapan Yoon yang gagal.

    Satu kubu warga menuntut penangkapan Yoon. Sementara, yang lain menyerukan agar pemakzulannya dinyatakan tidak sah.

    Kelompok pro-Yoon berkumpul di depan rumahnya pada Minggu (5/1) saat badai salju yang sangat dingin menghantam ibu kota Korsel sepanjang malam hingga membuatnya tertutup selimut putih.

    Unjuk rasa anti-Yoon akan digelar pada siang hari. Meski demikian, kelompok anti-Yoon telah bersiap.

    “Salju tidak ada apa-apanya bagi saya. Mereka bisa membawa semua salju dan kami akan tetap di sini. Saya berhenti dari pekerjaan saya untuk datang melindungi negara dan demokrasi kita,” kata pengunjuk rasa anti-Yoon Lee Jin-ah (28) yang telah berkemah di luar kediaman Yoon semalaman.

    Sementara, pendemo pro-Yoon, Park Young-chul (70), mengatakan badai salju tidak akan menghalanginya untuk mendukung Yoon. Dia akan terus menunjukkan dukungan terhadap Yoon hingga berakhirnya surat perintah penahanan Yoon pada Senin tengah malam.

    “Saya melewati perang dan suhu minus 20 derajat di tengah salju untuk melawan kaum komunis. Salju ini tidak ada apa-apanya. Perang kita terjadi lagi,” katanya.

    Yoon sendiri mengatakan dia menonton demonstrasi itu lewat YouTube. Dia juga berjanji ‘melawan’ mereka yang mencoba mempertanyakan darurat militer itu.

    Jika surat perintah penahanan dilaksanakan, Yoon akan menjadi presiden Korea Selatan pertama yang ditangkap saat masih menjabat. Partai Demokrat yang beroposisi di Korsel telah menyerukan pembubaran dinas keamanan yang melindungi Yoon.

    Usulan itu muncul usai para penyelidik yang hendak menangkap Yoon menghadapi barikade ratusan pasukan keamanan. Pasukan itu mencegah akses terhadap Yoon.

    “Dinas Keamanan Presiden telah melanggar konstitusi, yang secara efektif memposisikan dirinya sebagai kekuatan pemberontakan,” kata pemimpin DPR Park Chan-dae kepada parlemen pada hari Sabtu.

    “Tidak ada lagi pembenaran atas keberadaannya,” sambungnya.

    Pejabat tinggi dinas tersebut menolak permintaan polisi pada hari Sabtu untuk diinterogasi dengan alasan ‘sifat serius’ dari perlindungan Yoon. Kantor Investigasi Korupsi (CIO) yang menyelidiki deklarasi darurat militer dan oposisi mendesak penjabat presiden Choi Sang-mok, yang baru menjabat selama seminggu dan merupakan rekan satu partai Yoon, untuk memerintahkan dinas keamanan presiden agar bekerja sama.

    Pengacara Yoon telah mengecam upaya penangkapan ‘melanggar hukum dan tidak sah’ dan berjanji untuk mengambil tindakan hukum. Dalam adegan drama yang menegangkan, pengawal Yoon dan pasukan militer melindunginya dari penyidik yang akhirnya membatalkan upaya penangkapan Jumat (3/1) dengan alasan masalah keselamatan.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/rfs)

  • Pendukung Yoon Suk Yeol Kibarkan Bendera Amerika dan Bawa Poster Stop the Steal, Apa Artinya? – Halaman all

    Pendukung Yoon Suk Yeol Kibarkan Bendera Amerika dan Bawa Poster Stop the Steal, Apa Artinya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penyelidik Korea Selatan berupaya menangkap Presiden Yoon Suk Yeol, yang dimakzulkan, di kediamannya pada hari Jumat (3/1/2024) sebagai buntut dari aksi darurat militer yang dikeluarkannya pada 3 Desember lalu.

    Namun, penyelidik gagal menangkap Yoon Suk Yeol karena dihalangi oleh pasukan keamanan beserta para pendukungnya.

    Di luar kediaman Yoon Suk Yeol, para pendukungnya mengibarkan bendera Amerika Serikat di samping bendera Korea Selatan.

    Selain itu, mereka juga membentangkan slogan-slogan “Stop the Steal”. Apa artinya?

    Mengutip The Guardian, bagi orang luar, kombinasi simbol ini mungkin tampak membingungkan.

    Namun, bagi para pendukung Yoon, Amerika Serikat mewakili lebih dari sekadar sekutu: Amerika adalah sebuah cita-cita yang mereka persepsikan.

    Simbolisme bendera AS adalah deklarasi tatanan budaya dan spiritual, yang menurut mereka sedang terancam.

    Sambil memegang kedua bendera, seorang pendukung Yoon bernama Pyeong In-su (74) mengatakan bahwa polisi harus dihentikan oleh warga negara yang patriotik.

    Ia berharap presiden terpilih AS, Donald Trump, dapat membantu Yoon.

    lihat foto
    Para pendukung Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berkumpul saat anggota Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi dan pejabat polisi akan memasuki kediaman presiden di Seoul.

    “Saya berharap setelah pelantikan Trump, dia bisa menggunakan pengaruhnya untuk membantu negara kita kembali ke jalur yang benar,” katanya.

    Ia melambaikan kedua bendera dengan pesan “Mari kita maju bersama” dalam bahasa Inggris dan Korea.

    Di sisi lain, “Stop the Steal” adalah slogan yang dipopulerkan oleh pendukung Donald Trump saat pemilu AS tahun 2020.

    Trump kalah dalam pemilu tersebut dan mengklaim bahwa suara untuknya telah dicuri.

    Mengutip staradvertiser.com, pembelaan Yoon atas tindakannya mengeluarkan darurat militer memiliki kemiripan dengan retorika politik Donald Trump, yang mengklaim adanya kecurangan dalam pemungutan suara.

    Meskipun Yoon tidak menyebutkan masalah pemilu dalam deklarasi darurat militer awalnya, ia mengirim ratusan pasukan untuk menyerang Komisi Pemilihan Umum Nasional (NEC) dan menuduh Korea Utara telah meretas NEC tanpa memberikan bukti.

    Yoon mengatakan bahwa serangan tersebut terdeteksi Badan Intelijen Nasional, tetapi NEC menolak bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan dan pemeriksaan sistem mereka.

    Dugaan peretasan itu menimbulkan keraguan atas integritas pemilihan parlemen April 2024 — yang mana partainya kalah telak — dan menjadi alasan Yoon mengumumkan darurat militer, ujarnya.

    Saat itu, NEC mengatakan bahwa dengan memunculkan kecurigaan adanya kecurangan pemilu, Yoon justru merugikan dirinya sendiri terhadap sistem pengawasan pemilu, yang memilih dirinya sebagai presiden.

    NEC menyatakan bahwa mereka telah berkonsultasi dengan badan mata-mata pada tahun lalu untuk mengatasi “kerentanan keamanan”.

    lihat foto
    Yoon Suk Yeol

    Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa peretasan oleh Korea Utara membahayakan sistem pemilu, dan pemungutan suara tetap dilakukan dengan surat suara kertas.

    Isu ini telah menjadi topik utama bagi para pendukung Yoon, yang mengatakan bahwa deklarasi darurat militernya dapat dibenarkan.

    Mereka kini berharap kekhawatiran mereka selaras dengan Trump.

    Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

    Mengutip France24, Kantor Investigasi Korupsi (CIO) mungkin akan mencoba mengeksekusi surat perintah penangkapan untuk Yoon lagi sebelum batas waktu 6 Januari.

    “Tindakan selanjutnya akan diputuskan setelah peninjauan lebih lanjut,” kata CIO, setelah menghentikan upaya penangkapan pertamanya.

    Jika Yoon ditangkap sebelum tanggal tersebut, CIO memiliki waktu 48 jam untuk meminta surat perintah baru untuk penangkapan resminya atau jika tidak, Yoon harus dibebaskan.

    Pengacara Yoon telah berulang kali mengatakan bahwa surat perintah yang dikeluarkan oleh pengadilan itu melanggar hukum dan ilegal.

    Sang pengacara berjanji untuk mengambil tindakan hukum lebih lanjut terhadapnya.

    (Tribunnews.com)

  • Presiden Yoon Disebut Abaikan Keberatan Menteri soal Darurat Militer

    Presiden Yoon Disebut Abaikan Keberatan Menteri soal Darurat Militer

    Jakarta, CNN Indonesia

    Jaksa penuntut menyebut Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol mengabaikan keberatan-keberatan para menteri utama kabinetnya pada kebijakan darurat militer yang dilakukannya bulan lalu.

    Dokumen tuntutan setebal 83 halaman yang mendakwa mantan menteri pertahanan Kim Yong-hyun mengatakan bahwa perdana menteri, menteri luar negeri, dan menteri keuangan Korsel pada waktu itu menyatakan keberatan mereka pada malam saat keputusan tersebut diambil Yoon.

    Mereka menjelaskan kekhawatirannya soal dampak ekonomi dan diplomatik dalam sebuah rapat kabinet yang diadakan Yoon sebelum deklarasi darurat militer.

    “Perekonomian akan menghadapi kesulitan besar, dan saya khawatir akan terjadi penurunan kredibilitas internasional,” ujar perdana menteri saat itu, Han Duck-soo, kepada Yoon dalam dokumen tuntutan yang dikutip dari AFP, Minggu (5/1).

    Han menjadi penjabat presiden setelah Yoon dicopot dari jabatannya, namun kemudian dimakzulkan oleh anggota parlemen dari pihak oposisi karena menolak tuntutan untuk menyelesaikan proses pemakzulan Yoon dan menyeretnya ke pengadilan.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri Cho Tae-yul mengatakan bahwa darurat militer akan memiliki dampak diplomatik dan juga menghancurkan pencapaian yang telah dibangun oleh Korea Selatan selama 70 tahun terakhir.

    Sedangkan penjabat presiden Choi Sang-mok yang juga menjabat sebagai menteri keuangan berargumen keputusan ini akan memiliki dampak yang sangat buruk bagi perekonomian dan kredibilitas negara.

    Meski ada keberatan dari sejumlah menterinya, Yoon mengatakan tidak ada jalan untuk mundur, dan mengklaim bahwa oposisi akan membuat negara ini runtuh.

    “Baik ekonomi maupun diplomasi tidak akan berfungsi,” kata Yoon.

    Pengacara Yoon, Yoon Kab-keun menepis laporan jaksa tersebut. Ia mengatakan laporan dakwaan tersebut bukan merupakan sebuah pemberontakan dan tidak sesuai dengan hukum, dan juga tidak ada buktinya.

    Yoon sendiri saat ini masih diselidiki atas tuduhan pemberontakan dan bakal menghadapi penahanan, penjara, atau yang terburuk, hukuman mati.

    Mahkamah Konstitusi akan memulai sidang pemakzulan Yoon pada 14 Januari mendatang. Jika Yong-hyun tidak hadir, maka persidangan akan terus berlanjut tanpa kehadirannya.

    Pengadilan mungkin akan mempertimbangkan laporan jaksa penuntut mengenai Kim, yang merupakan salah satu dari orang yang pertama kali didakwa atas upaya darurat militer, sebagai bahan pertimbangan.

    Yoon menyebabkan kekacauan politik di Korsel pada 3 Desember lalu dengan deklarasi darurat militer. Sejak saat itu, Yoon bersembunyi di kediamannya dengan dikelilingi oleh ratusan petugas keamanan untuk mencegah upaya penangkapan.

    (lom/pta)

  • Lautan Manusia Dukung Presiden Korsel Demo di Seoul

    Lautan Manusia Dukung Presiden Korsel Demo di Seoul

    Jakarta, CNN Indonesia
    Ribuan pendukung presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol menyemut di kediamannya pada Minggu (5/1)

    Bagikan:

    url telah tercopy

  • Penyidik Korsel Minta Bantuan Penjabat Presiden Tangkap Yoon Suk Yeol – Halaman all

    Penyidik Korsel Minta Bantuan Penjabat Presiden Tangkap Yoon Suk Yeol – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Penyidik Korea Selatan meminta bantuan dari Penjabat Presiden Choi Sang-mok untuk memfasilitasi penangkapan Yoon Suk Yeol.

    Permintaan ini muncul setelah Dinas Keamanan Presiden (PSS) mencegah jaksa untuk menangkap Yoon di kediamannya.

    Pada Jumat (3/1/2025), Dinas Keamanan bersama pasukan militer menghalangi upaya jaksa dalam menangkap Yoon Suk Yeol.

    Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) meminta Choi Sang-mok untuk memerintahkan PSS mundur dari kediaman Yoon agar surat perintah penangkapan dapat dilaksanakan.

    “PSS harus bekerja sama dengan surat perintah tersebut,” ungkap pihak CIO dalam pernyataan resmi mereka.

    Polisi juga meminta Kepala Dinas Keamanan Presiden, Park Chong-jun, dan Wakil Kepala Dinas, Kim Seong-hoon, untuk hadir dalam interogasi.

    Namun, keduanya menolak permintaan tersebut dengan alasan situasi keamanan yang berat untuk Yoon.

    Tuntutan dari Partai Oposisi

    Enam partai oposisi yang dipimpin oleh Partai Demokrat menuntut agar Park Chong-jun dicopot dari jabatannya dan ditangkap atas tuduhan menghalangi tugas resmi.

    Mereka menuduh Park dan anggota PSS lainnya sebagai kaki tangan dalam upaya pemberontakan.

    “Penjabat Presiden Choi Sang-mok juga harus bertanggung jawab atas kebuntuan ini,” tegas mereka dalam konferensi pers di Majelis Nasional.

    Menanggapi situasi ini, Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyatakan bahwa Penjabat Menteri Pertahanan Kim Seon-ho telah memberi tahu PSS bahwa tidak tepat untuk mengerahkan tentara guna menghalangi CIO.

    “Prajurit tidak boleh terlibat dalam konfrontasi fisik dengan polisi,” tambah kementerian dalam pernyataannya.

    Meskipun ada ketegangan yang meningkat, PSS membantah klaim bahwa prajurit dikerahkan untuk mencegah penangkapan Yoon.

    Situasi ini mencerminkan ketegangan politik yang semakin meningkat di Korea Selatan, di mana penegakan hukum dan keamanan negara saling berhadapan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Penyidik Korsel Minta Bantuan Pj Presiden untuk Tangkap Yoon Suk Yeol, Dinas Keamanan Diminta Mundur – Halaman all

    Penyidik Korsel Minta Bantuan Pj Presiden untuk Tangkap Yoon Suk Yeol, Dinas Keamanan Diminta Mundur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penyidik Korea Selatan meminta bantuan kepada Penjabat (Pj) Presiden Korsel, Choi Sang-mok, membuka jalan untuk menangkap Yoon Suk Yeol.

    Dalam permintaan bantuan tersebut, para penyidik meminta Choi Sang-mok untuk memerintahkan Dinas Keamanan Presiden (PSS) mundur dari kediaman Yoon Suk Yeol.

    Dikutip dari Reuters, dinas keamanan, bersama dengan pasukan militer, pada Jumat (3/1/2025), mencegah jaksa menangkap Yoon Suk Yeol di kediamannya.

    Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) mengatakan pihaknya telah kembali meminta Choi Sang-mok untuk memerintahkan dinas keamanan presiden agar bekerja sama dengan surat perintah tersebut.

    Polisi juga meminta Kepala Dinas Keamanan Presiden, Park Chong-jun, untuk hadir guna diinterogasi.

    Tak hanya Park Chong-jun, Wakil Kepala Dinas Keamanan Presiden, Kim Seong-hoon, juga diminta untuk datang.

    Namun, keduanya menolak permintaan polisi untuk hadir guna diperiksa pada Sabtu (4/1/2025).

    Dalam pesannya ke media, PSS mengatakan, baik Park Chong-jun maupun Kim Seong-hoon, tidak dapat meninggalkan posisi mereka “bahkan untuk sesaat”, dengan alasan beratnya situasi dalam menyediakan keamanan bagi Yoon.

    Dikutip dari Yonhap, PSS menambahkan mereka sedang berunding dengan polisi untuk menjadwal ulang sesi pemeriksaan.

    Sebelumnya, PSS sempat bersitegang dengan CIO yang berusaha untuk melaksanakan surat perintah penangkapan Yoon.

    PSS sempat mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap CIO atas tuduhan “masuk tanpa izin”.

    Enam partai oposisi, yang dipimpin oleh Partai Demokrat, menuntut hukuman bagi Park Chong-jun atas perannya dalam ketegangan tersebut.

    Dalam konferensi pers bersama di Majelis Nasional, pimpinan enam partai mengatakan Park harus segera dicopot dari jabatannya sebagai Kepala PSS dan ditangkap atas tuduhan menghalangi tugas resmi, menyembunyikan pelaku tindak pidana, dan penyalahgunaan kekuasaan.

    Para pihak juga menuduh Park dan anggota PSS lainnya sebagai kaki tangan pemberontakan.

    Mereka menuduh penjabat Presiden Choi Sang-mok juga bertanggung jawab atas kebuntuan tersebut dan ia harus membuat PSS bekerja sama dengan CIO.

    Partai-partai oposisi meminta CIO untuk melaksanakan surat perintah penangkapan “segera”, dan menambahkan, “Tidak boleh ada kemunduran lagi.”

    Menanggapi perkembangan hari Jumat, Kementerian Pertahanan mengatakan pada Sabtu, Penjabat Menteri Pertahanan, Kim Seon-ho, telah memberi tahu PSS, “tidaklah tepat” untuk mengerahkan tentara guna mencegah CIO menahan Yoon.

    Para prajurit yang membentuk blokade bertugas untuk unit bawahan Komando Pertahanan Ibu Kota yang bertanggung jawab atas keamanan di sekitar kompleks kepresidenan.

    Menurut kementerian, Kim juga telah memberi tahu komandan unit bawahan bahwa prajuritnya tidak boleh terlibat dalam konfrontasi fisik dengan polisi.

    PSS membantah klaim prajurit unit tersebut didatangkan untuk acara tersebut.

    Meskipun unit tersebut milik komando pertahanan, PSS bertanggung jawab atas komando dan kendali di kompleks kepresidenan.

    (Tribunnews.com/Whiesa)