Tag: Yoav Gallant

  • Dibom Israel, Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Terbunuh Kurang Satu Jam Setelah Kematian Rekan – Halaman all

    Dibom Israel, Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Terbunuh Kurang Satu Jam Setelah Kematian Rekan – Halaman all

    Dibom Israel, Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Terbunuh Kurang Satu Jam Setelah Kematian Rekan

    TRIBUNNEWS.COM – Jurnalis, Hussam Shabat, kontributor Al Jazeera Mubasher, dilaporkan terbunuh pada Senin (24/3/3035) dalam serangan udara Israel yang menargetkan mobilnya di Jabalia, sebelah utara Jalur Gaza.

    Serangan itu terjadi kurang dari satu jam setelah ia mengunggah berita kematian rekannya, jurnalis Mohammed Mansour, seorang koresponden untuk Palestine Today, di Facebook akibat serangan udara serupa yang menargetkan apartemennya di Khan Yunis, sebelah selatan Jalur Gaza.

    Kantor Media Pemerintah di Gaza mengumumkan kalau jumlah jurnalis yang terbunuh sejak dimulainya perang Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 208 jiwa, menyusul kematian Shabat.

    Dalam pernyataan, kantor tersebut menyatakan, “Mengutuk sekeras-kerasnya tindakan pendudukan Israel yang menargetkan, membunuh, dan menghabisi jurnalis Palestina, serta menyerukan kepada Federasi Jurnalis Internasional, Federasi Jurnalis Arab, dan semua badan jurnalistik di seluruh dunia untuk mengutuk kejahatan sistematis terhadap jurnalis Palestina dan pekerja media di Jalur Gaza.”

    KRISIS KEMANUSIAAN – Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan lebih dari satu juta orang di Gaza tengah dan Gaza selatan tidak menerima pasokan makanan apa pun selama bulan Agustus dan situasi kemanusiaan di Gaza masih sangat buruk. (Anadolu Agency)

    Kelaparan Akut

    Selain bombardemen, Israel juga menerapkan blokade bantuan ke Jalur Gaza.

    Larangan dari Israel terhadap masuknya pasokan ke Jalur Gaza mendorong daerah kantong itu lebih dekat ke krisis kelaparan akut, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan pada hari Minggu, Anadolu Agency melaporkan.

    “Sudah tiga minggu sejak otoritas Israel melarang masuknya pasokan ke Gaza,” kata Philippe Lazzarini dalam sebuah pernyataan.

    “Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada air, tidak ada bahan bakar. Pengepungan ketat berlangsung lebih lama dari yang terjadi pada fase pertama perang.”

    Israel telah melarang masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak 4 Maret, menyusul berakhirnya tahap pertama gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Hamas.

    Lazzarini memperingatkan bahwa penduduk Gaza bergantung pada impor melalui Israel untuk kelangsungan hidup mereka.

    “Setiap hari yang berlalu tanpa bantuan yang masuk berarti semakin banyak anak yang tidur dalam keadaan kelaparan, penyakit menyebar, dan kemiskinan semakin parah,” katanya.

    “Setiap hari tanpa makanan, Gaza semakin dekat dengan krisis kelaparan akut,” kata kepala UNRWA.

    “Melarang bantuan adalah hukuman kolektif bagi Gaza: sebagian besar penduduknya adalah anak-anak, wanita, dan pria biasa.”

    Lazzarini menyerukan agar pengepungan Israel dicabut, semua sandera dibebaskan, dan bantuan kemanusiaan serta pasokan komersial diberikan secara “tanpa gangguan dan dalam skala besar.”

    Tentara Israel telah melancarkan operasi udara mendadak di Gaza sejak Selasa, menewaskan lebih dari 700 warga Palestina, melukai lebih dari 1.200 lainnya, dan menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku pada bulan Januari.

    Lebih dari 50.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.000 terluka dalam serangan brutal militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

     
     

  • Kepala UNRWA: Penyerangan oleh Israel Membuat Gaza Semakin Dekat dengan Krisis Kelaparan Akut – Halaman all

    Kepala UNRWA: Penyerangan oleh Israel Membuat Gaza Semakin Dekat dengan Krisis Kelaparan Akut – Halaman all

    Kepala UNRWA: Penyerangan oleh Israel Membuat Gaza Semakin Dekat dengan Krisis Kelaparan Akut

    TRIBUNNEWS.COM-  Larangan dari Israel terhadap masuknya pasokan ke Jalur Gaza mendorong daerah kantong itu lebih dekat ke krisis kelaparan akut, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan pada hari Minggu, Anadolu Agency melaporkan.

    “Sudah tiga minggu sejak otoritas Israel melarang masuknya pasokan ke Gaza,” kata Philippe Lazzarini dalam sebuah pernyataan.

    “Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada air, tidak ada bahan bakar. Pengepungan ketat berlangsung lebih lama dari yang terjadi pada fase pertama perang.”

    Israel telah melarang masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak 4 Maret, menyusul berakhirnya tahap pertama gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Hamas.

    Lazzarini memperingatkan bahwa penduduk Gaza bergantung pada impor melalui Israel untuk kelangsungan hidup mereka.

    “Setiap hari yang berlalu tanpa bantuan yang masuk berarti semakin banyak anak yang tidur dalam keadaan kelaparan, penyakit menyebar, dan kemiskinan semakin parah,” katanya.

    “Setiap hari tanpa makanan, Gaza semakin dekat dengan krisis kelaparan akut,” kata kepala UNRWA.

    “Melarang bantuan adalah hukuman kolektif bagi Gaza: sebagian besar penduduknya adalah anak-anak, wanita, dan pria biasa.”

    Lazzarini menyerukan agar pengepungan Israel dicabut, semua sandera dibebaskan, dan bantuan kemanusiaan serta pasokan komersial diberikan secara “tanpa gangguan dan dalam skala besar.”

    Tentara Israel telah melancarkan operasi udara mendadak di Gaza sejak Selasa, menewaskan lebih dari 700 warga Palestina, melukai lebih dari 1.200 lainnya, dan menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku pada bulan Januari.

    Lebih dari 50.000 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.000 terluka dalam serangan brutal militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Terungkap, Pembangkangan di Militer Israel: IDF Mainkan Taktik ‘Tanah untuk Darah’ Duduki Penuh Gaza – Halaman all

    Terungkap, Pembangkangan di Militer Israel: IDF Mainkan Taktik ‘Tanah untuk Darah’ Duduki Penuh Gaza – Halaman all

    Terungkap, Pembangkangan di Militer Israel: IDF Mainkan Taktik ‘Tanah untuk Darah’ di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Laporan media Israel, Ynet, pada Minggu (23/3/2025) mengungkapkan sejumlah hal di balik keputusan rezim Israel saat ini di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kembali berperang di Gaza.

    Laporan mengindikasikan, kalau keputusan operasi militer baru pasukan Israel (IDF) di Gaza tidak mendapat dukungan secara luas dari publik Israel.

    Keputusan agresi baru ini, tulis Ynet, bahkan berpotensi menimbulkan  perpecahan yang berbahaya di dalam Israel, terutama karena adanya pembangkangan dari IDF sendiri atas operasi baru di Gaza ini.

    “Peperangan di Gaza kembali terjadi dengan latar belakang perpecahan masyarakat yang berbahaya dan tidak adanya konsensus nasional setelah serangan  7 Oktober. Keputusan agresi baru ini diiringi sejumlah sinyalemen perpecahan yaitu , tanda-tanda pembangkangan dalam IDF, promosi rancangan undang-undang pengecualian untuk orang Yahudi ultra-Ortodoks, upaya perombakan peradilan, dan protes yang terus meningkat terhadap pemerintah masih terus berlanjut. Di dalam Staf Umum IDF yang baru dibentuk, tujuan sebenarnya dari kampanye baru tersebut tetap tidak jelas, meskipun biaya yang harus dikeluarkan sangat besar,” tulis ulasan pembuka di Ynet.

    Ulasan itu menyertakan dua ‘petunjuk halus’ mengenai potensi perpecahan di negara Israel atas rencana agresi IDF di Gaza melalui pernyataan spontan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Brigadir Jenderal (purnawirawan) Erez Wiener, yang hingga baru-baru ini menjabat sebagai kepala divisi ofensif di Komando Selatan IDF.

    Disebutkan dalam ualsan, tanpa koordinasi sebelumnya, kedua pria itu mengungkapkan apa yang tampaknya menjadi awal dari agresi baru IDF di Gaza.

    “Kalau tak mau disebut agresi baru, manuver IDF setidaknya bisa disebut sebagai operasi militer-politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam manuver darat selama berbulan-bulan, yang berakhir pada bulan Agustus tahun lalu dengan operasi darat terakhir IDF di Rafah,” kata ulasan tersebut.

    Sementara bibit perpecahan terus berkembang, Kepala Staf IDF Eyal Zamir tetap diam saat gelombang tekanan yang meningkat mengancam akan menelan militer, kata laporan Ynet.

    PIMPIN IDF – Mayor Jenderal (Purn) Eyal Zamir mengambil alih sebagai panglima baru tentara Israel pada hari Rabu (5/3/2025). Dia menggantikan Herzi Halevi , yang memimpin militer selama perang genosida di Jalur Gaza. (Anews/Tangkap Layar)

    Dokumen Rahasia di Tempat Parkir

    Tulisan media Israel itu kemudian mengulas ‘petunjuk halus’ pertama terkait bibit perpecahan di negara Israel.

    Tulisan menggambarkan Brigadir Jenderal (purnawirawan) Erez Wiener mengungkap isi dokumen rahasia yang menyiratkan tujuan agresi IDF ke Gaza kali ini adalah untuk mencaplok dan menduduki Gaza.

    Rencana ini terindikasi dalam unggahan Wiener di media sosial.

    “Dalam sebuah posting Facebook, Wiener menyampaikan versinya tentang insiden dokumen rahasia — sebuah kasus yang diungkap oleh Ynet dan Yedioth Ahronoth — di mana materi sensitif disalahtempatkan di tempat parkir (di kota) Ramat Gan. Eyal Zamir dan kepala baru Komando Selatan, Mayjen Yaniv Assor, mengetahui insiden tersebut melalui media dan langsung memecat Wiener,” kata laporan tersebut.

    Pemecatan Wiener disertai sejumlah alasan, menurut tulisan itu.

    “Di samping tuduhannya yang tidak biasa terhadap sesama perwira IDF—yang ia tuduh berusaha “menyabotase” dirinya karena mereka menentang “sikap ofensifnya”—Wiener mengisyaratkan rencana masa depan IDF (mencaplok dan menduduki) di Gaza,” ulas Ynet.

    “Saya sedih karena setelah satu setengah tahun ‘mendorong kereta ke atas bukit’, tepat saat kita mencapai titik di mana pertempuran akan berbelok ke kanan (yang seharusnya terjadi setahun yang lalu), saya tidak akan lagi berada di belakang kemudi,” tulis Wiener, mengisyaratkan perkembangan rencana IDF yang akan dilakukan (menduduki Gaza). 

    Ia juga mengkritik “kesempatan, tekanan, dan pertimbangan yang hilang yang membentuk jalur peperangan yang dipilih” (mencaplok Gaza).

    Wiener bukanlah perwira senior biasa di Komando Selatan.

    Selama 500 hari perang, termasuk minggu terakhir masa tugasnya, ia bertanggung jawab untuk merencanakan manuver ofensif IDF di Gaza, mengawasi pelaksanaan taktis dan implikasi strategis jangka panjang.

    Ia tidak membantah tuduhan komunikasi tidak sah dengan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich selama perang.

    Smotrich telah berulang kali menganjurkan pembentukan pemerintahan militer Israel di Gaza untuk menggantikan kendali Hamas atas penduduk sipil.
     
    Pimpinan IDF sebelumnya, Herzi Halevi, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menentang rencana tersebut karena biayanya yang tinggi — ribuan tentara Israel akan dibutuhkan untuk mengelola Jalur Gaza, yang akan membuat mereka menghadapi risiko yang signifikan, kehilangan nyawa atau cacat, saat mengelola kehidupan sehari-hari penduduk setempat. 

    “Sebaliknya, mereka merekomendasikan pembentukan otoritas Palestina alternatif untuk memerintah dua juta penduduk Gaza. Entitas ini, meskipun sebagian berafiliasi dengan Otoritas Palestina, akan membutuhkan dukungan Amerika, pengawasan Mesir, dan pendanaan dari negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab,” kata ulasan tersebut.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Smotrich menolak pendekatan ini, dengan berpegang teguh pada strategi lama mereka untuk memecah belah Hamas dan Otoritas Palestina guna mencegah terbentuknya negara Palestina.

    “Kebijakan ini tetap terlihat dalam tindakan pemerintah, karena Hamas tetap menguasai Gaza setelah satu setengah tahun perang meskipun Israel telah mengerahkan banyak upaya militer dan finansial,” kata laporan tersebut.

    Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri cadangan melakukan patroli di wilayah Gaza Utara yang tampak rata tanah. Meski sudah beroperasi berbulan-bulan, IDF belum mampu membongkar kemampuan tempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas yang menjalankan taktik gerilya hit and run. (khaberni/HO)

    Taktik Tanah untuk Darah

    Indikasi kedua pembangakan atas rencana agresi IDF di Gaza datang dari Menteri Pertahanan Katz.

    Katz mengumumkan kalau ia telah memerintahkan IDF untuk merebut wilayah tambahan di Gaza sambil mengevakuasi penduduk setempat dan memperluas zona keamanan di sekitar komunitas perbatasan Israel. 

    “Selama Hamas terus menolak membebaskan para sandera, Hamas akan kehilangan lebih banyak tanah, yang akan dianeksasi ke Israel,” kata Katz.

    Pernyataan Katz, yang disetujui oleh Netanyahu, merupakan perubahan kebijakan yang dramatis.

    Pernyataan itu menunjukkan kalau kemajuan teritorial IDF baru-baru ini di Gaza tidak semata-mata ditujukan untuk memerangi Hamas, tetapi juga untuk merebut tanah guna ditukar dengan sandera—atau, jika Hamas terus menolak perundingan, untuk mencaplok wilayah tersebut ke Israel secara permanen. 

    “Dengan kata lain: tanah untuk darah,” tulis ulasan tersebut menggambarkan kalau pertukaran dengan Hamas berpotensi berubah dengan variabel sandera Israel ditukar pembebasan wilayah yang dicaplok Israel.

    Israel sejauh ini menghindari mengisyaratkan kemungkinan pemukiman kembali di Gaza untuk mempertahankan legitimasi internasional atas agresi militernya yang berkepanjangan.

    Legitimasi ini semakin terancam karena surat perintah penangkapan internasional terhadap Netanyahu dan Gallant, embargo senjata Eropa, dan potensi tindakan hukum terhadap personel IDF di luar negeri.

    Saat ini, operasi teritorial IDF difokuskan pada pendudukan dan penguasaan wilayah terbatas di Gaza tanpa terlibat dalam pertempuran besar.

    Ini termasuk mengamankan posisi di dekat bekas koridor Netzarim—tempat pasukan IDF mundur dua bulan lalu tetapi kini telah kembali—serta beberapa bagian garis pantai Beit Lahia dan lingkungan Shabura di Rafah.

    Di wilayah-wilayah ini, tidak ada pertempuran, ledakan, atau korban jiwa baru-baru ini. Hamas tampaknya menghemat sumber dayanya, menahan diri dari pembalasan yang signifikan sambil mempertahankan para pejuang dan persenjataannya di tengah penduduk sipil Gaza.

    PASUKAN DIVISI CADANGAN – Para personel pasukan cadangan dari Batalion Beeri militer Israel (IDF). Jelang invasi berikutnya IDF ke Gaza, partisipasi wajib militer di kalangan warga pemukim Israel makin rendah. (kredit foto: tangkap layar JPost/Courtesy Yoaz Hendel)

    Lebih Kejam dari Rencana Jenderal

    Rencana baru IDF (untuk menduduki Gaza) kemungkinan melibatkan pendekatan yang lebih luas daripada “Rencana Jenderal” sebelumnya.

    Pendekatan yang lebih kejam ini sebagaimana dibuktikan oleh serangan baru-baru ini ke Jabaliya oleh Divisi ke-162 IDF sebelum gencatan senjata.

    “Operasi itu melibatkan evakuasi paksa warga sipil dari wilayah yang luas dan pencegahan kepulangan mereka — sebuah taktik yang sekarang dapat ditiru dalam skala yang lebih besar,” tulis ulasan Ynet.

    Sementara itu, IDF belum memberikan penjelasan publik mengenai operasi baru ke Gaza tersebut. 

    Juru bicara militer Brigadir Jenderal Daniel Hagari belum berbicara kepada media untuk mengklarifikasi tujuan operasi tersebut selain pernyataan samar tentang “meningkatkan tekanan pada Hamas,” yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan runtuh sementara puluhan sandera Israel masih ditawan.

    “Karena dukungan publik yang luas terhadap potensi serangan darat IDF ke Gaza — yang diperkirakan akan mengakibatkan ratusan korban dan ribuan orang terluka — terus terkikis, krisis kepercayaan terhadap pemerintah semakin dalam,” tulis bagian penutup ulasan Ynet. 

    Kontroversi atas undang-undang penghindaran wajib militer, bersamaan dengan upaya untuk memecat Direktur Shin Bet Ronen Bar dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara, telah semakin memperlebar ketidakpercayaan publik Israel terhadap pemerintahannya.

    “Dalam suasana yang menegangkan ini, kebungkaman Kepala Staf IDF yang baru, Letnan Jenderal Eyal Zamir, semakin terlihat,” tulis Ynet. 

    “Satu-satunya tindakan pembangkangan yang dilakukan Zamir dalam beberapa hari terakhir adalah menunjukkan dukungan publik kepada rekannya yang tengah berjuang, Ronen Bar. Dalam sebuah langkah yang secara luas ditafsirkan sebagai simbolis, IDF merilis dua foto ke media yang memperlihatkan Zamir dan Bar bersama-sama mengawasi pertempuran baru di Israel selatan,” kata tulisan tersebut.

     

     

    (oln/Ynet/*)

  • Israel Kepung Ambulans di Titik Serangan di Rafah, Sejumlah Paramedis Alami Luka-luka

    Israel Kepung Ambulans di Titik Serangan di Rafah, Sejumlah Paramedis Alami Luka-luka

    PIKIRAN RAKYAT – Minggu, 23 Maret 2025, pasukan Israel Penjajah telah mengepung beberapa ambulans Palestina, di area yang menjadi sasaran serangan udara IOF di kota Rafah, Gaza selatan. Akibatya beberapa paramedis terluka.

    Hal ini dilaporkan langsung oleh organisasi Palestinian Red Crescent Society (Bulan Sabit Merah Palestina). Meski tidak menyebutkan jumlah korban atau tingkat keparahan luka, beberapa tim medis darurat dilaporkan alami luka-luka.

    “Pasukan pendudukan (IOF) mengepung beberapa ambulans Palestinian Red Crescent saat mereka (paramedis) sedang merespons serangan di area Al-Hashashin di Rafah,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera.

    Mereka menambahkan, “kontak telah terputus dengan tim yang telah terjebak (di lokasi tersebut) selama beberapa jam.”

    Sejak dimulainya lagi serangan militer Israel ke Gaza, Israel Penjajah berulang kali menargetkan fasilitas kesehatan, ambulans, dan tenaga medis. Hal ini tentu semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah sangat parah di kawasan pengepungan itu.

    Lebih dari 700 warga Palestina tewas dan lebih dari 1.000 terluka dalam kampanye udara mendadak Israel di Gaza sejak hari Selasa, 18 Maret. Zionis telah menghancurkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang sudah berlaku sejak Januari lalu.

    Hampir 50.000 warga Palestina tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.000 terluka dalam serangan militer brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan pada bulan November untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkan terhadap kawasan tersebut.

    Korban dalam 48 Jam Terakhir

    Setidaknya 130 warga Palestina tewas dan 263 lainnya terluka akibat serangan Israel Penjajah di Jalur Gaza dalam 48 jam terakhir, demikian laporan otoritas kesehatan Gaza pada Sabtu, 22 Maret 2025.

    Serangan ini meningkatkan jumlah korban tewas menjadi 49.747 dan korban luka menjadi 113.213 sejak konflik Palestina-Israel Penjajah dimulai pada awal Oktober 2023.

    Laporan itu juga menyebutkan, banyak korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan atau tergeletak begitu saja di jalanan, di mana lokasi-lokasi tersebut sulit dijangkau oleh ambulans dan tim pertahanan sipil.

    Dalam pernyataan terpisah, otoritas kesehatan mengimbau warga Gaza untuk mendonorkan darah mereka di beberapa rumah sakit yang masih beroperasi di wilayah itu.

    Israel Penjajah melancarkan serangan kembali ke Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025, setelah gencatan senjata dengan Hamas yang dimulai pada 19 Januari berakhir. Pasukan Israel Penjajah kemudian melakukan operasi darat di bagian selatan, utara, dan tengah Gaza. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pemerintah Mesir Bantah Akan Terima Relokasi 500.000 Warga Gaza di Sinai Utara

    Pemerintah Mesir Bantah Akan Terima Relokasi 500.000 Warga Gaza di Sinai Utara

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Mesir membantah dengan tegas atas laporan Israel yang menyebutkan kesiapan Kairo akan menerima hingga 500.000 warga Palestina, yang direlokasi ke Sinai Utara dalam rekonstruksi Jalur Gaza.

    “Mesir membantah sepenuhnya klaim yang beredar di sejumlah media terkait rencana untuk merelokasi 500.000 warga Gaza ke sebuah kota yang ditentukan di SInai Utara dalam rangka rekonstruksi Gaza,” ucap pihak Dinas Penerangan Negara (SIS) Mesir.

    Badan menyatakan bahwa tuduhan tersebut adalah salah dan “tidak konsisten dengan posisi tegas an berdasar Mesir” sejak agresi Israel ke Jalur Gaza pada Oktober 2023.

    Tidak hanya itu, Kairo menegaskan kembali “penolakan absolut ada upaya apapun untuk merelokasi saudara Palestina, baik secara sukarela ataupun paksa, ke lokasi lain di luar Gaza, terutama ke Mesir.”

    Relokasi semacam itu akan berarti “pupusnya perjuangan Palestina dan ancaman besar bagi keamanan nasional Mesir.”

    SIS juga telah menyoroti upaya diplomatik Mesir yang dilakukan, melalui rencana rekonstruksi yang diusulkan Kairo dalam KTT Arab pada 4 Maret lalu, demi memastikan bahwa tak akan ada satupun warga Palestina yang harus keluar dari Gaza. Terlebih rencana rekonstruksi ini mendapat dukungan bulat dari semua negara peserta KTT.

    Diketahui, lebih dari 700 warga Palestina di Gaza tewas dan 900 lainnya terluka akibat serangan udara Israel terhadap Jalur Gaza sejak 18 Maret 2025. Sehingga menyebabkan pupusnya kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang berlangsung sejak 19 Januari 2025.

    Secara keseluruhan, lebih dari 50.00 warga Palestina dan sebagian besar adalah wanita dan anak-anak tewas akibat agresi brutal Israel ke Gaza pada Oktober 2023. Lalu, lebih dari 112.000 warga lainnya terluka.

    Pada November 2024. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan bekas kepala pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan pada kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait dugaan tindak genosida yang mereka lakukan di Jalur Gaza.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Badr Abdelatty dan Utusan Timur Tengah Gedung Putih, Steve Witkoff telah sepakat untuk melanjutkan konsultasi dan koordinasi atas rencana rekonstruksi Jalur Gaza dengan tujuan membangun kembali wilayah tersebut.

    Abdelatty telah bertemu dengan Witkoff dan Direktur Senior untuk Timur Tengah dan AFrika Utara di Dewan Keamanan Nasional AS, Eric Trager di sela-sela pertempuran antara para menteri luar negeri Arab dan utusan AS di Qatar.

    Kedua belah pihak pun sepakat untuk melanjutkan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana sebagai dasar upaya rekonstruksi dan menjaga komunikasi sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk memulihkan stabilitas Timur Tengah. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pertama Kali dalam Sejarah, Israel Pecat Kepala Shin Bet, Hamas: Bukti Manipulasi Netanyahu – Halaman all

    Pertama Kali dalam Sejarah, Israel Pecat Kepala Shin Bet, Hamas: Bukti Manipulasi Netanyahu – Halaman all

    Pertama Kali dalam Sejarah, Israel Pecat Kepala Shin Bet, Hamas: Bukti Manipulasi Netanyahu

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Israel dengan suara bulat menyetujui pemecatan kepala Shin Bet Ronen Bar pada Jumat (21/3/2025).

    Pemecatan ini menandai pertama kalinya dalam sejarah negara pendudukan itu kalau kepala badan keamanan internalnya diberhentikan dari jabatannya, media Israel melaporkan.

    “Pemerintah dengan suara bulat menyetujui usulan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri masa jabatan Direktur ISA (Otoritas Sekuritas Israel) Ronen Bar,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anews, Jumat.

    “Ronen Bar akan menyelesaikan tugasnya pada tanggal 10 April 2025 atau saat Direktur ISA tetap ditunjuk, mana pun yang lebih dulu,” tambahnya.

    Ini menandai pertama kalinya seorang kepala Shin Bet Israel diberhentikan, harian Times of Israel melaporkan.

    Pada Kamis, Bar mengirimkan surat kepada pemerintah sebagai tanggapan atas keputusan Netanyahu, dengan menyatakan kalau pemecatan tersebut didasarkan pada klaim yang tidak berdasar dan menunjukkan motif tersembunyi di baliknya.

    “Rancangan resolusi sebagaimana dirumuskan berisi klaim-klaim umum, ringkas, dan tidak berdasar yang tidak memungkinkan saya untuk memberikan tanggapan yang tertib dan tampaknya menyembunyikan motif di balik niat untuk mengakhiri masa jabatan saya,” kata Bar dalam suratnya.

    “Israel saat ini sedang berada dalam periode yang sangat sulit dan kompleks. Lima puluh sembilan sandera masih berada di jantung Gaza; Hamas belum dikalahkan; kita berada di tengah perang multi-front; dan pengaruh Iran sangat kuat di negara ini,” tambah Bar.

    TOLAK DIPECAT – Kepala Shin Bet, Ronen Bar yang berkonflik dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Ada tudingan Netanyahu memecat Ronen Bar karena kepentingan kasus penyidikan yang akan dilaksanakan Shin Bet terkait Netanyahu dalam kasus korupsi. (Flash90/tangkap layar)

    Menolak Setia Secara Pribadi

    Pada Minggu malam, Netanyahu mengumumkan keputusannya untuk memecat Bar, dengan alasan “kurangnya kepercayaan” kepadanya—bagian dari dampak berkelanjutan dari peristiwa 7 Oktober 2023.

    Namun, Bar telah mengisyaratkan motif politik di balik pemecatan tersebut, yang menunjukkan kalau keputusan Netanyahu berasal dari penolakannya untuk menunjukkan “kesetiaan pribadi” kepada perdana menteri.

    Santer diberitakan, keputusan Israel untuk melanjutkan perang, dengan menolak proses negosiasi lanjutan dengan Hamas, cenderung mengabaikan saran dan rekomendasi sejumlah badan keamanan negara pendudukan tersebut, termasuk Shin Bet dan IDF.

    Netanyahu, disebutkan dalam sejumlah laporan, memilih untuk melaksanakan perluasan agresi kembali ke Gaza dengan motif mempertahankan pemerintahannya dari kehancuran alih-alih mengutamakan nasib sandera Israel.

    Lebih dari 700 warga Palestina tewas dan lebih dari 900 terluka dalam serangan udara mendadak oleh Israel di Gaza sejak Selasa, menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku pada bulan Januari.

    Hampir 50.000 warga Palestina terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 112.000 terluka dalam serangan brutal militer Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    Hamas: Bukti Manipulasi Netanyahu

    Adapun Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas menyatakan kalau pernyataan kepala Shin Bet (Badan Keamanan Israel) tersebut mengungkap manipulasi Netanyahu terhadap negosiasi dan upayanya untuk menyabotase perjanjian apa pun demi tujuan politiknya sendiri.

    Hamas menjelaskan kalau pernyataan kepala Shin Bet mengungkapkan bahwa Netanyahu adalah dan tetap menjadi hambatan nyata bagi kesepakatan pertukaran apa pun.

    Dia menunjukkan bahwa pernyataan kepala Shin Bet mengungkap upaya Netanyahu untuk merekayasa negosiasi formal untuk mengulur waktu dan mengulur waktu.

     

    (oln/anews/khbrn/*)
     

  • 700 Lebih Sipil Palestina Dibunuh Israel, Hamas Kirim Roket Pertama

    700 Lebih Sipil Palestina Dibunuh Israel, Hamas Kirim Roket Pertama

    PIKIRAN RAKYAT – Lebih dari 700 warga Palestina tewas dibunuh Israel Penjajah. Serangan udara besar-besaran terbaru di Jalur Gaza sudah berlangsung sejak Selasa, 18 Maret 2025, demikian laporan Kementerian Kesehatan setempat.

    “Jenazah 710 orang telah dievakuasi ke rumah-rumah sakit sejak Selasa, sementara sudah lebih dari 900 orang terluka,” ucap juru bicara kementerian, Khalil Al-Dakran, Kamis, dikutip Jumat, 21 Maret 2025.

    Ia mengungkapkan, 70 persen korban terluka adalah wanita dan anak-anak. Kebanyakan dari jumlah itupun harus kehilangan nyawa sebab anggota medis yang kewalahan.

    “Banyak dari korban luka yang meninggal dunia karena tidak mendapat pertolongan medis mendesak di tengah blokade Israel terhadap Gaza, yang mengakibatkan kelangkaan akut obat-obatan dan peralatan penting,” kata jubir kementerian itu.

    Militer Zionis Israel pada Selasa melancarkan serangan udara besar-besaran secara mendadak ke Jalur Gaza, sehingga menyebabkan pupusnya kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang berlangsung sejak 19 Januari 2025.

    Di sisi lain, Hamas baru menembakkan roket pertama ke arah Israel sejak gencatan senjata dihentikan. Kelompok Houthi dari Yaman juga mengklaim telah meluncurkan lebih banyak rudal ke situs militer Israel di selatan Tel Aviv.

    Sudah lebih dari 50.000 warga Palestina, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, tewas akibat agresi brutal Israel ke Gaza sejak Oktober 2023. Selain itu, lebih dari 112.000 warga lainnya terluka.

    Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan bekas kepala pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    ‘Pengelola Kamar Mayat Kewalahan’

    Dari hasil laporan wartawan Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum dari Deir el Balah, Jalur Gaza tengah, langit malam tadi diterangi oleh ledakan bom di wilayah timur Gaza, di sepanjang perbatasan dengan Israel.

    “Kami telah menerima konfirmasi dari saksi yang menyatakan bahwa militer Israel telah menyerang kota Beit Lahiya secara besar-besaran selama satu jam terakhir. Warga terbangun oleh suara ledakan dan suara tank Israel yang mendekat ke area pemukiman,” ujarnya.

    “Kami juga menerima laporan dari kota Rafah di selatan Gaza, yang menunjukkan bahwa pasukan Israel beroperasi di lingkungan Shaboura,” kata dia menambahkan.

    Pasukan Israel Penjajah dikabarkan telah maju ke lingkungan as-Sultan, yang terletak di sisi barat kota Rafah.

    Penduduk Rafah baru-baru ini mulai mengungsi ke daerah al-Mawasi, yang hanya beberapa kilometer dari kota.

    “Kami memahami bahwa serangan malam telah terjadi di seluruh wilayah Jalur Gaza, menyebabkan kapasitas ruang jenazah kewalahan,” tuturnya. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Rusia Ingatkan ‘Spiral Eskalasi’ di Tengah Serangan Israel ke Gaza – Halaman all

    Rusia Ingatkan ‘Spiral Eskalasi’ di Tengah Serangan Israel ke Gaza – Halaman all

    Rusia Ingatkan ‘Spiral Eskalasi’ di Tengah Serangan Israel ke Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Moskow memantau situasi dengan sangat hati-hati, dan berharap situasi akan kembali ke ‘jalan damai,’ kata juru bicara Kremlin.

    Rusia pada Selasa memperingatkan potensi “spiral eskalasi” di Gaza di tengah serangan baru Israel terhadap daerah kantong yang terkepung itu yang menewaskan ratusan warga Palestina, termasuk anak-anak dan wanita.

    Tentara Israel menggempur Jalur Gaza Selasa pagi, menewaskan lebih dari 400 orang dan melukai ratusan lainnya, di tengah berlanjutnya perjanjian gencatan senjata.

    Gambar-gambar yang muncul dari Gaza menunjukkan bahwa mayoritas korban adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, yang rumahnya dibom pada malam hari.

    “Situasi yang makin memburuk, kembalinya ketegangan yang meningkat, inilah yang membuat kami khawatir,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan di Moskow.

    Peskov mengatakan Moskow memantau situasi dengan sangat cermat dan berharap situasi akan kembali ke “arah yang damai.”

    Lebih dari 48.500 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 112.000 lainnya terluka dalam kampanye militer brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

    Spiral eskalasi adalah model yang menggambarkan peningkatan intensitas konflik melalui serangkaian aksi dan reaksi yang saling memperburuk, menciptakan semacam lingkaran setan.  

    Lebih rinci, spiral eskalasi, yang sering dikaitkan dengan model spiral konflik, menjelaskan bahwa eskalasi terjadi karena adanya aksi dan reaksi yang saling memicu, di mana setiap tindakan dari satu pihak memicu respons yang lebih keras dari pihak lain, dan seterusnya.

     

     

    SUMBER: ANADOLU AJANSI

  • Palestina dan Jepang Bahas Serangan Israel di Gaza dan Tepi Barat – Halaman all

    Palestina dan Jepang Bahas Serangan Israel di Gaza dan Tepi Barat – Halaman all

    Palestina dan Jepang Bahas Serangan Israel di Gaza dan Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM- Perdana Menteri Palestina Mohammed Mustafa mengadakan pembicaraan di Ramallah pada hari Rabu dengan Asisten Menteri Luar Negeri Jepang Ando Toshihide untuk membahas serangan Israel di Jalur Gaza, Anadolu melaporkan.

    Diskusi antara kedua belah pihak membahas perkembangan terkini Palestina dan perang Israel di Gaza serta serangan tentara dan pemukim di Tepi Barat yang diduduki, kata kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan.

    Mustafa menggarisbawahi pentingnya dukungan internasional bagi upaya mencapai gencatan senjata berkelanjutan di Gaza, memulai rekonstruksi, dan menyatukan semua wilayah Palestina di bawah satu pemerintahan.

    “Mengakhiri pendudukan dan mencapai perdamaian yang adil dan menyeluruh berdasarkan solusi dua negara adalah satu-satunya solusi yang tersisa,” tambahnya.

    Sementara itu, Toshihide menegaskan kembali komitmen teguh Jepang terhadap solusi dua negara dan pentingnya mempertahankan perjanjian gencatan senjata Gaza.

    Ia juga menolak pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki, menurut pernyataan tersebut.

    Hampir 50.000 warga Palestina terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 112.000 lainnya terluka dalam kampanye militer brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Di Tepi Barat yang diduduki, setidaknya 937 orang juga tewas dan hampir 7.000 lainnya terluka dalam serangan oleh tentara Israel dan pemukim ilegal selama periode yang sama, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • Rusia Khawatir dengan Serangan Terbaru Israel ke Gaza

    Rusia Khawatir dengan Serangan Terbaru Israel ke Gaza

    PIKIRAN RAKYAT – Israel kembali melakukan serangan besar-besaran ke Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025 yang menewaskan lebih dari 400 orang warga Palestina. Serangan Israel ini menuai kecaman dari dunia internasional.

    Rusia memperingatkan soal kemungkinan ‘spiral eskalasi’ di tengah serangan terbaru Israel di Gaza. Serangan tersebut menewaskan mayoritas wanita dan anak-anak.

    “Situasi yang makin memburuk, kembalinya ketegangan yang meningkat, inilah yang membuat kami khawatir,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan di Moskow dilaporkan Anadolu Agency.

    Peskov menyebut Rusia akan terus memantau situasi di Gaza dan berharap agar situasi kembali ke arah yang damai.

    Sejak serangan Oktober 2023, Israel telah membunuh 48.500 warga Palestina yang sebagian besar wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 112.000 lainnya mengalami luka-luka.

    Dunia internasional telah berulang kali mengecam tindakan Israel yang melakukan genosida di Gaza. Pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant.

    Keduanya dinilai sebagai dua orang yang harus bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Tak hanya perintah penangkapan, Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional karena genosida di Gaza.

    Palestina desak dunia internasional

    Terkait serangan yang kembali digencarkan Israel di Jalur Gaza, Kementerian Luar Negeri Palestina mendesak dunia internasional untuk segera bertindak agar Israel tak lagi melakukan serangan. 

    “Gangguan terhadap upaya internasional untuk membangun kembali Gaza dan penghindaran Israel terhadap kewajiban gencatan senjata,” demikian pernyataannya.

    “Kami menyerukan sikap internasional yang tegas untuk menegakkan penghentian agresi segera dan memperingatkan terhadap upaya pendudukan untuk melaksanakan rencananya untuk menggusur rakyat kami,” kata kementerian tersebut.

    Fasilitas kesehatan rusak

    Dampak serangan Israel ini juga telah menyebabkan banyak fasilitas medis di Gaza rusak. Palang Merah Internasional memperingatkan soal kondisi ekstrem yang bisa mengganggu fasilitas kesehatan di Gaza.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengonfirmasi kekurangan obat-obatan di Jalur Gaza yang juga telah dikonfirmasi oleh Palang Merah Palestina (PRCS).

    “Banyak fasilitas medis benar-benar kewalahan di seluruh Gaza”, kata Tommaso Della Longa, juru bicara Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

    Della Longa mengatakan fasilitas medis sedang berjuang dengan jumlah pasien dan tekanan pada persediaan medis yang semakin menipis.

    “Terjadi kekurangan makanan, perlengkapan, dan bahan bakar,” katanya.

    Juru bicara WHO, Tarik Jasarevic memperingatkan bahwa stok obat-obatan semakin menipis.

    “Sayangnya, karena kekurangan obat-obatan ini, ada risiko petugas kesehatan tidak dapat memberikan perawatan untuk berbagai kondisi medis, tidak hanya untuk cedera trauma,” katanya kepada wartawan.

    Kondisi fasilitas medis di Gaza yang mengkhawatirkan ini juga diperparah dengan ditutupnya akses bantuan. Padahal, WHO memiliki 16 truk berisi persediaan medis yang siap memasuki Gaza, yang mana untuk itu diperlukan gencatan senjata dan akses.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News