Tag: Yoav Gallant

  • Ribuan Warga Israel Berunjuk Rasa Menuntut Pengembalian Tawanan, Kecam Pemecatan Pimpinan Shin Bet – Halaman all

    Ribuan Warga Israel Berunjuk Rasa Menuntut Pengembalian Tawanan, Kecam Pemecatan Pimpinan Shin Bet – Halaman all

    Ribuan Warga Israel Berunjuk Rasa Menuntut Pengembalian Tawanan, Kecam Pemecatan Pimpinan Shin Bet

    TRIBUNNEWS.COM- Ribuan warga Israel berunjuk rasa di pusat kota Tel Aviv pada Senin malam, mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengamankan pembebasan tawanan yang ditahan di Gaza dan memprotes keputusannya untuk memecat kepala Shin Bet Ronen Bar, Anadolu melaporkan.

    Teriakan para pengunjuk rasa terhadap Netanyahu mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi terhadap kepemimpinannya, menurut harian Yedioth Ahronoth .

    Protes itu diadakan pada malam menjelang sidang Mahkamah Agung yang dijadwalkan pada hari Selasa untuk meninjau petisi oposisi yang menentang pemecatan Bar.

    Ketegangan berkobar ketika seorang aktivis sayap kanan bentrok dengan demonstran, meneriakkan slogan-slogan anti-Bar sebelum polisi turun tangan.

    Ilana Gritsevsky, seorang sandera Israel yang dibebaskan yang suaminya Matan Tsengaoker masih berada di Gaza, berbicara kepada massa. “Israel harus mengusulkan inisiatif untuk membebaskan semua sandera sekaligus,” katanya. 

     

     

     

     

     

     

     

     

    “Saya di sini untuk berteriak kepada pemerintah: Bebaskan mereka semua sekarang.” Ia menuduh pemerintahan Netanyahu menelantarkan 59 tawanan selama 549 hari, dengan menyatakan bahwa nyawa mereka terancam oleh serangan udara Israel.

    Aksi unjuk rasa itu menyusul gagalnya gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera yang ditengahi oleh Mesir, Qatar, dan AS. 

    Tahap pertama, yang berlaku mulai 19 Januari, berakhir pada 1 Maret, dengan gerakan perlawanan Palestina Hamas mematuhi ketentuan-ketentuannya. 

    Akan tetapi, Netanyahu mengingkari dimulainya tahap kedua, dan melanjutkan operasi militer Israel di Gaza pada 18 Maret untuk menenangkan sekutu koalisi sayap kanannya, demikian dilaporkan media Israel. Ia sangat ingin tetap berkuasa.

    Mayor Jenderal (Purn.) Noam Tibon yang telah pensiun, mantan komandan Korps Utara, memperingatkan bahwa menunjuk seorang kepala Shin Bet yang hanya setia kepada Netanyahu menimbulkan “bahaya serius bagi keamanan Israel.” 

    Ia menuduh pemerintah — yang dibentuk setelah serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober — secara sistematis melemahkan badan keamanan negara pendudukan tersebut.

    “Mereka membiarkan [Menteri Keamanan Nasional sayap kanan] Itamar Ben-Gvir melukai polisi. Mereka membubarkan militer dengan undang-undang penghindaran wajib militer yang tercela, dan sekarang mereka menargetkan Shin Bet,” kata Tibon, merujuk pada pengecualian kontroversial dari dinas militer bagi kaum Yahudi ultra-Ortodoks. “Netanyahu tidak layak untuk membuat keputusan keamanan.”

    Israel memperkirakan bahwa 59 tawanan masih berada di Gaza, termasuk 24 yang diyakini masih hidup, sementara lebih dari 9.500 warga Palestina mendekam di penjara-penjara Israel, menghadapi penyiksaan, kelaparan dan pengabaian medis, menurut laporan hak asasi manusia Palestina dan Israel.

    Lebih dari 50.700 warga Palestina telah terbunuh di Gaza dalam serangan brutal dan genosida Israel sejak Oktober 2023, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas perangnya melawan warga Palestina di wilayah kantong tersebut.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • 1.700 Jutawan Israel Hengkang Meninggalkan Israel Akibat Perang Gaza – Halaman all

    1.700 Jutawan Israel Hengkang Meninggalkan Israel Akibat Perang Gaza – Halaman all

    1.700 Jutawan Israel Hengkang Meninggalkan Israel Akibat Perang Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Setidaknya 1.700 jutawan Israel meninggalkan Israel tahun lalu karena memburuknya kondisi ekonomi yang timbul akibat perang genosida negara pendudukan itu terhadap warga Palestina di Gaza, kata media lokal pada hari Selasa, Anadolu melaporkan.

    Angka yang dirilis oleh Henley & Partners, perusahaan Inggris terkemuka yang mengkhususkan diri dalam layanan migrasi, dan New World Wealth, perusahaan intelijen data yang berbasis di Afrika Selatan, menunjukkan bahwa ada 22.600 jutawan yang tinggal di Tel Aviv dan Herzliya di Israel tengah pada tahun 2024, turun dari 24.300 pada tahun 2023.

    “Ini berarti tidak kurang dari 1.700 jutawan meninggalkan Israel selama setahun terakhir,” kata Henley & Partners.

    Meskipun laporan itu tidak menyebutkan alasan kepergian mereka, laporan media Israel sebelumnya menunjukkan bahwa banyak warga Israel telah meninggalkan negara itu setelah dimulainya perang Israel di Gaza dan dampaknya terhadap ekonomi dan keamanan di negara pendudukan tersebut.

     

     

     

     

     

    Tahun lalu, lembaga pemeringkat kredit Amerika Fitch menurunkan peringkat Israel dari A+ menjadi A. Israel telah menderita kerugian besar akibat perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, yang menyebabkan krisis ekonomi dalam negeri.

    Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich mengeluhkan biaya perang beberapa bulan lalu dengan mengatakan, “Kita berada dalam perang terpanjang dan termahal dalam sejarah Israel.” 

    Smotrich menambahkan bahwa biaya operasi militer dapat berkisar antara 200 dan 250 miliar shekel ($54 dan $68 miliar). Namun, para ahli yakin angkanya lebih tinggi.

    Lebih dari 50.800 warga Palestina telah terbunuh di Gaza dalam serangan brutal Israel sejak Oktober 2023, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

    Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. 

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di wilayah kantong tersebut.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Alasan Mufti Besar Mesir Tolak Fatwa Jihad Melawan Israel Penjajah: Bukan Untuk Agenda Sembrono

    Alasan Mufti Besar Mesir Tolak Fatwa Jihad Melawan Israel Penjajah: Bukan Untuk Agenda Sembrono

    PIKIRAN RAKYAT – Mufti Agung Mesir, Nazir Ayyad dengan tegas menolak fatwa jihad yang dikeluarkan oleh Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) terkait genosida di Gaza. Dia menyebut fatwa tersebut tidak sah secara syar’i dan berpotensi membahayakan keamanan masyarakat dan stabilitas kawasan.

    Fatwa yang dikeluarkan IUMS pada Jumat 4 April 2025 lalu menyerukan seluruh umat Muslim yang mampu untuk melancarkan jihad terhadap Israel penjajah, sebagai respon terhadap apa yang mereka sebut sebagai “genosida” dan “kehancuran menyeluruh” yang dilakukan Israel penjajah di Jalur Gaza.

    “Kegagalan pemerintah Arab dan Islam untuk mendukung Gaza saat sedang dihancurkan dianggap oleh hukum Islam sebagai kejahatan besar terhadap saudara-saudara kita yang tertindas di Gaza,” kata Ali al-Qaradaghi, Sekretaris Jenderal IUMS.

    IUMS juga menyerukan negara-negara Muslim untuk segera melakukan intervensi militer, politik, dan ekonomi terhadap Israel penjajah serta memberlakukan pengepungan terhadap negara tersebut.

    Mufti Ayyad: Jihad Bukan Keputusan Sembarang Entitas

    Menanggapi seruan tersebut, Nazir Ayyad selaku otoritas tertinggi dalam urusan fatwa di Mesir menegaskan bahwa fatwa semacam itu melanggar prinsip-prinsip dasar Syariah.

    “Tidak ada kelompok atau entitas individu yang memiliki hak untuk mengeluarkan fatwa tentang hal-hal yang rumit dan kritis yang melanggar prinsip-prinsip Syariah dan tujuannya yang lebih tinggi,” tuturnya dalam pernyataan resmi, Selasa 8 April 2025.

    Menurut Ayyad, deklarasi jihad dalam Islam hanya dapat diumumkan oleh otoritas sah yang diakui, yakni pemerintah dan kepemimpinan politik yang berwenang, bukan oleh serikat atau organisasi yang tidak memiliki legitimasi negara.

    “Di era kita saat ini, otoritas ini terkandung dalam kepemimpinan negara dan politik yang diakui, bukan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh entitas atau serikat pekerja yang tidak memiliki otoritas hukum dan tidak mewakili Muslim baik secara agama maupun dalam praktik,” ujar Nazir Ayyad. 

    Dia juga menekankan bahwa jihad tidak bisa diserukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil suatu negara, baik secara politik, militer, maupun ekonomi.

    “Menyerukan jihad tanpa memperhatikan kemampuan negara dan realitas politik, militer dan ekonominya adalah tindakan tidak bertanggung jawab yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah, yang menyerukan kesiapsiagaan, kehati-hatian, dan pertimbangan konsekuensi,” kata Nazir Ayyad.

    Dukung Palestina dengan Cara yang Bijak

    Meski menolak fatwa jihad, Nazir Ayyad menegaskan dukungan penuh terhadap perjuangan rakyat Palestina. Namun, menurutnya, dukungan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak merugikan rakyat Palestina itu sendiri.

    “Mendukung rakyat Palestina dalam hak-hak sah mereka adalah kewajiban agama, kemanusiaan dan moral. Namun, dukungan ini harus diberikan dengan cara yang benar-benar melayani kepentingan rakyat Palestina, dan bukan untuk memajukan agenda spesifik atau usaha sembrono yang dapat menyebabkan kehancuran, pengungsian, dan bencana lebih lanjut bagi Palestina sendiri,” tuturnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Middle East Eye.

    Penolakan dari Ulama Salafi Pro-Pemerintah

    Penolakan terhadap fatwa IUMS juga datang dari kalangan ulama Salafi di Mesir. Yasser Burhami, tokoh Salafi terkemuka dan pendukung Presiden Abdel Fattah el-Sisi, mengatakan bahwa fatwa tersebut tidak realistis dan bertentangan dengan perjanjian damai Mesir-Israel penjajah tahun 1979.

    Burhami, yang juga pimpinan Gerakan Salafi Mesir, mengatakan seruan jihad seperti itu hanya akan memperburuk situasi dan memicu ketegangan regional.

    Konteks Situasi di Gaza: Tuduhan Genosida dan Krisis Kemanusiaan

    Fatwa jihad IUMS muncul di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel. Sejak agresi militer Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas, mayoritas wanita dan anak-anak. Selain itu, jutaan lainnya mengalami pengungsian paksa akibat kehancuran luas di Jalur Gaza.

    Saat ini, Jalur Gaza berada dalam kondisi pengepungan total, tanpa akses makanan, obat-obatan, atau bantuan kemanusiaan. PBB dan organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan akan krisis kemanusiaan besar-besaran jika situasi tidak segera berubah.

    Di sisi hukum internasional, Afrika Selatan telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) yang menuduh Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina. Sementara itu, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Penangkapan Rodrigo Duterte Guncang Dunia, ICC Kirim Sinyal Keras untuk Putin dan Netanyahu – Halaman all

    Penangkapan Rodrigo Duterte Guncang Dunia, ICC Kirim Sinyal Keras untuk Putin dan Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Penangkapan dramatis mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Maret 2025 lalu, mengejutkan dunia internasional.

    Selama ini, Rodrigo Duterte telah lama dikritik atas kebijakan perang terhadap narkoba yang brutal.

    Duterte ditangkap dan langsung dibawa ke Belanda untuk mempertanggungjawabkan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan di hadapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

    Dikutip dari CNN, penangkapannya menjadi peristiwa langka.

    Surat perintah penahanan terhadap Duterte dikeluarkan secara rahasia dan langsung dieksekusi dalam hitungan jam.

    Hal ini berbeda dari penangkapan pemimpin lain yang umumnya melalui proses panjang dan terbuka.

    “Ini pertama kalinya kami melihat hal ini di ICC,” kata Leila Sadat, profesor hukum pidana internasional dari Universitas Washington dan mantan penasihat ICC.

    Duterte, yang kini berusia 80 tahun, dituding bertanggung jawab atas kematian lebih dari 6.000 orang selama operasi antinarkoba di Filipina.

    Pemantau independen memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi.

    Penangkapan ini dianggap sebagai preseden penting bagi kemungkinan penuntutan pemimpin dunia lainnya yang diburu ICC, seperti Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Faktor politik masih menjadi penghalang besar.

    Netanyahu baru-baru ini mengunjungi Hungaria tanpa ditangkap, meskipun negara itu adalah anggota ICC dan secara hukum wajib menahan siapapun yang dicari pengadilan.

    Bahkan, Budapest justru menyatakan akan keluar dari ICC.

    Selanjutnya, Netanyahu dijadwalkan bertemu Presiden AS Donald Trump untuk membahas “pertarungan di Mahkamah Pidana Internasional”, menurut kantornya.

    Putin sendiri juga berada dalam daftar buron ICC sejak Maret 2023 atas dugaan mendeportasi anak-anak Ukraina secara ilegal ke Rusia.

    Rusia bukan anggota ICC, sehingga kemungkinan Putin ditangkap sangat kecil — kecuali ia bepergian ke negara yang bersedia menjalankan surat perintah ICC.

    “Putin telah dicap sebagai penjahat perang,” kata Sadat, meskipun kecil kemungkinan ia akan ditahan selama masih menjabat.

    Sebaliknya, nasib Netanyahu bisa lebih rentan. Israel adalah negara demokrasi dengan sistem peralihan kekuasaan, seperti Filipina.

    Netanyahu saat ini juga menghadapi kasus korupsi di dalam negeri dan tekanan politik yang kian besar.

    Pada November 2024, ICC juga mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan selama perang Israel-Hamas di Gaza.

    Sebaliknya, ICC juga mengejar pemimpin Hamas atas kejahatan selama serangan 7 Oktober 2023.

    Surat perintah tersebut dikecam luas oleh politisi Israel, yang menyebut tindakan ICC “anti-Yahudi”.

    AS dan negara-negara sekutu Israel turut mengecam langkah tersebut.

    Ironisnya, Prancis yang sebelumnya mendukung surat perintah untuk Putin, menolak mendukung surat perintah terhadap Netanyahu — dengan alasan Israel bukan anggota ICC.

    Langkah ini memunculkan tudingan standar ganda dalam penegakan hukum internasional.

    “Negara tidak dapat mengklaim keberhasilan keadilan internasional jika mereka tidak berkomitmen menegakkan hukum secara setara,” kata James Joseph dari Jurist News.

    Pengadilan Internasional memang memiliki tantangan besar.

    Dari 60 surat perintah penangkapan sejak didirikan, hanya 11 orang yang pernah dihukum — semuanya dari Afrika.

    Sebanyak 31 tersangka masih bebas.

    ICC dituduh terlalu fokus pada Afrika.

    Sadat mengatakan hal itu karena pada awal berdirinya, banyak negara Afrika justru meminta ICC turun tangan menyelidiki konflik brutal yang sedang terjadi di wilayah mereka.

    Kini, fokus ICC mulai bergeser.

    Suriah adalah contoh lain di mana ICC baru mendapat akses setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada akhir 2024.

    Pemerintahan sementara yang baru membuka pintu bagi penyelidikan.

    Di Filipina, perubahan politik juga menjadi kunci.

    Awalnya Presiden Ferdinand Marcos Jr menolak bekerja sama dengan ICC.

    Setelah hubungan politik dengan keluarga Duterte memburuk, sikap Manila berubah drastis.

    “Ada yang beranggapan bahwa semua ini hanya soal politik,” kata Gregory Gordon, profesor hukum di Universitas Peking, Shenzhen.

    Namun, ia tetap optimis kalau penangkapan Duterte menunjukkan hukum internasional bisa bekerja — meski lambat dan penuh tantangan.

    “Ini bisa jadi awal runtuhnya budaya impunitas,” tutup Gordon.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • 90 Persen Kawasan Permukiman Kota Rafah Dihancurkan Israel

    90 Persen Kawasan Permukiman Kota Rafah Dihancurkan Israel

    PIKIRAN RAKYAT – Israel telah menghancurkan 90 persen kawasan permukiman Kota Rafah, Gaza Selatan mulai sejak Oktober 2023.

    Kantor media pemerintah gaza mengatakan bahwa tentara Israel telah menghancurkan area seluas 12.000 meter persegi di Rafah dan mengubah kota itu sebagai salah satu contoh paling mengerikan dari genosida juga pembersihan etnis di zaman modern.

    Kantor tersebut mengatakan 22 dari 24 sumur air di Rafah telah dihancurkan, an membuat puluhan ribu orang tidak bisa mendapatkan air minum yang bersih.

    Kerusakan tersebut juga mencangkup 320 kilometer jalan di Rafah, dan memperingatkan kota itu dan kini terkontaminasi dan tidak layak huni.

    Selain itu, kantor itu juga menuntut tekanan segera terhadap Israel untuk menarik diri dari Rafah, yang memungkinkan para pengungsi kembali, membuka koridor aman untuk pengiriman bantuan, dan meluncurkan upaya rekonstruksi di kota yang hancur itu.

    Diketahui, pada pekan lalu Kepala otoritas Israel yakni Benjamin Netanyahu telah bersumpah akan meningkatkan serangan ke Gaza untuk melaksanakan rencana Presiden AS Donald Trump dalam memindahkan warga Palestina dari wilayah itu.

    Setelah serangan tersebut hampir 50.700 warga Palestina terbunuh di Gaza sejak Oktober 2023 yang sebagian besar diantaranya adalah perempuan dan anak-anak.

    Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan perintah penangkapan pada bulan November lalu terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanannya, Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, faksi-faksi Palestina telah menyerukan pemogokan umum pada Senin, 7 April 2025 untuk meningkatkan tekanan pada Israel agar menghentikan perang genosida yang dilakukan di jalur Gaza.

    Faksi-faksi tersebut menyatukan seluruh warga palestina di wilayah pendudukan, kamp-kamp pengungsi di luar negeri dan para pendukung untuk ikut serta dalam pemogokan yang direncanakan untuk menyoroti pembantaian dan kejahatan yang dilakukan Israel.

    Hal tersebut bertujuan untuk menyoroti pembunuh warga sipil, anak-anak, dan perempuan dan penghancuran yang tujuannya untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah mereka.

    Mereka juga menyerukan itu untuk menghentikan perang Israel i Gaza mengingat kegagalan komunitas internasional untuk menjatuhkan sanksi terhadap pendudukan atau meminta pertanggungjawaban pemerintah teroris zionis itu. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Netanyahu Dikecam Karena Berlibur Saat Sandera Masih Ada di Hamas, Korban Gaza Tembus 50 Ribu Jiwa – Halaman all

    Netanyahu Dikecam Karena Berlibur Saat Sandera Masih Ada di Hamas, Korban Gaza Tembus 50 Ribu Jiwa – Halaman all

    Netanyahu Dikecam Karena Asyik Berlibur Saat Sandera Masih Ada di Hamas, Korban Gaza Tembus 50 Ribu Jiwa

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dicerca karena keputusannya untuk memperpanjang perjalanan diplomatik terakhirnya ke Hungaria sehingga ia dapat menghabiskan akhir pekan bersama istrinya.

    Keputusan itu dilakukan Netanyahu saat 59 sandera Israel masih ditahan oleh Hamas di Gaza, RNTV melaporkan, Minggu (6/4/2025).

    Jon Polin, ayah dari tawanan Hersh Goldberg-Polin yang meninggal dalam tahanan tahun lalu, berkata: “Tidak semuanya politis. Beberapa hal memang manusiawi. Orang-orang Israel yang patut dicontoh layak mendapatkan yang lebih. Lakukan hal-hal dengan konsensus yang luas. Bawa kembali 59 orang yang kita cintai.”

    “Terima tanggung jawab, katakan ‘saya minta maaf’, [bentuk komisi penyelidikan nasional, [majukan] pembagian tugas nasional yang adil,” kata Polin di akun X miliknya.

    “Cukup dengan perpecahan, berhenti menyalahkan, berhenti memecah belah, berhenti mengabaikan keinginan rakyat, cukup dengan video-video TikTok yang paranoid,” katanya, merujuk pada video-video pidato yang disampaikan dan diunggah Netanyahu di media sosial.

    “Mengapa berlibur saat perang? Kami orang Israel pantas mendapatkan yang lebih baik!”

    PERDANA MENTERI ISRAEL – Tangkapan layar ini diambil pada Rabu (12/2/2025) dari Instagram Netanyahu, memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato dan mengancam akan mengakhiri perjanjian gencatan senjata dengan Hamas jika Hamas tidak membebaskan sandera Israel pada Sabtu (15/2/2025). Sebelumnya pada Senin (10/2/2025), Hamas mengumumkan akan menunda pertukaran sandera sampai Israel berhenti melanggar perjanjian gencatan senjata. (Instagram/b.netanyahu)

    Hongaria Umumkan Penarikan Diri dari ICC saat Netanyahu Kunjungi Budapest

    Bertepatan dengan kedatangan Benjamin Netanyahu ke Budapest untuk kunjungan diplomatik, Hongaria secara resmi mengumumkan keputusannya untuk menarik diri dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

    Pengumuman tersebut dibuat pada Kamis oleh Gergely Gulyás, Kepala Staf Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán, yang menyatakan bahwa proses penarikan akan segera dimulai.

    Waktu keputusan ini telah menarik perhatian besar, karena kunjungan Netanyahu menandai perjalanan pertamanya ke negara Eropa sejak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya pada bulan November atas kejahatan perang di Gaza.

    Pengadilan juga mengeluarkan surat perintah serupa terhadap mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.

    Keputusan Hongaria untuk meninggalkan ICC dipandang sebagai tantangan langsung terhadap kebijakan Uni Eropa dan Statuta Roma, perjanjian yang membentuk pengadilan tersebut.

    Selama kunjungan empat harinya, Netanyahu dan istrinya, Sara, menghadiri resepsi penyambutan yang diselenggarakan oleh Orbán.

    Kunjungan tersebut secara luas ditafsirkan sebagai bagian dari strategi ‘Israel’ yang lebih luas untuk melemahkan legitimasi tindakan ICC dan mendapatkan dukungan internasional terhadap surat perintah penangkapan.

    Organisasi hak asasi manusia internasional, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, telah mengecam kunjungan Netanyahu ke Hungaria.

    Mereka mendesak pemerintah Hungaria untuk menahan Netanyahu saat ia tiba dan menyerahkannya ke ICC, sesuai dengan kewajiban hukum internasional.

    Penarikan diri Hongaria dari ICC menimbulkan pertanyaan tentang masa depan keadilan internasional dan efektivitas mekanisme global yang dirancang untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin atas dugaan kejahatan perang.

    Langkah ini diperkirakan akan semakin membebani hubungan antara Hongaria dan negara Eropa lainnya yang tetap berkomitmen pada yurisdiksi ICC.

    SITUASI GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Kamis (20/3/2025) yang menunjukkan kondisi Gaza setelah Israel lancarkan serangan udara selama 2 hari sejak Selasa (18/3/2025) banyak warga yang dipaksa mengungsi. Israel membuat pernyataan pada hari Rabu (19/3/2025) bahwa pihaknya telah meluncurkan ‘operasi darat terbatas’ di Gaza tengah. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Korban Jiwa di Gaza Tembus 50 Ribu

    Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan hari ini, Minggu, kalau serangan Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Jalur Gaza telah menyebabkan 26 orang tewas dan 113 orang terluka selama 24 jam terakhir.

    Kementerian memperingatkan kalau masih ada sejumlah korban di bawah reruntuhan dan di jalan, dan bahwa IDF mencegah ambulans dan kru pertahanan sipil menjangkau mereka.

    Diumumkan bahwa jumlah total korban tewas akibat agresi Israel telah meningkat menjadi 50.695 jiwa dan 115.338 orang yang terluka sejak 7 Oktober 2023.

    Jumlah korban sejak Israel melanggar gencatan senjata dan melanjutkan serangannya (18 Maret) di Gaza adalah 1.335 orang yang menjadi martir dan 3.297 orang yang terluka.

  • Israel Bombardir Sekolah, Klinik, dan Infrastruktur Gaza, Jumlah Korban Tewas Tembus 50 Ribu Orang – Halaman all

    Israel Bombardir Sekolah, Klinik, dan Infrastruktur Gaza, Jumlah Korban Tewas Tembus 50 Ribu Orang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Serangan udara terbaru Israel di Gaza kembali memicu kemarahan internasional.

    Jet-jet tempur Israel mengebom tiga sekolah yang digunakan sebagai tempat pengungsian warga sipil Palestina.

    Dilaporkan Al Jazeera, sedikitnya 33 orang tewas dalam serangan itu, termasuk 18 anak-anak.

    Sekolah-sekolah tersebut menjadi tempat berlindung bagi ratusan keluarga yang mengungsi dari wilayah konflik.

    Pada saat yang sama, pasukan Israel juga menargetkan sebuah rumah di tenggara Khan Yunis, menewaskan sedikitnya 10 orang.

    Jet tempur Israel turut menghancurkan pabrik desalinasi air di sebelah timur Kota Gaza, merusak infrastruktur penting bagi penduduk yang telah terkepung selama berbulan-bulan.

    Sementara itu, dua warga Palestina ditembak mati dalam serangan terpisah di Kota Jenin dan Desa Husan, Tepi Barat yang diduduki.

    Agresi Israel juga menjalar ke wilayah Lebanon.

    Pesawat nirawak mereka membom sebuah apartemen di pelabuhan Sidon dan menewaskan tiga orang.

    Dalam dua minggu terakhir, Israel telah membunuh lebih dari 1.000 warga sipil di Gaza.

    Tentara Israel mengumumkan perluasan serangan darat, dengan tujuan merebut wilayah baru untuk dijadikan “zona penyangga”.

    Menurut laporan terbaru Kementerian Kesehatan Gaza, jumlah korban tewas akibat agresi Israel sejak Oktober 2023 telah mencapai 50.609 orang.

    Sebanyak 287 orang terluka hanya dalam 24 jam terakhir, menjadikan total korban luka menjadi 115.063.

    Banyak korban diyakini masih terkubur di bawah reruntuhan karena tim penyelamat kesulitan menjangkau lokasi serangan.

    Klinik milik UNRWA di Jabalia juga hancur total setelah menjadi target serangan udara Israel, padahal klinik tersebut merupakan tempat pengungsian warga sipil, Reuters melaporkan.

    Sejak Israel melanjutkan operasi besar-besaran pada 18 Maret, tercatat 1.249 warga Palestina tewas dan 3.022 lainnya terluka.

    Krisis Anak Yatim Terbesar dalam Sejarah Modern

    Biro Statistik Pusat Palestina mengungkapkan bahwa lebih dari 39.000 anak di Gaza kini menjadi yatim, dengan sekitar 17.000 anak kehilangan kedua orang tua mereka.

    Krisis ini disebut sebagai bencana anak yatim terbesar dalam sejarah modern.

    Kondisi semakin buruk akibat penggusuran paksa terhadap lebih dari dua juta penduduk Gaza oleh militer Israel.

    Pada November lalu, Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga tengah menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

    Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Jerman menyerukan kembalinya gencatan senjata dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

    Namun, sikap ini dinilai kontradiktif.

    Jerman sebelumnya memberikan suara menolak resolusi Dewan HAM PBB yang menyerukan gencatan senjata, pembebasan tahanan, dan pencabutan blokade.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • ICC Prihatin dengan Hongaria yang Pilih Keluar dari ICC setelah Tolak Tangkap Netanyahu – Halaman all

    ICC Prihatin dengan Hongaria yang Pilih Keluar dari ICC setelah Tolak Tangkap Netanyahu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyatakan keprihatinannya atas keputusan Hongaria untuk menarik diri dari pengadilan tersebut.

    Dalam suratnya kepada Hongaria pada hari Kamis (3/4/2025), ia mendesak Hongaria untuk terus menjadi pihak yang teguh dalam Statuta Roma, perjanjian yang menjadi dasar pembentukan ICC.

    Sebelumnya, Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, mengatakan negaranya akan menarik diri sepenuhnya dari ICC.

    Keputusan itu diumumkan pada hari yang sama ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang didakwa oleh ICC, mengunjungi Hongaria.

    Viktor Orban menyambut Netanyahu itu dengan penghormatan militer penuh di Distrik Kastil Budapest. 

    Kedua sekutu dekat itu berdiri berdampingan saat sebuah band militer bermain dan prosesi rumit tentara berkuda dan membawa pedang serta senapan berbayonet berbaris lewat.

    Saat upacara berlangsung, kepala staf Viktor Orban, Gergely Gulyás, merilis pernyataan singkat yang mengatakan pemerintah akan memulai prosedur penarikan untuk meninggalkan ICC, yang mungkin memakan waktu satu tahun atau lebih untuk diselesaikan.

    Viktor Orban kemudian mengatakan ia yakin ICC adalah pengadilan politik.

    Sebelumnya, ICC yang berpusat di Den Haag, Belanda, mengeluarkan surat perintahnya penangkapan Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas dugaan  melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.

    Negara-negara penanda tangan ICC, seperti Hongaria, diharuskan untuk menangkap setiap tersangka yang menghadapi surat perintah jika mereka menginjakkan kaki di wilayah mereka.

    Namun, Hongaria menolak untuk menangkap Netanyahu ketika ia berkunjung ke Budapest pada hari Kamis, seperti diberitakan Al Arabiya.

    Alasan Hongaria Keluar dari ICC

    Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, mengungkap alasannya untuk menarik Hongaria keluar dari ICC.  

    “Hongaria tidak pernah sepenuhnya berkomitmen pada Mahkamah Pidana Internasiona,” kata Perdana Menteri Viktor Orban pada hari Jumat (4/4/2025).

    Berbicara di radio negara, Viktor Orban memberikan pembenaran mengapa Hongaria tidak menahan Benjamin Netanyahu pada hari Kamis ketika berkunjung ke Budapest meski ada surat perintah penangkapan ICC.

    “Hongaria selalu setengah hati dalam keanggotaannya di ICC,” kata Orban, seperti diberitakan The Associated Press.

    Hongaria bergabung dengan ICC selama masa jabatan pertama Viktor Orban sebagai perdana menteri pada tahun 2001.

    “Kami menandatangani perjanjian internasional, tetapi kami tidak pernah mengambil semua langkah yang seharusnya membuatnya dapat ditegakkan di Hongaria,” kata Viktor Orban.

    Ia merujuk pada fakta bahwa parlemen Hongaria tidak pernah mengumumkan undang-undang ICC menjadi hukum Hongaria.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

  • Netanyahu Dikecam Karena Berlibur Saat Sandera Masih Ada di Hamas, Korban Gaza Tembus 50 Ribu Jiwa – Halaman all

    Tolak Tangkap Netanyahu, Hungaria Pilih Keluar dari ICC, Gelar Karpet Merah untuk PM Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hungaria menolak untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat dia berkunjung ke Hungaria hari Kamis ini, (3/4/2025).

    Padahal, Hungaria adalah salah satu anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC). ICC sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan Netanyahu karena kasus kejahatan perang di Jalur Gaza.

    ICC tidak memiliki aparat penegak hukum sehingga harus mengandalkan negara-negara anggotanya untuk menangkap tersangka kasus kejahatan dan menyeretnya ke markas ICC di Den Hague, Belanda.

    Dikutip dari CNN, sebagai negara yang menandatangani Statuta Roma tahun 2002, Hungaria berkewajiban memborgol Netanyahu.

    Namun, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban justru menyambut Netanyahu dengan karpet merah. Netanyahu juga mendapat upacara penyambutan di Lion’s Courtyart, Kota Budapest.

    Sebelumnya Orban memang mengatakan negaranya tak akan menangkap Netanyahu. PM Israel itu dijadwalkan berada di Budapest selama empat hari untuk keperluan kunjungan.

    Hungaria menjadi salah satu sekutu terbesar Israel di Eropa. Banyak pula warga Hungaria yang mendukung Israel.

    NETANYAHU BERPIDATO – Foto ini diambil dari Instagram Netanyahu pada Minggu (23/3/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Instagram @b.netanyahu)

    Sekretaris Negara untuk Urusan Komunikasi dan Hubungan Internasional Hungaria Zoltan Kovacs menyebut negaranya mulai memproses pengunduran diri dari ICC hari ini.

    “Sejalan dengan konstitusi Hungaria dan kewajiban hukum internasional,” ujar Kovacs.

    Kunjungan Netanyahu ke Hungaria itu adalah kunjungannya ke luar negeri sejak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dia.

    Februari kemarin Netanyahu bertolak ke Wasington, AS, untuk bertemu dengan Presiden Donald Trump. AS dan Israel sama-sama bukan anggota ICC.

    Trump dan pendahulunya, Joe Biden, pernah mengecam surat penangkapan terhadap Netanyahu. Bahkan, Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang bekerja di ICC.

    Di sisi lain, ICC mengkritik keputusan Hungaria yang tidak menangkap Netanyahu. Juru bicara ICC, Fadil Al Abdallah, menyebut negara anggota ICC berkewajiban menegakkan keputusan ICC.

    “Sengketa apa pun mengenai fungsi yudisial ICC seharusnya diselesaikan melalui keputusan ICC,” ujarnya dikutip dari Al Jazeera.

    HRW minta Hungaria tangkap Netanyahu

    Human Rights Watch (HRW) meminta Hungaria untuk tidak mengizinkan Netanyahu berkunjung ke Budapest. Di samping itu, HRW juga meminta untuk menangkap Netanyahu jika masuk ke Hungaria.

    “Netanyahu menjadi target surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC tanggal 21 November 2024 ketika hakim ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dia dan Yoav Gallant, Menteri Pertahanan Israel saat itu, atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan kemanusiaan di Jalur Gaza setidaknya sejak 8 Oktober 2023,” kata HRW di laman resminya pada hari Selasa lalu.

    “Kejahatan ini termasuk membuat warga sipil kelaparan, sengaja mengarahkan serangan kepawa warga sipil, pembunuhan, dan penganiayaan. HRW telah mendokumentasikan kejahatan perang, kejahatan kemanusiaa, dan tindakan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza.”

    Liz Evenson, Direktur Keadilan Internasional di HRW, menyebut tindakan Orban mengundang Netanyahu untuk datang ke Hungaria merupakan penghinaan terhadap korban kejahatan besar.

    “Hungaria seharusnya mematuhi kewajiban hukumnya sebagai bagian dari ICC dan menangkap Netanyahu jika dia menginjakkan kaki di negara itu,” kata Evenson.

    Seperti Orban, para pejabat pemerintahan di negara-negara Uni Eropa lain seperti Prancis, Polandia, Italia, Romania, dan Jerman juga sudah mengatakan tidak akan menangkap Netanyahu.

    Adapun pada bulan Januari lalu sejumlah aktivis HAM berunjuk rasa untuk memprotes Polandia yang diduga akan bersedia menerima kunjungan Netanyahu ke negara itu.

    (*)

  • Ratusan Tentara Israel Frustrasi Perang Makin Tak Jelas, 17.000 Anggota Daftar Psikolog

    Ratusan Tentara Israel Frustrasi Perang Makin Tak Jelas, 17.000 Anggota Daftar Psikolog

    PIKIRAN RAKYAT – Ratusan perwira dan prajurit Israel Penjajah merasa frustrasi atas bergejolaknya kembali peperangan di jalur Gaza, tanpa adanya kejelasan alasan.

    Mereka menyampaikan hal itu dalam surat yang dikirimkan kepada Kepala Staf Angkatan Darat Eyal Zamir, pada Kamis, 27 Maret 2025.

    Di dalam surat tersebut, ratusan perwira dan prajurit cadangan Israel mengatakan, “pasukan telah kembali bergejolak di Jalur Gaza, tanpa tujuan yang jelas.”

    Untuk itu, mereka mendesak Zamir agar gegas menentukan tujuan dimulainya kembali perang di Gaza, dan menetapkan tenggat waktu yang jelas untuk mencapai tujuan misi kali ini.

    Otoritas Penyiaran Publik Israel, KAN melaporkan, mereka menilai surat itu sebagai surat yang tidak biasa. Belum jelas apa maksud tak biasa, namun hingga saat ini tak ada balasan atau pembaharuan informasi mengenai ini.

    170.000 Prajurit Daftar Psikolog

    Media Israel, Yedioth Ahronoth sebelumnya melaporkan bahwa pada tanggal 19 Februari lalu, hampir 170.000 prajurit, termasuk ribuan prajurit cadangan yang kembali dari pertempuran, telah terdaftar untuk program perawatan psikologis yang diluncurkan oleh Kementerian Pertahanan.

    Tentara Israel melancarkan operasi udara mendadak di Jalur Gaza pada tanggal 18 Maret, menewaskan 855 orang, melukai hampir 1.900 lainnya.

    Secara otomatis, Israel telah menghancurkan gencatan senjata serta perjanjian pertukaran tahanan dengan kelompok Palestina Hamas yang berlaku pada bulan Januari.

    Lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 113.900 orang terluka dalam serangan militer brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah tersebut. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News