Tag: Yoav Gallant

  • Klaim Israel Bisa Habisi Hizbullah Sekali Tepuk Sebelum Sempat Bantu Hamas, Gallant: Netanyahu Cemen – Halaman all

    Klaim Israel Bisa Habisi Hizbullah Sekali Tepuk Sebelum Sempat Bantu Hamas, Gallant: Netanyahu Cemen – Halaman all

    Klaim Israel Bisa Habisi Hizbullah Sekali Tepuk Sebelum Sempat Bantu Hamas, Gallant: Netanyahu Cemen!

     

    TRIBUNNEWS.COM – Cemen. Kata tidak baku, istilah dari bahasa Sunda yang berarti lembek atau lemah, sepertinya cocok untuk menggambarkan pengakuan mantan menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant soal mantan atasannya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dalam menghadapi situasi negara pendudukan tersebut di masa perang.

    Dalam wawancara yang disiarkan media Israel, Channel 12, Kamis (6/2/2025), Gallant menuduh Netanyahu terlalu ragu menggunakan kekuatan militer melawan Hamas dan Hizbullah.

    Keraguan Netanyahu ini, kata Gallant, akhirnya merusak peluang terjadinya kesepakatan gencatan senjata dalam kerangka pertukaran sandera-tahanan dengan Hamas yang ‘layak’  (menguntungkan Israel) pada Mei tahun lalu.

    Keraguan Netanyahu ini, tambahnya, juga berujung kegagalan menghasilkan rencana politik untuk memanfaatkan capaian operasi militer pasukan Israel (IDF) di Gaza.

    Dalam wawancara tersebut — yang pertama bagi Gallant dengan televisi Israel sejak ia dipecat dari jabatannya oleh Netanyahu pada bulan November 2024 — jenderal yang kini menjadi anggota parlemen Israel (Knesset) itu juga membahas kegagalan pemerintah dan militer Israel dalam mencegah dan merespons serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023.

    Gallant meminta dibentuknya komisi penyelidikan negara atas apa yang terjadi dan mengatakan dia akan bekerja sama sepenuhnya dan menerima apa pun yang ditemukan sehubungan dengan kegagalannya sendiri.

    Di antara topik pertama yang dibahas dalam wawancara dengan berita Channel 12 adalah dorongan Gallant di balik layar untuk melancarkan serangan besar terhadap kelompok Hizbullah di Lebanon, pada 11 Oktober 2023, hanya empat hari setelah Hamas melancarkan invasinya dari Jalur Gaza.

    Mantan menteri pertahanan Israel itu menyebut sarannya saat itu untuk segera memerangi Hizbullah, dicueki Netanyahu.

    Gallant menyebut hal itu sebagai “kesempatan terbesar yang hilang dari Negara Israel, dari segi keamanan, sejak negara itu didirikan.”

    Bukan apa-apa, menurut Gallant, Israel punya kesempatan untuk mengeleminasi para pentolan Hizbullah, termasuk para penasihat senior militer Iran, sekali gebuk saat itu.

    Jika itu dilakukan, menurutnya, maka serangan-serangan Hizbullah sepanjang Perang Gaza berkecamuk untuk mendukung Hamas, tidak akan terjadi.

    “Kami tahu bahwa pejabat senior dari Hizbullah akan berkumpul. Kami bisa saja menyerang dari udara dan menghabisi kepala-kepala Hizbullah, dan juga orang-orang Iran, [pemimpin Hizbullah Hassan] Nasrallah, dan semua yang lainnya. Seluruh jajaran atas Hizbullah,” kata Gallant.

    Dia meneruskan penilaiannya dengan mengatakan, andai serangan cepat Israel tersebut terlaksana saat itu, maka sebagian besar kekuataan persenjataan Hizbullah, akan habis sebelum sempat digunakan. 

    “Segera setelah itu (jika rencana eleminiasi pentolan Hizbullah cepat dilaksanakan), kami dapat melaksanakan rencana serangan terhadap seluruh sistem rudal dan roket, seperti yang (baru) kami lakukan hampir setahun kemudian, pada bulan September, dan kami tidak hanya akan mendapatkan 70 atau 80 persen, tetapi 90 persen atau lebih (kehancuran persenjataan Hizbullah), karena sebagian besarnya terkonsentrasi di gudang penyimpanan,” tambahnya.

    Hizbullah akan Musnah

    Gallant juga menyinggung soal “operasi beeper” — serangan Israel yang melibatkan ledakan ribuan pager yang digunakan anggota Hizbullah.

    Serangan pager ini menandai dimulainya serangan balasan Israel ke Hizbullah Lebanon saat itu.

    Gallant menyesalkan kalau serangan itu baru terjadi pada 17 September 2024, padahal, 11 bulan sebelumnya, serangan itu sudah bisa dilakukan.

    “Operasi beeper telah siap jauh sebelum perang dan dapat dilaksanakan bersamaan dengan serangan yang saya sarankan dilakukan pada Oktober 2023,” kata dia dilansir Times of Israel.

    Kembali berandai-andai, jika Netanyahu menuruti sarannya, Gallant menyebut Hizbullah akan ‘musnah’ sebelum bisa merongrong Israel dalam perang melawan Hamas di Gaza.

    “Hizbullah sebagai organisasi militer akan berhenti beroperasi — tidak ada pemimpin, tidak ada rudal atau roket, sebagian besar anggotanya (akan) tewas di lapangan,” tegas Gallant.

    Menurut menteri pertahanan yang digulingkan itu, ketika ia menyampaikan rencana tersebut kepada Netanyahu, perdana menteri bersikeras membahas usulan tersebut dengan Amerika Serikat.

    Pada saat itu, kata Gallant, ia tahu serangan itu tidak akan dilakukan oleh IDF atas keputusan Netanyahu.

    “Sesuai dengan permintaannya, saya berbicara dengan [Penasihat Keamanan Nasional AS] Jake Sullivan. Setelah beberapa menit, [Menteri Urusan Strategis] Ron Dermer bergabung dalam percakapan, dan saya mendapat jawaban ‘tidak’ yang mutlak,” kenang Gallant.

    “Saya kembali ke perdana menteri, dan saya katakan kepadanya, ‘Kita harus melakukan ini.’ Dia menunjuk ke luar jendela ke semua gedung, dan berkata kepada saya: ‘Anda lihat gedung-gedung ini? Semua ini akan dihancurkan, oleh sisa kapasitas Hizbullah. Setelah kita menyerang mereka, mereka akan menghancurkan semua yang Anda lihat,’” kata Gallant menirukan ucapan Netanyahu.

    RAPAT BAWAH TANAH – Foto selebaran yang dirilis oleh kantornya pada tanggal 26 Oktober 2024, memperlihatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bertemu dengan Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan komandan IDF. Pertemuan ini terjadi di bunker di bawah pangkalan militer Kirya di Tel Aviv. (Avi Ohayun/GPO)

    Pembelaan Netanyahu

    Adapun Netanyahu membela keputusannya untuk menolak usulan Gallant pada tanggal 11 Oktober, dengan mengatakan kepada jaringan Channel 14 pada Kamis kalau akan menjadi “kesalahan besar” untuk membuka perang dua front segera setelah serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober.

    Netanyahu juga mengklaim hanya ada sekitar 150 alat penyadap bom di tangan Hizbullah pada Oktober 2023 “dibandingkan dengan ribuan yang kami kumpulkan” pada bulan-bulan berikutnya.

    Pernyataan tersebut langsung mendapat tanggapan dari Gallant, yang menulis di X bahwa “operasi pager telah dipersiapkan bertahun-tahun sebelum perang dan siap diaktifkan pada tanggal 11 Oktober.”

    “Bertentangan dengan apa yang dikatakan, ribuan pager sudah berada di tangan para teroris pada saat saya mengusulkan untuk menyerang Hizbullah,” kata Gallant.

    Ia menegaskan, jika rencana itu benar-benar dijalankan pada Oktober 2023, kerusakan yang ditimbulkan oleh pager itu akan menjadi kerusakan sekunder dibandingkan dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh perangkat walkie-talkie yang juga dipasangi bahan peledak.

    Sementara puluhan anggota Hizbullah terbunuh dan ribuan lainnya terluka dalam serangan pager dan walkie-talkie pada 16-17 September, jauh lebih banyak orang yang tidak dapat bertugas akibat ledakan pager dibandingkan akibat walkie-talkie.

    Alasannya, kata Gallant, adalah karena pada September 2024, “sebagian besar walkie-talkie berada di gudang, dan ledakannya tidak menimbulkan kerusakan.”

    Berbicara dengan Channel 12, Gallant mengatakan perangkat tersebut sedang diperiksa setelah menimbulkan kecurigaan dari Hizbullah.

    Dalam wawancara tersebut, Gallant juga membahas serangan yang menewaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hizbullah, Hasan Nasrallah oleh serangan Israel pada 27 September 2024.

    Dia mengingat bagaimana ia dan Kepala Staf IDF Herzi Halevi menelepon Netanyahu — yang sedang mengunjungi Amerika Serikat — untuk mendapatkan izin atas serangan tersebut.

    Setelah memberi mereka lampu hijau, Netanyahu meminta mereka menunggu hingga setelah ia menyampaikan pidatonya di Majelis Umum PBB, kenang Gallant.

    “Delapan puluh empat ton bom jatuh… dan Nasrallah meninggal dunia.”

    AGRESI MILITER – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Invasi Darat Gaza

    Menurut Gallant, Netanyahu tidak hanya terlalu ragu untuk menyerang Hizbullah di awal perang — ia bahkan enggan mengirim pasukan darat ke Gaza.

    Lagi-lagi, kata Gallant, Netanyahu terlalu cemen karena takut akan ‘harga’ mahal yang akan dibayar Israel atas keputusannya.

    “Sebelum operasi darat (agresi IDF ke Gaza), perdana menteri memberi tahu saya bahwa akan ada ribuan [tentara] yang terbunuh di Gaza. Saya katakan kepadanya, tidak akan ada ribuan yang terbunuh — dan lebih dari itu, untuk apa kita memiliki tentara? Jika setelah mereka membunuh ribuan warga negara kita dan menculik mereka serta membunuh wanita, anak-anak, dan orang tua, kita tidak akan melakukannya (agresi ke Gaza)?”

    “Dan kemudian muncullah alasannya: ‘Mereka akan menggunakan para sandera sebagai perisai manusia,’” kenang Gallant.

    “Saya katakan kepadanya, kami dan Hamas, hanya punya satu kesamaan, ingin melindungi para sandera,” kata Gallant, menjelaskan kalau Hamas membutuhkan para sandera hidup-hidup untuk menggunakan mereka sebagai alat melawan Israel.

    “Itu adalah perjuangan,” kata Gallant lagi, tentang upaya meyakinkan pemerintah untuk meluncurkan operasi darat.

    “Semua ini butuh waktu — pada akhirnya, kepala staf IDF dan saya, kami sampai pada keputusan ini,” katanya.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Selasa (4/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (1/2/2025), menunjukkan sandera Israel, Ofer Calderon (tengah), berdiri bersama anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Harga Lebih Mahal Bagi Israel Karena Kelamaan Putuskan Gencatan Senjata

    Ketika ditanya apakah ia yakin pemerintah telah melakukan segala upaya untuk memulangkan mereka yang diculik pada tanggal 7 Oktober dan disandera di Gaza, mantan kepala pertahanan itu berkata, “Saya rasa tidak.”

    “Kita bisa saja membawa [pulang] lebih banyak sandera, lebih awal, dan dengan biaya yang lebih rendah. Usulan awal Juli, yang disetujui Hamas, identik dengan kesepakatan sekarang, hanya [yang sekarang] lebih buruk dalam beberapa hal,” kata Gallant.

    “Sayangnya, jumlah sandera yang hidup semakin sedikit, waktu telah berlalu lebih lama, dan kita membayar harga yang lebih mahal — karena setidaknya ada 110 pembunuh lagi yang akan dibebaskan dalam proses ini.”

    Ketika ditanya siapa yang menurutnya harus disalahkan atas kegagalan kesepakatan bulan Juli, Gallant menuturkan kisah berikut, dari akhir bulan April:

    “Dalam kabinet perang, kami membuat keputusan bulat untuk bergerak menuju kesepakatan, di mana kami akan menarik diri dari Koridor Netzarim, dan ada beberapa kunci yang berbeda untuk berapa banyak sandera yang akan dibebaskan sebagai imbalan atas berapa banyak tahanan.

    “Pada malam harinya, ada diskusi kabinet, dan datanglah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tidak tahu — atau tidak seharusnya tahu — tentang rencana tersebut, dan dia berkata: ‘Ada rencana untuk mengembalikan 18 sandera sebagai imbalan penarikan pasukan dari Netzarim,’ dan dia berkata dia akan menentangnya dan meninggalkan pemerintahan,” kenang Gallant.

    “Saya tidak tahu [siapa yang memberi tahu dia]. Saya tidak memberi tahu dia. Kami katakan di lembaga keamanan — kami perlu membawa [pulang] 33 sandera, dan jumlah minimumnya adalah 18. Jumlah yang keluar, beberapa jam kemudian, ke media, adalah 18.”

    “Butuh beberapa hari bagi Hamas untuk memahami apa yang terjadi dari media Israel, dan mereka berkata, kami menarik diri dari kesepakatan itu — dan, dalam praktiknya, semuanya berantakan. Dan itu baru muncul kembali pada akhir Mei, melalui pidato presiden.”

    Ketika ditanya apakah tekanan Trump yang menyebabkan Netanyahu akhirnya menerima kesepakatan tersebut, dalam bentuk terburuknya, kali ini, Gallant menjawab:

    “Netanyahu lebih mempertimbangkan Trump daripada [Itamar] Ben Gvir,” katanya, merujuk pada pemimpin sayap kanan yang partainya, Otzma Yehudit, keluar dari pemerintahan untuk memprotes perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari. “Itu tidak berlaku untuk [Presiden AS] Biden. Itulah inti ceritanya.”

    Gallant juga — bukan untuk pertama kalinya — menuduh pemerintah gagal memanfaatkan kemajuan militer IDF di Gaza dengan menolak melaksanakan rencana untuk menggantikan Hamas sebagai kekuatan pemerintahan di Jalur Gaza.

    “Selama setahun… saya katakan ‘bangun alternatif.’ Perdana menteri, meskipun mereka menyerang saya, menyetujuinya,” kata Gallant.

    “Namun apa yang dibutuhkan tidak dilakukan.”

    Gallant sangat menentang prospek pemerintahan militer Israel di Gaza “untuk memenuhi impian orang-orang yang terputus dari kenyataan, untuk membangun pemukiman di jantung Gaza.”

    “Hasilnya akan membawa bencana,” ia memperingatkan.

     

    (oln/toi/chnn12/*)

  • Donald Trump Jatuhkan Sanksi Baru untuk Iran, Targetkan Jaringan Minyak – Halaman all

    Donald Trump Jatuhkan Sanksi Baru untuk Iran, Targetkan Jaringan Minyak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjatuhkan sanksi terbaru terhadap Iran, menandai langkah pertama sejak ia kembali ke Gedung Putih.

    Sanksi ini bertujuan untuk menekan jaringan minyak Iran dan mengembalikan kampanye “tekanan maksimum” yang pernah ia terapkan.

    Pada Kamis (6/2/2025), Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi yang ditargetkan pada perusahaan kapal dan individu yang berafiliasi dengan perusahaan minyak Iran yang telah dikenakan sanksi sebelumnya.

    Menteri Keuangan Scott Bessent menjelaskan bahwa tindakan ini bertujuan untuk menghalangi pendanaan bagi program nuklir Iran dan dukungan terhadap kelompok teroris regional.

    “Amerika Serikat berkomitmen untuk secara agresif menargetkan setiap upaya Iran untuk mendapatkan pendanaan bagi kegiatan jahat ini,” kata Bessent, Al Jazeera melaporkan.

    Sanksi ini mencakup entitas dan individu dari berbagai negara, termasuk Tiongkok, India, dan Uni Emirat Arab.

    Tindakan terbaru ini muncul dua hari setelah Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menghidupkan kembali tekanan terhadap Iran.

    Pada 2018 lalu, Trump membatalkan kesepakatan internasional dengan Teheran, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), yang sebelumnya mengharuskan Iran mengurangi program nuklirnya sebagai imbalan pencabutan sanksi.

    Perintah eksekutifnya minggu ini mengarahkan pejabat AS untuk meninjau dan memperketat sanksi guna mengurangi ekspor minyak Iran hingga nol.

    Iran telah lama menolak sanksi terhadap sektor minyaknya, menyebutnya sebagai pembajakan.

    Teheran juga menegaskan bahwa penjualan minyak adalah haknya sebagai negara berdaulat.

    Namun, Departemen Luar Negeri AS menegaskan bahwa ekspor minyak Iran mendukung kelompok teroris dan proksi.

    “Washington tidak akan menoleransi perilaku yang ilegal,” ungkap pernyataan Departemen Luar Negeri.

    Sementara itu, para pemimpin Iran berpendapat bahwa negara mereka tengah berupaya mendapatkan senjata nuklir, yang telah memicu kekhawatiran di kalangan sekutu AS, terutama Israel.

    Donald Trump Jatuhkan Sanksi kepada ICC 

    Trump juga menjatuhkan sanksi kepada Pengadilan Pidana Internasional (ICC) melalui  perintah eksekutif yang ditandatangani pada Kamis (6/2/2025) malam.

    Keputusan ini diumumkan oleh Gedung Putih dan dilaporkan oleh The Guardian.

    Perintah eksekutif tersebut menuduh ICC terlibat dalam tindakan yang dianggap tidak sah dan tidak berdasar, yang ditujukan kepada Amerika Serikat dan sekutunya, Israel.

    Trump mengeklaim ICC menyalahgunakan kewenangannya dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant.

    Sanksi yang dijatuhkan mencakup pembekuan aset di AS yang dimiliki oleh individu-individu yang ditunjuk, serta melarang mereka dan keluarga mereka untuk memasuki wilayah AS.

    Perintah tersebut juga memperingatkan bahwa AS akan memberikan konsekuensi nyata dan signifikan kepada individu yang terlibat dalam penyelidikan ICC terhadap warga negara AS atau sekutunya.

    Hingga saat ini, belum ada kepastian mengenai seberapa cepat pemerintahan Trump akan mengumumkan nama-nama individu yang terkena sanksi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Eks-Menhan Israel Yoav Gallant: Netanyahu Takut Hadapi Hizbullah Karena Yakin Tel Aviv Bakal Hancur – Halaman all

    Eks-Menhan Israel Yoav Gallant: Netanyahu Takut Hadapi Hizbullah Karena Yakin Tel Aviv Bakal Hancur – Halaman all

    Yoav Gallant: Netanyahu Takut Hadapi Hizbullah Karena Yakin Tel Aviv Bakal Hancur

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Israel, Yoav Gallant, Rabu (5/2/2025) kalau Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu takut menghadapi gerakan Hizbullah di Lebanon.

    Netanyahu, kata Gallant, yakin kalau konfrontasi berkelanjutan dengan Hizbullah akan menyebabkan kehancuran Tel Aviv.

    Dalam sebuah wawancara dengan media Israel, Channel 12, Galant menuturkan pengalamnnya saat dia bertemu Netanyahu setelah serangan Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023.

    Saat itu, menurut Gallant, Netanyahu memberitahunya tentang kekhawatiran terbunuhnya ribuan tentara Israel (IDF) di Gaza jika dia memutuskan melakukan invasi militer darat IDF.

    Netanyahu, dengan tekanan politik dari kelompok sayap kanan ekstremis di koalisi pemerintahannya, kemudian benar-benar memerintahkan agresi ke Gaza.

    Setelah 15 bulan bombardemen buta ke Gaza, Israel tak juga mampu secara penuh memenuhi target perang mereka, memberangus Hamas dan memulangkan semua sandera yang berada di tangan milisi perlawanan Palestina.

    Dalam proses kegagalan pencapaian target itu, Netanyahu memecat Gallant pada 5 November  2024. Gallant kemudian digantikan Israel Katz.

    Netanyahu dan Gallant memang kerap berfriksi, termasuk soal undang-undang wajib militer dan langkah konfrontasi dengan gerakan Hizbullah.

    LATIHAN PERANG – Pejuang Hizbullah saat berlatih simulasi operasi penangkapan. Terungkap kalau PM Israel, Netanyahu rupanya takut menghadapi Hizbullah (Dok. Al Mayadeen)

    Soal Hizbullah ini, Gallant menyatakan: 

    “Perdana menteri menunjukkan gedung-gedung dari jendela dan berkata, ‘Apakah Anda melihatnya? Semua ini akan hancur akibat kemampuan Hizbullah. Setelah kita menyerang mereka, mereka akan menghancurkan semua yang Anda lihat’,” jelasnya.

    Ia menambahkan kalau Netanyahu “berbicara tentang semua bangunan yang Anda lihat dari jendela kantornya di lantai dua atau tiga kantornya di Tel Aviv.”

    Pada tanggal 27 November 2024, perjanjian gencatan senjata mengakhiri baku tembak antara tentara pendudukan Israel dan Hizbullah yang dimulai pada tanggal 8 Oktober 2023, dan berubah menjadi perang skala penuh pada tanggal 23 September, di mana rudal Hizbullah mencapai pusat Tel Aviv.

    Sebagai informasi, Hizbullah menyerang Israel sebagai bagian dari bentuk dukungan mereka terhadap milisi perlawanan Palestina melawan agresi Israel sejak 7 Oktober 2023.

    Serangan Hizbullah ini membuat ribuan pemukim Israel di bagian utara negara pendudukan itu mengungsi. 

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Selasa (4/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (1/2/2025), menunjukkan sandera Israel, Keith Siegel, melambaikan tangan kepada warga Palestina dengan didampingi anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Netanyahu Cemas Hamas Manfaatkan Sandera Israel

    Terkait keputusan untuk menginvasi Jalur Gaza, Galant mengatakan:

    “Perdana menteri mengatakan kepada saya: Kita akan melihat ribuan orang tewas dalam manuver di Gaza (yang dimulai pada 27 Oktober 2023). Saya katakan kepadanya: ‘Kita tidak akan melihat ribuan orang tewas. Lagipula, untuk apa kita memiliki tentara jika kita tidak mengaktifkannya setelah mereka membunuh seribu warga kita dan menculik puluhan orang?’ Perjuangan untuk memasuki manuver itu tidak mudah.”

    Ia menambahkan: “Pembenaran Netanyahu adalah kalau Hamas akan menggunakan mereka yang diculik sebagai perisai manusia, tetapi saya katakan kepadanya, ‘Kami hanya memiliki satu kesamaan dengan Hamas, yaitu bahwa kami ingin melindungi mereka yang diculik’.”

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto tangkapan layar ini diambil pada Sabtu (1/2/2025) dari siaran langsung di channel YouTube AP News pada hari yang sama, menunjukkan sandera Israel, Keith Siegel, mengenakan topi dan berdiri dengan didampingi anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) selama pertukaran tahanan ke-4 pada Sabtu (1/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza. Tiga sandera Israel; Ofer Calderon, Yarden Bibas, dan Keith Siegel, dibebaskan dengan imbalan 183 tahanan Palestina. Pada momen itu, komandan Hamas yang diklaim tewas, Haitham al-Hawajri, terlihat di acara tersebut. (Tangkapan Layar Siaran YouTube AP News)

    Gencatan Senjata

    Pada tanggal 19 Januari 2025, kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku. 

    Kesepakatan ini mencakup tiga tahap, yang masing-masing berlangsung selama 42 hari.

    Selama tahap pertama, negosiasi akan diadakan untuk memulai tahap kedua dan ketiga, dengan mediasi Mesir dan Qatar serta dukungan Amerika Serikat.

    Secara total, faksi milisi Palestina di Gaza membebaskan 13 tahanan Israel dalam empat gelombang sejak 19 Januari hingga Sabtu lalu, selain 5 warga Thailand di luar kesepakatan.

    Faksi-faksi tersebut masih memiliki 20 tahanan Israel yang akan segera dibebaskan, sebagai bagian dari tahap pertama saat ini, sehingga jumlah total menurut kesepakatan menjadi 33 tahanan.

    Sebagai imbalannya, Israel telah membebaskan 583 tahanan Palestina dalam 4 kelompok sejak perjanjian tersebut mulai berlaku, sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian.

    Dengan dukungan Amerika, antara 7 Oktober 2023 dan 19 Januari 2025, Israel melakukan genosida di Gaza, menyebabkan lebih dari 159.000 warga Palestina menjadi martir dan terluka, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 14.000 orang hilang.

     

    (oln/khbrn/*)

     
     

  • Benjamin Netanyahu Tiba di Amerika, Dijadwalkan akan Bertemu Donald Trump pada Selasa Tanggal 4 – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Tiba di Amerika, Dijadwalkan akan Bertemu Donald Trump pada Selasa Tanggal 4 – Halaman all

    Benjamin Netanyahu Tiba di AS Sebelum Bertemu Donald Trump

    TRIBUNNEWS.COM- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tiba di AS pada Minggu sore menjelang pertemuannya dengan Presiden Donald Trump.

    Netanyahu disambut oleh pejabat Israel termasuk utusan Israel untuk PBB Danny Danon setelah mendarat di Pangkalan Angkatan Udara Andrews di Maryland.

    “Saya gembira menyambut Perdana Menteri @netanyahu, yang baru saja mendarat di Washington sebelum pertemuannya dengan Presiden @realDonaldTrump. Ini adalah pertemuan penting yang memperkuat aliansi mendalam antara Israel dan Amerika Serikat dan akan meningkatkan kerja sama kita,” kata Danon pada X.

    Trump akan bertemu dengan Netanyahu pada hari Selasa, di mana mereka diperkirakan akan membahas Gaza, sandera Israel, dan Iran.

    Menurut laporan media, Perdana Menteri Israel diperkirakan bertemu dengan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff pada hari Senin.

    Sebelum kepergiannya, Netanyahu mengatakan dia menunda pengiriman tim negosiasinya ke Qatar untuk melakukan pembicaraan yang ditetapkan pada hari Senin mengenai fase kedua perjanjian gencatan senjata Gaza hingga pertemuannya dengan Trump, kata media Israel.

    Presiden AS akan bertemu dengan Perdana Menteri Israel pada hari Selasa, di mana mereka diharapkan akan membahas Gaza, sandera Israel dan Iran.

    Kantor Perdana Menteri Israel sebelumnya mengumumkan bahwa Trump dan Netanyahu akan bertemu di Gedung Putih pada tanggal 4 Februari.

    Netanyahu menuju AS sebagai pejabat asing pertama yang bertemu Donald Trump pasca pelantikan, di tengah gencatan senjata di Lebanon dan Gaza serta kontroversi atas tuduhan kejahatan perang.

    Netanyahu dan Trump berencana untuk membahas situasi yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, masalah tawanan Israel, konfrontasi dengan elemen Poros Perlawanan, dan topik-topik utama lainnya selama pertemuan mendatang mereka.

    Sebelum berangkat ke Amerika Serikat, Netanyahu sepakat dengan Utusan Khusus Presiden AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, untuk memulai negosiasi tahap kedua kesepakatan gencatan senjata dengan gerakan Palestina Hamas selama pertemuan mereka di Washington Senin depan.

    Ini berarti bahwa negosiasi tahap kedua perjanjian tersebut akan dimulai pada hari ke-16 pelaksanaan tahap pertama, di mana 18 tawanan Israel dikembalikan ke wilayah yang diduduki dari Jalur Gaza.

    Negosiasi tersebut akan terjadi di tengah keputusan Trump baru-baru ini untuk mencabut larangan AS atas pengiriman bom seberat 2.000 pon ke “Israel.”

    Akhir bulan lalu, Trump mengundang Netanyahu, menandai konsesi yang signifikan kepada sekutu utama AS yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas kejahatan perang .

    “Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk menjamu Anda sebagai pemimpin asing pertama saya selama masa jabatan kedua saya,” bunyi surat tersebut.

    Inovasi ini muncul seminggu setelah Trump menyarankan agar Gaza “dibersihkan saja” dan 1,5 juta orang diusir secara massal ke negara-negara Arab lainnya —komentar yang secara luas ditafsirkan sebagai dukungan terhadap pembersihan etnis.

    ICC menuduh Netanyahu “menargetkan penduduk sipil” dan menggunakan “kelaparan sebagai metode perang” selama 15 bulan agresi brutal Israel di Gaza.

    Lebih dari 120 negara anggota ICC, termasuk sebagian besar Eropa, secara hukum diwajibkan untuk menangkap Netanyahu jika ia memasuki wilayah mereka. 

    Namun, AS bukan merupakan pihak dalam perjanjian ICC. 

    Partai Republik telah mengajukan undang-undang untuk memberikan sanksi kepada ICC atas surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant, tetapi Partai Demokrat memblokir tindakan tersebut pada hari Selasa.

    SUMBER: AL MAYADEEN, ANADOLU AJANSI

  • The Hague Group, Aliansi 9 Negara Dukung Palestina dan Kecam Pendudukan Israel – Halaman all

    The Hague Group, Aliansi 9 Negara Dukung Palestina dan Kecam Pendudukan Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sembilan negara meluncurkan aliansi yang dikenal sebagai The Hague Group pada Jumat, 31 Januari 2025.

    Aliansi ini bertujuan untuk mendukung hak rakyat Palestina dalam menentukan nasib sendiri dan mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Palestina.

    Konferensi yang mengumumkan pembentukan grup ini diadakan di Den Haag, Belanda.

    Negara-negara yang tergabung dalam The Hague Group adalah Afrika Selatan, Malaysia, Kolombia, Bolivia, Kuba, Honduras, Namibia, Senegal, dan Belize.

    Prinsip dan Komitmen

    Dalam pernyataan bersama, sembilan negara tersebut menekankan bahwa The Hague Group akan berlandaskan pada prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk tanggung jawab untuk melindungi hak-hak yang tidak dapat dicabut.

    Mereka menyampaikan keprihatinan mendalam terkait hilangnya nyawa dan warisan budaya rakyat Palestina akibat tindakan Israel.

    “Kami menolak untuk berdiam diri menyaksikan kejahatan internasional yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina,” ungkap perwakilan negara-negara pendiri.

    Komitmen terhadap Keamanan dan Kemanusiaan

    The Hague Group juga mengumumkan komitmen untuk mencegah transfer senjata dan peralatan militer ke Israel.

    Mereka berjanji akan memblokir pengiriman senjata yang berisiko digunakan untuk melanggar hukum kemanusiaan internasional.

    “Kami juga berjanji untuk mencegah berlabuhnya kapal yang membawa bahan bakar atau peralatan militer di pelabuhan kami jika ada risiko yang jelas bahwa pengiriman tersebut akan digunakan untuk mendukung operasi militer Israel yang melanggar hukum internasional di wilayah Palestina yang diduduki,” tambah mereka.

    Dukungan terhadap Resolusi PBB

    Aliansi ini menegaskan kepatuhan terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Nomor: A/RES/ES-10/24 yang mengakui ilegalitas pendudukan Israel dan menyerukan agar Israel mengakhiri kehadiran ilegalnya dalam waktu maksimal 12 bulan.

    Mereka juga mendukung permintaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terkait surat perintah penangkapan yang dikeluarkan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, yang dituduh melakukan kejahatan perang terhadap kemanusiaan di Gaza.

    The Hague Group berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah efektif dalam mengakhiri pendudukan Israel dan mendukung hak-hak rakyat Palestina.

    Mereka juga menyerukan kepada semua negara untuk mengambil tindakan konkret dalam mendukung tujuan tersebut.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Termasuk Malaysia, 9 Negara Bentuk ‘The Hague Group’ untuk Dukung Berdirinya Negara Palestina – Halaman all

    Termasuk Malaysia, 9 Negara Bentuk ‘The Hague Group’ untuk Dukung Berdirinya Negara Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sembilan negara meluncurkan aliansi yang disebut The Hague Group untuk mendukung diakhirinya pendudukan Israel atas tanah Palestina.

    Mereka juga mendukung hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara Palestina merdeka.

    Pengumuman pembentukan The Hague Group dilakukan dalam sebuah konferensi yang diadakan di Den Haag, Belanda, pada Jumat (31/1/2025).

    Sembilan negara tersebut adalah Afrika Selatan, Malaysia, Kolombia, Bolivia, Kuba, Honduras, Namibia, Senegal, dan Belize.

    “The Hague Group akan didasarkan pada prinsip-prinsip dan tujuan yang terkandung dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tanggung jawab negara untuk melindungi hak-hak yang tidak dapat dicabut, yang terpenting di antaranya adalah hak masyarakat untuk penentuan nasib sendiri,” kata sembilan negara tersebut dalam pernyataan bersama pada Jumat (31/1/2025), yang disalinannya dikutip oleh Anadolu Agency.

    “Kami menyampaikan dukacita yang mendalam atas hilangnya nyawa, mata pencaharian, masyarakat, dan warisan budaya, sebagai akibat dari kejahatan yang dilakukan oleh Israel, Kekuatan Pendudukan, terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dan seluruh wilayah Palestina yang diduduki,” lanjutnya.

    Selain itu, mereka menolak untuk berdiam diri menyaksikan kejahatan internasional yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina.

    “Kami menolak untuk berdiam diri saja dalam menghadapi kejahatan internasional ini,” katanya.

    Dalam pernyataan mereka, perwakilan negara-negara pendiri The Hague Group mengumumkan serangkaian komitmen, terutama mencegah transfer senjata dan peralatan militer ke Israel.

    Mereka akan memblokir transfer senjata dalam kasus-kasus yang terbukti berisiko bahwa senjata-senjata tersebut akan digunakan untuk melanggar hukum kemanusiaan internasional atau hak asasi manusia, atau melakukan kejahatan genosida.

    “Kami juga berjanji untuk mencegah berlabuhnya kapal yang membawa bahan bakar atau peralatan militer di pelabuhan mereka jika ada risiko yang jelas bahwa pengiriman tersebut akan digunakan untuk mendukung operasi militer Israel yang melanggar hukum internasional di wilayah Palestina yang diduduki,” kata mereka.

    Mereka menekankan kepatuhan negara mereka terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Nomor: A/RES/ES-10/24 yang dikeluarkan pada 18 September 2024, yang mengakui ilegalitas pendudukan Israel dan menyerukan Israel untuk mengakhiri kehadiran ilegalnya di wilayah Palestina yang diduduki dalam jangka waktu maksimal 12 bulan.

    “Kami menegaskan dukungan terhadap permintaan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan pelaksanaan kewajiban yang ditetapkan dalam Statuta Roma, khususnya terkait dengan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pada tanggal 21 November 2024, serta tindakan sementara yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional pada tahun yang sama,” lanjutnya.

    Surat perintah penangkapan tersebut ditujukan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang menyatakan mereka melakukan kejahatan perang terhadap kemanusiaan terhadap warga Palestina di Gaza antara 7 Oktober 2023 dan 19 Januari 2025.

    The Hague Group akan mengambil langkah-langkah efektif untuk mengakhiri pendudukan Israel dan mendukung hak rakyat Palestina, serta menyerukan kepada semua negara untuk mengambil langkah konkret untuk mendukung hal tersebut.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Hamas Akui Pimpinan Brigade Al Qassam Mohammad Deif Tewas dalam Serangan Udara Israel Tahun Lalu – Halaman all

    Hamas Akui Pimpinan Brigade Al Qassam Mohammad Deif Tewas dalam Serangan Udara Israel Tahun Lalu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas akhirnya mengakui untuk pertama kalinya bahwa Israel telah membunuh pimpinan Brigade Al Qassam sekaligus buronan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), Mohammad Deif, dalam serangan udara yang dilakukan pada Juli 2024 lalu.

    Dikutip dari Associated Press (AP),  pengumuman tersebut disampaikan sesaat setelah Hamas membebaskan tawanan Israel.

    “Brigade Al-Qassam mengumumkan kepada rakyat kami yang hebat tentang kesyahidan sekelompok pejuang dan komandan yang heroik,” kata juru bicara Hamas, Aboe Obeida, saat mengumukan tewasnya Deif dan wakil kepala staf Brigade Al-Qassam, Marwan Isa, Kamis (30/1/2025).

    Adapun, ini adalah pertukaran tahap ketiga dalam kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Gaza yang telah memasuki pekan kedua sejak pertama kali disepakati pada 19 Januari 2025 lalu.

    Di sisi lain, sebelumnya, militer Israel sempat mengumumkan bahwa Deif telah tewas dalam serangan yang dilakukan di wilayah Khan Younis Gaza pada 1 Agustus 2024 lalu.

    Pengumuman tersebut disampaikan saat itu sehati setelah membunuh pimpinan politik Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran, Iran, yang juga diumumkan oleh Korps Garda Revolusi Iran dan Hamas.

     “Tentara Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan pada tanggal 13 Juli 2024, jet tempur IDF menyerang di wilayah Khan Younis, dan usai adanya penilaian intelijen, dipastikan Deif tewas dalam serangan itu,” demikianm pernyataan resmi dari militer Israel, dikutip dari Reuters.

    Tak cuma Deif, serangan Israel itu juga mengakibatkan 90 orang tewas.

    Adapun cara Israel membunuh Deif dengan menjatuhkan bom seberat 900 kilogram ke tempat perlindungan pimpinan Al Qassam tersebut.

    Sebagai informasi, Israel telah menjadikan Deif sebagai salah satu target utama untuk dibunuh karena dianggap telah melakukan beberapa operasi serangan.

    Dikutip dari Aljazeera, Deif melakukan operasi dengan pimpinan Hamas, Yahya Sinwar, kata militer Israel.

    “Selama perang, ia mempimpin aktivitas Hamas di Jalur Gaza dengan mengeluarkan perintah dan instruksi kepada para anggota senior sayap militer Hamas, “ kata IDF.

    Kematian Deif Sempat Dibantah Hamas

    Di sisi lain, pasca-pengumuman dari Israel tersebut, Hamas sempat membantah bahwa Deif dibunuh oleh pasukan Zionis.

    Bantahan tersebut disampaikan oleh anggota Hamas, Izzat al-Rashq dalam sebuah postingan di Telegram.

    “Mengonfirmasi atau menyangkal kesyahidan salah satu pemimpin Wassam adalah masalah kepemimpinan Brigade Qassam dan kepemimpinan gerakan tersebut,” ujarnya dalam postingan tersebut pada 1 Agustus 2024 lalu, dikutip dari Aljazeera.

    Rashq mengatakan bahwa saat itu, tidak ada pernyataan resmi dari Al-Qassam terkait kematian Deif.

    “Kecuali jika salah satu dari mereka mengumumkan, tidak ada berita yang dipublikasikan di media atau oleh pihak lain yang dapat dikonfirmasi,” tegasnya.

    Dilansir The Guardian, Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri atau Mohammad Deif merupakan salah satu pendiri Brigade Al Qassam.

    Dia lahir di kamp pengungsian Khan Younis pada tahun 1965.

    Kendati berlatarbelakang dari keluarga miskin, Deif merupakan sosok yang cerdas karena memiliki gelar sarjana sains dari Islamic University di Gaza.

    Pada tahun 1987, Deif pertama kali bergabung dengan Hamas ketika kelompok milisi tersebut tengah berjuang dalam pemberontakan Palestina pertama.

    Saat bergabung dengan Hamas, dia pernah ditangkap oleh Israel dan dijebloskan ke penjara selama 16 bulan.

    Setelah bebas, Deif ditunjuk menjadi pimpinan Brigade Al Qassam pada tahun 2002 setelah pemimpin sebelumnya yaitu Salah Shehadeh dibunuh oleh Israel.

    Deif memang dikenal sebagai sosok yang misterius karena jarang muncul ke publik.

    Adapun hal tersebut dibuktikan dengan hanya ada tiga gammbar yang menunjukkan sosoknya. Bahkan, dua gambar hanya menunjukkan dirinya menggunakan topeng serta satu gambar bayangannya.

    Dilansir Al-Mayadeen, Deif menjadi salah satu anggota dewan militer Hamas yang diduga menjadi dalang dalam serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023 silam.

    Kabar terakhir terkait Deif adalah dikeluarkannya surat perintah penangkapan dari ICC terhadapnya pada 21 November 2024 silam.

    Dikutip dari laman ICC, Deif diperintahkan untuk ditangkap oleh ICC bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.

    Surat perintah itu diterbitkan karena Deif, Netanyahu, dan Gallant dituduh telah melakukan kejahatan perang dan kemanusiaan dalam konflik di Gaza.

    Sebenarnya, surat perintah penangkapan dari ICC juga ditujukan kepada dua pimpinan senior Hamas yaitu Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar.

    Namun, lantaran keduanya meninggal, maka surat tersebut ditarik.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

  • Israel Lancarkan Operasi Besar-besaran, Ratusan Warga Tinggalkan Kamp Pengungsi Jenin di Tepi Barat – Halaman all

    Israel Lancarkan Operasi Besar-besaran, Ratusan Warga Tinggalkan Kamp Pengungsi Jenin di Tepi Barat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat Palestina mengatakan ratusan penduduk kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki meninggalkan rumah mereka, Kamis (23/1/2025).

    Hal itu terjadi beberapa hari setelah serangan besar-besaran Israel di daerah tersebut.

    “Ratusan penduduk kamp mulai meninggalkan kamp setelah tentara Israel menggunakan pengeras suara pada pesawat nirawak dan kendaraan militer.”

    “Memerintahkan mereka untuk mengevakuasi kamp, tempat militer Israel melancarkan operasi militer besar-besaran minggu ini,” kata Gubernur Jenin, Kamal Abu Al-Rub kepada AFP, Kamis.

    Sementara itu, tentara Israel mengatakan kepada AFP bahwa mereka “tidak mengetahui adanya perintah evakuasi bagi penduduk di Jenin sampai saat ini.”

    Salim Saadi, seorang penduduk Jenin yang tinggal di tepi kamp pengungsi, mengatakan tentara telah meminta penduduk kamp untuk meninggalkan kamp.

    “Ada puluhan penduduk kamp yang mulai meninggalkan kamp,” katanya.

    “Tentara berada di depan rumah saya. Mereka bisa masuk kapan saja,” imbuhnya.

    Israel Klaim Bunuh 2 Militan Palestina

    Pasukan Israel mengklaim telah menewaskan dua militan Palestina yang melakukan serangan mematikan terhadap sebuah bus di Tepi Barat awal bulan ini.

    Pada Kamis ini, militer Israel mengatakan kedua pria itu membuat barikade di sebuah bangunan di desa Burqin, Tepi Barat, dan saling tembak dengan pasukan Israel sebelum mereka tewas pada malam hari.

    Dikutip dari AP News, militer Israel juga mengatakan seorang prajurit terluka cukup parah.

    Militer mengatakan Mohammed Nazzal dan Katiba al-Shalabi adalah anggota kelompok militan Jihad Islam.

    Di sisi lain, kelompok militan Hamas merilis pernyataan yang mengklaim kedua pria itu adalah anggota sayap bersenjatanya dan memuji serangan bus tersebut.

    Hamas dan Jihad Islam yang lebih kecil dan lebih radikal adalah sekutu yang terkadang melakukan serangan bersama.

    Serangan pada 6 Januari terhadap bus yang membawa warga Israel menewaskan tiga orang dan melukai enam lainnya.

    Sebelumnya, militer Israel melancarkan operasi di Jenin pada Selasa (21/1/2025), dengan mengatakan bahwa operasi itu bertujuan untuk mengusir militan Palestina dari kamp dan kota tersebut.

    Serangan itu dimulai beberapa hari setelah kesepakatan gencatan senjata menghentikan pertempuran di Jalur Gaza.

    Serangan Israel telah menewaskan sebanyak 10 warga Palestina dan melukai 40 lainnya, menurut kementerian kesehatan Palestina yang berpusat di Ramallah.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa “Operasi Tembok Besi,” sebagaimana operasi itu dijuluki, akan “memberantas terorisme” di kota Tepi Barat yang dikenal sebagai benteng militansi Palestina.

    Sebagai informasi, Israel merebut Tepi Barat dalam perang Timur Tengah tahun 1967.

    Palestina menginginkannya menjadi bagian utama negara masa depan mereka.

    Kendaraan militer pasukan Israel (IDF) dalam operasi penyerbuan besar-besaran di Kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (22/1/2025). (khaberni/tangkap layar)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, tentara Israel membunuh dua warga Palestina lagi di Tepi Barat yang diduduki saat mereka melanjutkan serangan militer yang membuat kamp pengungsi Jenin “hampir tidak dapat dihuni”.

    Seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan badan-badan bantuan di Gaza meningkatkan distribusi makanan, menyediakan kembali dan merehabilitasi rumah sakit, dan memperbaiki jaringan air sementara gencatan senjata Israel-Hamas sebagian besar masih berlaku.

    Upaya bantuan ini dilakukan saat kelompok-kelompok bantuan memperingatkan larangan Israel terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) yang dapat sangat membahayakan upaya pemulihan di Gaza.

    Setidaknya 122 jenazah, termasuk 120 orang yang tewas dalam serangan Israel sebelum gencatan senjata, dan 306 orang yang terluka telah diterima oleh rumah sakit di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Puluhan penduduk telah mengonfirmasi kepada Al Jazeera bahwa pasukan Israel memaksa warga Palestina di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki untuk meninggalkan rumah mereka, bertepatan dengan pengepungan daerah tersebut.

    Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) telah menyatakan “kekhawatiran” di tengah operasi militer Israel di Tepi Barat, dengan mengatakan bahwa mereka “melihat pola-pola yang mengganggu dari penggunaan kekuatan yang tidak sah di Tepi Barat yang tidak perlu, tidak pandang bulu dan tidak proporsional”.

    Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar, yang saat ini berada di Budapest, telah mengucapkan terima kasih kepada mitranya dari Hungaria atas penolakan negara tersebut untuk menghormati surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu.

    Badan pengatur ICC mengatakan sangat prihatin menyusul upaya AS untuk memberikan sanksi kepada lembaga PBB tersebut atas surat perintah penangkapannya terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant.

    Perang Israel di Gaza telah menewaskan sebanyak 47.283 warga Palestina dan melukai 111.472 orang sejak 7 Oktober 2023.

    Setidaknya 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas hari itu dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Pasca-gencatan Senjata di Gaza, Politik Israel Berkecamuk, Netanyahu Dituntut Mundur – Halaman all

    Pasca-gencatan Senjata di Gaza, Politik Israel Berkecamuk, Netanyahu Dituntut Mundur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Setelah gencatan senjata di Gaza terjadi, politik di Israel memanas.

    Oposisi Israel menuntut agar Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu, beserta anggota koalisinya mundur dari jabatan mereka setelah dianggap gagal menangani tragedi 7 Oktober 2023.

    Tuntutan ini muncul setelah Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Herzi Halevi, dan Komandan Komando Selatan, Yaron Finkelman, mengumumkan pengunduran diri mereka.

    Pengunduran Halevi dan Finkelman ini berkaitan dengan kegagalan militer dalam mencegah peristiwa 7 Oktober 2023.

    Dalam pernyataannya, Halevi mengatakan ia telah memberi tahu Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz bahwa dirinya akan mundur dari jabatan pada 6 Maret 2025.

    Setelah pengunduran diri Halevi, para pemimpin oposisi mengkritik Netanyahu, mendesak dia dan pemerintahannya untuk memikul tanggung jawab dan mengundurkan diri.

    Dikutip dari Middle East Monitor, pemimpin oposisi, Yair Lapid mengatakan dirinya memberi hormat kepada Halevi karena telah berani mengundurkan diri.

    “Sekarang, saatnya bagi mereka untuk bertanggung jawab dan mengundurkan diri – perdana menteri dan seluruh pemerintahannya yang penuh bencana,” kata Lapid.

    Sementara itu, pemimpin Partai Yisrael Beiteinu, Avigdor Lieberman juga meminta Netanyahu dan anggota kabinet keamanannya “untuk bertanggung jawab dan pulang ke rumah”.

    Pemimpin Partai Demokrat oposisi, Yair Golan juga mengucapkan terima kasih kepada Halevi sambil meminta untuk Netanyahu mengikuti langkah Kepala Staf Angkatan Darat itu.

    Sementara itu, kepala Partai Kubu Negara oposisi dan mantan anggota kabinet perang Netanyahu, Benny Gantz menuntut pembentukan komisi penyelidikan resmi atas “kegagalan” 7 Oktober.

    Ia menekankan, Netanyahu dan eselon politik harus memikul tanggung jawab mereka dengan membentuk komisi penyelidikan resmi, sambil bekerja untuk memimpin Israel menuju pemilihan umum yang akan memungkinkan pembentukan pemerintahan baru yang memulihkan kepercayaan publik.

    Halevi Penuhi Janji

    Herzi Halevi dalam pernyataannya mengatakan, ia mengundurkan diri dari jabatannya sesuai janjinya sejak Oktober 2023 bahwa dia akan bertanggung jawab atas kegagalan 7 Oktober.

    Dalam pidatonya Selasa malam, Kepala Staf IDF itu meminta dibentuknya komisi penyelidikan negara untuk menangani semua masalah terkait keamanan nasional yang berada di luar kewenangan dan kendali IDF.

    Tanpa menjelaskan, ia juga menyinggung kemungkinan adanya entitas lain yang berpotensi menyelidiki masalah kegagalan yang lebih luas, termasuk pemerintah dan keputusan Netanyahu sendiri.

    Dikutip dari Jerusalem Post, Halevi mengakui bahwa tujuan perang negara itu masih terbuka, termasuk menghilangkan kendali politik Hamas atas Gaza dan memulangkan 94 sandera yang tersisa sebagai bagian dari pemulihan pencegahan Israel terhadap musuh-musuhnya.

    Halevi mengatakan, dia akan menghabiskan enam minggu ke depan untuk memastikan penerbitan laporan militer mengenai kegagalan 7 Oktober, serta mengelola gencatan senjata saat ini dan potensi transisi ke gencatan senjata permanen.

    Lebih lanjut, ia mengatakan ingin mentransfer manajemen IDF saat situasi keamanan membuat militer berada dalam situasi terkuat dan paling stabil sejak 7 Oktober 2023.

    Israel Katz telah mencoba, menurut semua pengamat di bawah perintah Netanyahu, untuk mendorong kepala IDF keluar sejak ia mengambil alih Kementerian Pertahanan dari Yoav Gallant pada tanggal 6 November 2024.

    Faktanya, Katz bahkan telah membekukan pengangkatannya dalam IDF sekarang selama beberapa bulan berturut-turut, yang membelenggu kekuasaannya dan melemahkan otoritasnya dalam militer.

    Sebagian besar analis mengatakan Netanyahu ingin menyalahkan sebagian besar kegagalan 7 Oktober pada Halevi.

    Sementara, IDF mengeluarkan penyelidikannya atas kegagalan itu, sembari menghindari penyelidikan negara apa pun atas tindakannya sendiri sebagai arsitek yang mengekang Hamas dan memfasilitasi penerimaan dana dari Qatar saat menjabat sebagai perdana menteri untuk sebagian besar periode 2009-2023.

    Sumber-sumber menegaskan sekali lagi pada Selasa malam bahwa Netanyahu tidak berniat mengundurkan diri seperti pemain utama lainnya dalam kegagalan keamanan 7 Oktober.

    Pertanyaan besarnya adalah apakah kepala IDF akan menyerukan pembentukan komisi penyelidikan negara seperti yang dilakukan mantan kepala intelijennya, Aharon Haliva, ketika ia mengundurkan diri pada bulan Agustus 2024.

    Meskipun mereka berupaya secara terang-terangan untuk menggulingkannya, baik Netanyahu maupun Katz memuji kepala IDF atas keputusannya untuk mengundurkan diri dan atas puluhan tahun pengabdiannya pada militer.

    Selain Netanyahu, banyak perwira IDF mengatakan mereka yakin Halevi bertahan terlalu lama, mengingat kegagalan 7 Oktober.

    Sementara yang lain mendukungnya untuk memastikan kesepakatan penyanderaan akan terjadi meskipun Netanyahu dianggap menentang kesepakatan semacam itu.

    (Tribunnews.com/Whiesa)

  • HNW: Gencatan senjata Israel-HAMAS tak lupakan kejahatan Israel

    HNW: Gencatan senjata Israel-HAMAS tak lupakan kejahatan Israel

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan gencatan senjata Israel dengan Palestina (HAMAS) bukan untuk memaafkan kejahatan kemanusiaan Israel terhadap warga Gaza, sebagaimana diputuskan oleh International Court of Juctice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC).

    “Sambil kita menyambut baik gencatan senjata itu, tapi juga mengingatkan soal keputusan-keputusan ICJ dan ICC atas kejahatan-kejahatan Israel yang tetap harus dilaksanakan, tidak malah dilupakan atau dimaafkan. Karena gencatan senjata yang ditandatangani oleh Israel dan Hamas (Palestina) serta negara-negara mediator memang bukan untuk melupakan keputusan-keputusan ICC dan ICJ,” kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Oleh karena itu, dia juga meminta agar pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mementingkan hal itu dan untuk ikut pro aktif bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara mediator seperti Qatar, Mesir dan Amerika Serikat untuk memastikan gencatan senjata di Gaza, Palestina, yang telah disepakati, dan diumumkan mulai berlaku tanggal 19 Januari 2024, dapat ditaati bersama dan tidak dilanggar oleh Israel.

    “Indonesia juga perlu ikut pro aktif mengawal gencatan senjata itu agar ditaati dan dilaksanakan semua butirnya, dengan melibatkan negara-negara sahabat di PBB, OKI, negara-negara mediator dan organisasi-organisasi internasional lainnya. Ini sangat perlu dilakukan agar genosida dan kejahatan kemanusiaan di Gaza oleh Israel dapat segera dihentikan, dan penjahatnya dikenakan sanksi hukum sebagaimana keputusan ICC dan ICJ,” ujarnya.

    HNW sapaan akrabnya mengatakan upaya untuk mengawal perjanjian gencatan senjata itu sangat perlu dilakukan dengan melihat track record Israel yang seringkali melanggar apa yang telah disepakati. Salah satunya adalah gencatan senjata pada November 2024 lalu dengan Lebanon, yang berulangkali dilanggar Israel dengan tetap menyerang Lebanon pasca perjanjian itu disepakati.

    Dia juga meminta agar Pemerintah Indonesia membangun komunikasi dengan negara-negara anggota PBB, terutama dengan negara-negara mediator – seperti Qatar, Mesir dan Amerika Serikat – untuk memastikan bahwa Israel menaati seluruh kesepakatan gencatan senjata yang telah mereka tandatangani. Secara khusus, ia menyoroti bahwa pemimpin AS yang saat ini dan akan datang,

    Presiden Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump sama-sama mendukung agar gencatan senjata ini segera dilakukan. Bahkan, gencatan senjata itu diumumkan oleh Presiden Joe Biden.

    “Oleh karena itu, apabila Israel kembali membangkang dengan melanggar perjanjian gencatan senjata itu, maka selain jelas menunjukkan perlawanan terhadap keputusan/policy Amerika Serikat dan arus besar warga dunia yang menyambut baik gencatan senjata, maka seharusnya Israel diberikan sanksi hukum dengan pengucilan Israel dari keanggotaan lembaga2 internasional termasuk dari keanggotaannya di PBB maupun IPU. Dan sudah semestinya kalau pemerintah dan parlemen AS makin menyadari bahwa perilaku Israel justru merugikan kepentingan luar negeri AS, sehingga sudah saatnya AS berpikir serius untuk mempertimbangkan kembali dukungan mutlaknya kepada Israel yang dilakukannya selama ini,” ujarnya.

    HNW menjelaskan catatan ini perlu diberikan karena, meski Israel sudah mulai menarik mundur pasukannya, dan kantor perdana menteri Israel sudah menandatangani naskah gencatan senjata, dan jalan-jalan di Jenin mulai dibuka, tetapi tanda-tanda pelanggaran perjanjian yang sudah disepakati sudah mulai terlihat. Pasca perjanjian gencatan senjata itu ditandatangani, Israel masih terus menyerang dan mengakibatkan tewasnya 73 warga di Gaza, Palestina, termasuk korbannya adalah anak-anak dan perempuan sipil yang lagi merayakan kemenangan Gaza dengan adanya gencatan senjata tersebut.

    Hal ini juga telah terkonfirmasi dan diingatkan oleh Hamas sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut, dimana pihaknya sudah mentaati butir-butir gencatan senjata, tetapi dari pihak Israel masih menunjukkan perilaku pembangkangan.

    “Saya sepakat dan setuju dengan sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang secara terbuka mengutuk keras tindakan kejahatan israel sesudah ditandatanganinya gencatan senjata tersebut. Semoga pada 19 Januari besok, setelah gencatan senjata itu resmi berlaku, tidak ada lagi pelanggaran atas kesepakatan tersebut,” tuturnya.

    Selanjutnya, HNW juga berpesan agar pemerintah Indonesia juga terus menjalin dukungan negara-negara di PBB untuk menaati dan menjalankan keputusan ICC dan ICJ dengan terus menuntut Israel dan pimpinannya terhadap kejahatan genosida, apartheid dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya.

    Dia mengatakan gencatan senjata tersebut bukan berarti melupakan dan memaafkan berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh Israel dan pimpinannya.

    Oleh karena itu, proses di ICJ dan ICC serta upaya untuk menangkap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant serta mereka yang terlibat sebagaimana diputuskan oleh ICJ harus tetap berjalan dan dituntaskan.

    “Hendaknya itu terus dilaksanakan sebagai komitmen penegakan keadilan dan hukum internasional serta menyelamatkan marwah organisasi dan peradilan internasional, seperti PBB, ICJ dan ICC dan peradaban global. Dalam mengawal ini, wajarnya Indonesia menjadi garda terdepan sesuai perintah Konstitusi (alinea ke 4 Pembukaan UUDNRI 1945), sekalian juga untuk membayar hutang sejarah dengan bangsa Palestina yang membantu kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda,” ujarnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025