Tag: Yoav Gallant

  • Pilu Warga Palestina Ditembaki Saat Antre Makanan di Gaza

    Pilu Warga Palestina Ditembaki Saat Antre Makanan di Gaza

    Jakarta

    Kurang lebih seminggu lalu, Mahmoud Qassem kehilangan putranya, Khader. Remaja berusia 19 tahun itu dilaporkan tewas saat sedang berusaha mencapai pusat distribusi makanan yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation/GHF), lembaga bantuan yang didukung Amerika Serikat, di wilayah Gaza tengah.

    “Terakhir kali saya dan ibunya mendengar kabar dari Khader pukul 11 malam. Dia bilang berada di tempat aman, dia pergi ke pusat distribusi Netzarim, dan saya sempat berpesan agar dia berhati-hati,” kata Qassem kepada DW dari sebuah tenda di Kota Gaza, tempat keluarganya kini mengungsi.

    “Jam satu pagi saya mencoba meneleponnya lagi, tapi ponselnya tidak aktif. Saya mulai cemas. Tidak ada kabar sama sekali hingga Jumat siang jam dua. Rasanya seperti ada api membakar dada saya,” ujar pria berusia 50 tahun itu.

    Qassem kemudian pergi dan memeriksa sejumlah rumah sakit di Gaza tengah. Di sanalah dia mengetahui bahwa Khader telah tewas. Jenazahnya baru ditemukan setelah berkoordinasi dengan militer Israel. Dari kondisi tubuhnya, Khader diketahui meninggal akibat beberapa luka tembak.

    “Seorang anak 19 tahun yang bahkan belum sempat menjalani hidupnya, semuanya demi mengambil satu kotak bantuan,” ujarnya nyaris tidak kuasa menahan air mata. Dia menambahkan bahwa dirinya sebenarnya tidak mau anaknya pergi, tetapi Khader merasa bertanggung jawab menafkahi keluarga.

    “Saya kehabisan kata-kata menggambarkan situasi di sini. Orang-orang rela mengorbankan diri demi bertahan hidup. Hanya Tuhan yang tahu apa yang kami alami. Tidak ada yang peduli, tidak Hamas, tidak Israel, tidak negara-negara Arab, tidak seorang pun.”

    Makanan dan pasokan bantuan lainnya sangat langka di Gaza

    Laporan kekerasan, luka-luka, hingga kematian yang hampir terjadi setiap hari di sekitar distribusi bantuan menyoroti kenyataan tak tertahankan yang dihadapi 2,3 juta penduduk Gaza. Warga Gaza hampir sepenuhnya bergantung pada pasokan yang masuk melalui perlintasan dengan Israel.

    Kelangkaan makanan dan kebutuhan dasar lainnya masih terjadi, bahkan setelah PBB kembali mengirimkan bantuan dan tiga pusat distribusi baru dibuka. Pusat-pusat itu dijalankan oleh GHF, lembaga bantuan AS-Israel, akibat blokade Israel yang berlangsung hampir tiga bulan.

    Pihak Israel berdalih, blokade dilakukan karena Hamas mencuri bantuan dan menggunakannya untuk membiayai operasinya. Namun, klaim ini dibantah oleh PBB dan berbagai lembaga kemanusiaan internasional maupun lokal yang telah lama memiliki jaringan distribusi bantuan yang mapan di Gaza.

    Truk-truk bantuan di Gaza berulang kali dijarah, baik oleh kelompok bersenjata maupun warga sipil yang putus asa mencari makanan. Di saat yang sama, militer Israel terus meningkatkan serangan udara dan mengeluarkan perintah evakuasi massal di sebagian besar wilayah utara dan selatan Gaza.

    Saeed Abu Libda, seorang ayah lima anak berusia 44 tahun, baru-baru ini berhasil merebut satu karung tepung dari sebuah truk bantuan yang melintas di dekat Khan Younis. “Saya tahu ini berisiko, tapi kami harus makan,” ujarnya kepada DW melalui sambungan telepon, karena jurnalis asing dilarang masuk ke Gaza.

    Menurut Abu Libda, ribuan orang saat itu tengah menunggu kedatangan truk bantuan ketika dua tembakan terdengar. “Saya melihat orang-orang jatuh ke tanah, ada yang terluka, ada yang tubuhnya hancur berkeping-keping. Saya sendiri terkena pecahan peluru di perut, tapi syukurlah hanya luka ringan.”

    Ratusan orang tewas di lokasi distribusi makanan

    Kementerian Kesehatan di Gaza, yang berada di bawah kendali Hamas, melaporkan bahwa lebih dari 500 orang tewas dalam beberapa pekan terakhir akibat serangan udara, tembakan, dan pengeboman oleh Israel. Menurut pejabat kesehatan, sebagian besar korban tewas saat tengah menunggu di lokasi distribusi bantuan atau di sekitar truk-truk pembawa makanan.

    Namun, klaim tersebut dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Israel. Dalam sebuah unggahan di platform media sosial X pada Selasa (01/07), Israel menuduh Hamas menembaki warga sipil sendiri demi menyebarkan informasi sesat.

    Israel mengklaim bahwa kesaksian dari warga Gaza menunjukkan bahwa Hamas “menyebarkan klaim palsu yang menyalahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), melebih-lebihkan jumlah korban, dan menyebarkan rekaman palsu.”

    Sekitar 130 organisasi kemanusiaan dan LSM internasional, termasuk Oxfam dan Save the Children, mendesak agar GHF dihentikan operasinya. Mereka menuduh yayasan yang berbasis di AS dan Israel itu memaksa ribuan warga kelaparan memasuki zona militer, di mana mereka menghadapi risiko tembakan saat berusaha mengakses bantuan.

    Menanggapi kritik tersebut, direktur GHF, Johnnie Moore, pada Rabu (02/07) dalam konferensi pers di Brussels bersikeras bahwa pihaknya tidak akan menghentikan operasi penyaluran bantuan. Dia mengklaim bahwa yayasan tersebut telah menyalurkan lebih dari 55 juta porsi makanan hingga saat ini, dan terbuka untuk bekerja sama dengan PBB serta lembaga bantuan lainnya.

    Moore juga menyinggung pernyataan dari otoritas kesehatan Gaza. “Kementerian Kesehatan Gaza setiap hari mengeluarkan data korban sipil, dan hampir selalu mengaitkannya dengan warga yang sedang menunggu bantuan-bantuan dari kami,” ujarnya.

    Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa mereka melepaskan “tembakan peringatan” ke arah warga yang mendekati posisi militer di sekitar lokasi distribusi bantuan. Namun, IDF belum merilis data resmi terkait jumlah korban akibat tindakan tersebut.

    Pada 27 Juni, surat kabar Israel berhaluan kiri, Haaretz, menerbitkan laporan yang menyebut bahwa tentara Israel telah diberi lampu hijau untuk menembaki kerumunan warga sipil di dekat pusat distribusi makanan guna menjauhkan mereka dari posisi militer Israel di dalam zona larangan.

    Dalam artikel tersebut, seorang tentara yang tak disebutkan namanya mengaku bahwa pasukannya menggunakan menembaki warga tak bersenjata yang tidak menunjukkan ancaman. Haaretz juga melaporkan bahwa militer Israel tengah menyelidiki apakah tindakan tersebut melanggar hukum internasional dan berpotensi dikategorikan sebagai kejahatan perang.

    Menanggapi laporan itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menepis tudingan tersebut dan menuduh Haaretz menyebarkan “kebohongan berbahaya yang bertujuan mencemarkan nama baik IDF, militer paling bermoral di dunia,” demikian bunyi sebuah pernyataan bersama.

    IDF juga membantah tuduhan bahwa mereka secara sengaja menembaki warga sipil. Dalam pernyataan yang disiarkan media Israel, IDF menegaskan bahwa tidak ada pasukan yang diperintahkan “untuk secara sengaja menembaki warga sipil, termasuk mereka yang mendekati pusat-pusat distribusi bantuan.”

    Namun, tiga hari setelah pernyataan tersebut, militer Israel mengumumkan langkah-langkah penyesuaian. Berdasarkan “pelajaran yang dipetik,” IDF menyatakan akan mengatur ulang akses menuju jalur dan pusat distribusi bantuan, membangun pos-pos pemeriksaan baru, serta memasang sinyal peringatan guna “mengurangi gesekan dengan warga sipil dan menjaga keselamatan pasukan di lapangan.”

    Di sisi lain, GHF bersikeras bahwa lokasi distribusi mereka aman dari kekerasan. Direktur GHF, Johnnie Moore, menegaskan bahwa tidak pernah terjadi satu pun insiden kekerasan di lokasi mereka. “Tidak ada satu pun insiden kekerasan di pusat distribusi kami. Kami tidak pernah mengalami insiden seperti itu,” tegasnya.

    Namun, merespons laporan Haaretz yang menuduh adanya lampu hijau untuk menggunakan kekuatan mematikan terhadap warga sipil, GHF menyatakan bahwa tuduhan tersebut “terlalu serius untuk diabaikan” dan menyerukan penyelidikan lebih lanjut.

    “Kami hanya menerima cukup untuk tetap hidup”

    Di tengah kehancuran akibat perang, warga Palestina yang putus asa kerap harus berjalan berjam-jam melewati medan berbahaya untuk mencapai pusat-pusat distribusi bantuan. Banyak dari lokasi tersebut berada di dalam zona militer yang ditetapkan oleh Israel. Pusat distribusi hanya dibuka dalam waktu singkat, dan informasi mengenai titik kumpul yang aman sering kali tidak jelas.

    “Jalan ke sana sangat berbahaya. Saya berusaha keras untuk tetap di jalur utama agar bisa sampai,” kata Ahmed Abu Raida kepada DW melalui sambungan telepon dari Mawasi, Gaza selatan. Dia kini tinggal di sebuah tenda bersama keluarga besarnya.

    Menurut Ahmed, warga harus menunggu lama untuk mengetahui kapan pusat bantuan atau layanan kesehatan dibuka. “Selama berjam-jam kami menunggu, suara tembakan terdengar dari berbagai arah,” ujarnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Prita Kusumaputri

    Editor: Rahka Susanto dan Rizki Nugraha

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dugaan Korupsi, Trump Minta Netanyahu Dibebaskan: Dia Pahlawan, Bukan Koruptor!

    Dugaan Korupsi, Trump Minta Netanyahu Dibebaskan: Dia Pahlawan, Bukan Koruptor!

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengecam persidangan korupsi yang menjerat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dengan menyebutnya sebagai “perburuan penyihir politik.” Pernyataan itu ia sampaikan melalui platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Sabtu, 28 Juni 2025.

    Trump menyatakan keterkejutannya atas langkah hukum terhadap Netanyahu yang menurutnya tengah memimpin Israel di masa-masa kritis. “Mengerikan, apa yang mereka lakukan di Israel terhadap Bibi Netanyahu,” tulis Trump, seraya menyebut Netanyahu sebagai “pahlawan perang” yang telah melakukan “pekerjaan luar biasa” dalam kerja sama dengan AS, termasuk upaya mengatasi ancaman nuklir dari Iran.

    Trump juga menyebut Netanyahu sedang bernegosiasi dengan Hamas untuk membebaskan sandera Israel, dan mempertanyakan mengapa ia harus menghabiskan waktunya di ruang sidang atas tuduhan yang dianggap Trump tidak substansial.

    “Bagaimana mungkin seorang Perdana Menteri Israel dipaksa duduk di pengadilan sepanjang hari, hanya karena hal-hal sepele seperti cerutu atau boneka Bugs Bunny? Ini perburuan penyihir politik, mirip dengan yang saya alami,” tulis Trump.

    Ia menilai persidangan tersebut berpotensi mengganggu proses negosiasi penting Israel dengan Iran dan Hamas. “Ini kegilaan. Persidangan Netanyahu bukan hanya penghinaan terhadap keadilan, tapi juga bisa merusak kemenangan besar yang telah diraih AS dan Israel dalam menghadapi Iran,” lanjutnya.

    Trump bahkan mendesak agar persidangan tersebut dibatalkan. “Bebaskan Bibi. Dia punya tugas besar yang harus diselesaikan,” tegasnya.

    Pernyataan serupa juga pernah ia sampaikan sebelumnya pada Rabu, 25 Juni. Trump saat itu mengungkapkan keheranannya karena Israel tetap melanjutkan proses hukum terhadap Netanyahu, meski negara tersebut sedang menghadapi situasi perang yang genting.

    Netanyahu menghadapi tiga kasus dugaan korupsi yang disidangkan sejak Mei 2020. Ia menjadi perdana menteri pertama dalam sejarah Israel yang didakwa dalam kasus pidana. Tuduhan tersebut mencakup penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan, namun Netanyahu membantah semuanya dan menyebutnya sebagai tuduhan palsu.

    Di bawah hukum Israel, Netanyahu tidak diwajibkan mundur dari jabatannya kecuali jika dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung. Proses hukum bisa berlangsung hingga berbulan-bulan.

    Selain kasus korupsi, Netanyahu juga menghadapi dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas tindakan militer di Jalur Gaza.

    Perang yang meletus sejak 7 Oktober 2023 itu telah menewaskan lebih dari 56.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut laporan terbaru.

    Pada Jumat, 27 Juni, Jaksa Agung Israel menolak permintaan Netanyahu untuk menunda persidangan selama dua minggu. Permintaan itu diajukan dengan alasan ia perlu fokus pada penanganan dampak serangan Israel ke Iran serta proses pemulangan warga Israel yang masih disandera oleh Hamas.

    Persidangan tetap berjalan meski tekanan politik dan diplomatik terus meningkat.

  • Tentara Israel ‘Diperintahkan’ Tembaki Pencari Bantuan Tak Bersenjata di Gaza, Terkuak Pengakuan Mengejutkan

    Tentara Israel ‘Diperintahkan’ Tembaki Pencari Bantuan Tak Bersenjata di Gaza, Terkuak Pengakuan Mengejutkan

    PIKIRAN RAKYAT – Laporan terbaru dari surat kabar Haaretz memicu kemarahan internasional setelah mengungkap kesaksian bahwa tentara Israel penjajah diduga mendapat perintah langsung untuk menembaki warga Palestina tidak bersenjata yang sedang mengantre bantuan pangan di Gaza.

    Temuan ini memperkuat tuduhan bahwa aksi militer di lokasi distribusi bantuan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.

    Pengakuan Tentara: “Kami Menembakkan Senapan Mesin dan Melempar Granat”

    Dalam laporan Haaretz yang terbit Jumat 21 Juni 2025, beberapa tentara Israel penjajah yang identitasnya disamarkan mengaku bahwa mereka diinstruksikan menembak kerumunan warga Palestina, meski tahu para pencari bantuan tersebut tidak membawa senjata dan tak menimbulkan ancaman.

    “Kami menembakkan senapan mesin dari tank dan melemparkan granat,” kata seorang tentara kepada Haaretz.

    “Ada satu insiden di mana sekelompok warga sipil terkena serangan saat maju di bawah penutup kabut,” tuturnya menambahkan.

    Pengakuan serupa datang dari tentara lain yang menyebut bahwa di titik penempatan mereka di Gaza, antara satu hingga lima orang tewas setiap hari.

    “Ini adalah ladang pembunuhan,” ucapnya tegas.

    Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, hingga Kamis 20 Juni 2025, sedikitnya 549 warga Palestina tewas dan 4.066 lainnya terluka di lokasi distribusi bantuan yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Israel penjajah dan Amerika Serikat.

    Ironisnya, GHF yang didirikan Mei lalu justru menuai kritik tajam karena menjadi magnet penembakan massal di area distribusi. Beberapa pusat distribusi, menurut Al Jazeera, kini disebut warga Gaza sebagai “jebakan maut”.

    Israel Membantah, Namun Buka Penyelidikan

    Militer Israel penjajah menepis laporan tersebut. Dalam pernyataan resminya di Telegram, Angkatan Pertahanan Israel (IDF) menegaskan tuduhan itu tidak sesuai fakta lapangan.

    “Setiap tuduhan pelanggaran hukum atau perintah militer akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil sesuai kebutuhan. Tuduhan api sengaja yang diarahkan kepada sipil tidak diakui di lapangan,” tutur pernyataan IDF.

    Sementara itu, Perdana Menteri Israel penjajah Benjamin Netanyahu bersama Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengecam laporan Haaretz sebagai “fitnah darah”.

    “IDF beroperasi dalam kondisi sulit melawan musuh teroris yang bersembunyi di balik populasi sipil,” kata Netanyahu dalam pernyataan dikutip The Times of Israel.

    Bagian dari Metode ‘Kontrol Kerumunan’?

    Nir Hasson, jurnalis Haaretz yang terlibat dalam investigasi, menjelaskan bahwa perintah menembak warga sipil ini bukan kebetulan.

    “Sebenarnya ini praktik untuk mengendalikan kerumunan dengan api. Jika Anda ingin kerumunan pergi dari suatu tempat, Anda tembakkan kepada mereka meskipun Anda tahu mereka tidak bersenjata,” kata Hasson dari Yerusalem Barat.

    Meski demikian, nama komandan yang diduga memberi perintah tembak tidak diungkapkan. Namun Hasson menduga orang tersebut memiliki jabatan tinggi di militer.

    Kecaman Dunia: “Pembantaian yang Menyamar Sebagai Bantuan”

    Temuan ini segera memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang menegaskan pentingnya akuntabilitas.

    “Kami tidak perlu laporan semacam itu untuk mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran besar terhadap hukum internasional (di Gaza),” ujar Guterres dalam konferensi pers di New York.

    “Dan ketika ada pelanggaran hukum internasional, harus ada pertanggungjawaban,” ucapnya menambahkan.

    Organisasi medis internasional Doctors Without Borders (MSF) menyebut pusat distribusi bantuan GHF sebagai “pembantaian yang menyamar sebagai bantuan kemanusiaan.”

    Jebakan Maut di Tengah Kelaparan

    Banyak warga Gaza terjebak dalam pilihan tragis: menunggu makanan dengan risiko ditembak, atau mati perlahan karena kelaparan. Wartawan Al Jazeera, Hamdah Salhut, melaporkan dari Amman, Yordania.

    “Orang-orang di Gaza mengatakan pusat distribusi ini sekarang menjadi jebakan maut bagi warga Palestina. Mereka tidak punya pilihan: mati kelaparan atau mati mencari makanan yang sedikit,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    Saat ini, GHF mengoperasikan empat titik distribusi: satu di Gaza Tengah dan tiga di Gaza Selatan. Namun, penembakan di area distribusi justru semakin sering terjadi sejak blokade Israel penjajah mencabut sebagian pembatasan per Mei lalu.

    Korban Terus Bertambah

    Sejak Israel penjajah memulai serangan ke Gaza pada Oktober 2023, data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat setidaknya 56.331 orang tewas dan 132.632 orang terluka. Insiden penembakan di lokasi bantuan menambah panjang daftar korban sipil.***

  • Serangan Israel Menewaskan Lebih dari 100 Warga Gaza, Anak-Anak Banyak yang Jadi Korban

    Serangan Israel Menewaskan Lebih dari 100 Warga Gaza, Anak-Anak Banyak yang Jadi Korban

    PIKIRAN RAKYAT – Dikabarkan langsung bahwa sedikitnya ada 100 warga Palestina meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka akibat serangan Israel pada Rabu, 25 Juni 2025 di Jalur Gaza. Banyak dari korban tewas tersebut adalah warga sipil yang sedang berupaya mendapatkan bantuan makanan.

    Sebuah sumber medis yang diwawancarai oleh Anadolu Agency menyatakan bahwa 17 orang, termasuk dua anak-anak, tewas, dan beberapa lainnya terluka akibat dua serangan di lingkungan Shejaiya, timur Kota Gaza.

    Kantor berita resmi Wafa, mengutip sumber medis tersebut melaporkan delapan orang meninggal akibat tembakan Israel saat berusaha mendapatkan bantuan kemanusiaan di area Netzarim, Gaza tengah. Selain itu, tiga warga Palestina lainnya yang sedang mengantre bantuan juga tewas oleh tembakan tentara Israel di barat kota Rafah, Gaza selatan.

    Di pusat Kota Gaza, tembakan tentara Israel menewaskan dua orang dan melukai beberapa lainnya. Petugas medis juga melaporkan bahwa serangan udara Israel menargetkan warga sipil dan sebuah rumah di Kota Gaza bagian barat, menewaskan sembilan warga Palestina, empat di antaranya anak-anak, dan melukai banyak lainnya.

    Lima orang, termasuk seorang ibu dan dua anaknya, tewas akibat penembakan Israel di sebuah rumah di barat laut Kota Gaza. Tim penyelamat menemukan tiga jenazah dan menyelamatkan lima orang dari reruntuhan dua rumah di Jabalia Al-Nazla, Gaza utara, setelah serangan udara Israel. Beberapa orang masih dinyatakan hilang di bawah reruntuhan.

    Korban di Kamp Pengungsi dan Wilayah Lainnya

    Di Deir al-Balah dan kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah, sepuluh warga Palestina tewas dan banyak lainnya terluka dalam serangan Israel yang menargetkan dua rumah.

    Sebuah sumber medis juga melaporkan penemuan jenazah seorang pemuda Palestina dari reruntuhan di kota Abasan, timur Khan Younis. Lima warga Palestina, termasuk dua yang sedang menunggu pengiriman bantuan, tewas akibat serangan dan tembakan Israel di Khan Younis.

    Di Gaza utara, dua warga Palestina tewas dan beberapa lainnya luka-luka dalam serangan udara Israel yang menargetkan sekelompok orang di dekat Masjid Omari di Jabalia Al-Balad.

    Di barat daya Kota Gaza, enam orang tewas ketika serangan Israel menghantam sebuah rumah tinggal. Serangan lain di lingkungan Shejaiya, Kota Gaza, menyebabkan delapan orang, termasuk dua anak-anak, tewas akibat pengeboman sebuah rumah, dengan beberapa orang masih hilang.

    Kamp pengungsi Al-Shati di barat Kota Gaza juga menjadi sasaran, menewaskan sembilan warga Palestina, termasuk lima anak-anak, setelah rudal Israel menghantam sebuah rumah.

    Di selatan Kota Gaza, 12 orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka, beberapa di antaranya kritis ketika sebuah bangunan tempat tinggal di Shejaiya dibom.

    Konflik yang Terus Berlangsung dan Tuntutan Hukum

    Tentara Israel terus melancarkan serangan brutal terhadap Gaza sejak Oktober 2023, mengabaikan seruan internasional untuk gencatan senjata. Serangan ini telah menewaskan lebih dari 56.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

    Sebagai respons, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin otoritas Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perangnya di wilayah kantong Palestina tersebut.***

  • Salat Iduladha di Masjid Al Aqsa, Yerusalem Diikuti 80 Ribu Warga Palestina

    Salat Iduladha di Masjid Al Aqsa, Yerusalem Diikuti 80 Ribu Warga Palestina

    JAKARTA – Sekitar 80.000 warga Palestina melaksanakan salat Iduladha di Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada Jumat pagi, meskipun ada pembatasan ketat dari Israel dan suasana muram di tengah genosida yang sedang berlangsung di Gaza.

    Sementara itu, pasukan polisi Israel dikerahkan secara besar-besaran di dalam dan sekitar kompleks Al Aqsa dan Kota Tua sebelum, selama, dan setelah salat.

    Namun, banyak warga Palestina dari Tepi Barat tidak dapat menghadiri salat Iduladha di Yerusalem karena pembatasan pergerakan oleh Israel, sehingga terpaksa melaksanakan salat di luar gerbang masjid.

    Semangat perayaan Iduladha yang biasa terasa meriah justru tidak tampak. Suasana di Yerusalem terasa muram karena kota itu tengah bergulat dengan dampak perang genosida yang terus dilakukan Israel di Jalur Gaza. 

    Israel, yang menolak seruan internasional untuk gencatan senjata, telah melancarkan serangan genosida di Gaza sejak Oktober 2023, menewaskan hampir 54.700 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

    Badan-badan bantuan telah memperingatkan tentang risiko kelaparan di antara lebih dari 2 juta penduduk di daerah kantong itu

    November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas kejahatan perangnya terhadap warga sipil di daerah Jalur Gaza.

  • Israel Justru Persenjatai Hamas, Al-Qassam Belah Ribuan Bom yang Belum Meledak Jadi Amunisi – Halaman all

    Israel Justru Persenjatai Hamas, Al-Qassam Belah Ribuan Bom yang Belum Meledak Jadi Amunisi – Halaman all

    Israel Justru Persenjatai Hamas, Al-Qassam Belah Ribuan Bom yang Belum Meledak Jadi Persenjataan 

    TRIBUNNEWS.COM – Sekitar 3.000 bom Israel yang gagal meledak saat serangan udara di Jalur Gaza telah menjadi sumber penting bahan baku untuk alat peledak rakitan yang digunakan oleh Brigade Al-Qassem , sayap bersenjata kelompok Palestina Hamas.

    Hal itu dilaporkan situs berita Israel, The Marker, Selasa (6/5/2025).

    Situs web tersebut, segmentasi keuangan surat kabar Haaretz, mengatakan persentase persenjataan Israel yang tidak meledak di Gaza telah melonjak, mencapai sebesar 20 persen dari total amunisi yang dijatuhkan selama fase perang tertentu.

    Organisasi kemanusiaan dan lokal telah berulang kali memperingatkan tentang risiko yang ditimbulkan oleh persenjataan yang belum meledak yang tertinggal dari perang genosida Israel selama berbulan-bulan di Gaza.

    Daur Ulang

    Menurut laporan tersebut, penyelidikan oleh militer Israel mengungkapkan kalau banyak ledakan besar yang merusak atau menghancurkan kendaraan lapis baja Israel — termasuk sebuah tank pada bulan Januari — disebabkan oleh bom Angkatan Udara Israel (IAF) gagal meledak yang didaur ulang oleh Brigade Al-Qassam.

    Hingga akhir tahun 2024, militer Israel telah melancarkan lebih dari 40.000 serangan udara di Gaza, demikian dilaporkan media tersebut.

    Badan Penanggulangan Ranjau PBB (UNMAS) memperkirakan bahwa antara 5 persen dan 10% amunisi yang digunakan dalam operasi ini gagal meledak.

    Hingga awal 2025, Angkatan Udara Israel mengetahui sedikitnya 3.000 bom yang belum meledak di Gaza, The Marker menambahkan.

    Setiap bom Israel yang beratnya mencapai satu ton dan digunakan dalam serangan ini menghabiskan biaya antara 20.000 dolar AS dan 30.000 dolar AS.

    GAGAL MELEDAK – Sejumlah bom serangan udara Israel yang tidak meledak di Gaza. Bom-bom ini digunakan milisi Hamas untuk didaur ulang menjadi amunisi untuk menyerang tentara Israel (IDF).

    Israel Justru Persenjatai Hamas

    “Bom-bom yang tidak meledak ini secara efektif telah menjadi jalur yang melaluinya, Israel, tanpa sengaja, telah mentransfer ribuan ton bahan peledak ke Hamas—yang bernilai puluhan juta dolar—selama satu setengah tahun terakhir,” kata laporan itu.

    Mengingat kekurangan persenjataan Hamas yang parah, bahan mentah ini memungkinkan para petempurnya memproduksi ribuan bahan peledak, kata The Marker.

    Penggunaan perangkat ini telah memainkan peran utama dalam serangan terhadap pasukan Israel, yang mengakibatkan meningkatnya korban di antara pasukan IDF yang beroperasi di Gaza, tambahnya.

    Laporan itu memperingatkan, konsekuensi bagi Israel bisa lebih mahal dan berbahaya karena Kabinet Keamanan Israel terus berupaya memperluas operasi militer di Jalur Gaza.

    Alasan di balik tingginya tingkat kegagalan amunisi Israel meledak saat serangan di Gaza dilaporkan adalah karena malfungsi teknis. 

    “Laju serangan udara yang intens telah menguras persediaan sekering fungsional milik militer—perangkat yang memicu bahan peledak,” tulis The Marker melaporkan.

    Laporan tersebut mencatat bahwa nilai saham Aryt Industries, perusahaan Israel yang memproduksi detonator, telah melonjak lebih dari 2.000 persen sejak perang dimulai.

    Bom Dibelah, Risiko Tinggi

    Karena persediaan menipis, tentara Israel mulai menggunakan sekering (detonator untuk memicu ledakan) yang bersumber dari berbagai persediaan atau disediakan oleh AS, beberapa di antaranya sudah berusia puluhan tahun.

    Menurut laporan tersebut, meskipun tingkat kegagalan rata-rata bom Israel sebelumnya sekitar 2%, tingkat tersebut telah meningkat hingga 20% untuk amunisi tertentu yang digunakan di Gaza.

    Metode yang digunakan Brigade Al-Qassam untuk menggunakan bom yang tidak meledak ini dilaporkan sangat mudah. ​​

    Dalam beberapa kasus, mereka membelah bom, mengekstraksi bahan peledak, dan memindahkannya ke wadah logam besar untuk digunakan sebagai alat peledak.

    Dalam kasus lain, mereka menggunakan bom apa adanya, dengan memasang kawat logam untuk memicu ledakan.

    Laporan itu mencatat kalau Brigade Al-Qassam bersedia menerima korban di antara anggotanya karena “kecelakaan kerja” selama proses ini.

    Kata Angkatan Udara Israel

    Menanggapi permintaan komentar dari The Marker, juru bicara militer Israel mengatakan kalau IDF “melakukan segala upaya untuk mengatasi ancaman persenjataan yang belum meledak di Jalur Gaza.”

    Juru bicara tersebut mengklaim, “hanya sebagian kecil” dari puluhan ribu amunisi yang diluncurkan gagal meledak pada sasaran yang dituju.

    Ia menambahkan kalau tentara Israel sedang berupaya mengidentifikasi dan menghancurkan bom-bom yang tidak meledak tersebut bila memungkinkan.

    Meskipun ada klaim ini, sisa-sisa militer Israel dan bom yang belum meledak masih tersebar di Gaza, menimbulkan ancaman berkelanjutan bagi warga sipil.

    Tanpa peralatan atau sumber daya yang tepat untuk membersihkannya, amunisi ini terus menyebabkan kematian, cedera, dan cacat permanen.

    Lebih dari 52.600 warga Palestina telah terbunuh di Gaza dalam serangan brutal Israel sejak Oktober 2023, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

    Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan November lalu untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

     

    (oln/anews/*)

  • Afrika Selatan Mengatakan Pemboman Terbaru Israel di Gaza Melanggar Hukum Internasional – Halaman all

    Afrika Selatan Mengatakan Pemboman Terbaru Israel di Gaza Melanggar Hukum Internasional – Halaman all

    Afrika Selatan Mengatakan Pemboman Terbaru Israel di Gaza Melanggar Hukum Internasional

    TRIBUNNEWS.COM- Afrika Selatan mengatakan bahwa pemboman terbaru Israel di Jalur Gaza adalah “skala yang belum pernah terjadi sebelumnya” dan melanggar hukum internasional, kantor berita Anadolu  melaporkan.

    Pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Israel meliputi “secara terang-terangan menargetkan personel kemanusiaan, menghalangi bantuan kemanusiaan, penolakan layanan dasar, makanan, dan air sebagai senjata perang, serta penghancuran infrastruktur Gaza secara serampangan,” utusan PBB Mathu Joyini mengatakan kepada Dewan Keamanan.

    Ia mengatakan “pendekatan brutal” Israel menunjukkan pengabaian terhadap upaya gencatan senjata, sehingga menimbulkan kekhawatiran adanya niat genosida dan pelanggaran tambahan.

    “Harus ada pertanggungjawaban atas semua kekejaman, genosida yang sedang berlangsung, pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan perang yang dilakukan terhadap rakyat Palestina,” kata Joyini.

    Ia mendesak negara-negara anggota dan pihak-pihak lain untuk membaca laporan publik Afrika Selatan yang diserahkan kepada Dewan Keamanan, yang mendokumentasikan bukti tindakan genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza.

    “Tidak ada satu negara pun yang boleh melanggar hukum internasional dan pada saat yang sama meminta negara lain untuk mematuhinya,” kata Joyini.

    Dewan harus “bertindak sekarang,” katanya. “Kita harus tegas dalam tekad kita untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional, tanpa kecuali.”

    Setelah Afrika Selatan mengajukan proses hukum di Mahkamah Internasional (ICJ) terhadap Israel atas pelanggaran Konvensi Genosida 1948 di Gaza, beberapa negara bergabung dalam kasus tersebut termasuk Kolombia, Kuba, Libya, Meksiko, Spanyol, Belize, dan Türkiye.

    Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) secara terpisah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.​​​​​​​​

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Populer Internasional: 100 Hari Pemerintahan Donald Trump – Jet Tempur India Patroli di Atas Kashmir – Halaman all

    Populer Internasional: 100 Hari Pemerintahan Donald Trump – Jet Tempur India Patroli di Atas Kashmir – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berita populer internasional dimulai dari perayaan 100 hari Donald Trump menjabat sebagai presiden Amerika Serikat.

    Trump menggelar acara bergaya kampanye di Michigan, negara bagian yang dianggap signifikan dalam kemenangannya.

    Sementara itu, di tengah ketegangan India dan Pakistan, jet tempur India patroli di atas Jammu dan Kashmir.

    Berikut berita populer internasional selengkapnya dalam 24 jam terakhir.

    1. Rayakan 100 Hari Menjabat sebagai Presiden, Donald Trump: Tidak Ada yang Bisa Menghentikan Saya

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, merayakan hari ke-100 masa jabatannya dengan menggelar acara bergaya kampanye di Michigan pada Selasa, 29 April 2025.

    Dalam pidatonya, Trump menyindir “hakim kiri radikal komunis” yang menurutnya berusaha merebut kekuasaannya.

    Ia juga menyebut bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menghentikannya.

    Dilansir The Guardian, pemilihan Michigan sebagai lokasi acara mencerminkan pengakuan Trump atas peran negara bagian tersebut sebagai medan tempur penting yang membantunya mengalahkan Kamala Harris dalam pemilu November lalu. 

    Selain itu, Michigan dinilainya sebagai calon penerima manfaat dari kebijakan tarif yang ia klaim akan menghidupkan kembali sektor manufaktur AS.

    Namun, arena olahraga dan pameran besar di kota Warren, dekat Detroit, tempat acara berlangsung, hanya terisi setengahnya.

    Banyak peserta juga meninggalkan lokasi sebelum pidato Trump yang berlangsung selama 89 menit selesai.

    “Kita berada di sini malam ini, di jantung negara kita, untuk merayakan 100 hari pertama dari pemerintahan paling sukses dalam sejarah negeri ini!” kata Trump.

    “Dalam 100 hari, kita telah mewujudkan perubahan paling mendalam di Washington dalam hampir satu abad.”

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    2. Trump Murka, Maki Bos Amazon di Telepon Gegara Mau Tampilkan Biaya Tarif AS di Situs Web

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump murka dan memaki bos raksasa ritel daring Amazon, Jeff Bezos setelah perusahaan tersebut mempertimbangkan rencana untuk menampilkan biaya tarif tambahan di situs webnya.

    Hal tersebut diungkap langsung oleh dua juru bicara Gedung Putih yang enggan disebutkan identitasnya, Rabu (30/4/2025).

    Dalam pernyataan resminya, mereka mengatakan bahwa pemerintahan Trump telah melayangkan kecaman via telepon ke Bezos yang dianggap melakukan tindakan “bermusuhan dan politis”.

    “Trump menelepon Bezos, mengecam laporan bahwa Amazon mempertimbangkan untuk menampilkan biaya tarif AS pada produk tertentu di situs web perusahaan,” ujar dua pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNN International.

    “Tentu saja dia marah. Mengapa perusahaan bernilai miliaran dolar harus membebankan biaya kepada konsumen?” imbuh seorang pejabat yang tidak mau disebutkan namanya.

    Tak hanya Trump yang murka, Sekretaris Pers Karoline Leavitt juga turut mengecam keras rencana Amazon.

    “Saya baru saja menutup telepon dengan Presiden mengenai pengumuman Amazon. Ini adalah tindakan yang bermusuhan dan politis oleh Amazon,” klaim Leavitt.

    Dia kemudian menuduh perusahaan tersebut munafik karena tidak mencantumkan kenaikan harga akibat inflasi setelah pandemi.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    3. Jet Tempur India Berpatroli di Atas Jammu dan Kashmir, Lalu Mundur Setelah Pakistan Merespons

    Di tengah ketegangan regional yang sedang berlangsung, empat jet tempur Rafale milik Angkatan Udara India (IAF) melakukan patroli malam di atas Jammu dan Kashmir pada tanggal 29–30 April.

    Menurut sumber keamanan Pakistan, jet tempur mundur setelah identifikasi dan respons cepat dari Angkatan Bersenjata Pakistan, News.Az melaporkan, mengutip Geo News . 

    “Pada malam 29/30 April, empat jet Rafale India melakukan patroli di dalam batas geografis India,” sumber tersebut mencatat.

    Pasukan Pakistan siap memberikan balasan yang setimpal terhadap setiap agresi India, kata mereka.

    Jet Tempur India Mundur

    Jet tempur India mundur dari wilayah Kashmir yang diduduki setelah tanggapan cepat Angkatan Udara Pakistan

    Respon cepat dan tepat waktu Angkatan Udara Pakistan (PAF) pada hari Rabu memaksa empat jet tempur Rafale India mundur di Jammu dan Kashmir yang Diduduki Secara Ilegal oleh India (IIOJK), kantor berita pemerintah Pakistan, APP, melaporkan, mengutip sumber keamanan.

    Menurut Associated Press Pakistan , pada malam 29/30 April, empat jet Rafale India melakukan patroli di dalam batas geografis India di wilayah udara Kashmir yang diduduki.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    4. ICC Kunci Mulut Jaksa, Surat Penangkapan Pejabat Israel Dilarang Diumumkan ke Publik

    Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dilarang mempublikasikan permohonan surat penangkapan baru terkait kasus Palestina.

    Para hakim memerintahkan agar proses tersebut dilakukan secara rahasia, terang The Guardian dalam laporan eksklusifnya.

    Dalam perintah tertutup yang dikeluarkan bulan ini, para hakim ICC memberi tahu Jaksa Karim Khan bahwa ia tidak boleh lagi menyebutkan secara publik keberadaan atau rencananya untuk mengajukan surat penangkapan.

    Perintah ini muncul ketika Khan tengah menyiapkan putaran baru permohonan surat perintah penangkapan untuk pejabat Israel yang diduga terlibat kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di wilayah pendudukan Palestina.

    Sebelumnya, Khan telah mengajukan surat penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. 
     
    Sementara itu, surat penangkapan yang ditujukan kepada pemimpin militer Hamas dibatalkan setelah kematiannya dikonfirmasi.

    Pembatasan terbaru terhadap Khan menambah ketegangan antara kantor kejaksaan dan hakim ICC, terutama atas gaya terbuka Khan dalam mengumumkan rencana penindakan hukum—gaya yang berbeda dari pendahulunya.

    Menurut The Guardian, pendekatan Khan dalam beberapa kasus sebelumnya, termasuk Myanmar, Taliban di Afghanistan, serta kekerasan di Darfur, menuai perhatian gara-gara diumumkan ke publik sebelum surat penangkapan disetujui hakim.

    Pengumuman-pengumuman tersebut terjadi di tengah tekanan besar terhadap Khan.

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    5. Viral Wanita Rusia 80 Tahun Bangun Sendiri setelah Terjatuh dari Balkon Lantai 6, Tanpa Luka Serius

    Seorang wanita berusia 80 tahun terjatuh dari balkon lantai 6 apartemennya.

    Ia menghantam sebuah mobil, namun tidak mengalami luka serius.

    Insiden ini terjadi pada 15 April 2025 di Yekaterinburg, Rusia.

    Kejadian tersebut terekam kamera CCTV dan kemudian viral di media sosial.

    Dalam video terlihat bagaimana wanita itu menghantam mobil yang terparkir di bawah.

    Ia masih tampak bergerak setelah mendarat di atas mobil.

    Menurut laporan Daily Star, wanita tersebut bangkit tak lama setelah jatuh.

    Ia bahkan bisa berjalan sendiri dan kemudian meminta bantuan tetangganya untuk dibawa ke rumah sakit.

    Wanita itu kemudian dirawat di rumah sakit untuk memastikan tidak mengalami luka dalam yang parah.

    Para pengguna media sosial ramai mengomentari keberuntungan wanita tersebut.

    Salah satu komentar menyebut:

    “Ia mendarat dengan sangat sempurna, seperti seorang pegulat atau pemeran pengganti.”

    Pengguna lain menyoroti betapa tipisnya jarak antara hidup dan mati:

    BACA SELENGKAPNYA >>>

    (Tribunnews.com)

  • Orang Yahudi akan Bunuh Orang Yahudi, Politisi Israel Peringatkan akan Kemungkinan Perang Saudara – Halaman all

    Orang Yahudi akan Bunuh Orang Yahudi, Politisi Israel Peringatkan akan Kemungkinan Perang Saudara – Halaman all

    Orang Yahudi akan Bunuh Orang Yahudi, Politisi Israel Peringatkan akan Kemungkinan Perang Saudara

    TRIBUNNEWS.COM-  Perang Benjamin Netanyahu tidak hanya terjadi di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, Lebanon, Suriah, Yaman, Iran, Irak – tetapi juga terjadi di lembaga-lembaga Israel sendiri, partai-partai oposisi, dan sisa-sisa terakhir pertikaian internal. 

    Kini, para veteran politik paling senior di negara pendudukan itu memperingatkan akan terjadinya Perang Saudara.

    Sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim memimpin rakyatnya menuju “kemenangan total,” yang bertujuan untuk “mengubah wajah Timur Tengah,” ia malah mengarahkan negara tersebut ke arah otokrasi dan memicu keruntuhan dalam negeri. Seperti yang ditulis Robert Inlakesh kolom opini di Cradle.

    “Kami tengah mempersiapkan diri untuk tahap-tahap perang berikutnya – di tujuh front,” kata perdana menteri Israel pada awal Maret, sebelum meninggalkan gencatan senjata Gaza. 

    Namun, ia mengabaikan medan pertempuran internal yang terjadi di dalam negeri – medan yang tidak memiliki jalan keluar yang jelas. 

    Sementara itu, saat diadili atas kasus korupsi, Netanyahu berupaya memusatkan kewenangan dengan menyingkirkan para pembangkang dan menempatkan struktur pemerintahan di bawah kendali pribadi. 

    Hal ini telah meningkatkan ketegangan dengan komunitas intelijen dan lembaga militer Israel, yang memicu kerusuhan internal yang menyaingi medan perang eksternal. 

    Kudeta yudisial 

    Sebelum peluncuran Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, koalisi yang berkuasa di bawah Netanyahu telah mendorong keras “reformasi” peradilan yang bertujuan untuk menetralkan Mahkamah Agung Israel. 

    Tanpa konstitusi formal, Israel bergantung pada Mahkamah Agung sebagai pemeriksaan terakhir terhadap tindakan eksekutif yang melampaui batas. Membubarkan lembaga ini merupakan tujuan utama Netanyahu dan sekutu sayap kanannya.

    Saat itu, Presiden Isaac Herzog sudah memperingatkan bahwa perang saudara sedang mendekat. Protes mingguan meletus di Tel Aviv dan menduduki Yerusalem. Para demonstran mengkhawatirkan definisi ulang negara secara teokratis yang akan menghapus karakter sekulernya. 

    Bahkan personel intelijen dan militer Israel ikut menentang, dan pada Maret 2023, Histadrut – serikat buruh tertinggi negara pendudukan – mendukung pemogokan umum. Banyak tentara bahkan menolak bertugas.

    Meskipun perang di Gaza untuk sementara mengesampingkan krisis internal ini, Netanyahu dengan cepat menghidupkan kembali perebutan kekuasaannya setelah pengawasan publik beralih, menyalahkan kepala intelijen atas kegagalan operasional sambil mengembalikan pembersihan para pesaingnya.

    Kekuatan terkonsolidasi melalui krisis

    Reformasi peradilan Israel, yang memecah belah masyarakat Israel pada tahun 2023, ditujukan untuk mengekang kekuasaan Mahkamah Agung. 

    Israel tidak memiliki Konstitusi dan malah meniru sistem Mandat Inggris sebelumnya dan pasukan Ottoman yang memerintah Palestina. 

    Oleh karena itu, Mahkamah Agung telah lama berdiri sebagai sarana mencegah politisi dalam koalisi penguasa mengubah hakikat Negara secara mendasar, bertindak sebagai kekuatan penyeimbang bagi pemerintah.

    Amandemen yang diusulkan Netanyahu terhadap sistem ini, yang lebih tepat digambarkan sebagai perombakan peradilan, akan memungkinkan koalisinya untuk membuat undang-undang baru, memengaruhi bagaimana hakim Mahkamah Agung dipilih, dan secara drastis membatasi kewenangan yang dipegang oleh pengadilan untuk membatalkan undang-undang. 

    Contohnya adalah “ RUU kewajaran ” yang awalnya disahkan pada bulan Juli 2023, yang berupaya mencegah Mahkamah Agung membatalkan keputusan pemerintah yang dianggap “sangat tidak masuk akal”.

    Secara keseluruhan, pemerintah koalisi sayap kanan Israel, yang terdiri dari partai-partai keagamaan ekstremis, dianggap berupaya memanfaatkan perombakan peradilan untuk mengesahkan serangkaian undang-undang yang akan menjadikan Israel negara teokratis. 

    Tentu saja, banyak warga Israel di kalangan militer, badan intelijen, partai politik, dan elite keuangan khawatir tentang perubahan mendasar seperti itu pada sifat negara mereka dan lembaga-lembaganya, sehingga memicu reaksi keras terhadap Netanyahu.

    Pada awal perang genosida di Gaza, Israel telah membentuk pemerintahan perang darurat, yang mencakup sejumlah pejabat senior dari berbagai kubu politik. Karena terkejut dengan kekalahan mendadak Komando Selatan Israel dan terpaku pada apa yang akan terjadi selanjutnya, isu reformasi hukum menjadi tidak relevan untuk beberapa waktu. 

    Namun, tanda-tanda yang ada menunjukkan krisis dalam negeri belum berakhir, karena Netanyahu dengan cepat menyalahkan para pemimpin komunitas intelijennya sendiri atas kegagalan 7 Oktober, yang memicu pertikaian internal yang tidak dapat diatasi dengan permintaan maafnya yang terlambat.

    Pada bulan Juni 2024, tokoh oposisi Benny Gantz dan mantan kepala militer Gadi Eisenkot telah mengundurkan diri dari kabinet, sehingga meruntuhkan pemerintahan persatuan yang rapuh. Hal ini membuka jalan bagi Netanyahu untuk menegaskan kembali agenda kekuasaannya – yang pertama kali dimulai dengan kedok reformasi peradilan.

    Pada bulan November 2024, menteri pertahanan yang juga buron , Yoav Gallant, yang telah berulang kali berselisih dengan Netanyahu, dipaksa mengundurkan diri . Ia digantikan oleh Israel Katz, seorang loyalis lama dengan pengalaman terbatas. Sementara itu, mantan saingannya Gideon Saar diangkat sebagai menteri luar negeri – sebuah upaya strategis untuk mengkooptasi perbedaan pendapat.

    Membentuk kembali komando Israel

    Pada bulan yang sama, dua ajudan senior perdana menteri Israel didakwa karena membahayakan keamanan negara dengan menyalurkan informasi rahasia langsung ke Netanyahu dan melewati jalur resmi. 

    Pengungkapan ini bermula dari apa yang disebut skandal “Bibi Files” – kumpulan materi yang merusak yang disembunyikan selama berbulan-bulan berdasarkan perintah bungkam yang diberlakukan pada media Israel.

    Menurut Haaretz , “Lingkaran dalam Netanyahu terlibat dalam penyelidikan.” Laporan tersebut merinci bagaimana perdana menteri melindungi dirinya dari tanggung jawab langsung melalui lapisan loyalis yang dikontrol ketat, menciptakan apa yang digambarkan media tersebut sebagai “zona kekebalan untuk dirinya sendiri – lapisan ajudan dan penasihat yang memisahkannya dari kecurigaan terbaru.”

    Dengan penyelidikan Shin Bet yang terbatas pada kebocoran selektif dan polisi Israel yang secara efektif dinetralisir oleh bayang-bayang Menteri Keamanan sayap kanan Itamar Ben Gvir yang membayangi, Netanyahu tetap tak tersentuh. 

    Ben Gvir sempat mengundurkan diri selama jeda operasi di Gaza, hanya untuk muncul kembali saat pertikaian Netanyahu dengan kepala Shin Bet Ronen Bar kembali memanas.

    Di tengah kebuntuan kelembagaan ini, Netanyahu menyerahkan tanggung jawab atas gencatan senjata dan negosiasi tahanan dengan Hamas kepada orang kepercayaannya Ron Dermer. 

    Langkah tersebut mencabut peran tradisional Mossad dan Shin Bet Israel dalam perundingan semacam itu, yang secara efektif mengubah kantor perdana menteri menjadi pusat dari semua keterlibatan diplomatik berisiko tinggi. 

    Hal ini menandai kudeta diam-diam – manuver terbaru Netanyahu untuk memusatkan kekuasaan.

    Ia kemudian mengganti kepala staf militer yang akan lengser dengan Eyal Zamir , sekutu lama yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris militernya. 

    Setelah menjabat, Zamir memulai perubahan personel yang menyeluruh dalam komando tinggi militer Israel, merestrukturisasinya agar lebih selaras dengan doktrin perang “tujuh front” Netanyahu.

    Tidak lama setelah itu, juru bicara militer Daniel Hagari – salah satu dari sedikit pejabat publik yang masih dipercaya secara luas – disingkirkan. Hagari pernah berselisih dengan perdana menteri selama perang di Gaza. 
    Hingga November 2023, jajak pendapat menunjukkan hanya empat persen warga Israel yang memercayai Netanyahu, sementara 73,7 persen menaruh kepercayaan pada Hagari. Meskipun permusuhan terus berlanjut, popularitas juru bicara tersebut tetap konsisten – yang pada akhirnya menentukan nasib politiknya.

    Perang intelijen

    Pada tanggal 21 Maret, Netanyahu berupaya memecat kepala Shin Bet Ronen Bar, yang meningkatkan perebutan kekuasaannya dengan para kepala intelijen dalam negeri. Pemecatan tersebut – yang dikeluarkan di tengah meningkatnya pengawasan atas skandal kebocoran “Bibi Files” – memicu protes massal dan diblokir sementara oleh Mahkamah Agung.

    Bar sendiri berpendapat bahwa pemecatannya tidak berdasarkan alasan yang sah, namun pemerintah menyatakan bahwa “kurangnya kepercayaan, yang tidak menciptakan ruang bagi lingkungan kerja yang produktif”, memang menjadi alasan pemecatan kepala intelijen tersebut.

    Jaksa Agung Israel Gali Baharav-Miara kemudian memutuskan bahwa pemecatan Bar merupakan “konflik kepentingan,” yang berujung pada pemecatannya sendiri. Sebagai tanggapan, ketua Asosiasi Pengacara Israel, Amit Becher, menuntut Menteri Kehakiman Yariv Levin menghentikan proses pemecatan.

    Pemecatan Bar bertepatan dengan munculnya kembali skandal ” Qatargate “, yang pertama kali dilaporkan oleh jurnalis Haaretz, Bar Peleg. 

    Kasus tersebut berpusat pada para pembantu Netanyahu yang diduga dibayar untuk menjalankan kampanye humas pro-Qatar saat bekerja di dalam kantor PM – satu lagi tanda korupsi yang menggerogoti inti negara.

    Ketika Mahkamah Agung turun tangan untuk menunda pemecatan Bar, hal itu memicu kembali retorika antipengadilan di antara koalisi sayap kanan Netanyahu. Kampanye jangka panjang untuk menetralkan peradilan Israel kembali menjadi agenda.

    Jalan menuju otoritarianisme

    Strategi Netanyahu kini jelas: singkirkan perbedaan pendapat, pasang loyalis, dan konsolidasikan kekuasaan melalui kekacauan. 

    Seperti yang dikatakan jurnalis Israel Uzi Baram, ada ” pertempuran untuk merebut jiwa Israel .” Mantan PM Ehud Olmert mengeluarkan peringatan yang lebih serius, meramalkan bahwa “para perusuh,” yang didorong oleh retorika Netanyahu dan dipersenjatai oleh Menteri Keamanan Itamar Ben Gvir, mungkin akan segera menyerbu studio televisi seperti yang mereka lakukan terhadap lembaga peradilan.

    “Secara perlahan dan diam-diam,” mantan perdana menteri lainnya, Ehud Barak memperingatkan, “Netanyahu sedang membawa Israel ke titik yang tidak bisa kembali. Titik keruntuhan demokrasi akan datang tanpa bisa kita prediksi sebelumnya – dan pada titik di mana kita tidak bisa lagi menghentikannya.”

    Pemimpin oposisi dan mantan PM Yair Lapid kini memperingatkan tentang pembunuhan politik di dalam Israel. Minggu lalu, ia memperingatkan dengan nada mengancam: 

    “Saya sekarang ingin mengeluarkan peringatan berdasarkan informasi intelijen yang jelas: Kita sedang menuju bencana lain. Kali ini bencana itu akan datang dari dalam. Tingkat hasutan dan kegilaan belum pernah terjadi sebelumnya. Akan ada pembunuhan politik di sini. Orang Yahudi akan membunuh orang Yahudi,”

    Sementara itu, sekitar 100.000 tentara cadangan Israel menolak untuk bertugas . Suasana hati masyarakat luas mencerminkan kegelisahan yang mendalam – menurut Maariv , 60 persen warga Israel kini percaya bahwa perang saudara adalah bahaya nyata. 

    Ratusan veteran Mossad, tentara cadangan, dan mantan pejabat telah menandatangani surat yang menuntut pertukaran tahanan dengan Hamas. 

    Ini adalah upaya terakhir untuk menghentikan jatuhnya rezim otoriter. Para loyalis Netanyahu mengeluarkan perintah untuk memecat para veteran ini.

    Saat perang berkecamuk di luar negeri, pertempuran terberat Netanyahu kini terjadi di “dalam negeri” – melawan institusi-institusi yang pernah mendefinisikan negara pendudukan.

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • Terbaru! Norwegia Resmi Akui Kemerdekaan Palestina

    Terbaru! Norwegia Resmi Akui Kemerdekaan Palestina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Norwegia secara resmi mengumumkan pembentukan hubungan diplomatik dengan Negara Palestina pada Kamis (25/4/2025). Langkah ini menjadi sinyal kuat dari negara Eropa tersebut di tengah serangan Israel ke Gaza yang menuai kecaman luas dunia internasional.

    Pengumuman ini bertepatan dengan penyerahan surat kepercayaan oleh Duta Besar Palestina yang baru untuk Norwegia, Marie Sedin, dalam sebuah upacara resmi di Istana Kerajaan. Dalam seremoni tersebut, Sedin menyerahkan surat kepercayaan kepada Raja Harald V dari Norwegia.

    Dengan pengakuan resmi ini, Palestina kini memiliki saluran diplomatik di Oslo, menandai babak baru hubungan bilateral kedua negara.

    Norwegia bergabung dengan 13 negara Eropa lainnya yang telah lebih dulu mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Secara global, 148 dari 193 negara anggota PBB telah memberikan pengakuan serupa.

    Hak untuk Kemerdekaan Palestina

    Keputusan Norwegia untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat sebenarnya telah diumumkan sejak 22 Mei tahun lalu, di tengah meningkatnya serangan Israel ke Gaza yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa di pihak Palestina.

    Norwegia telah berulang kali menyatakan bahwa Palestina memiliki hak untuk merdeka dan menentukan nasib sendiri.

    Oslo juga mendukung solusi dua negara, di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dalam negara mereka masing-masing.

    Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel ke Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 51.200 warga Palestina dan melukai ratusan ribu lainnya.

    Israel kini tengah menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), serta surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Tak hanya itu, Norwegia menjadi negara Eropa pertama yang secara terbuka menyatakan akan menangkap Netanyahu dan Gallant jika mereka memasuki wilayah Norwegia.

    (pgr/pgr)