Tag: Yoon Suk Yeol

  • Babak Akhir Nasib Pemakzulan Presiden Korsel

    Babak Akhir Nasib Pemakzulan Presiden Korsel

    Jakarta

    Nasib Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol usai dimakzulkan parlemen memasuki babak akhir. Nasib Yoon akan ditentukan oleh palu hakim.

    Sebagaimana diketahui, penetapan darurat militer singkat oleh Yoon pada Desember lalu telah menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik. Tak lama setelah itu, Yoon dimakzulkan oleh parlemen Korsel.

    Namun nasib jabatan Yoon ada di tangan Mahkamah Konstitusi Korsel, yang menggelar sidang selama beberapa pekan terakhir untuk mempertimbangkan pemakzulan yang diloloskan parlemen.

    Mahkamah Konstitusi Korsel, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025), menggelar sidang terakhir di Seoul pada Selasa (25/2) waktu setempat, dengan delapan hakim konstitusi akan memberikan pertimbangan secara tertutup untuk memutuskan nasib jabatan Yoon.

    Sidang terakhir untuk pemakzulan Yoon dimulai pukul 14.00 waktu setempat, namun menurut laporan jurnalis AFP, Yoon tidak hadir di ruang sidang.

    Bagaimana nasib Presiden nonaktif Yoon selanjutnya? Baca halaman berikutnya.

    Dukungan Buat Yoon

    Foto: Presiden Yoon (REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)

    Justru sejumlah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat, yang berkuasa di Korsel dan menaungi Yoon, tampak hadir dalam persidangan itu. Di luar gedung pengadilan, para pendukung Yoon meneriakkan slogan berbunyi: “Hentikan pemakzulan!”

    Dalam sidang terakhir ini, Yoon diperkirakan akan menyampaikan argumen penutup dalam pembelaannya, dengan perwakilan parlemen diberi tahu untuk menyampaikan argumen soal pemakzulannya.

    Putusan untuk sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi Korsel ini diperkirakan akan disampaikan pada pertengahan Maret.

    Beberapa Presiden Korsel sebelumnya yang juga dimakzulkan, Park Geun Hye dan Roh Moo Hyun harus menunggu masing-masing 11 hari dan 14 hari untuk mengetahui nasib mereka.

    Pilpres Ulang Jika Yoon Dicopot

    Foto: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)

    Jika Yoon secara resmi dicopot dari jabatannya, maka Korsel harus menggelar pemilihan presiden (pilpres) terbaru dalam waktu 60 hari.

    Yoon yang berusia 64 tahun telah berada di balik jeruji besi sejak dia ditahan bulan lalu atas tuduhan pemberontakan, dalam penyelidikan pidana terkait penetapan darurat militer tersebut.

    Dalam kasus pidana ini, Yoon terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Persidangan kasus pidana ini baru dimulai pekan lalu.

    Yoon juga merupakan presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang menghadapi sidang seperti ini.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Presiden Korsel Hadapi Sidang Terakhir Pemakzulan

    Presiden Korsel Hadapi Sidang Terakhir Pemakzulan

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen, menghadapi sidang terakhir yang akan menentukan nasib jabatannya. Hakim akan memutuskan apakah akan secara resmi memberhentikan Yoon terkait darurat militer kontroversial, atau mengembalikan jabatannya.

    Penetapan darurat militer singkat oleh Yoon pada Desember lalu telah menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik. Tak lama setelah itu, Yoon dimakzulkan oleh parlemen Korsel.

    Namun nasib jabatan Yoon ada di tangan Mahkamah Konstitusi Korsel, yang menggelar sidang selama beberapa pekan terakhir untuk mempertimbangkan pemakzulan yang diloloskan parlemen.

    Mahkamah Konstitusi Korsel, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025), menggelar sidang terakhir di Seoul pada Selasa (25/2) waktu setempat, dengan delapan hakim konstitusi akan memberikan pertimbangan secara tertutup untuk memutuskan nasib jabatan Yoon.

    Sidang terakhir untuk pemakzulan Yoon dimulai pukul 14.00 waktu setempat, namun menurut laporan jurnalis AFP, Yoon tidak hadir di ruang sidang.

    Justru sejumlah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat, yang berkuasa di Korsel dan menaungi Yoon, tampak hadir dalam persidangan itu. Di luar gedung pengadilan, para pendukung Yoon meneriakkan slogan berbunyi: “Hentikan pemakzulan!”

    Dalam sidang terakhir ini, Yoon diperkirakan akan menyampaikan argumen penutup dalam pembelaannya, dengan perwakilan parlemen diberi tahu untuk menyampaikan argumen soal pemakzulannya.

    Putusan untuk sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi Korsel ini diperkirakan akan disampaikan pada pertengahan Maret.

    Beberapa Presiden Korsel sebelumnya yang juga dimakzulkan, Park Geun Hye dan Roh Moo Hyun harus menunggu masing-masing 11 hari dan 14 hari untuk mengetahui nasib mereka.

    Jika Yoon secara resmi dicopot dari jabatannya, maka Korsel harus menggelar pemilihan presiden (pilpres) terbaru dalam waktu 60 hari.

    Yoon yang berusia 64 tahun telah berada di balik jeruji besi sejak dia ditahan bulan lalu atas tuduhan pemberontakan, dalam penyelidikan pidana terkait penetapan darurat militer tersebut. Dalam kasus pidana ini, Yoon terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.

    Persidangan kasus pidana ini baru dimulai pekan lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Korea Selatan: Yoon Suk Yeol Resmi Ditahan, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    Korea Selatan: Yoon Suk Yeol Resmi Ditahan, Apa Selanjutnya? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, resmi ditahan oleh Kepolisian Korea Selatan, Pada Jumat, 21 Februari 2025.

    Penahanan ini merupakan hasil dari keputusan hukum yang menyatakan Yoon bersalah karena menghalangi pelaksanaan surat perintah penahanannya pada bulan lalu.

    Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan lebih lanjut mengenai kasus ini, latar belakangnya, serta dampak yang ditimbulkan.

    Apa yang Menyebabkan Penahanan Yoon Suk Yeol?

    Yoon Suk Yeol dinyatakan bersalah setelah terbukti memberikan instruksi kepada Layanan Keamanan Presiden (PSS) untuk menghalangi penyidik dalam usaha penangkapannya.

    Menurut laporan dari Korean Herald, Yoon mengirimkan instruksi tersebut kepada Wakil Kepala PSS, Kim Seong-hoon, melalui aplikasi pesan Signal pada 3 Januari 2025 saat penyidik berusaha menangkapnya di kediamannya.

    Pada tanggal 7 Januari, Yoon kembali memberikan instruksi yang sama untuk menghalangi upaya kedua penangkapannya.

    Tindakan ini menyebabkan kesulitan bagi penyidik dan polisi, yang terpaksa menghadapi Dinas Keamanan Presiden yang berusaha mencegah penangkapan Yoon.

    Kerusuhan pun terjadi, dengan beberapa orang terlibat dalam perkelahian yang mengakibatkan satu orang terluka.

    Bagaimana Kronologi Penangkapan Yoon?

    Yoon Suk Yeol ditangkap setelah dituduh melakukan pemberontakan, yang merupakan buntut dari deklarasi status darurat militer yang dikeluarkannya.

    Meskipun status darurat militer telah dicabut, Yoon harus menghadapi berbagai penyelidikan, termasuk oleh Lembaga Tinggi Investigasi Korupsi dan Kejaksaan Korea Selatan.

    Dalam pidatonya, Yoon menyatakan bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari serangan oposisi yang ingin menggulingkan pemerintahnya.

    Namun, alasan di balik keputusan untuk memberlakukan darurat militer ternyata berkaitan dengan perselisihan anggaran dan tindakan antara Yoon dan parlemen yang didominasi oposisi.

    Majelis Nasional Korea Selatan menganggap deklarasi Yoon ilegal dan tidak konstitusional.

    Penolakan terhadap tindakan Yoon memicu enam partai oposisi untuk mengajukan rancangan undang-undang pemakzulan.

    Setelah serangkaian kericuhan, lebih dari 3.000 petugas polisi dan penyidik antikorupsi berhasil menangkap Yoon setelah memecah kerumunan pendukungnya di kediamannya.

    Mengapa Yoon Suk Yeol Menjadi Presiden Pertama yang Diadili?

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul memulai sidang praperadilan pertama dalam kasus pidana Yoon pada 20 Februari 2025, hanya sebulan setelah ia didakwa.

    Hal ini menjadikan Yoon sebagai presiden pertama di Korea Selatan yang didakwa di tengah masa jabatannya.

    Jika terbukti bersalah, Yoon menghadapi hukuman maksimal penjara seumur hidup, dan ada kemungkinan hukuman mati.

    Kasus ini telah membelah opini publik Korea Selatan, dengan jajak pendapat dari Gallup menunjukkan bahwa 57 persen responden mendukung pemakzulan Yoon, sementara 38 persen menentangnya.

    Siapa yang Mengambil Alih Jabatan Presiden?

    Pasca penahanan Yoon, jabatan presiden diambil alih oleh Perdana Menteri Han Duck-soo sebagai pejabat presiden sementara.

    Penunjukan Han tidak lepas dari pengalamannya yang luas selama lebih dari tiga dekade dalam berbagai posisi kepemimpinan di bawah lima presiden yang berbeda, baik yang konservatif maupun liberal.

    Keahlian dan keterampilannya dianggap krusial dalam mengatasi krisis kepemimpinan yang terjadi akibat penahanan Yoon.

    Kasus yang menimpa Yoon Suk Yeol membawa dampak besar bagi politik Korea Selatan.

    Proses hukum yang dihadapi Yoon akan menjadi babak baru dalam sejarah politik negara ini, serta menentukan arah kepemimpinan dan stabilitas pemerintahan ke depan.

    Kita patut menantikan perkembangan selanjutnya terkait kasus ini dan dampaknya bagi masyarakat Korea Selatan.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Presiden Korsel Resmi Ditahan, Dinyatakan Bersalah Karena Halangi Penahanannya – Halaman all

    Presiden Korsel Resmi Ditahan, Dinyatakan Bersalah Karena Halangi Penahanannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel) yang telah dimakzulkan Yoon Suk Yeol resmi ditahan Kepolisian Korsel, pada Jumat (21/2/2025).

    Penahanan ini dilakukan usai Yoon dinyatakan bersalah karena menghalangi pelaksanaan surat perintah untuk penahanannya pada bulan lalu.

    Mengutip media lokal Korean Herald, Yoon terbukti menginstruksikan Layanan Keamanan Presiden (PSS) untuk menghalangi upaya penyidik penahannya atas pemberlakuan darurat militer yang singkat.

    Adapun instruksi ini dikirimkan Yoon kepada Wakil Kepala PSS, Kim Seong-hoon, melalui aplikasi pesan berbasis AS, Signal pada 3 Januari, saat penyidik berusaha menangkapnya di kediamannya.

    Selanjutnya di tanggal 7 Januari 2025, Yoon kembali memberi instruksi kepada Kim untuk menghalangi upaya kedua untuk menahannya dalam pesan yang dipertukarkan.

    Imbas upaya ini penyidik sempat kesulitan untuk melakukan penangkapan Yoon, karena penyidik dan polisi dihalangi Dinas Keamanan Presiden (PSS), paspampres resmi Yoon. 

    Memicu kerusuhan, hingga beberapa pihak terlibat adu jotos dan dorong-dorongan, menyebabkan satu orang luka-luka.

    Kendati demikian, setelah melewati proses yang panjang pada 15 Januari kemarin penyidik akhirnya berhasil menangkap Yoon, sejak saat itu Yoon ditahan di pusat penahanan.

    Kronologi Drama Penangkapan Presiden Yoon

    Penyidik Korea Selatan menangkap Presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol karena tuduhan pemberontakan buntut deklarasi militer, disertai dengan pengerahan pasukan yang mengepung gedung parlemen.

    Meski darurat militer telah dicabut, namun buntut ketegangan tersebut Presiden Yoon harus menghadapi berbagai penyelidikan termasuk dari Lembaga Tinggi Investigasi Korupsi dan Kejaksaan Korsel.

    Dalam pidatonya presiden Yoon menceritakan upaya oposisi yang mencoba menggulingkan pemerintahannya.

    Sebelum ia mengumumkan darurat militer untuk “menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah merusak”.

    Namun belakangan terkuak alasan presiden Yoon memberlakukan status darurat militer lantaran adanya perselisihan antara presiden Yoon dan parlemen yang dikendalikan oposisi mengenai anggaran dan tindakan lainnya.

    Majelis Nasional Korea Selatan  menyebutkan deklarasi Yoon Suk Yeol ilegal dan tidak konstitusional.

    Sementara Pemimpin partai Yoon Suk Yeol, Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, menyebutkan langkah Yoon Suk Yeol adalah “langkah yang salah”.

    Pasca insiden ini mengguncang dunia, enam partai oposisi Korea Selatan secara resmi mengajukan rancangan undang-undang (RUU) pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.

    Tak lama kemudian lebih dari 3.000 petugas polisi dan penyelidik antikorupsi berhasil meringkus Presiden Yoon usai memecah kerumunan para pendukung Yoon yang memenuhi kediamannya.

    Yoon Presiden Korsel Pertama yang Diadili

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul memulai sidang praperadilan pertama dalam kasus pidana terhadap presiden tersebut pada 20 Februari kemarin.

    Sekitar sebulan setelah dia didakwa atas upayanya memberlakukan darurat militer di Korsel pada Desember tahun lalu.

    Hal ini menjadikan Yoon sebagai presiden pertama Korsel yang didakwa saat masih menjabat dan mungkin akan ditahan selama enam bulan ketika kasus pidananya ditinjau ulang. 

    Pengkhianatan dan pemberontakan adalah dua kejahatan yang bisa dikenakan pada Presiden Korsel yang sedang menjabat. 

    Jika terbukti bersalah, Yoon akan menghadapi hukuman maksimal penjara seumur hidup. Ada juga kemungkinan hukuman mati.

    Kasus yang menimpa Yoon, lantas membuat publik terbelah mengenai arah masa depan negara ini.

    Jajak pendapat mingguan Gallup menunjukkan 57 persen responden mendukung pemakzulan Yoon, sementara 38 persen menentangnya. 

    Untuk mengatasi kekosongan kursi kepemimpinan pasca Yoon ditahan kepolisian, jabatan presiden diambil alih Perdana Menteri Han Duck-soo, yang menjadi pejabat presiden sementara. 

    Penunjukan dilakukan bukan tanpa alasan, pasalnya Han, yang telah berusia 75 tahun, telah menjabat di posisi kepemimpinan selama lebih dari tiga dekade di bawah lima presiden yang berbeda, baik yang konservatif maupun liberal.

    Tak hanya itu, Han juga menduduki jabatan-jabatan penting dalam urusan negara semata-mata karena pengakuan atas keterampilan dan keahliannya, tidak terkait dengan faksi politik.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Babak Akhir Nasib Pemakzulan Presiden Korsel

    Pertama dalam Sejarah, Presiden Korea Selatan Hadapi Sidang Pidana

    Jakarta

    Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol hadir di pengadilan pada hari Kamis (20/02) untuk persidangan pendahuluan pidana atas tuduhan pemberontakan.

    Yoon tiba di tengah keamanan ketat di pengadilan distrik pusat Seoul. Ia menjadi presiden Korea Selatan pertama yang diadili dalam kasus pidana.

    Pada bulan Desember lalu, Yoon sempat memberlakukan darurat militer di Korea Selatan dan parlemen kemudian memberikan suara untuk memakzulkannya pada pertengahan Desember.

    Jaksa menuduh presiden yang diberhentikan sementara itu sebagai “pemimpin pemberontakan”.

    Mereka meminta proses hukum yang cepat mengingat “beratnya” kasus tersebut, tetapi pengacara Yoon mengatakan mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk meninjau dokumen.

    Pengacara Yoon, Kim Hong-il mengatakan deklarasi darurat militernya tidak dimaksudkan untuk melumpuhkan negara. Sebaliknya, katanya, itu dimaksudkan untuk “memperingatkan publik tentang krisis nasional yang disebabkan oleh kediktatoran legislatif dari partai oposisi yang dominan, yang telah melumpuhkan pemerintahan.”

    Krisis Politik di Korea Selatan

    Bulan lalu, jaksa mendakwa Yoon, menuduhnya mengatur pemberontakan melalui penerapan darurat militer.

    Awalnya, Yoon membarikade dirinya di dalam kompleks rumahnya di Seoul sebelum akhirnya ditangkap pada bulan Januari.

    Dia secara resmi didakwa pada tanggal 26 Januari atas tuduhan pemberontakan.

    Mahkamah Konstitusi secara terpisah sedang mempertimbangkan apakah akan secara resmi memberhentikan Yoon atau mengembalikan kedudukannya sebagai presiden.

    Kejahatan pemberontakan adalah salah satu dari sedikit tuduhan pidana yang tidak memberikan kekebalan kepada presiden Korea Selatan. Kejahatan ini dapat dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Namun, Korea Selatan belum pernah mengeksekusi siapa pun selama beberapa dekade.

    Yoon, seorang konservatif, dengan tegas membantah melakukan kesalahan apa pun. Dia menyebut darurat militernya sebagai tindakan pemerintahan yang sah yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya yang ditimbulkan oleh Majelis Nasional yang dikendalikan kaum liberal yang menghalangi agendanya dan memakzulkan pejabat tinggi.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Optimisme warga untuk bangkit kembali

    Pada tanggal 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol mengejutkan Korea Selatan dengan pengumuman darurat militer. Ia menuduh oposisi yang mendominasi Majelis Nasional melakukan kegiatan ‘antinegara’ yang mengancam demokrasi. Yoon mengangkat Jenderal Park An-Su sebagai komandan darurat militer, yang segera melarang seluruh aktivitas politik, demonstrasi, serta mengendalikan media dan publikasi.

    Beberapa jam kemudian, Presiden Yoon akhirnya memutuskan untuk mencabut status darurat militer di Korsel pada Rabu (04/12). Pencabutan status darurat militer itu dilakukan setelah Yoon mengumpulkan anggota kabinetnya dan menyetujui desakan Majelis Nasional melalui voting untuk membatalkan darurat militer.

    Akhir tahun lalu aksi unjuk rasa di Korea Selatan menarik perhatian dunia. Aksi protes menuntut pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol diwarnai slogan ‘nyeleneh &rsquo, lightstick K-Pop, hingga lagu-lahu hits K-Pop untuk membakar semangat perlawanan, seolah menunjukkan bahwa aksi protes tidak melulu diwarnai kekerasan. Meski demikian bentrokan kadang kala tetap tak terhindarkan.

    Kini sebagian warga Korea Selatan ingin krisis politik ini segera berakhir dan agar pemerintah kembali fokus menangani masalah-masalah sehari-hari, seperti ekonomi yang lemah dan nilai tukar mata uang won yang terus merosot terhadap dolar.

    Tapi banyak warga yang merasa bangga bahwa negara yang pernah mengalami rangkaian kediktatoran militer yang berlangsung hingga akhir 1980-an ini telah cukup tangguh mempertahankan institusi demokratisnya di tengah ujian yang begitu berat.

    ap/yf h dpa, AP, EFE)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Mulai Disidang terkait Darurat Militer

    Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Mulai Disidang terkait Darurat Militer

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif setelah dimakzulkan parlemen, mulai menjalani persidangan terkait langkahnya menetapkan darurat militer yang mengejutkan dunia.

    Yoon yang mantan jaksa ini mencetak sejarah sebagai kepala negara pertama di Korsel yang diadili dalam kasus pidana.

    Yoon, seperti dilansir AFP, Kamis (20/2/2025), mulai disidang di Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada Kamis (20/2) waktu setempat. Dia menghadapi tuduhan pemberontakan yang bisa membuatnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.

    Persidangan, menurut laporan reporter AFP di lokasi, dimulai sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Dengan kehadiran Yoon dalam persidangan ini, ruang sidang penuh sesak dan pengamanan ketat diberlakukan di sekitar gedung pengadilan.

    Jaksa penuntut dalam kasus ini menuduh Yoon sebagai “pemimpin pemberontakan”.

    Mereka, pada Kamis (20/2), berargumen untuk tidak membebaskan Yoon dari fasilitas penahanan yang menjadi tempat dia ditahan sejak pertengahan Januari. Dalam argumennya, jaksa Korsel menyebut Yoon dapat mencoba dan “memperngaruhi atau membujuk orang-orang yang terlibat kasus tersebut”.

    Dalam persidangan, pengacara Yoon, Kim Hong Il, mengecam apa yang disebutnya sebagai “penyelidikan ilegal” dengan alasan bahwa “badan investigasi yang menyelidiki tidak memiliki yurisdiksi”.

    “Pemberlakuan darurat militer tidak dimaksudkan untuk melumpuhkan negara,” sebut Kim dalam argumennya.

    Dia menyebut hal itu dimaksudkan untuk “mengingatkan masyarakat akan krisis nasional yang disebabkan oleh kediktatoran legislatif dari partai oposisi yang dominan, yang telah melumpuhkan pemerintahan”.

    “Peradilan harus berfungsi sebagai kekuatan yang menstabilkan,” kata Kim kepada tiga hakim dalam persidangan kasus Yoon.

    Selain menghadapi persidangan pidana ini, Yoon juga masih menghadapi persidangan di Mahkamah Konstitusi, yang akan menentukan apakah akan memperkuat pemakzulan yang dilakukan parlemen Korsel pada Desember lalu dan memberhentikan Yoon, atau mengembalikan Yoon pada jabatannya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Geger Bentrokan di Universitas Bangladesh, 150 Mahasiswa Terluka

    Geger Bentrokan di Universitas Bangladesh, 150 Mahasiswa Terluka

    Dhaka

    Bentrokan pecah di sebuah universitas di Bangladesh hingga membuat lebih dari 150 mahasiswa mengalami luka-luka. Bentrokan ini menandai perselisihan serius antara kelompok-kelompok yang berperan penting dalam mengobarkan revolusi nasional tahun lalu.

    Bentrokan tersebut, seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025), terjadi di kompleks Universitas Teknik dan Teknologi Khulna yang ada di sebelah barat daya Bangladesh pada Selasa (18/2) sore waktu setempat.

    Dilaporkan bahwa bentrokan pecah setelah sayap pemuda Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) berusaha merekrut para mahasiswa di universitas tersebut.

    Tindakan BNP itu memicu konfrontasi dengan para anggota kelompok Mahasiswa Melawan Diskriminasi, yang pada Agustus tahun lalu ikut memimpin unjuk rasa untuk menggulingkan mantan Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina dari jabatannya.

    Bentrokan antara kedua kelompok pun tak terhindarkan. Seorang pejabat Kepolisian Khulna, Kabir Hossain, mengatakan bahwa sedikitnya 50 orang dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis setelah bentrokan terjadi.

    “Situasi kini terkendali, dan satuan polisi tambahan telah dikerahkan,” sebut Hossain dalam pernyataan kepada AFP.

    Penuturan seorang mahasiswa jurusan komunikasi pada universitas tersebut, Jahidur Rahman, kepada AFP menyebut mereka yang dirawat di rumah sakit mengalami luka-luka akibat lemparan batu bata dan “senjata tajam”. Rahman mengatakan ada sekitar 100 orang yang mengalami luka ringan.

    Rekaman video bentrokan itu yang beredar luas di Facebook menunjukkan kedua kelompok yang terlibat konfrontasi menggunakan sabit dan parang. Terlihat juga momen saat mahasiswa yang luka-luka dibawa ke rumah sakit untuk dirawat.

    Kedua kelompok yang terlibat bentrok saling menyalahkan sebagai yang memulai kekerasan. Ketua sayap pemuda BNP, Nasir Uddin Nasir, menuduh anggota partai politik Islam, Jamaat, mengacaukan situasi untuk memicu konfrontasi.

    Nasir menyebut para aktivis Partai Jamaat “menciptakan bentrokan yang tidak beralasan ini”.

    Namun salah satu mahasiswa setempat, Obayed Ullah, mengatakan kepada AFP bahwa “tidak ada kehadiran” anggota Partai Jamaat di kampusnya. Dia justru menuding sayap pemuda BNP menentang keputusan pihak kampus untuk tetap bebas dari kegiatan partai politik

    Insiden di Khulna ini memicu kemarahan di kalangan mahasiswa di berbagai wilayah lainnya di Bangladesh, dengan unjuk rasa digelar di Universitas Dhaka pada Selasa (18/2) malam untuk mengecam sayap pemuda BNP.

    Lihat juga Video ‘Bentrokan Pendukung Presiden Korsel Yoon Suk Yeol dengan Polisi’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • DPR Filipina Setujui Pemakzulan Wapres Sara Duterte!    
        DPR Filipina Setujui Pemakzulan Wapres Sara Duterte!

    DPR Filipina Setujui Pemakzulan Wapres Sara Duterte! DPR Filipina Setujui Pemakzulan Wapres Sara Duterte!

    Manila

    Para anggota majelis rendah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Filipina menyetujui mosi pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Sara Duterte dalam voting pada Rabu (5/2) waktu setempat. Kini, nasib jabatan Sara Duterte sebagai Wapres Filipina ada di tangan para Senator negara itu.

    Diloloskannya mosi pemakzulan Sara ini, seperti dilansir AFP, Rabu (5/2/2025), terjadi sehari sebelum masa sidang kongres berakhir dan memasuki masa reses.

    Meskipun rincian soal dakwaan pemakzulan tidak diungkapkan ke publik, voting digelar menyusul tiga aduan bulan lalu yang menuduh Sara melakukan rentetan tindak kejahatan, mulai dari “penyalahgunaan secara terang-terangan” dana publik jutaan dolar Amerika hingga merencanakan pembunuhan Presiden Ferdinand Marcos Jr.

    Sara, yang merupakan putri mantan Presiden Rodrigo Duterte ini, telah membantah semua tuduhan tersebut.

    “Telah diajukan oleh lebih dari sepertiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat, atau total 215 anggota… mosi tersebut disetujui,” ucap Ketua DPR Filipina, Martin Romualdez, kepada para anggotanya.

    Nasib jabatan Sara kini berada di tangan 24 Senator Filipina, di mana dua pertiga di antaranya harus mendukung pemakzulan itu agar sang Wapres benar-benar dimakzulkan dari jabatannya. Tanggal untuk sidang pemakzulan Sara belum ditetapkan.

    Voting untuk mosi pemakzulan ini dilakukan beberapa hari sebelum kampanye resmi dimulai untuk pemilu sela, yang secara luas diperkirakan akan menentukan arah pemilihan presiden (pilpres) tahun 2028 mendatang.

    Tonton juga Video: Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Resmi Dimakzulkan!

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Hubungan antara Marcos Jr dan Sara berada di titik nadir, dengan aliansi keduanya berubah menjadi perselisihan publik selama berbulan-bulan yang diwarnai tudingan liar dan ancaman pembunuhan yang kini masih dalam penyelidikan.

    Namun Marcos Jr sebelumnya mendesak Kongres Filipina untuk tidak meneruskan upaya pemakzulan Sara, dan menyebutnya sebagai “badai dalam cangkir teh” yang akan mengalihkan perhatian badan legislatif dari tanggung jawab utamanya.

    Sekretaris eksekutif Marcos Jr, Lucas Bersamin, mengatakan pada Senin (3/2) bahwa kantor kepresidenan Filipina “tidak akan ikut campur” dalam proses pemakzulan Sara.

    Seorang pejabat humas pada Senat Filipina mengatakan kepada AFP bahwa Senat memperkirakan mosi pemakzulan itu akan tiba di kantor mereka pada Rabu (5/2) malam, sekitar pukul 19.00 waktu setempat.

    Tonton juga Video: Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Resmi Dimakzulkan!

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Drama Presiden Korsel Berlanjut Kini Didakwa Pimpin Pemberontakan

    Drama Presiden Korsel Berlanjut Kini Didakwa Pimpin Pemberontakan

    Jakarta

    Drama Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol masih berlanjut. Yoon kini didakwa atas tuduhan melakukan pemberontakan dengan memberlakukan darurat militer pada awal Desember lalu.

    Yoon sudah tiga kali menolak panggilan dari penyidik untuk diinterogasi atas perkara darurat militer 3 Desember 2024. Buntut darurat militer yang kemudian dibatalkan itu, Yoon dimakzulkan pada 14 Desember 2024.

    Sebanyak 204 dari 300 anggota parlemen memilih untuk memakzulkan presiden atas tuduhan pemberontakan. Sementara 85 anggota parlemen lainnya memilih untuk menolak usulan tersebut. Tiga anggota abstain, dengan delapan suara dibatalkan.

    Yoon kemudian diskors dari jabatannya. PM Korsel Han Duck-soo ditunjuk menjabat sebagai presiden sementara Korsel.

    Pertengahan Januari 2025, Yoon akhirnya ditangkap atas drama darurat militernya. Dia ditangkap setelah ratusan penyidik antikorupsi dan polisi menggerebek kediamannya untuk mengakhiri kebuntuan selama berminggu-minggu.

    Penangkapan ini menjadi catatan bagi sejarah Korsel. Belum pernah ada sebelumnya Presiden Korsel yang masih menjabat dan ditangkap seperti Yoon.

    Yoon yan ditahan di Pusat Tahanan Seoul menolak untuk diinterogasi pada Kamis (16/1) dan Jumat (17/1) waktu setempat. Padahal para penyelidik hanya memiliki waktu selama 48 jam untuk menginterogasinya sejak menangkapnya pada Rabu (15/1).

    Untuk bisa menahan Yoon lebih lama, para penyelidik pada Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO), yang memimpin penyelidikan, harus meminta kepada pengadilan Seoul untuk menyetujui surat perintah penahanan hingga 20 hari atau dengan kata lain memperpanjang penahanan Yoon.

    Pengadilan Tolak Perpanjangan Penahanan

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. (Foto: AP/Kim Hong-Ji)

    Pengadilan Seoul menolak permohonan memperpanjang penahanan Presiden Yoon. Pengadilan menolak permohonan itu karena kurangnya alasan untuk melanjutkan penyelidikan.

    Dikutip Yonhap, Jumat (24/1/2025), tim penuntut khusus tengah menyelidiki tuduhan upaya darurat militer yang dilakukan Yoon. Penyidik mengajukan permintaan ke Pengadilan Distrik Pusat Seoul untuk memperpanjang penahanan Yoon hingga 6 Februari.

    Permintaan itu diajukan sehari setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) melimpahkan kasus tersebut ke jaksa.

    “Belum ada yang diputuskan,” kata pejabat tersebut.

    Sementara itu, tim hukum Yoon menyambut baik keputusan pengadilan dan menyerukan pembebasannya segera.

    Jaksa Ajukan Lagi Perpanjangan Penahanan Presiden Yoon

    Presiden Korsel Yoon Suk Yeol. (Foto: AP/Kim Hong-Ji)

    Sehari kemudian, Jaksa Korea Selatan kembali mengajukan perpanjangan penahanan Presiden Yoon. Jumat malam kemarin, Pengadilan Distrik Pusat Seoul menolak permintaan penyidik untuk memperpanjang penahanannya hingga 6 Februari.

    Pengadilan mengatakan bahwa sulit untuk menemukan alasan yang cukup. Beberapa jam kemudian, jaksa mengajukan permintaan perpanjangan penahanan baru.

    Kantor Investigasi Korupsi (CIO) telah melimpahkan kasus ini kepada kejaksaan. CIO merekomendasikan jaksa untuk memutuskan apakah akan mendakwa Yoon dengan tuduhan memimpin pemberontakan atau penyalahgunaan kekuasaan.

    Namun, pengadilan kembali menolak permohonan perpanjanan penahanan Presiden Yoon. Penolakan kedua kalinya ini menjadi tekanan bagi jaksa penuntut untuk segera mendakwanya.

    Jaksa telah berencana untuk menahan Yoon hingga 6 Februari untuk diinterogasi sebelum secara resmi mendakwanya. Namun dengan penolakan kedua kalinya ini, rencana itu sekarang perlu disesuaikan.

    “Dengan penolakan pengadilan atas perpanjangan tersebut, jaksa sekarang harus bekerja cepat untuk secara resmi mendakwa Yoon agar dia tetap di balik jeruji besi,” Yoo Jung-hoon, seorang pengacara dan komentator politik, mengatakan kepada AFP.

    Presiden Yoon Didakwa Pimpin Pemberontakan

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol. (Foto: via REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)

    Presiden Yoon didakwa atas tuduhan memimpin pemberontakan penerapan darurat militer. Dengan dakwaan tersebut, Yoon menjadi presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang didakwa dalam penahanan.

    Langkah tersebut dilakukan hanya sehari sebelum masa penahanan Yoon berakhir. The Corruption Investigation Office for High-ranking Officials (CIO) atau Badan Antikorupsi Korea Selatan yang memimpin investigasi terhadap Yoon, menyerahkan kasus tersebut kepada jaksa penuntut minggu lalu. Hal itu dilakukan karena CIO tidak memiliki mandat hukum untuk mendakwa seorang presiden.

    Jaksa senior sebelumnya berkumpul untuk membahas langkah selanjutnya dalam kasus Yoon.

    Tim jaksa penuntut yang menyelidiki kasus tersebut mengatakan mereka telah meninjau bukti-bukti dan berdasarkan tinjauan menyeluruh, telah ditetapkan bahwa mendakwa terdakwa adalah tindakan yang tepat.

    Simak juga Video: Presiden Korsel Disebut Tak Bermaksud Memberlakukan Darurat Militer Penuh

    Halaman 2 dari 4

    (idn/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Presiden Korsel Didakwa Tuduhan Memimpin Pemberontakan, Ini Hukumannya

    Presiden Korsel Didakwa Tuduhan Memimpin Pemberontakan, Ini Hukumannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol didakwa atas tuduhan memimpin pemberontakan saat penerapan darurat militer secara singkat pada 3 Desember lalu. Hal ini diungkapkan partai oposisi utama pemimpin negeri itu.

    “Jaksa telah memutuskan untuk mendakwa Yoon Suk Yeol, yang menghadapi dakwaan sebagai pemimpin pemberontakan,” kata Juru Bicara Partai Demokrat Korea Selatan Han Min – Soo, dalam konferensi pers, mengutip Reuters, Minggu (26/1/2025).

    “Hukuman terhadap pemimpin pemberontakan akhirnya dimulai,” sambungnya.

    Yoon Suk menjadi presiden pertama di Korea Selatan yang berpotensi menghadapi hukuman penjara bertahun-tahun karena keputusan itu. Saat itu, keputusan darurat militer Yoon disebut mengejutkan, yang berupaya melarang aktivitas politik dan parlemen, serta mengontrol media.

    Tindakannya itu memicu gelombang pergolakan politik di Korea Selatan. Dia akhirnya dimakzulkan dan diberhentikan dari kekuasaan.

    Sejumlah pejabat penting militer juga didakwa atas peran mereka dalam dugaan pemberontakan itu. Meski Kantor Kejaksaan tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.

    Penyelidik anti korupsi pada pekan lalu juga merekomendasikan dakwaan terhadap Yoon, yang kini dipenjara dan telah diskors dari tugasnya pada 14 Desember lalu.

    Pengacara Yoon mendesak jaksa penuntut untuk segera membebaskannya dengan dalih bahwa penahanannya ilegal.

    Pemberontakan adalah salah satu dari sedikit tuntutan pidana yang tidak memiliki kekebalan terhadap presiden Korea Selatan. Pelakunya dapat dihukum penjara seumur hidup atau mati, meski Korea Selatan belum pernah melakukan eksekusi terhadap siapapun dalam dekade terakhir.

    Yoon telah berada di sel isolasi sejak 15 Januari lalu, setelah terjadi pertikaian bersenjata antara petugas keamanan dan petugas yang menangkapnya.

    Lebih lanjut, Yoon dan pengacaranya berargumen dalam sidang di Mahkamah Konstitusi pekan lalu bahwa ia tidak pernah bermaksud menerapkan darurat militer sepenuhnya. Namun hanya bermaksud sebagai peringatan untuk memecahkan kebuntuan politik.

    Sejalan dengan proses pidananya, pengadilan tinggi akan menentukan apakah akan memberhentikan Yoon dari jabatannya, atau mengembalikannya ke pucuk kepemimpinan.

    (hsy/hsy)