Tag: Yoon Suk Yeol

  • Presiden Korsel Berniat Minta Maaf ke Korut soal Selebaran Propaganda dan Drone Pendahulunya

    Presiden Korsel Berniat Minta Maaf ke Korut soal Selebaran Propaganda dan Drone Pendahulunya

    JAKARTA – Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung mempertimbangkan kemungkinan permintaan maaf kepada Korea Utara atas kecurigaan pendahulunya sengaja berupaya meningkatkan ketegangan militer antara kedua negara dalam persiapan untuk deklarasi darurat militer singkatnya pada Desember 2024.

    Berbicara kepada wartawan pada peringatan satu tahun perebutan kekuasaan yang gagal oleh mantan Presiden Yoon Suk Yeol, Lee menekankan keinginannya untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara.

    Namun, ketika ditanya tentang penahanan beberapa warga negara Korea Selatan selama bertahun-tahun oleh Korea Utara, Lee mengatakan ia tidak mengetahui masalah tersebut, yang menuai kritik dari keluarga yang menuntut agar mereka dipulangkan dengan selamat.

    Seorang jaksa khusus pada bulan lalu mendakwa Yoon dan dua pejabat tinggi pertahanannya atas tuduhan bahwa ia memerintahkan penerbangan pesawat nirawak/drone di atas Korea Utara untuk memicu ketegangan.

    Media Korea Selatan juga melaporkan pada Senin, militer Korea Selatan di bawah kepemimpinan Yoon menerbangkan balon-balon yang membawa selebaran propaganda melintasi perbatasan.

    Lee mempertimbangkan permintaan maaf kepada Korea Utara

    Meskipun tuduhan drone dan penyebaran selebaran belum terbukti di pengadilan, Lee tetap mengatakan ia secara pribadi ingin meminta maaf kepada Korea Utara.

    “Saya rasa kita perlu meminta maaf, tetapi saya belum bisa mengatakannya karena saya khawatir itu dapat digunakan untuk mencemarkan nama baik (saya) sebagai pro-Korea Utara atau memicu pertikaian ideologis politik” di Korea Selatan, kata Lee dilansir Associated Press, Rabu, 3 Desember.

    “Hanya itu yang akan saya katakan untuk saat ini,” sambungnya.

    Korea Utara secara terbuka menuduh pemerintahan Yoon menerbangkan drone di atas Pyongyang untuk menyebarkan selebaran propaganda anti-Korea Utara tiga kali pada Oktober 2024. Militer Korea Selatan menolak untuk mengonfirmasi klaim tersebut, dan pengakuan publik apa pun atas aktivitas pengintaian di Korea Utara akan sangat tidak lazim.

    Sejak menjabat pada bulan Juni, Lee telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk meredakan ketegangan antar-Korea, termasuk mematikan pengeras suara garis depan yang menyiarkan berita K-pop dan dunia, serta melarang aktivis menerbangkan balon yang membawa selebaran propaganda melintasi perbatasan.

    Korea Utara sejauh ini mengabaikan ajakan Lee, dengan pemimpin Kim Jong Un menyatakan pemerintahnya tidak tertarik untuk berdialog dengan Seoul.

  • Eks PM Korsel Ditahan Buntut Unggah Seruan Pemberontakan di Facebook

    Eks PM Korsel Ditahan Buntut Unggah Seruan Pemberontakan di Facebook

    Jakarta

    Mantan Perdana Menteri Korea Selatan (Korsel), Hwang Kyo-ahn, ditahan oleh pengadilan Korsel. Penahanan terhadap Hwang dilakukan atas tuduhan melakukan penghasutan pemberontakan kepada masyarakat.

    Dilansir Yonhap News Agency, Rabu (12/11/2025), dugaan penghasutan yang dilakukan Hwang berkaitan dengan penerapan darurat militer yang dilakukan mantan Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, akhir tahun lalu. Hwang ditangkap hari ini waktu setempat.

    Hwang diketahui mengunggah unggahan di Facebook pada 3 Desember tahun lalu yang berisi seruan pemberontakan. Setelah darurat militer diterapkan, Hwang menyerukan pemberantasan pasukan pro Korea Utara dan mereka yang terlibat dalam kecurangan pemilu.

    Hwang juga menyerukan penangkapan Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan pemimpin Partai Kekuatan Rakyat saat itu, Han Dong-hoon.

    Penyidik dari tim penasihat khusus Cho Eun-suk mengeksekusi surat perintah penahanan untuk Hwang di rumahnya di Distrik Yongsan, Seoul. Langkah itu diambil usai Hwang mengabaikan tiga panggilan pemeriksaan.

    Tim Cho ditugaskan untuk menyelidiki berbagai tuduhan terkait upaya penerapan darurat militer yang dilakukan Yoon. Cakupan investigasinya mencakup tuduhan menyarankan penerapan darurat militer, menyiapkan fasilitas penahanan, merencanakan atau membunuh dengan tujuan melancarkan pemberontakan, dan menghasut pemberontakan.

    Tim tersebut meluncurkan investigasi terhadap Hwang menyusul pengaduan terkait dari sebuah media daring dan beberapa kali mencoba mengeksekusi surat perintah penggeledahan rumahnya. Namun, setiap upaya gagal karena Hwang menutup pintu rumahnya.

    Eks Bos Intelijen Korsel Juga Ditangkap

    Mantan kepala intelijen Korsel, Cho Tae Yong, juga ditangkap hari ini terkait penetapan darurat militer tahun lalu. Cho yang masih menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) ketika Yoon mengumumkan darurat militer pada Desember 2024, didakwa atas kelalaian dalam tugas.

    Penangkapan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (12/11), dilakukan menyusul langkah jaksa khusus Korsel mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Cho atas tuduhan mengabaikan tugas sebagai kepala badan intelijen dan menimbulkan risiko penghancuran barang bukti, di antara beberapa tuduhan lainnya.

    Pengadilan distrik pusat Seoul meninjau keabsahan pengajuan surat perintah penangkapan itu pada Selasa (11/11) dan telah mengabulkannya.

    “Hasil peninjauan tersebut adalah… dikeluarkannya surat perintah tersebut dengan alasan risiko penghancuran barang bukti,” demikian pernyataan pengadilan distrik pusat Seoul saat mengumumkan pengabulan permohonan jaksa tersebut.

    “Dakwaan utamanya adalah kelalaian dalam tugas,” imbuh pernyataan tersebut.

    Jaksa khusus Korsel mengatakan Cho tidak melaporkan langkah Yoon mengumumkan darurat militer pada saat itu ke parlemen, meskipun dia “memahami ilegalitasnya”. Cho juga dituduh telah memberikan pernyataan palsu.

    “Kemungkinan keterlibatannya dalam pemberontakan telah meningkat,” kata jaksa Korsel, Park Ji Young, kepada wartawan pekan lalu.

    Lihat juga Video: Eks Presiden Korsel Yoon Suk Hadiri Sidang Perdana, Tampak Kurusan

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/maa)

  • Buntut Darurat Militer Berdampak hingga Eks Bos Intelijen Korsel

    Buntut Darurat Militer Berdampak hingga Eks Bos Intelijen Korsel

    Jakarta

    Kebijakan darurat militer di Korea Selatan (Korsel) tahun lalu masih berbuntut panjang. Usai eks Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan, kini mantan Kepala Intelijen Korsel Cho Tae Yong ditangkap.

    Cho ditangkap pada Rabu (12/11/2025) waktu setempat, seperti dilansir AFP. Cho yang menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) ketika Yoon mengumumkan darurat militer pada Desember 2024, didakwa atas kelalaian dalam tugas.

    Penangkapan dilakukan menyusul langkah jaksa khusus Korsel mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Cho atas tuduhan mengabaikan tugas sebagai kepala badan intelijen dan menimbulkan risiko penghancuran barang bukti, di antara beberapa tuduhan lainnya.

    Pengadilan distrik pusat Seoul meninjau keabsahan pengajuan surat perintah penangkapan itu pada Selasa (11/11) dan telah mengabulkannya.

    “Hasil peninjauan tersebut adalah… dikeluarkannya surat perintah tersebut dengan alasan risiko penghancuran barang bukti,” demikian pernyataan pengadilan distrik pusat Seoul saat mengumumkan pengabulan permohonan jaksa tersebut.

    “Dakwaan utamanya adalah kelalaian dalam tugas,” imbuh pernyataan tersebut.

    Jaksa khusus Korsel mengatakan Cho tidak melaporkan langkah Yoon mengumumkan darurat militer pada saat itu ke parlemen, meskipun dia “memahami ilegalitasnya”. Cho juga dituduh telah memberikan pernyataan palsu.

    “Kemungkinan keterlibatannya dalam pemberontakan telah meningkat,” kata jaksa Korsel, Park Ji Young, kepada wartawan pekan lalu.

    Penangkapan Cho ini dilakukan setelah jaksa Korsel menambahkan satu lagi dakwaan terhadap Yoon, yakni membantu musuh. Yoon dituduh memerintahkan pengerahan drone ke wilayah udara Pyongyang, ibu kota Korea Utara (Korut), untuk memperkuat rencana darurat militernya.

    Tahun lalu, Korut mengatakan pihaknya telah “membuktikan” bahwa Korsel mengerahkan drone untuk menyebarkan selebaran propaganda di atas wilayah Pyongyang — tindakan itu tidak pernah dikonfirmasi oleh militer Seoul.

    Jaksa Park, pada Senin (10/11), mengatakan bahwa timnya telah “menjeratkan dakwaan menguntungkan musuh secara umum dan penyalahgunaan kekuasaan” terhadap Yoon.

    Yoon sendiri sedang menghadapi persidangan atas dakwaan pemberontakan dan beberapa dakwaan lainnya terkait penetapan darurat militer yang menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik.

    Eks Presiden Korsel Dimakzulkan

    Yoon dimakzulkan oleh Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi pada pertengahan Desember 2024 atas tuduhan melanggar Konstitusi dan hukum dengan mengumumkan darurat militer pada 3 Desember.

    Mahkamah Konstitusi Korea Selatan kemudian menguatkan pemakzulan Yoon Suk Yeol dari Presiden. Putusan ini resmi membuat Yoon dicopot dari jabatan atas pemberlakuan darurat militer kontroversial pada Desember 2024.

    Dilansir Yonhap dan AFP, Jumat (4/4), putusan tersebut, yang dibacakan oleh kepala pengadilan sementara Moon Hyung-bae dan disiarkan langsung di televisi, berlaku segera. Korsel diharuskan mengadakan pemilihan presiden dadakan untuk memilih pengganti Yoon dalam waktu 60 hari.

    Proses pemakzulan sendiri berlangsung lebih dari 3 bulan. Pemakzulan yang diputuskan Majelis Nasional Korsel hanya membuat Yoon diskors atau dinonaktifkan dari jabatannya.

    Keputusan pemakzulan itu dibawa ke MK Korsel. Yoon diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan sebelum akhirnya majelis hakim MK Korsel memutuskan menguatkan pemakzulan itu.

    “Dengan ini kami mengumumkan putusan berikut, dengan persetujuan bulat dari semua Hakim. (Kami) memberhentikan terdakwa Presiden Yoon Suk Yeol,” kata penjabat kepala hakim Moon Hyung-bae.

    Yoon Suk Yeol menyesal tidak dapat memenuhi harapan pendukungnya usai Mahkamah Konstitusi mencopotnya dari jabatan karena deklarasi darurat militer. Dia meminta maaf kepada pendukungnya.

    “Saya sangat menyesal tidak dapat memenuhi harapan dan ekspektasi Anda. Merupakan kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk mengabdi kepada negara kita. Saya sangat berterima kasih atas dukungan dan dorongan Anda yang tak tergoyahkan, bahkan ketika saya gagal,” ujar Yoon.

    Lihat juga Video: Presiden Korsel Disebut Tak Bermaksud Memberlakukan Darurat Militer Penuh

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)

  • Buntut Darurat Militer Berdampak hingga Eks Bos Intelijen Korsel

    Eks Bos Intelijen Korsel Ditangkap Terkait Darurat Militer

    Seoul

    Mantan kepala intelijen Korea Selatan (Korsel), Cho Tae Yong, ditangkap pada Rabu (12/11) waktu setempat terkait penetapan darurat militer tahun lalu, yang membuat mantan Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya.

    Cho yang masih menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) ketika Yoon mengumumkan darurat militer pada Desember 2024, didakwa atas kelalaian dalam tugas.

    Penangkapan itu, seperti dilansir AFP, Rabu (12/11/2025), dilakukan menyusul langkah jaksa khusus Korsel mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Cho atas tuduhan mengabaikan tugas sebagai kepala badan intelijen dan menimbulkan risiko penghancuran barang bukti, di antara beberapa tuduhan lainnya.

    Pengadilan distrik pusat Seoul meninjau keabsahan pengajuan surat perintah penangkapan itu pada Selasa (11/11) dan telah mengabulkannya.

    “Hasil peninjauan tersebut adalah… dikeluarkannya surat perintah tersebut dengan alasan risiko penghancuran barang bukti,” demikian pernyataan pengadilan distrik pusat Seoul saat mengumumkan pengabulan permohonan jaksa tersebut.

    “Dakwaan utamanya adalah kelalaian dalam tugas,” imbuh pernyataan tersebut.

    Jaksa khusus Korsel mengatakan Cho tidak melaporkan langkah Yoon mengumumkan darurat militer pada saat itu ke parlemen, meskipun dia “memahami ilegalitasnya”. Cho juga dituduh telah memberikan pernyataan palsu.

    “Kemungkinan keterlibatannya dalam pemberontakan telah meningkat,” kata jaksa Korsel, Park Ji Young, kepada wartawan pekan lalu.

    Penangkapan Cho ini dilakukan setelah jaksa Korsel menambahkan satu lagi dakwaan terhadap Yoon, yakni membantu musuh. Yoon dituduh memerintahkan pengerahan drone ke wilayah udara Pyongyang, ibu kota Korea Utara (Korut), untuk memperkuat rencana darurat militernya.

    Tahun lalu, Korut mengatakan pihaknya telah “membuktikan” bahwa Korsel mengerahkan drone untuk menyebarkan selebaran propaganda di atas wilayah Pyongyang — tindakan itu tidak pernah dikonfirmasi oleh militer Seoul.

    Jaksa Park, pada Senin (10/11), mengatakan bahwa timnya telah “menjeratkan dakwaan menguntungkan musuh secara umum dan penyalahgunaan kekuasaan” terhadap Yoon.

    Yoon sendiri sedang menghadapi persidangan atas dakwaan pemberontakan dan beberapa dakwaan lainnya terkait penetapan darurat militer yang menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik.

    Lihat juga Video ‘Prabowo dan Presiden Korsel Lee Jae Sepakat Perkuat Kerjasama Militer’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Mantan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Dijerat Dakwaan Bantu Musuh

    Mantan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Dijerat Dakwaan Bantu Musuh

    Seoul

    Jaksa penuntut Korea Selatan (Korsel) menjeratkan dakwaan baru terhadap mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yakni membantu musuh. Yoon dituduh telah memerintahkan pengerahan drone ke wilayah udara Korea Utara (Korut) untuk memperkuat upayanya dalam memberlakukan darurat militer.

    Otoritas Korut mengatakan tahun lalu bahwa pihaknya telah “membuktikan” jika Korsel menerbangkan sejumlah drone untuk menyebarkan selebaran propaganda di atas ibu kota Pyongyang — tindakan itu tidak pernah dikonfirmasi oleh militer Seoul.

    Jaksa penuntut Korsel, seperti dilansir AFP, Senin (10/11/2025), membuka penyelidikan kasus pada tahun ini untuk memeriksa apakah pengerahan drone itu merupakan upaya ilegal oleh Yoon untuk memprovokasi Korut dan menggunakan reaksi Pyongyang sebagai alasan untuk mendeklarasikan darurat militer.

    Salah satu jaksa penuntut Korsel yang menyelidiki Yoon, Park Ji Young, mengatakan kepada wartawan bahwa tim penasihat khusus telah “mengajukan dakwaan menguntungkan musuh secara umum dan penyalahgunaan kekuasaan” terhadap sang mantan Presiden Korsel tersebut.

    Jaksa Park mengatakan bahwa Yoon dan beberapa pihak lainnya “melakukan konspirasi untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan diberlakukannya darurat militer, sehingga meningkatkan risiko konfrontasi bersenjata antar-Korea dan merugikan kepentingan militer publik”.

    Dia menambahkan bahwa bukti kuat telah ditemukan dalam sebuah memo yang ditulis oleh mantan komandan kontra-intelijen Korsel era Yoon pada Oktober tahun lalu, yang isinya mendesak untuk “menciptakan situasi yang tidak stabil atau memanfaatkan peluang yang muncul”.

    Memo tersebut menyatakan bahwa militer Korsel harus menargetkan tempat-tempat “yang harus membuat mereka (Korut-red) kehilangan muka sehingga responsnya tak terelakkan, seperti Pyongyang” atau kota pesisir utama Wonsan di Korut.

    Seoul dan Pyongyang secara teknis masih berperang sejak Perang Korea tahun 1950-1953 silam berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

    Yoon menjerumuskan Korsel ke dalam krisis politik ketika dia berupaya menumbangkan pemerintahan sipil pada Desember 2024 lalu, dengan mengirimkan tentara bersenjata ke parlemen untuk mencegah para anggota parlemen menolak deklarasi darurat militer yang diumumkannya.

    Upaya itu gagal, dengan Yoon akhirnya ditahan dalam penggerebekan pada dini hari pada Januari lalu. Dia mencetak sejarah kelam sebagai Presiden Korsel pertama yang ditahan saat masih aktif menjabat.

    Yoon kemudian dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya pada April lalu. Saat ini, dia masih diadili atas dakwaan pemberontakan dan beberapa pelanggaran hukum lainnya terkait darurat militer yang ditetapkannya.

    Dalam pemilu pada Juni lalu, para pemilih Korsel memilih Lee Jae Myung sebagai penggantinya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Presiden Lee Jae Myung Bawa AI Sebagai Inti Visi Ekonomi Korea Selatan

    Presiden Lee Jae Myung Bawa AI Sebagai Inti Visi Ekonomi Korea Selatan

    Bisnis.com, JAKARTA — Korea Selatan memasang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sebagai inti dari visi ekonomi. Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung berjanji untuk mentransformasi sektor industri, layanan publik, dan pertahanan melalui investasi besar-besaran dan dukungan kebijakan di bidang AI.

    Dalam pidato anggaran tahunan pertamanya di hadapan parlemen sejak menjabat pada Juni, Lee menyebut rencana anggaran 2026 sebagai “anggaran nasional pertama untuk era AI”.

    Hal itu pun menandai pergeseran kebijakan besar setelah gejolak politik berbulan-bulan yang dipicu oleh kegagalan upaya pendahulunya, Yoon Suk Yeol, untuk memberlakukan darurat militer.

    “Di era AI, keterlambatan satu hari saja berarti tertinggal satu generasi,” ujar Lee kepada para anggota parlemen, dikutip Bloomberg pada Selasa (4/11/2025).

    Lee menyebut negaranya memulai dengan langkah yang terlambat, maka kini diperlukan gerak yang lebih cepat dan bekerja lebih keras untuk mengejar peluang.

    Adapun, Pemerintahan Korsel akan meningkatkan investasi AI lebih dari tiga kali lipat menjadi 10,1 triliun won (setara dengan US$7 miliar) tahun depan sebagai bagian dari usulan anggaran sebesar 728 triliun won. Anggaran itu ditujukan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi, mengatasi penurunan demografis, serta mempersiapkan diri menghadapi gelombang disrupsi perdagangan dan teknologi global.

    Lee menyatakan AI akan menjadi fondasi daya saing masa depan di sektor-sektor utama seperti robotika, otomotif, semikonduktor, dan logistik.

    Dia berjanji akan mengembangkan kemampuan “AI fisik” dengan menggabungkan basis manufaktur Korea dan data waktu nyata, serta mendorong penerapan luas AI di bidang bioteknologi, kesehatan masyarakat, pendidikan, dan perpajakan.

    Dia juga berencana untuk memperkuat kapasitas komputasi nasional dan melatih lebih banyak tenaga kerja terampil, dengan mempercepat pembelian chip komputer berperforma tinggi serta menyediakan pendidikan AI tingkat lanjut.

    Pekan lalu, Nvidia Corp. menandatangani kesepakatan untuk memasok teknologinya kepada perusahaan-perusahaan terbesar di Korea Selatan. Berdasarkan perjanjian yang diumumkan selama kunjungan CEO Jensen Huang ke Korea untuk KTT CEO APEC, Nvidia akan memasok lebih dari 260.000 chip akselerator guna mendorong proyek-proyek AI di Korea.

    Dalam sektor keamanan, Seoul berencana meningkatkan anggaran pertahanan sebesar 8,2% menjadi 66,3 triliun won, dengan fokus pada peningkatan senjata konvensional dan penerapan AI. Sehingga, total pengeluaran pertahanan mencapai 2,4% dari produk domestik bruto (PDB).

    Meskipun para anggota parlemen oposisi tetap berhati-hati terhadap agenda ambisiusnya, Lee menyerukan kerja sama lintas partai, menyebut tahun 2026 sebagai “titik balik bersejarah.”

  • Mantan Ibu Negara Korsel Mulai Diadili Atas Kasus Korupsi

    Mantan Ibu Negara Korsel Mulai Diadili Atas Kasus Korupsi

    Seoul

    Korea Selatan (Korsel) mulai mengadili mantan Ibu Negara Kim Keon Hee pada Rabu (24/9) waktu setempat, terkait kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Ini menandai pertama kalinya di Korsel, seorang mantan Ibu Negara menjalani persidangan di pengadilan.

    Kim yang merupakan istri dari mantan Presiden Yoon Suk Yeol ini, seperti dilansir AFP, Rabu (24/9/2025), ditangkap pada Agustus lalu terkait berbagai tuduhan, termasuk manipulasi saham dan korupsi.

    Kim hadir dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada Rabu (24/9) waktu setempat. Dia dikawal oleh penjaga keamanan.

    Mengenakan setelan jas warga gelap dengan rambut diikat ke belakang, mantan Ibu Negara Korsel itu memakai lencana di dadanya yang bertuliskan nomor narapidana: 4398.

    Persidangan diawali dengan pengadilan mengonfirmasi identitas dan pekerjaan Kim, yang dijawabnya singkat: “Saya menganggur”.

    Kim juga memberikan tanggal lahirnya, dan menolak untuk meminta persidangan dengan juri.

    Dimulainya persidangan terhadap Kim berarti Korsel kini memiliki mantan Presiden dan mantan Ibu Negara yang menghadapi proses pidana secara bersamaan.

    Yoon, suami Kim, dimakzulkan dan dicopot dari jabatannya sebagai Presiden Korsel karena menetapkan darurat militer pada Desember tahun lalu, yang membawa Korsel ke dalam kekacauan. Yoon sedang menghadapi rentetan persidangan, termasuk atas dakwaan pemberontakan, terkait darurat militer tersebut.

    Sebagai mantan Ibu Negara Korsel, Kim telah sejak lama menghadapi pengawasan publik secara ketat, dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung soal dugaan perannya dalam manipulasi saham.

    Kritikan publik mencuat tahun 2022 ketika seorang pendeta merekam dirinya sendiri saat memberikan tas tangan merek Dior, yang tampaknya diterima oleh Kim. Dia juga dituduh mencampuri proses pencalonan anggota parlemen dari partai yang dipimpin Yoon pada saat itu — sebuah pelanggaran undang-undang pemilu.

    Para pakar hukum mengatakan persidangan tersebut dapat mempertemukan bekas pasangan nomor satu di Korsel itu atas dugaan peran mereka dalam mempengaruhi pemilu parlemen.

    Yoon, saat masih menjabat, diketahui memveto tiga rancangan undang-undang (RUU) soal investasi khusus yang sebelumnya disahkan parlemen yang dikuasai oposisi, yang bertujuan menyelidiki tuduhan-tuduhan yang menjerat istrinya. Veto terakhir dikeluarkan Yoon pada akhir November tahun lalu.

    Sepekan kemudian, Yoon mengumumkan darurat militer yang kontroversial tersebut.

    Lihat juga Video: Video Susul Suaminya, Mantan Ibu Negara Korsel Ditahan

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Skandal Suap Eks Ibu Negara Korsel, Pemimpin Gereja Unifikasi Ditangkap

    Skandal Suap Eks Ibu Negara Korsel, Pemimpin Gereja Unifikasi Ditangkap

    Seoul

    Jaksa Korea Selatan (Korsel) menangkap pemimpin Gereja Unifikasi, Han Hak Ja, terkait skandal penyuapan mantan Ibu Negara Kim Keon Hee. Han yang berusia 82 tahun kini mendekam di penjara Seoul, ibu kota Korsel.

    Penangkapan terhadap Han ini, seperti dilansir AFP, Selasa (23/9/2025), dilakukan setelah pengadilan Seoul mengabulkan pengajuan surat perintah penangkapan oleh jaksa. Pekan lalu, Han menjalani pemeriksaan selama sembilan jam atas dugaan perannya dalam penyuapan Kim dan seorang anggota parlemen terkemuka.

    Selain diduga terlibat penyuapan, Han juga diduga menghasut penghilangan barang bukti dalam kasus tersebut.

    Pengadilan Distrik Pusat Seoul telah mengeluarkan surat perintah penangkapan dengan alasan dia berisiko merusak barang bukti,” kata jaksa penuntut Korsel dalam pernyataannya.

    Jaksa Korsel menyebut Han ditangkap pada Selasa (23/9) dan kini ditahan di Pusat Penahanan Seoul.

    Gereja Unifikasi yang didirikan tahun 1954 silam oleh suami Han, mendiang Moon Sun Myung, telah sejak lama menuai kontroversi. Ajaran Gereja Unifikasi berpusat pada peran Moon sebagai Kedatangan Kedua Yesus Kristus, juga pada pernikahan massal dan budaya yang menyerupai kultus.

    Para pengikut Gereja Unifikasi diejek dengan sebutan “Moonies”. Namun jangkauan gereja itu jauh melampaui agama, mencakup berbagai bisnis mulai dari media dan pariwisata hingga distribusi makanan. Han mengambil alih kepemimpinan Gereja Unifikasi setelah suaminya meninggal dunia tahun 2012 lalu.

    “Kami dengan rendah hati menerima keputusan pengadilan,” demikian pernyataan Gereja Unifikasi usai penangkapan Han.

    “Kami akan dengan tulus bekerja sama dengan investigasi dan prosedur persidangan yang sedang berlangsung untuk mengungkap kebenaran, dan kami akan melakukan yang terbaik untuk memanfaatkan kesempatan ini guna memulihkan kepercayaan terhadap gereja kami,” imbuh pernyataan tersebut.

    “Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah menimbulkan kekhawatiran,” sebut gereja tersebut.

    Dalam kasus mantan Ibu Negara Korsel, Han diduga memerintahkan pengiriman hadiah-hadiah mewah, termasuk tas tangan desainer dan kalung berlian, kepada Kim pada tahun 2022 demi mendapatkan dukungan suaminya, mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang pada saat itu masih menjabat.

    Han telah membantah dirinya telah melakukan pelanggaran hukum. “Mengapa saya melakukan itu?” ucapnya kepada wartawan setelah dia diperiksa jaksa pada 17 September lalu.

    Simak juga Video ‘Liontin-Tas Mewah yang Bawa Eks Ibu Negara Korsel ke Penjara’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dunia Hari Ini: Pendiri Perusahaan Es Krim Terkenal Mundur Akibat Isu Gaza

    Dunia Hari Ini: Pendiri Perusahaan Es Krim Terkenal Mundur Akibat Isu Gaza

    Anda sedang membaca rangkuman Dunia Hari Ini, supaya enggak ketinggalan berita-berita yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Kamis, 18 September 2025, kita awali dari Amerika Serikat.

    Pendiri Ben & Jerry’s mundur

    Jerry Greenfield, salah satu pendiri Ben & Jerry’s, mengundurkan diri dari perusahaan es krim tersebut karena perselisihan dengan perusahaan induknya, Unilever.

    Konflik tersebut muncul terkait sikap Unilever terhadap konflik Gaza.

    [Ben Cohen X]

    Dalam surat terbuka, Jerry mengatakan perusahaannya kehilangan independensinya sejak Unilever membatasi aktivitas sosialnya.

    Unilever dan Ben & Jerry’s sudah berselisih sejak tahun 2021, ketika produsen es krim rasa Chubby Hubby mengatakan akan menghentikan penjualan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Sejak saat itu, Ben & Jerry’s menggugat Unilever atas dugaan upaya untuk membungkamnya, dan menyebut konflik Gaza sebagai “genosida.”

    Pemimpin oposisi Rusia ‘dibunuh dengan cara diracun’

    Istri pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny mengatakan analisis laboratorium sampel biologis menunjukkan suaminya dibunuh akibat diracun.

    Alexei, yang sering mengkritik keras presiden Vladimir Putin, meninggal secara misterius saat menjalani hukuman penjara 19 tahun.

    Sebelum dimakamkan, istrinya, Yulia Navalnaya, mengatakan sekutu-sekutunya “berhasil memperoleh dan mentransfer sampel biologis Alexei ke luar negeri dengan aman.”

    “Laboratorium-laboratorium di dua negara berbeda ini mencapai kesimpulan yang sama: Alexei dibunuh. Lebih spesifiknya, ia diracun,” kata Yulia.

    Pemimpin gereja Korea Selatan diperiksa polisi

    Pemimpin Gereja Unifikasi, Han Hak-ja, hadir untuk diperiksa oleh jaksa penuntut atas dugaan keterlibatan dalam penyuapan istri mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol.

    Setelah lebih dari sembilan jam, Han meninggalkan kantor kejaksaan dengan kursi roda, melewati kerumunan media.

    Ia membantah tuduhan tersebut, dan dengan tegas menjawab, “Tidak!” ketika ditanya apakah ia memerintahkan penyuapan.

    Menurut tim jaksa khusus, ambulans yang disediakan oleh Han bersiaga selama ia diinterogasi.

    “Saya merasa tidak enak badan,” katanya, ketika ditanya mengapa ia memilih untuk menjawab pertanyaan, setelah menolak panggilan sebelumnya.

    Potret satwa yang dilindungi di Australia

    Beberapa satwa di Australia tertangkap kamera yang dipasang sebagai upaya konservasi, dan hasilnya cukup menggemaskan.

    Di delapan wilayah di New South Wales, Australia, lebih dari 1,4 juta foto dan video, serta 15.000 jam rekaman audio dihasilkan selama uji coba 12 bulan, yang dimulai pada Agustus 2024.

    Hasil rekaman menampilkan 1.213 spesies hewan berbeda, termasuk 46 spesies terancam punah, beberapa di antaranya terdeteksi di luar jangkauan mereka.

    “Kami mendapatkan begitu banyak spesies terancam punah, termasuk burung hantu jelaga, burung hantu beringin, dan berbagai jenis kelelawar kecil, termasuk spesies kelelawar yang terancam punah,” kata ketua tim edukasi BCT, Alice McGrath.

    Lihat juga Video: Prabowo Bertemu Menlu AS Antony Blinken di Yordania, Bahas Isu Gaza

  • Mantan Ibu Negara Korsel Didakwa Penyuapan-Manipulasi Saham

    Mantan Ibu Negara Korsel Didakwa Penyuapan-Manipulasi Saham

    Seoul

    Mantan Ibu Negara Korea Selatan (Korsel) Kim Keon Hee resmi dijerat sejumlah dakwaan, termasuk penyuapan, manipulasi pasar saham, dan menerima hadiah mewah senilai 80 juta Won (Rp 946,7 juta).

    Istri mantan Presiden Yoon Suk Yeol ini tengah diselidiki atas dugaan skema manipulasi saham dan penerimaan hadiah dari Gereja Unifikasi — sekte yang secara luas dianggap sebagai aliran sesat.

    Tim jaksa khusus Korsel, seperti dilansir AFP, Jumat (29/8/2025), mengumumkan bahwa Kim yang berusia 52 tahun, secara resmi didakwa atas tuduhan pelanggaran pasar modal, pelanggaran undang-undang dana politik, dan penyuapan pada Jumat (29/8) waktu setempat.

    Dia telah ditahan sejak penangkapannya oleh otoritas penegak hukum Korsel pada 12 Agustus lalu.

    Kim dan suaminya, Yoon, kini sama-sama mendekam di dalam penjara. Yoon telah diadili atas tuduhan pemberontakan dan tuduhan lainnya menyusul penggulingannya pada April lalu, atas upaya gagal untuk memberlakukan darurat militer di Korsel pada Desember tahun lalu.

    Jaksa khusus Korsel mengatakan bahwa Kim meraup lebih dari 810 juta Won (Rp 9,5 miliar) melalui skema manipulasi saham, yang melibatkan saham Deutsch Motors — dealer BMW di Korsel.

    Dia juga diduga menerima hadiah mewah senilai 80 juta Won (Rp 946,7 juta), termasuk kalung berlian, dari Gereja Unifikasi sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya, yang belum diungkapkan jaksa.

    Tonton juga video “Liontin-Tas Mewah yang Bawa Eks Ibu Negara Korsel ke Penjara” di sini:

    Mantan Ibu Negara itu juga dituduh berkolusi dengan suaminya, Yoon, untuk mendapatkan layanan pemungutan suara gratis senilai sekitar 270 juta Won (Rp 3,1 miliar) dari seorang broker politik.

    Disebutkan oleh para penyidik kasus ini bahwa jaksa Korsel “meminta penyitaan dan penyimpanan sekitar 1,03 miliar Won dari hasil kejahatan yang diperoleh terdakwa (Kim) melalui pelanggaran-pelanggaran tersebut”.

    Kim menyampaikan permintaan maaf setelah didakwa, dan berjanji untuk “tidak membuat alasan” selama persidangan nanti.

    Tonton juga video “Susul Suaminya, Mantan Ibu Negara Korsel Ditahan” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)