Jakarta, CNN Indonesia —
Badai salju tak menghalangi para pendukung setia Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol untuk melakukan unjuk rasa membela sang presiden.
Bagikan:
url telah tercopy

Jakarta, CNN Indonesia —
Badai salju tak menghalangi para pendukung setia Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol untuk melakukan unjuk rasa membela sang presiden.
Bagikan:
url telah tercopy

Jakarta, CNN Indonesia —
Polisi Korea Selatan buka suara soal Kantor Investigasi Korupsi (CIO) yang meminta bantuan mereka untuk menangkap Presiden yang dimakzulkan parlemen Yoon Suk Yeol.
Senior di Polisi Nasional Korsel (NOI), Baek Dong Heum, menyebut permintaan penangkapan itu dilakukan secara sepihak dan tak punya dasar hukum.
“Setelah melakukan peninjauan internal, kami menegaskan bahwa permintaan badan anti korupsi secara hukum kontroversial,” kata Baek, dikutip Korea Times, Senin (6/1).
Dia lalu berujar, “Kami akan terus berkonsultasi dengan CIO terkait penerapan surat penangkapan.”
CIO sebelumnya menyatakan meminta polisi menangkap Yoon usai gagal pekan lalu.
Para investigator CIO meminta polisi mengambil alih karena kesulitan yang mereka hadapi dalam menangkap Yoon.
Wakil Direktur CIO Lee Jae Seung mengatakan mereka akan meminta perpanjangan surat perintah penangkapan.
Lee juga mengatakan akan berkonsultasi dengan polisi soal waktu perpanjangan surat perintah itu.
Sementara itu, tim hukum Yoon mengecam tindakan CIO.
“Memantau investigasi CIO yang tak punya dasar secara hukum menimbulkan keraguan soal kualifikasi dan kemampuan mereka sebagai lembaga negara,” kata Yun.
Pekan lalu, CIO berencana menangkap Yoon di kediamannya di Seoul. Namun, di tempat itu ribuan pendukung dan polisi bersiaga dan badan tersebut gagal menangkap dia.
Yoon dalam penyelidikan terkait deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu. Dia dituduh melakukan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
CIO sudah tiga kali memanggil Yoon, tetapi dia selalu absen. Lembaga itu lalu meminta pengadilan mengeluarkan surat penangkapan.
(isa/dna)
[Gambas:Video CNN]

Seoul –
Para penyelidik Korea Selatan (Korsel) yang berupaya menangkap Presiden Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen, berniat meminta perpanjangan masa berlaku untuk surat perintah penangkapan terhadapnya.
Surat perintah penangkapan terhadap Yoon, terkait penyelidikan darurat militer, yang diterbitkan pengadilan Korsel pekan lalu akan habis masa berlakunya pada Senin (6/1) waktu setempat. Upaya penangkapan terhadapnya gagal dilakukan dengan sang presiden nonaktif itu bersembunyi di dalam kediamannya.
Yoon, yang mantan Jaksa Agung Korsel ini, telah tiga kali menolak panggilan pemeriksaan dalam penyelidikan darurat militer yang diumumkannya awal Desember lalu. Upaya penangkapan dilakukan aparat berwenang Korsel pekan lalu dengan melibatkan ratusan polisi, namun dihalangi para petugas keamanan yang melindungi Yoon.
Para penyelidik dari Kantor Investigasi Korupsi Korsel atau CIO, seperti dilansir AFP, Senin (6/1/2025), mengatakan pihaknya akan meminta perpanjangan surat perintah yang akan berakhir pada Senin (6/1) tengah malam waktu setempat.
“Keabsahan surat perintah itu berakhir hari ini. Kami berencana meminta perpanjangan dari pengadilan hari ini,” ucap Wakil Direktur CIO, Lee Jae Seung, saat berbicara kepada wartawan setempat.
Dia menambahkan bahwa pihaknya telah meminta bantuan pihak kepolisian untuk menangkap Yoon karena kesulitan yang dihadapi para penyelidik CIO. Dia juga mengatakan dirinya akan berkonsultasi dengan kepolisian mengenai waktu perpanjangan surat perintah penangkapan.
Pekan lalu, ketegangan terjadi selama berjam-jam saat ratusan petugas keamanan yang melindungi Yoon memaksa para penyelidik untuk menunda upaya penangkapan karena kekhawatiran akan situasi keamanan.

Anda sedang membaca rangkuman Dunia Hari Ini, yang menyajikan laporan yang terjadi dalam 24 jam terakhir.
Edisi Senin, 6 Januari 2024, kami awali dari Australia.
Etihad Airways batal lepas landas
Petugas pemadam kebakaran bandara bergegas ke landasan pacu setelah penerbangan Etihad Airways EY461 ke Abu Dhabi yang membawa hampir 300 orang “tidak bisa lepas landas”, Minggu malam kemarin.
“Layanan Penyelamatan dan Pemadam Kebakaran Penerbangan menanggapi permintaan dari pesawat dan mengerahkan busa pemadam kebakaran sebagai tindakan pencegahan,” kata juru bicara Bandara Melbourne.
“Semua penumpang turun dari pesawat dan diangkut dengan bus ke terminal kemarin malam,” tambahnya.
Pesawat tetap berada di landasan pacu hingga Senin pagi, sementara penyelidikan masih dilakukan untuk mengetahui penyebab gangguan roda.
Perselisihan Israel dan Hamas soal sandera
Pihak Israel dan Hamas berselisih soal perincian kesepakatan untuk menghentikan perang di Jalur Gaza dan memulangkan para sandera ke rumah mereka.
Pejabat Palestina mengatakan selama akhir pekan kemarin setidaknya 100 orang tewas akibat serangan Israel yang intensif.
Pihak Hamas mengatakan mereka menyetujui daftar 34 sandera Israel untuk dikembalikan sebagai bagian dari kesepakatan, yang bisa mengarah pada gencatan senjata.
Namun, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan cepat mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Hamas belum memberikan daftar sandera.
Upaya penahanan presiden Korsel terus berlangsung
Badan antikorupsi Korea Selatan meminta pihak kepolisian mengambil alih upaya penahanan Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan setelah para penyelidiknya gagal menahannya.
Pekan lalu, upaya menahan Presiden Yoon gagal, setelah hampir 5 jam bersitegang dengan petugas keamanan presiden.
Para penyelidik Korea Selatan yang mencoba menangkap Yoon mengatakan mereka akan meminta perpanjangan surat perintah penangkapan.
Pengadilan Distrik Barat Seoul mengeluarkan surat perintah penahanan untuk presiden Yoon pada tanggal 31 Desember, setelah ia menghindari beberapa permintaan penyidik untuk diinterogasi terkait tuduhan pemberontak dengan sempat memberlakukan darurat militer meski hanya sebentar.
Salju lebat di Eropa dan Amerika
Salju lebat dan hujan es menyebabkan gangguan di seluruh Eropa pada hari Minggu, khususnya di Inggris dan Jerman, sehingga beberapa bandara terpaksa menangguhkan penerbangan.
Di Inggris utara, ada kekhawatiran jika akses ke sejumlah kawasan dan komunitas akan terputus karena salju yang lebat.
Salju dan es juga menyebabkan gangguan di Jerman, hingga pihak otoritas mengeluarkan peringatan bagi pengemudi dan pejalan kaki, serta meminta warga tinggal di rumah.
Sementara itu, salju tebal, es, disertai angin, dan suhu yang sangat rendah menimbulkan kondisi perjalanan yang berbahaya di sebelah tengah Amerika Serikat pada hari Minggu.

Jakarta, CNN Indonesia —
Penyelidik dari Kantor Investigasi Korupsi (CIO) atau KPK Korea Selatan meminta polisi menangkap Presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol usai gagal menangkap dia pekan lalu.
Para investigator CIO meminta polisi mengambil alih karena kesulitan yang mereka hadapi dalam menangkap Yoon.
Wakil Direktur CIO Lee Jae Seung mengatakan mereka akan meminta perpanjangan surat perintah penangkapan.
“Masa berlaku surat perintah itu berakhir hari ini. Kami berencana meminta perpanjangan dari pengadilan hari ini,” kata Lee, dikutip AFP Senin (6/1).
Lee juga mengatakan akan berkonsultasi dengan polisi soal waktu perpanjangan surat perintah itu. Namun, polisi belum menerima permintaan tersebut.
Pekan lalu, CIO berencana menangkap Yoon di kediaman di di Seoul. Namun, di tempat itu ribuan pendukung dan polisi bersiaga. Mereka juga kesulitan karena dihalangi Paspampres.
Meski dimakzulkan Yoon masih berstatus presiden dan Paspampres wajib memberikan perlindungan. Dia hanya kehilangan wewenang dan tugas untuk mengurusi urusan dalam negeri dan luar negeri.
CIO pada akhirnya gagal menangkap dan dilaporkan kembali melakukan upaya serupa pada 6 Januari.
Yoon sedang sedang dalam penyelidikan terkait deklarasi darurat militer pada 3 Desember lalu. Dia dituduh melakukan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
CIO sudah tiga kali memanggil Yoon, tetapi dia selalu absen. Lembaga itu lalu meminta pengadilan mengeluarkan surat penangkapan.
Di luar itu, Yoon sedang menunggu nasib soal status presiden yang digodok Mahkamah Konstitusi untuk menentukan dari sisi hukum. Jika sah, dia akan lengser dari kursi presiden, tetapi jika dianggap ilegal dia kembali memegang kekuasaan.
(isa/bac)
[Gambas:Video CNN]

Seoul –
Badan Anti-Korupsi Korea Selatan (Korsel) telah meminta polisi untuk mengambil alih eksekusi surat perintah penangkapan untuk Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, pada Senin (6/01). Sebelumnya upaya penangkapan gagal dilakukan pada Jumat (3/1). Saat itu, para pengawal Yoon membentuk rantai manusia untuk memblokir akses para penyelidik.
Tim penyelidik gabungan dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) dan polisi sedang menyelidiki tuduhan bahwa Yoon mendalangi pemberontakan dengan pemberlakuan darurat militer yang hanya berlangsung singkat.
Dalam pernyataannya kepada wartawan, CIO telah mengirimkan pemberitahuan kepada polisi untuk mengambil alih wewenang. Langkah ini dilakukan di tengah rasa frustrasi para pengkritik Yoon terhadap CIO karena hingga saat ini belum juga mengeksekusi surat perintah penangkapan, yang berakhir pada Senin, 6 Januari 2025.
Melansir Reuters, seorang pejabat polisi mengatakan bahwa mereka sedang “meninjau hukum secara internal” menyusul permintaan dari CIO.
Pengacara Yoon berargumen bahwa pasukan anti-korupsi yang memimpin investigasi kriminalnya tidak memiliki wewenang di bawah hukum Korea Selatan untuk menyelidiki kasus apa pun yang melibatkan tuduhan pemberontakan.
Pengadilan Distrik Barat Seoul pada Minggu (5/1) menolak keberatan yang diajukan oleh tim hukum Yoon yang berusaha untuk membatalkan surat perintah penangkapan presiden dan menggeledah kediaman resminya.
Melansir AP, tim kuasa hukum Yoon mengatakan bahwa mereka akan mengajukan tuntutan terhadap Kepala Jaksa Penuntut Umum Badan Anti-korupsi Korsel, Oh Dong-woon, dan sekitar 150 penyelidik dan petugas polisi yang terlibat dalam upaya penahanan pada Jumat (3/1), yang menurut mereka melanggar hukum.
Menteri Luar Negeri AS akan berkunjung ke Korea Selatan
Melansir Reuters, di tengah ketegangan politik yang sedang berlangsung, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken akan mengunjungi Korea Selatan pada minggu ini. Menurut Departemen Luar Negeri AS, Blinken akan bertemu dengan para pejabat senior pemerintah untuk menegaskan kembali aliansi dengan Seoul.
Kunjungannya dilakukan setelah deklarasi darurat militer yang dilakukan oleh Yoon bulan lalu membuat Korea Selatan mengalami kekacauan politik, yang memicu kecaman dari para pejabat di Washington.
CIO sendiri adalah lembaga independen yang diluncurkan pada Januari 2021 untuk menyelidiki pejabat tinggi termasuk presiden dan anggota keluarga mereka, tetapi tidak memiliki wewenang untuk mengadili presiden.
Sebaliknya, CIO diwajibkan oleh hukum untuk merujuk kasus tersebut ke kantor kejaksaan untuk mengambil tindakan apa pun termasuk dakwaan setelah pemeriksaan selesai.
Yoon sebut akan “berjuang sampai akhir” untuk tak digulingkan
Melansir AP, Pengadilan Distrik Barat Seoul pada Selasa (31/12) telah mengeluarkan surat perintah untuk menahan Yoon dan surat perintah terpisah untuk menggeledah kediamannya setelah Yoon menolak hadir untuk diinterogasi terkait dekrit darurat militer yang dikeluarkannya pada tanggal 3 Desember 2024. Namun, mengeksekusi surat perintah tersebut menjadi rumit selama Yoon masih berada di kediaman resminya.
Yoon telah bersumpah untuk “berjuang sampai akhir” melawan upaya untuk menggulingkannya. Meskipun darurat militer hanya berlangsung beberapa jam, hal ini memicu gejolak yang mengguncang politik, diplomasi, dan pasar keuangan Korsel selama berminggu-minggu dan mengekspos kerapuhan demokrasi Korea Selatan di tengah masyarakat yang sangat terpolarisasi.
Kekuasaan kepresidenan Yoon dibekukan setelah Majelis Nasional yang didominasi oleh oposisi memilih untuk memakzulkannya pada tanggal 14 Desember 2024, dengan menuduhnya melakukan pemberontakan, dan nasibnya sekarang berada di tangan Mahkamah Konstitusi, yang sedang mempertimbangkan apakah akan secara resmi mencopot Yoon dari jabatannya atau mengembalikan jabatannya.
Jumat (3/1), puluhan penyidik badan anti-korupsi dan polisi gagal menahan Yoon. Setelah melewati unit militer yang menjaga kediaman Yoon, para penyelidik dan polisi berhasil mendekat sekitar 218 meter dari kediaman Yoon, tapi dihentikan oleh barikade yang terdiri dari sekitar 10 kendaraan dan sekitar 200 anggota pasukan keamanan presiden dan tentara. Namun, tak bisa dipastikan apakah saat itu Yoon berada di dalam kediamannya.
Dalam sebuah pesan video pada Minggu (5/1), Kepala Dinas Keamanan Kepresidenan, Park Jong-joon, mengatakan bahwa mereka memiliki kewajiban hukum untuk melindungi presiden yang sedang menjabat. Park mengatakan bahwa ia menginstruksikan anggotanya untuk tidak menggunakan kekerasan dan menyerukan kepada badan anti-korupsi dan polisi untuk mengubah pendekatan mereka.
Pengacara Yoon pun berargumen bahwa penahanan dan penggeledahan terhadap presiden tidak dapat dilakukan di kediamannya karena adanya undang-undang yang melindungi lokasi yang berpotensi terkait dengan rahasia militer tanpa persetujuan orang yang bertanggung jawab, yaitu Yoon sendiri.
Ratusan warga Korsel berunjuk rasa di dekat kediaman Yoon
Sejak Senin (6/1) dini hari, selama berjam-jam, ratusan warga Korea Selatan berunjuk rasa di dekat kediaman Yoon dengan membungkus diri mereka dengan tikar berlapis perak untuk melawan suhu yang sangat dingin. Ini adalah malam kedua protes berturut-turut dilakukan para demonstran yang menyerukan penggulingan dan penangkapan Yoon.
Sejak Minggu (5/1), ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan yang bersalju di Seoul untuk berunjuk rasa, baik mendukung dan menentang penangkapan Yoon.
“Kita harus membangun kembali fondasi masyarakat kita dengan menghukum presiden yang telah mengingkari konstitusi,’ kata Yang Kyung-soo, Pemimpin Konfederasi Serikat Buruh Korea, kelompok buruh utama yang turut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut.
“Kita harus menjatuhkan penjahat Yoon Suk Yeol dan menangkap serta menahannya sesegera mungkin,” tambahnya.
Unjuk rasa pro Yoon
Tidak jauh dari demonstrasi anti-Yoon terdapat kelompok pendukung yang memegang spanduk bertuliskan “Kami akan berjuang untuk Presiden Yoon Suk Yeol.”
Plakat lainnya bertuliskan “Hentikan Pencurian” – frasa yang dipopulerkan oleh para pendukung Presiden AS terpilih Donald Trump setelah ia kalah dari Joe Biden dalam Pemilu AS 2020.
Mereka mengecam pemakzulannya dan berjanji untuk memblokir setiap upaya untuk menahannya.
mel/rs (Reuters, AP)
(nvc/nvc)

TRIBUNNEWS.COM – Korea Utara menembakkan rudal balistik ke laut di lepas pantai timurnya pada Senin (6/1/2025).
Peluncuran rudal tersebut, bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, ke Seoul di tengah situasi politik yang kacau di Korea Selatan.
Dilansir Reuters, militer Korea Selatan mengonfirmasi peluncuran tersebut.
Penjaga pantai Jepang juga melaporkan bahwa sebuah proyektil, yang diyakini sebagai rudal yang ditembakkan oleh Korea Utara, telah jatuh di laut.
Peluncuran ini merupakan yang pertama dilakukan oleh Korea Utara sejak 5 November, ketika negara tersebut menembakkan sedikitnya tujuh rudal balistik jarak pendek di lepas pantai timurnya.
Sebelumnya, Blinken bertemu Penjabat Presiden Korea Selatan, Choi Sang-mok.
Choi Sang-mok menggantikan Presiden Yoon Suk Yeol, yang dimakzulkan setelah pemberlakuan darurat militer pada 3 Desember.
Blinken menekankan komitmen pertahanan AS terhadap Korea Selatan.
Ia juga menyerukan komunikasi diplomatik dan keamanan yang erat untuk mencegah kemungkinan provokasi dari Korea Utara, menurut pernyataan resmi.
Nasib Y
Yoon Suk Yeol menjadi presiden Korea Selatan pertama yang menghadapi penangkapan atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. (Yonhap/Korea Herald)
Dilaporkan Yonhap, tim kuasa hukum Yoon Suk Yeol telah mengajukan pengaduan kepada jaksa penuntut terhadap kepala badan antikorupsi negara dan 10 orang lainnya atas upaya mereka minggu lalu untuk melaksanakan surat perintah penahanan terhadap presiden yang dimakzulkan tersebut.
Upaya Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) untuk melaksanakan surat perintah penahanan Yoon pada Jumat (3/1/2025) gagal karena staf keamanan dan para pendukung sang presiden mengerubungi kediamannya.
Pengacara Yoon mengajukan pengaduan terhadap Oh Dong-woon, kepala CIO, dan beberapa lainnya ke Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul pada Senin (6/1/2025).
CIO dituduh secara ilegal melaksanakan surat perintah untuk menahan Yoon dan menggeledah kediamannya.
Tim hukum Yoon berpendapat bahwa CIO tidak memiliki kewenangan untuk memobilisasi petugas polisi dalam upaya penahanan tersebut.
Tim tersebut, juga mengajukan pengaduan terhadap Pelaksana Tugas Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional, Lee Ho-young, dan Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan, Kim Seon-ho.
Keduanya dituduh lalai dalam tugas serta menyalahgunakan wewenang dengan menolak permintaan dinas keamanan presiden untuk menambah personel keamanan.
Pada hari Minggu (5/1/2025), pengacara Yoon menyatakan bahwa mereka akan mengajukan pengaduan terhadap semua personel kepolisian dan Kementerian Pertahanan yang terlibat dalam pelaksanaan surat perintah tersebut.
Mereka juga berencana untuk mengajukan lebih banyak pengaduan setelah mengonfirmasi rincian orang-orang yang terlibat.
Penangkapan yang Gagal pada 6 Januari 2025
lihat foto
Pendukung Yoon Suk Yeol di luar kediamannya di Seoul pada 3 Januari 2025
Pada 6 Januari lalu, ketika Yoon Suk Yeol akan ditangkap, lebih dari 100 petugas polisi hadir membawa surat perintah penangkapan.
Namun, mereka gagal menangkap Yoon Suk Yeol setelah kebuntuan selama enam jam di luar rumahnya, lapor BBC News.
Petugas polisi terlibat konfrontasi dengan tim keamanan Yoon, yang membentuk barikade manusia dan menggunakan kendaraan untuk menghalangi tim penangkapan, menurut laporan media lokal.
Dua bulan terakhir menjadi momen yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Korea Selatan.
Perintah darurat militer yang dikeluarkan oleh Yoon pada 3 Desember 2024, langsung diganjar oleh pemungutan suara pemakzulan terhadapnya.
Setelah itu, muncul penyelidikan kriminal, penolakan Yoon untuk hadir dalam interogasi, hingga akhirnya surat perintah penangkapannya.
Pemimpin sayap kanan tersebut masih memiliki basis pendukung yang kuat.
Itulah mengapa ribuan pendukungnya berkumpul di luar rumahnya pada Jumat pagi untuk menghalangi penangkapannya.
Namun, menurut banyak laporan, Yoon kini dianggap sebagai pemimpin yang dipermalukan, setelah dimakzulkan oleh parlemen dan diskors dari jabatannya.
Ia kini sedang menunggu keputusan pengadilan konstitusi, yang dapat memberhentikannya secara resmi dari jabatannya sebagai presiden.
(Tribunnews.com)

Jakarta, CNN Indonesia —
Korea Utara kembali melancarkan uji coba rudal balistik ke arah Laut Timur, sebagai tes perdana rudal tahun ini.
Militer Korea Selatan menyebut rudal balistik yang jatuh di Laut Timur dekat Jepang.
“Korea Utara meluncurkan rudal balistik yang belum teridentifikasi ke Laut Timur,” demikian pernyataan militer Korsel seperti dikutip dari AFP.
Peluncuran rudal balistik oleh Korut dilakukan setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken ke Seoul, untuk bertemu sejumlah menteri Korsel.
Rudal balistik yang diluncurkan Korut merupakan uji coba perdana tahun ini. Pada November tahun lalu, Korut melancarkan uji coba rudal balistik yang disebut-sebut merupakan jenis rudal antarbenua (Inter Continental Balistic Missile/ICBM) dengan bahan bakar oksigen padat.
Uji coba itu merupakan yang perdana dilakukan pemimpin Korut Kim Jong Un sejak mengirimkan para tentaranya ke Rusia untuk memerangi pasukan Ukraina.
Rudal itu dilaporkan jatuh dekat wilayah Korsel. Seoul kemudian merespons dengan melakukan uji coba rudal balistik ke laut.
Belakangan, situasi politik di Korsel memanas setelah Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan parlemen pada awal Desember tahun lalu.
Media Korut pun menyebut bahwa situasi politik Korsel sedang kacau dan lumpuh setelah tim penyelidik Korsel berupaya menangkap Presiden Yoon setelah dimakzulkan.
(bac/bac)
[Gambas:Video CNN]

Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin pagi, bergerak menguat di tengah pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
IHSG dibuka menguat 11,69 poin atau 0,16 persen ke posisi 7.176,12. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 naik 1,38 poin atau 0,16 persen ke posisi 839,16.
“IHSG hari ini akan mencoba untuk break 7.200, seiring dengan penguatan bursa Amerika Serikat (AS) pekan lalu. Akan tetapi, jika gagal break resist kuat di level 7.200, IHSG akan cenderung tes support dulu di level 7.100,” ujar CFP Head of Retail Research BNI Sekuritas Fanny Suherman dilansir Antara, Senin, 6 Januari 2025.
Adapun bursa saham regional Asia pagi ini antara lain:
Indeks Nikkei melemah 472,78 poin atau 1,19 persen ke level 39.421,75.
Indeks Shanghai melemah 15,71 poin atau 0,49 persen ke posisi 3.195,72.
Indeks Kuala Lumpur melemah 0,96 poin atau 0,06 persen ke posisi 1.628,50.
Indeks Straits Times menguat 17,42 poin atau 0,46 persen ke 3.819,25.
Sementara dari regional, pada Jumat (3/1) kemarin, Bank Sentral Tiongkok (PBOC) dilaporkan akan memangkas suku bunga acuannya pada waktu yang tepat pada 2025.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan Tiongkok berencana untuk membatasi ekspor pada teknologi tertentu yang digunakan untuk membuat komponen baterai dan untuk memproses mineral penting seperti litium dan galium, menurut pemberitahuan yang dikeluarkan pada Kamis (2/1).
Pelaku pasar di Asia akan terus menilai ketidakpastian politik di Korea Selatan, karena pengawas korupsi negara itu berusaha untuk melaksanakan surat perintah penangkapan untuk Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan.
Bursa saham AS
Sementara itu, bursa saham AS Wall Street kompak meningkat pada perdagangan Jumat (3/1), serta sektor teknologi menjadi pendorong utama penguatan pasar. Meskipun tetap masih mencatatkan penurunan mingguan. Indeks S&P 500 ditutup melonjak 1,26 persen ke level 5.942,47, indeks Dow Jones Industrial Average menguat 0,8 persen menjadi 42.732,13, dan Nasdaq Composite meningkat 1,77 persen ke 19.621,68.
Saham produsen cip Nvidia melonjak 4,7 persen, sementara saham Super Micro Computer, pembuat server, melesat 10,9 persen, kedua perusahaan ini diuntungkan oleh investasi berkelanjutan dalam teknologi kecerdasan buatan (AI). Microsoft turut memeriahkan sentimen positif dengan pengumuman rencana investasi sebesar USD80 miliar untuk pusat data berteknologi AI pada tahun fiskal 2025.
Saham perusahaan energi seperti Constellation Energy dan Vistra juga terangkat, masing-masing naik empat persen dan 8,5 persen, karena meningkatnya kebutuhan energi untuk mendukung pusat data tersebut, aham US Steel anjlok 6,5 persen, setelah Presiden Joe Biden menyatakan akan memblokir akuisisi perusahaan oleh Nippon Steel.
Di sisi lain, saham perusahaan minuman keras seperti Molson Coors merosot 3,4 persen menyusul peringatan dari Surgeon General AS terkait risiko kanker akibat konsumsi alkohol.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(AHL)

Seoul –
Kepala keamanan untuk Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif setelah dimakzulkan parlemen, menjelaskan alasannya menghalangi penangkapan Yoon oleh aparat penegak hukum terkait penyelidikan darurat militer.
Park Chong Jun, yang menjabat sebagai kepala keamanan kepresidenan Korsel, mengatakan dirinya tidak dapat bekerja sama dalam upaya menangkap Yoon dengan mengutip perdebatan hukuman seputar surat perintah penangkapan sebagai alasan kurangnya kerja sama dari pihaknya.
“Tolong jangan melontarkan pernyataan yang menghina bahwa pasukan keamanan presiden telah berubah menjadi tentara swasta,” ucap Park dalam pernyataannya, seperti seperti dilansir Reuters, Senin (6/1/2025).
Park mengatakan pihaknya telah memberikan keamanan kepada semua Presiden Korsel selama 60 tahun, terlepas dari apa pun afiliasi politiknya.
Pernyataan Yoon ini berpotensi mendorong krisis politik ke arah konfrontasi berisiko tinggi lainnya. Diketahui bahwa surat perintah penangkapan yang dirilis pengadilan untuk Yoon akan berakhir masa berlakunya pada Senin (6/1) tengah malam waktu setempat.
Komentar itu disampaikan setelah pengadilan Seoul menolak aduan yang diajukan pengacara Yoon soal surat perintah penangkapan itu ilegal dan tidak sah.
“Menilai keabsahan interpretasi dan eksekusi hukum apa pun itu sulit. Jika terjadi kesalahan legalitas penegakan hukum terhadap presiden petahana, maka akan menjadi masalah besar,” kata salah satu pengacara Yoon, Seok Dong Hyeon, dalam pernyataanya via Facebook.