Tag: Yoav Gallant

  • Komisi PBB Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Komisi PBB Tuding Israel Lakukan Genosida di Gaza

    Jakarta

    Para penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tergabung dalam sebuah komisi penyelidikan, menuding Israel melakukan “genosida” di Gaza sebagai upaya untuk “menghancurkan rakyat Palestina di sana”.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menemukan bahwa “genosida sedang terjadi di Gaza dan terus terjadi”, kata kepala komisi tersebut, Navi Pillay kepada AFP, Selasa (16/9/2025).

    “Tanggung jawab berada di tangan negara Israel,” imbuhnya.

    Komisi tersebut, yang bertugas menyelidiki situasi hak asasi manusia di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki, menerbitkan laporan terbarunya ini hampir dua tahun setelah perang meletus di Gaza menyusul serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel.

    Hampir 65.000 orang telah tewas di Gaza sejak perang dimulai, menurut angka-angka dari Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai kelompok Hamas.

    Sebagian besar warga Gaza telah mengungsi setidaknya sekali. Lebih banyak pengungsian massal saat ini berlangsung seiring Israel meningkatkan upaya untuk menguasai Kota Gaza, di mana PBB telah menyatakan bencana kelaparan besar-besaran.

    Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) menyimpulkan bahwa otoritas dan pasukan Israel sejak Oktober 2023 telah melakukan “empat dari lima tindakan genosida” yang tercantum dalam Konvensi Genosida 1948.

    Ini termasuk “membunuh para anggota kelompok, menyebabkan cedera fisik atau mental yang serius pada anggota kelompok, dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk mengakibatkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian, dan menerapkan tindakan yang bertujuan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok”.

    Para penyelidik PBB mengatakan pernyataan eksplisit oleh otoritas sipil dan militer Israel beserta pola tindakan pasukan Israel “menunjukkan bahwa tindakan genosida dilakukan dengan niat untuk menghancurkan warga Palestina di Jalur Gaza sebagai sebuah kelompok”.

    Laporan komisi tersebut menyimpulkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant telah “menghasut terjadinya genosida dan bahwa otoritas Israel telah gagal mengambil tindakan terhadap mereka untuk menghukum hasutan ini”.

    “Tanggung jawab atas kejahatan kekejaman ini berada di tangan otoritas Israel di eselon tertinggi,” ujar Pillay, 83 tahun, mantan hakim Afrika Selatan yang pernah memimpin pengadilan internasional untuk Rwanda dan juga menjabat sebagai kepala hak asasi manusia PBB.

    Komisi ini bukanlah badan hukum, tetapi laporannya dapat memberikan tekanan diplomatik dan berfungsi untuk mengumpulkan bukti yang nantinya dapat digunakan oleh pengadilan.

    Pillay mengatakan kepada AFP bahwa komisi tersebut bekerja sama dengan para jaksa International Criminal Court (ICC). “Kami telah berbagi ribuan informasi dengan mereka,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • AS Sanksi 3 Kelompok HAM Palestina Penuntut Israel di ICC

    AS Sanksi 3 Kelompok HAM Palestina Penuntut Israel di ICC

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi atas tiga kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Palestina. Ketiga kelompok HAM itu adalah Pusat HAM berpusat di Gaza, Pusat HAM Al Mezan, dan Pusat HAM Al-Haq yang berbasis di Ramallah. Namun belum jelas diungkapkan jenis sanksi yang dimaksud.

    Ketiganya, akhir November 2023 lalu, telah menuntut Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menyelidiki dan menangkap pemimpin Israel atas tuduhan kejahatan perang di Gaza. Di mana, ICC pada akhir tahun 2024 lalu telah mengeluarkan perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan seorang pejabat senior Hamas yang sekarang sudah meninggal.

    “(Ketiga kelompok HAM tersebut) terlibat langsung dalam upaya Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki, menangkap, menahan, atau mengadili warga negara Israel, tanpa persetujuan Israel,” kata Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dalam keterangannya, seperti dikutip dari CNN International, Sabtu (6/9/2025).

    Sanksi ini muncul beberapa hari setelah para pakar genosida terkemuka dunia menyatakan, tindakan Israel di Gaza memenuhi definisi hukum genosida.

    Disebutkan CNN International, pemerintahan Presiden AS Donald Trump tengah menggencarkan kampanye untuk menghukum organisasi-organisasi yang terlibat dalam upaya ICC menghukum Israel dalam perang di Gaza.

    Sebelumnya, AS telah menjatuhkan sanksi kepada 9 orang yang bekerja untuk ICC. AS juga telah menetapkan penolakan dan mencabut visa bagi anggota Otoritas Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina.

    Kata Rubio, “AS akan terus merespons dengan konsekuensi yang signifikan dan nyata untuk melindungi pasukan kami, kedaulatan kami, dan sekutu kami dari pengabaian kedaulatan ICC, dan untuk menghukum entitas yang terlibat dalam pelanggaran wewenangnya.”

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Ultimatum Hamas: Bebaskan 20 Sandera Israel atau…

    Trump Ultimatum Hamas: Bebaskan 20 Sandera Israel atau…

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendesak kelompok Palestina Hamas untuk segera membebaskan 20 sandera yang masih ditahan di Gaza. Trump menegaskan, situasi akan berubah drastis jika para sandera dilepaskan.

    “Beri tahu Hamas untuk SEGERA mengembalikan semua 20 sandera (bukan 2, 5, atau 7!), dan keadaan akan berubah dengan cepat. INI AKAN BERAKHIR!” tulis Trump melalui akun Truth Social, dikutip Kamis (4/9/2025).

    Meski begitu, Trump tidak merinci langkah apa yang akan diambil maupun apa yang dimaksud dengan “akhir” jika Hamas membebaskan para sandera.

    Menurut otoritas Israel, sekitar 250 orang disandera Hamas setelah serangan 7 Oktober 2023. Dari jumlah itu, Tel Aviv memperkirakan 50 masih ditahan di Gaza, termasuk 20 orang yang diyakini masih hidup.

    Di sisi lain, kelompok hak asasi manusia menuduh Israel menahan lebih dari 10.800 warga Palestina di penjara dengan kondisi buruk, mulai dari penyiksaan, kelaparan, hingga pengabaian medis.

    Konflik Gaza juga menelan korban jiwa besar. Data otoritas kesehatan Gaza menyebut hampir 64.000 warga Palestina tewas sejak Oktober 2023.

    “Kondisi di Gaza sudah seperti neraka kemanusiaan, dengan kelaparan dan runtuhnya layanan kesehatan,” kata Direktur Eksekutif Human Rights Watch, Tirana Hassan, dalam laporan terbarunya, seperti dikutip Anadolu Agency.

    Sementara itu, Israel menghadapi tekanan hukum internasional. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November lalu menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang. Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

    Upaya internasional untuk mendorong gencatan senjata masih buntu setelah Israel membatalkan perjanjian pada Maret 2025.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kepala UNRWA Desak Israel Berhenti Sangkal Bencana Kelaparan di Gaza

    Kepala UNRWA Desak Israel Berhenti Sangkal Bencana Kelaparan di Gaza

    Jakarta

    Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, Philippe Lazzarini, mendesak Israel untuk berhenti menyangkal tanggung jawab atas bencana kelaparan yang ditimbulkannya di Jalur Gaza. UNRWA juga meminta negara-negara berpengaruh untuk segera bertindak demi mengakhiri krisis.

    “Sudah saatnya Pemerintah Israel berhenti menyangkal bencana kelaparan yang telah diciptakannya di Gaza,” ujar Philippe Lazzarini di platform media sosial AS, X, dilansir Anadolu, Minggu (24/8/2025).

    “Semua pihak yang berpengaruh harus menggunakannya dengan tekad dan rasa tanggung jawab moral. Setiap jam berharga,” tambahnya.

    Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC), pemantau kelaparan global yang didukung PBB, mengonfirmasi bahwa bencana kelaparan telah terjadi di wilayah Gaza, dan memproyeksikan bahwa bencana tersebut akan menyebar ke wilayah tengah dan selatan wilayah tersebut pada akhir September.

    Diketahui serangan Israel telah membunuh lebih dari 62.000 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023. Kampanye militer tersebut telah menghancurkan daerah kantong tersebut, menyebabkan kematian akibat kelaparan, migrasi paksa, dan penyebaran penyakit.

    November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Lihat juga Video: Kelaparan di Gaza Makin Parah, 132 Ribu Anak Berisiko Meninggal

    (yld/knv)

  • Mantan Pebasket Palestina Dibunuh Tentara Israel di Khan Yunis

    Mantan Pebasket Palestina Dibunuh Tentara Israel di Khan Yunis

    JAKARTA – Mantan pemain Tim Nasional Palestina, Mohammed Shaalan, ditembak mati oleh tentara Israel di Khan Yunis, Gaza Selatan, pada Selasa, 19 Agustus 2025.

    Menurut sumber-sumber lokal, Shaalan—salah satu bintang basket paling terkemuka di Gaza—menjadi sasaran tembak saat berusaha mendapatkan makanan untuk anak-anaknya.

    Menurut kantor berita Palestina, Wafa, Shaalan berjuang mati-matian mencari makanan dan obat-obatan, terutama untuk putrinya, Mariam, yang tengah menderita gagal ginjal dan keracunan darah akut.

    Selama aktif menjadi pemain, Shaalan bermain untuk beberapa klub basket lokal dan mewakili Palestina sebagai bagian Tim Nasional.

    Tewasnya Shaalan membuat jumlah anggota komunitas olahraga Palestina yang terbunuh mencapai kurang lebih 670 orang. Pasukan Israel juga telah menghancurkan 288 fasilitas olahraga di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

    Israel baru-baru ini menghadapi kritik internasional yang tajam setelah membunuh mantan pesepak bola Palestina Suleiman al-Obeid, yang dikenal sebagai “Pele Palestina” saat ia sedang menunggu bantuan di dekat titik distribusi di Gaza Selatan.

    Menurut perkiraan TRT Global, sudah lebih dari 800 atlet telah tewas di Gaza sejak dimulainya serangan Israel pada 7 Oktober 2023. Jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah karena serangan masih berlangsung.

    Warga Palestina yang berusaha mengumpulkan makanan dari lokasi-lokasi Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) berulang kali diserang oleh tentara Israel dan tentara bayaran Amerika Serikat (AS).

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan lebih dari 1.300 warga Palestina tewas saat mencoba mengakses makanan di lokasi bantuan.

    Laporan media yang mengutip whistleblower mengklaim banyak dari mereka sengaja ditembak oleh tentara Israel atau kontraktor keamanan Amerika Serikat yang bekerja untuk GHF.

    Walaupun sangat berbahaya, ribuan warga Palestina terus mempertaruhkan nyawa mereka setiap hari di lokasi-lokasi GHF dalam upaya untuk bertahan hidup.

    Total Israel tercatat telah membunuh lebih dari 62.000 warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023.

    November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah inclave (kantong) tersebut.

  • Gaza Hadapi Kelaparan Massal yang Dibuat dan Disengaja

    Gaza Hadapi Kelaparan Massal yang Dibuat dan Disengaja

    JAKARTA – Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan kelaparan massal di Jalur Gaza “dibuat dan disengaja.”

    Mereka mengatakan mekanisme distribusi bantuan yang didukung Israel dan AS, yang dikenal sebagai “Yayasan Kemanusiaan Gaza,” atau GHF, dibentuk untuk memuluskan “tujuan militer dan politik.”

    “Kelaparan massal yang disengaja dan terencana. Hari ini, lebih banyak anak meninggal, tubuh mereka kurus kering karena kelaparan,” demikian pernyataan tersebut dilansir ANTARA dari Anadolu, Sabtu, 26 Juli.

    Mereka menekankan “sistem distribusi (GHF) yang cacat tersebut tidak dirancang untuk mengatasi krisis kemanusiaan.”

    UNRWA menekankan sistem itu “melayani tujuan militer dan politik. Sistem ini kejam karena lebih banyak merenggut nyawa daripada menyelamatkan nyawa.”

    Badan tersebut menjelaskan di bawah sistem tersebut, Israel mengendalikan “semua aspek akses kemanusiaan, baik di luar maupun di dalam Gaza.”

    Sejak 27 Mei, Tel Aviv mulai melaksanakan rencana penyaluran bantuan melalui “Yayasan Kemanusiaan Gaza,” mekanisme yang didukung oleh Israel dan AS tetapi ditolak oleh PBB dan organisasi-organisasi kemanusiaan besar.

    UNRWA mencatat selama gencatan senjata sebelumnya pada 2025, yang dimulai pada Januari dan kemudian tidak diimplementasikan oleh Israel pada Maret, mereka “membalikkan kelaparan yang semakin dalam.”

    Badan tersebut menambahkan “saat ini, UNRWA sendiri memiliki 6.000 truk bantuan makanan dan medis yang tertahan di Mesir dan Yordania.”

    UNRWA telah berulang kali menyerukan pengaktifan kembali mekanisme distribusi bantuan yang diawasi PBB untuk membantu meringankan krisis kelaparan di Gaza.

    Sejak 2 Maret, Israel sudah tidak melaksanakan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas serta menutup perlintasan Gaza, sehingga ratusan truk bantuan terdampar di perbatasan.

    Israel menolak seruan internasional untuk melaksanakan gencatan senjata dan terus melancarkan serangan brutal di Gaza sejak akhir 2023, sehingga menewaskan lebih dari 59.600 warga Palestina.

    Kematian akibat kelaparan melonjak dalam beberapa hari terakhir akibat blokade yang telah berlangsung selama berbulan-bulan dan buruknya distribusi bantuan yang dilakukan oleh lembaga bantuan GHF yang kontroversial.

    Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk PM Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

  • Suriah ‘Terjepit’ Konflik Internal dan Serangan Israel

    Suriah ‘Terjepit’ Konflik Internal dan Serangan Israel

    Jakarta

    Pemerintah Suriah mengumumkan gencatan senjata, untuk meredakan bentrokan antara milisi Druze dan Sunni di sekitar Suweida. Bente Scheller, pakar Suriah di Heinrich Bll Foundation mengatakan, bentrokan Suweida tampaknya disebabkan oleh konflik kepentingan kelompok-kelompok penduduk yang berbeda.

    Menurut organisasi Pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), lebih dari 300 orang tewas hingga Rabu (16/07). Konflik dipicu oleh pemukulan terhadap seorang pemuda Druze oleh warga Badui Sunni, yang memicu aksi balasan dan kekerasan lanjutan.

    Pemerintah Suriah mengerahkan pasukan ke Suweida, sekitar 100 km dari selatan Damaskus, untuk meredakan kekerasan.

    Menurut jurnalis Aymenn Jawad al-Tamimi, kelompok miisi Druze awalnya melawan, tetapi kemudian menyerahkan senjata mereka. SOHR melaporkan pada Selasa (15/07), pasukan pemerintah dan milisi sekutu mereka mengeksekusi 19 warga sipil Druze.

    Sebagai respons, Israel melancarkan serangan terhadap markas militer di Damaskus dan Suweida Rabu (16/7), dengan alasan melindungi komunitas Druze.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menegaskan, serangan itu bertujuan mencegah kekerasan terhadap warga Druze, yang di Israel dianggap sebagai kelompok minoritas loyal dan banyak bertugas di militer.

    Konflik berkepanjangan

    “Bentrokan di Suweida mencerminkan konflik jangka panjang antar berbagai kelompok masyarakat di Suriah,” kata Bente Scheller, kepala divisi Timur Tengah dan Afrika Utara di Yayasan Heinrich Bll, kepada DW.

    Pada bulan Maret hingga Mei, kekerasan sektarian meningkat di Suriah. Bentrokan terjadi antara kelompok Druze dan milisi pro-pemerintah di Jaramana, serta antara kelompok Alawi dan pasukan pemerintah di wilayah lain. Serangan balasan berlangsung selama berhari-hari, menewaskan lebih dari 1.300 orang. Banyak warga menilai kelompok Alawi sebagai pendukung rezim Assad yang telah tumbang.

    Meski tidak secara terbuka memihak, pemerintah Suriah saat ini dinilai terlalu pluralistik untuk mengendalikan semua aktor lokal. Menurut Andre Bank dari GIGA Institute, jika kekerasan dibiarkan, konflik antaragama kemungkinan besar akan terus berlanjut.

    Posisi Al-Sharaa terancam?

    Belum jelas apakah Presiden Ahmed al-Sharaa mampu mencegah meluasnya kekerasan di Suriah. Pada Mei dan Juni, AS dan Uni Eropa mencabut sanksi terhadap Suriah, tetapi tetap menuntut perlindungan bagi kelompok minoritas.

    Namun, serangan bunuh diri di gereja Kristen Damaskus pada akhir Juni, yang menewaskan 25 orang, menunjukkan tantangan besar dalam memenuhi harapan tersebut. Komunitas Kristen mendesak perlindungan lebih, dan sebagian mempertimbangkan untuk meninggalkan negara itu.

    Kementerian Dalam Negeri menyalahkan ISIS, tetapi menurut Bente Scheller, kelompok lain seperti mantan anggota Hayat Tahrir al-Sham (HTS) juga disebut-sebut. Al-Sharaa, mantan pemimpin HTS, dinilai mudah mengalihkan tanggung jawab ke ISIS.

    Sementara itu, warga juga meragukan keseriusan pemerintah dalam menyelidiki serangan terhadap komunitas Alawi, meski telah dijanjikan pembentukan komisi penyelidikan.

    Pemerintah baru di Damaskus menghadapi kekurangan dana untuk berbagai tugas penting, mulai dari merancang undang-undang pemilu hingga membangun kembali birokrasi federal.

    Penyelidikan atas bentrokan dan serangan baru-baru ini menambah beban kerja, sementara pemerintah di bawah al-Sharaa juga harus merespons tuntutan otonomi dari komunitas Kurdi di utara, yang tetap ingin menjadi bagian dari Suriah namun dengan hak yang lebih luas.

    Selama bertahun-tahun, kelompok Kurdi telah terlibat konflik dengan pasukan pro-Turki di wilayah tersebut. Penyelesaian konflik-konflik ini diperkirakan akan memakan waktu lama.

    Artikel ini awalnya diterbitkan dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Levie Wardana

    Editor: Prita Kusumaputri dan Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 67 Anak di Gaza Mati Kelaparan Akibat Ulah Israel Blokade Bantuan

    67 Anak di Gaza Mati Kelaparan Akibat Ulah Israel Blokade Bantuan

    Jakarta – Angka kelaparan di Gaza berada di tingkat mengkhawatirkan. Puluhan anak di Gaza dilaporkan meninggal dunia akibat Israel memblokade kiriman bantuan.

    “Setidaknya 67 anak telah meninggal dunia akibat kelaparan di Gaza sejak Oktober 2023, seiring blokade total Israel terhadap wilayah tersebut memasuki hari ke-103 berturut-turut,” bunyi pernyataan Kantor Media Pemerintah di Gaza, dilansir Anadolu Agency, Minggu (13/7/2025).

    Jumlah itu diprediksi bisa meningkat drastis. Pasalnya, saat ini ada lebih dari 650.000 anak di bawah usia 5 tahun di Gaza menghadapi malnustrisi parah akibat pembatasan akses makanan dan obat-obatan yang dilakukan tentara Israel.

    “Kelaparan kini membunuh apa yang tidak dibunuh oleh bom,” catat kantor tersebut.

    Kantor media tersebut mengatakan “puluhan kematian tambahan telah tercatat hanya dalam tiga hari terakhir saja, karena pasukan Israel terus memblokir masuknya tepung, susu formula bayi, serta pasokan nutrisi dan medis penting.”

    Saat ini, sekitar 1,25 juta orang di Gaza menderita kelaparan parah, sementara 96% populasi, termasuk lebih dari 1 juta anak-anak, menderita kerawanan pangan akut.

    Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas “kampanye kelaparan yang sistematis dan terorganisir” dan menyalahkan para pendukung internasionalnya secara hukum dan moral atas dukungan atau diamnya mereka.

    “Kami membunyikan alarm: ini adalah vonis mati massal yang terbentang di depan mata dunia,” kata kantor tersebut. “Intervensi internasional segera bukanlah pilihan, ini masalah hidup atau mati.”

    “Tidak ada sabun, tidak ada air bersih. Anak-anak di Gaza tidak dapat dimandikan dengan benar karena pengepungan yang masih berlangsung,” kata UNRWA dalam sebuah pernyataan.

    “Hal ini, ditambah dengan tempat penampungan yang penuh sesak dan panasnya musim panas, dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan yang mengerikan,” tambahnya.

    Menolak seruan internasional untuk gencatan senjata, tentara Israel telah melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, menewaskan hampir 57.900 warga Palestina sejauh ini, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

    Pengeboman tanpa henti telah menghancurkan daerah kantong tersebut dan menyebabkan kekurangan pangan serta penyebaran penyakit.

    November 2024 lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Tonton juga video “PMI Distribusikan Air Bersih Untuk Gaza” di sini:

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 5 Update Aksi Trump dalam 24 Jam: Tambah Musuh Lagi-Sanksi Pejabat PBB

    5 Update Aksi Trump dalam 24 Jam: Tambah Musuh Lagi-Sanksi Pejabat PBB

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih terus mengambil sejumlah kebijakan yang kontroversial. Tak cuma dalam bidang ekonomi dan perdagangan, orang nomor satu AS itu juga mengambil manuver yang memicu polemik dari segi politik.

    Berikut sejumlah kebijakan Trump sebagaimana dikutip CNBC Indonesia dari berbagai sumber, Kamis (10/7/2025):

    1. Beri Sanksi Pejabat PBB

    Trump menjatuhkan sanksi kepada Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Francesca Albanese. Hal ini dilakukan atas dokumentasi Albanese mengenai pelanggaran Israel terhadap Palestina selama perang di Gaza.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengumumkan sanksi tersebut pada hari Rabu (9/7/2025). Ia menuduh Albanese melancarkan sejumlah aksi yang menyudutkan AS dan Israel dan mengutip dorongan figur asal Italia itu untuk penuntutan pejabat Israel di Mahkamah Internasional (ICC) sebagai dasar hukum untuk sanksi tersebut.

    “Albanese telah melancarkan kampanye perang politik dan ekonomi melawan AS dan Israel,” ucapnya dikutip Al Jazeera.

    “Bias tersebut telah terlihat jelas sepanjang kariernya, termasuk merekomendasikan agar ICC, tanpa dasar yang sah, mengeluarkan surat perintah penangkapan yang menargetkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.”

    Rubio juga menyoroti laporan terbaru Albanese yang mendokumentasikan peran perusahaan internasional, termasuk perusahaan AS, dalam serangan Israel di Gaza, yang ia gambarkan sebagai genosida.

    “Kami tidak akan menoleransi kampanye perang politik dan ekonomi ini, yang mengancam kepentingan dan kedaulatan nasional kami,” ujar diplomat tinggi AS tersebut.

    2. Jatuhkan Tarif 50% ke Brasil, Presiden Balas Dendam

    Trump menjatuhkan tarif 50% kepada ekonomi terbesar Amerika Selatan, Brasil, mulai 1 Agustus mendatang. Hal ini tercantum dalam sebuah surat yang dikirimkan Trump kepada Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Rabu (9/7/2025).

    Mengutip Reuters, Trump melampiaskan kemarahan atas apa yang disebutnya sebagai persidangan “Perburuan Penyihir” terhadap pendahulu Lula yang berhaluan kanan, Jair Bolsonaro. Ia juga memerintahkan penyelidikan praktik perdagangan tidak adil yang dapat menyebabkan tarif yang lebih tinggi lagi.

    Trump kemudian juga mengkritik “Perintah Sensor yang RAHASIA dan MELANGGAR HUKUM terhadap platform Media Sosial AS,” yang merujuk pada putusan Mahkamah Agung Brasil baru-baru ini yang dapat meminta pertanggungjawaban platform media sosial atas konten penggunanya.

    “Serangan licik Brasil terhadap Pemilu Bebas, dan Hak Kebebasan Berbicara fundamental warga Amerika,” tuturnya dalam surat tersebut.

    “Harap dipahami bahwa angka 50% jauh lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk mencapai Kesetaraan yang harus kita miliki dengan Negara Anda. Dan ini diperlukan untuk memperbaiki ketidakadilan yang parah dari rezim saat ini.”

    Atas manuver ini, Lula kemudian mengunggah balasan di akun X-nya. Dalam unggahan tersebut, Lula mengatakan Brasil adalah negara berdaulat yang tidak akan menerima kendali siapa pun.

    Ia juga dengan tegas mengatakan bahwa dalam hal ini, setiap kenaikan tarif sepihak akan direspons berdasarkan Undang-Undang Timbal Balik Ekonomi Brasil. Ia mengancam pembalasan dilakukan tanpa kompromi.

    “Kedaulatan, rasa hormat, dan pembelaan tanpa kompromi terhadap kepentingan rakyat Brasil adalah nilai-nilai yang memandu hubungan kita dengan dunia,” ujar Lula.

    3. Jatuhkan Tarif ke Negara Lain, Ada Tetangga RI

    Selain Brasil, Trump juga mengunggah tujuh surat terkait tarif melalui Truth Social, seperti ke pemimpin Aljazair, Brunei, Filipina, Irak, Libya, Moldova dan Sri Lanka. Rentang tarif yang dijatuhkan berkisar antara 20% hingga 30%.

    Mengutip CNBC International, surat-surat dua halaman tersebut sebenarnya hampir identik yang ditandatangani Trump Senin. Selain Indonesia, surat sebelumnya dikirimkan ke Jepang, Korea Selatan (Korsel), Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Laos, Myanmar, Bosnia dan Herzegovina, Tunisia, Bangladesh, Serbia, Kamboja, dan Thailand.

    Surat-surat tersebut mencatat bahwa AS “mungkin” akan mempertimbangkan penyesuaian tarif baru. “Tergantung pada hubungan kami dengan negara Anda,” tulis Trump, Kamis (10/7/2025).

    Semua surat tersebut menyatakan bahwa tarif tersebut “jauh lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk menghilangkan disparitas Defisit Perdagangan yang kami miliki dengan negara Anda”. Trump sendiri sering mengklaim bahwa defisit perdagangan menunjukkan “AS sedang dimanfaatkan” meskipun banyak pakar tidak sependapat.

    4. Tetapkan Tarif 50% pada Primadona RI

    Trump mengatakan akan mengenakan tarif 50% pada impor tembaga mulai 1 Agustus mendatang. Hal ini didasari penilaian potensi ancaman keamanan nasional mengingat pentingnya logam tersebut dalam rantai pasok industri strategis.

    “Saya mengumumkan TARIF 50% untuk Tembaga, berlaku efektif 1 Agustus 2025, setelah menerima PENILAIAN KEAMANAN NASIONAL yang kuat,” tulis Trump di akun media sosialnya, Truth Social, dikutip Kamis (9/7/2025).

    “Tembaga diperlukan untuk Semikonduktor, Pesawat Terbang, Kapal, Amunisi, Pusat Data, Baterai Litium-ion, Sistem Radar, Sistem Pertahanan Rudal, dan bahkan Senjata Hipersonik, yang banyak di antaranya sedang kami produksi. Tembaga adalah material kedua yang paling banyak digunakan oleh Departemen Pertahanan,” jelasnya lagi.

    Pengumuman ini membuat harga tembaga naik 2,62%. Hal tersebut memperpanjang kenaikannya dari sesi sebelumnya ketika melonjak 13,12% dan mencatat kenaikan satu hari terbaiknya sejak 1989.

    Harga tembaga berjangka acuan tiga bulan di London Metal Exchange turun 1,63% menjadi US$9.630,50 per ton pada pukul 09.20 waktu Singapura. Angka tersebut mencerminkan premi yang luar biasa lebar yang berkembang antara tembaga AS dan logam di tempat lain.

    Sementara itu, menurut lembaga Benchmark Mineral Intelligence yang berbasis di London, konsumen AS kemungkinan membayar sekitar US$15.000 per metrik ton untuk tembaga. Di data yang sama, seluruh dunia membayar sekitar US$10.000 pada bulan Agustus.

    Mengutip CNBC International, tembaga adalah logam ketiga yang paling banyak dikonsumsi secara global, setelah besi dan aluminium. Menurut data dari Survei Geologi AS, negeri itu mengimpor hampir setengah dari tembaga yang digunakannya, dengan sebagian besar berasal dari Chili, diikuti Kongo, Peru, China, dan Indonesia.

    5. Mau Bom Moskow dan Beijing

    Trump dilaporkan sempat memberikan ancaman bagi Rusia dan China. Ancaman ini muncul di sebuah rekaman yang direkam tahun lalu di depan pertemuan tertutup dengan para donor.

    Saat itu, Trump mengatakan berusaha menghalangi Presiden Rusia Vladimir Putin menyerang Ukraina dengan mengancam akan “mengebom habis-habisan Moskow” sebagai balasan.

    “Dengan Putin, saya berkata, ‘Jika Anda pergi ke Ukraina, saya akan mengebom habis-habisan Moskow’. Saya katakan, ‘saya tidak punya pilihan’,’” kata Trump dalam sebuah penggalangan dana untuk tahun 2024, menurut rekaman audio tersebut, dikutip dari CNN International dan CNBC International, Kamis (10/7/2025).

    “Lalu (Putin) berkata, seperti, ‘Saya tidak percaya Anda.’ Tapi dia hanya percaya 10%.”

    Trump kemudian mengklaim bahwa ia menyampaikan peringatan serupa kepada Presiden China, Xi Jinping tentang potensi invasi ke Taiwan. Ia mengatakan kepadanya bahwa AS akan mengebom Beijing sebagai balasannya.

    “Saya mengatakan hal yang sama kepada (Presiden China Xi Jinping). Saya bilang, Anda tahu, kalau Anda masuk ke Taiwan, saya akan mengebom Beijing habis-habisan,” tambah Trump. “Saya bilang, saya tak punya pilihan lain, saya harus mengebom Anda,” tegasnya.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Disambut Hangat Trump di Gedung Putih, Netanyahu Ditolak Mentah-mentah Warga AS Termasuk Rabi Yahudi

    Disambut Hangat Trump di Gedung Putih, Netanyahu Ditolak Mentah-mentah Warga AS Termasuk Rabi Yahudi

    GELORA.CO – Betapa kontrasnya nasib Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Amerika Serikat (AS). Di satu sisi, ia disambut hangat, bahkan dimanja Presiden Donald Trump di Gedung Putih. Tapi di sisi lain, ribuan warga Amerika, termasuk para Rabi Yahudi sendiri, ramai-ramai berteriak lantang di depan kediaman orang nomor satu AS itu: “Usir Penjahat Perang!”

    Suasana di depan Gedung Putih, Senin (7/7/2025), memanas saat Netanyahu berkunjung. Puluhan, bahkan mungkin ratusan orang, berteriak-teriak menuntut Netanyahu untuk segera melakukan gencatan senjata permanen dan tanpa syarat di Jalur Gaza, Palestina.

    Pemandangan ini jelas menampar keras narasi ‘persahabatan abadi’ yang coba dibangun antara Washington dan Tel Aviv.

    Aksi massa yang bikin telinga penguasa panas itu digagas oleh American Muslims for Palestine (AMP), berkolaborasi dengan kelompok anti-perang CODEPINK dan Council on American-Islamic Relations (CAIR). 

    Mereka berunjuk rasa di Taman Lafayette, hanya beberapa jam sebelum Netanyahu masuk ke Gedung Putih untuk bertemu Trump. Sengaja, agar pesan penolakan itu sampai langsung ke kuping sang tamu.

    Para demonstran tak tanggung-tanggung. Mereka menyebut kunjungan Netanyahu ke Washington sebagai ‘noda hitam’ bagi kebijakan luar negeri AS. Spanduk-spanduk bertuliskan “Netanyahu Penjahat Perang” bertebaran di mana-mana.

    Banyak juga yang membawa tanda merujuk pada surat perintah penangkapan Netanyahu oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Jelas sekali, mereka tak menganggapnya sebagai kepala negara biasa, melainkan buronan keadilan.

    “Ini bukan kunjungan diplomatik. Ini memalukan!” seru Robert McCaw, Direktur Urusan Pemerintahan CAIR, seperti dikutip Middle East Monitor.

    Ia menambahkan dengan nada keras, “Setiap salaman, setiap kesepakatan, setiap foto (Netanyahu) dengan para pemimpin Amerika menodai tangan seluruh rakyat AS dengan darah anak-anak di Gaza.” Sebuah kalimat yang menusuk kalbu.

    Memang, sejak agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023, sudah lebih dari 57.000 warga Palestina tewas, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan. Angka kematian yang mengerikan ini adalah bukti nyata kebrutalan agresi tersebut.

    Karena agresi inilah, ICC merilis surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan eks Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Belum lagi, Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Beban hukumnya berat, tapi seolah tak digubris.

    “Amerika bukan pihak netral. Trump bukan mediator. Trump adalah mitra dalam genosida ini. Dia harus menghentikan genosida ini dan mendesak Netanyahu menyudahi genosida ini,” tegas Osama Abu Irshaid, Direktur Eksekutif AMP, tanpa basa-basi.

    Medea Benjamin, salah satu pendiri CODEPINK, juga menyoroti jurang lebar antara sikap politisi AS dan opini publik. Menurutnya, mayoritas warga AS saat ini tak lagi mendukung agresi Israel di Gaza.

    “Cukup menakjubkan bahwa, terlepas dari pemberitaan media mainstream, mayoritas warga Amerika sekarang tidak mendukung Israel,” kata Benjamin.

    “Semua kelompok usia, simpatisan Republikan, Demokrat, Independen, orang kulit hitam, kulit putih, semua demografi di Amerika, mereka tidak ingin terus memberikan uang dan bom ke Israel,” tegasnya lagi. Sebuah fakta yang menampar muka para politisi pro-Israel.

    Yang paling mencolok, Rabi Dovid Feldman ikut berdiri di antara para demonstran. Dalam pidatonya, ia menegaskan aksinya bukanlah antisemitisme, melainkan desakan untuk penghentian kejahatan.

    “Benjamin Netanyahu adalah penjahat perang yang diburu ICC. Yudaisme dan Zionisme tidaklah sama. Yudaisme adalah agama, sementara Zionisme adalah gerakan politik,” ucapnya, memisahkan secara tegas keyakinan agama dengan agenda politik Zionis.

    Di tengah riuhnya penolakan ini, Netanyahu tetap melenggang masuk ke Gedung Putih. Ini adalah kunjungan ketiga kalinya ke AS sejak Trump menjabat presiden. Dalam pertemuan itu, keduanya membahas prospek gencatan senjata di Gaza yang, entah kenapa, Trump ingin tercapai minggu ini.

    Yang bikin kening berkerut, Netanyahu dan Trump juga membahas soal kerja sama untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza –sebuah langkah yang ditentang keras oleh komunitas internasional dan beraroma etnis cleansing alias pembersihan etnis.

    Ironi di atas ironi. Sementara dunia mengecam kejahatan di Gaza, seorang pemimpin yang dicap penjahat perang justru disambut karpet merah oleh penguasa adidaya. Namun, suara nurani rakyat Amerika tak bisa dibungkam. Dan itu, jauh lebih keras dari riuhnya sambutan di dalam Gedung Putih.