KKP Segel Pagar Misterius di Laut Tangerang
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com –
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI menyegel pagar bambu sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP RI, Suharyanto, menjelaskan, penyegelan tersebut dilakukan pada Kamis (9/1/2025) pukul 16.30 WIB.
“Iya benar, sudah dilakukan penyegelan oleh KKP,” ujar Suharyanto saat dikonfirmasi
Kompas.com
, Kamis (9/1/2025).
Suharyanto mengatakan, penyegelan pagar tersebut dilakukan karena telah merugikan para nelayan serta dilakukan tanpa izin
Setelah penyegelan, kata Suharyanto, pihaknya akan tetap melakukan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan.
“Pastinya akan tetap diawasi. Untuk tugas tersebut di-
handle
langsung oleh Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan,” kata dia.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyebutkan, para nelayan di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, mengalami kerugian besar akibat pagar bambu misterius yang terpasang di sepanjang 30,16 kilometer perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Dia menjelaskan, pagar tersebut menghalangi akses nelayan ke laut sehingga menimbulkan kerugian hingga miliaran rupiah.
“Kerugian yang dialami nelayan akibat pagar ini tidak kurang dari Rp 8 miliar. Pagar ini harus segera dicabut,” ujar Yeka dalam keterangannya yang diterima
Kompas.com
, Kamis.
Menurut Yeka, ada dugaan pencatutan Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pemasangan pagar bambu itu.
“Ini bukan kawasan PSN, tetapi ada pemasangan pagar bambu yang membatasi ruang gerak nelayan,” kata dia.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan aktivitas lain seperti penimbunan tambak dan aliran sungai tanpa izin. Aktivitas tersebut disebut dapat merusak ekosistem serta alur air di perairan yang terletak di Desa Muncung, Kronjo, Kabupaten Tangerang itu.
Yeka menyebut, aktivitas ini juga berpotensi meningkatkan risiko banjir dan menurunkan produktivitas tambak warga.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan, temuan pagar bambu ini merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan Ombudsman berdasarkan temuan dugaan maladministratif.
“Kami mendalami aspek perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum terkait pemagaran laut serta penimbunan sungai ini,” jelas Fadli.
Berangkat dari temuan ini, Fadli menambahkan, Ombudsman akan memeriksa dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten serta Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWS C3).
Investigasi tersebut bakal mencakup dampak lingkungan dan kerugian ekonomi masyarakat.
Sebelumnya diberitakan, pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer membentang di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Masih menjadi misteri untuk apa dan siapa yang memasang pagar bambu tersebut.
Pagar itu terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Ombudsman RI saat melakukan pengecekan pada 5 Desember 2024 yang lalu menemukan fakta bahwa pagar tidak dipasang satu lapis, melainkan berlapis-lapis.
Adanya
pagar laut
itu pun membuat aktivitas nelayan dan warga terganggu. Bahkan, dapat membahayakan keselamatan nelayan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Yeka Hendra Fatika
-
/data/photo/2025/01/09/677fc17f567e6.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KKP Segel Pagar Misterius di Laut Tangerang Megapolitan 9 Januari 2025
-
/data/photo/2025/01/09/677f665f1f005.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ombudsman Minta Pagar Misterius di Tangerang Segera Dicabut sebab Rugikan Nelayan Megapolitan 9 Januari 2025
Ombudsman Minta Pagar Misterius di Tangerang Segera Dicabut sebab Rugikan Nelayan
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com
– Ombudsman RI meminta agar
pagar bambu
misterius yang terpasang di sepanjang 30,16 kilometer perairan Kabupaten Tangerang, Banten segera dicabut.
Pasalnya, pagar itu ilegal dan merugikan masyarakat, khususnya bagi nelayan.
“Pagar ini harus segera dicabut karena merugikan masyarakat,” kata anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya yang diterima
Kompas.com,
Kamis (9/1/2025).
Yeka menyebut, para nelayan di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang mengalami kerugian hingga Rp 8 miliar akibat pagar bambu itu. Dia menjelaskan, pagar tersebut menghalangi akses nelayan.
“Ini bukan kawasan PSN (Proyek Strategis Nasional), tetapi ada pemasangan pagar bambu yang membatasi ruang gerak nelayan,” kata dia.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan aktivitas lain seperti penimbunan tambak dan aliran sungai tanpa izin. Aktivitas tersebut disebut dapat merusak ekosistem serta alur air di perairan yang terletak di Desa Muncung, Kronjo, Kabupaten Tangerang itu.
Yeka menyebut, aktivitas ini juga berpotensi meningkatkan risiko banjir dan menurunkan produktivitas tambak warga.
Sementara, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi menyebut, temuan pagar bambu ini merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan Ombudsman berdasarkan temuan dugaan maladministrasi.
“Kami mendalami aspek perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum terkait pemagaran laut serta penimbunan sungai ini,” jelas Fadli.
Berangkat dari temuan ini, Fadli menambahkan, Ombudsman akan memeriksa dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten serta Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWS C3).
Investigasi tersebut bakal mencakup dampak lingkungan dan kerugian ekonomi masyarakat.
Sebelumnya diberitakan, pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer membentang di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Masih menjadi misteri untuk apa dan siapa yang memasang pagar bambu tersebut.
Pagar itu terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Ombudsman RI saat melakukan pengecekan pada 5 Desember 2024 yang lalu menemukan fakta bahwa pagar tidak dipasang satu lapis, melainkan berlapis-lapis.
Adanya
pagar laut
itu pun membuat aktivitas nelayan dan warga terganggu. Bahkan, dapat membahayakan keselamatan nelayan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/08/677e32127056b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ombudsman: Pagar Misterius di Tangerang Rugikan Nelayan hingga Rp 8 Miliar Megapolitan 9 Januari 2025
Ombudsman: Pagar Misterius di Tangerang Rugikan Nelayan hingga Rp 8 Miliar
Tim Redaksi
TANGERANG, KOMPAS.com
– Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyebut, para nelayan di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang mengalami kerugian besar akibat
pagar bambu
misterius yang terpasang di sepanjang 30,16 kilometer perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Dia menjelaskan, pagar tersebut menghalangi akses nelayan ke laut sehingga menimbulkan kerugian hingga miliaran rupiah.
“Kerugian yang dialami nelayan akibat pagar ini tidak kurang dari Rp 8 miliar. Pagar ini harus segera dicabut,” ujar Yeka dalam keterangannya yang diterima
Kompas.com
, Kamis (9/1/2025).
Menurut Yeka, ada dugaan pencatutan Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pemasangan pagar bambu itu.
“Ini bukan kawasan PSN, tetapi ada pemasangan pagar bambu yang membatasi ruang gerak nelayan,” kata dia.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan aktivitas lain seperti penimbunan tambak dan aliran sungai tanpa izin. Aktivitas tersebut disebut dapat merusak ekosistem serta alur air di perairan yang terletak di Desa Muncung, Kronjo, Kabupaten Tangerang itu.
Yeka menyebut, aktivitas ini juga berpotensi meningkatkan risiko banjir dan menurunkan produktivitas tambak warga.
Sementara, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi menyebut, temuan pagar bambu ini merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan Ombudsman berdasarkan temuan dugaan maladministrasi.
“Kami mendalami aspek perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum terkait pemagaran laut serta penimbunan sungai ini,” jelas Fadli.
Berangkat dari temuan ini, Fadli menambahkan, Ombudsman akan memeriksa dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten serta Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWS C3).
Investigasi tersebut bakal mencakup dampak lingkungan dan kerugian ekonomi masyarakat.
Sebelumnya diberitakan, pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer membentang di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Masih menjadi misteri untuk apa dan siapa yang memasang pagar bambu tersebut.
Pagar itu terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Ombudsman RI saat melakukan pengecekan pada 5 Desember 2024 yang lalu menemukan fakta bahwa pagar tidak dipasang satu lapis, melainkan berlapis-lapis.
Adanya
pagar laut
itu pun membuat aktivitas nelayan dan warga terganggu. Bahkan, dapat membahayakan keselamatan nelayan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Lika-liku PT Sritex: Sempat Mau Diselamatkan Prabowo, Kini Status Pailit Inkrah usai Kasasi Ditolak – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan perusahaan yang tergabung sebagai anak perusahaanya resmi dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung (MA)
Adapun putusan ini setelah MA menolah kasasi yang diajukan PT Sritex terkait putusan pembatalan pengesahan perdamaian (homologasi) yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Semarang lewat putusan Nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober 2024 lalu.
“Amar putusan: tolak,” demikian bunyi putusan dikutip dari laman MA, Kamis (20/12/2024).
Dengan penolakan kasasi ini, maka kepailitan PT Sritex telah berkedudukan hukum tetap atau inkrah.
Sehingga, status pailit PT Sritex sudah tidak bisa dibatalkan lagi.
Meski sudah ada upaya untuk menyelesaikan masalah melalui pengajuan perdamaian, namun dengan ditolaknya kasasi ini, harapan untuk keluar dari ancaman pailit sudah tertutup.
Sempat Mau Diselamatkan Prabowo
Gonjang-ganjing bangkrutnya PT Sritex pun sampai ke telinga Presiden RI, Prabowo Subianto.
Sesaat setelah terbitnya putusan pailit dari PN Semarang, Prabowo langsung memerintahkan empat menterinya di Kabinet Merah Putih untuk melakukan upaya penyelamatan dari perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut.
Mereka adalah Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK); Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani; Menteri BUMN, Erick Thohir; dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli.
“Presiden Prabowo sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kemenkeu, Menteri BUMN dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex,” kata Menperin, Agus Gumiwang pada 26 Oktober 2024 silam.
Ketika itu, Agus menuturkan bahwa prioritas pemerintah adalah menyelamatkan PT Sritek dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Namun, dia belum menjelaskan teknis penyelamatan yang dimaksud.
“Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK. Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan,” tutur AGK.
Sementara, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) saat itu memerintahkan agar PT Sritex tidak langsung melakukan PHK.
Dirjen Pembinaan Hubungan industrian dan Jaminan Sosial Kemenaker, Indah Anggoro Putri meminta para pekerja tidak segera di-PHK sebelum ada putusan inkrah dari MA terkait kasasi yang diajukan PT Sritex.
“Kemenaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerja-nya, sampai dengan adanya putusan yang inkrah atau dari MA,” ungkapnya.
Opsi Penyelamatan Prabowo Tidak Jelas
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika pun menganggap opsi penyelamatan dari pemerintah terhadap PT Sritex tidak jelas.
Yeka menegaskan pemerintah harus segera turun tangan jika memang memiliki niat untuk menyelamatkan PT Sritex.
Menurutnya, ada batas waktu yang tidak bisa ditunda terkait penyelamatan PT Sritex yakni sebelum bahan baku tekstil dinyatakan habis.
Aktivitas buruh di lingkungan pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). (dok. Antara/Mohamad Ayudha)
Yeka menuturkan bahan baku tekstil PT Sritex diperkirakan hanya bisa bertahan sampai tiga pekan sejak dirinya menyatakannya pada 14 November 2024 silam.
“Kan Presiden ngomong mau menyelamati, wakil menteri ngomong mau menyelamati, enggak akan ada PHK satu orang pun, katanya. Pertanyaan saya, ini ada urgent, bahan baku habis mau gimana? Apa contigency plan (rencana darurat) mereka?” ucap Yeka ketika ditemui Tribunnews.com di Hotel Le Meridien Jakarta.
“Makanya Ombudsman memberikan peringatan kepada pemerintah. Kalau kalian memang benar serius mau bantu Sritex, ada masa yang tidak bisa kalian permainkan, yaitu apa? Tiga minggu. Dasarnya apa? Bahan baku habis,” sambungnya.
Ombudsman Sempat Endus Kejanggalan Kepailitan Sritex
Pada kesempatan yang sama, Yeka juga menyebut adanya kejanggalan terkait proses kepailitan PT Sritex.
Dia mengungkapkan PT Sritex memiliki utang sekitar Rp20 triliun.
Salah satu pemasok asing asal India, yang berperan sebagai kreditur dengan utang sebesar Rp 100 miliar, berhasil mengajukan pailit terhadap perusahaan tersebut.
Yeka memandang proses mengajukan kepailitan berlangsung sangat cepat. Sidang dilakukan pada September, lalu sudah ada putusannya pada Oktober.
“Padahal kalau kita mempelajari contoh benchmarknya adalah Garuda saja, itu kalau enggak salah sidang kepailitannya itu tidak secepat itu,” ujarnya.
Lalu, menurut dia, ada indikasi bahwa upaya ini bisa saja merupakan bagian dari suatu pola yang disebut sindikasi “Burung Pemakan Bangkai”.
Jadi, perusahaan yang sebenarnya masih bisa bertahan, dipailitkan untuk kemudian dimanfaatkan oleh kreditor. “Perusahaan sehat dibikin sakit,” tutur Yeka.
Berdasarkan informasi yang Yeka terima, meskipun Sritex memiliki utang sangat besar, perusahaan ini masih menunjukkan indikator bisnis yang sehat.
Salah satunya adalah pembayaran gaji karyawan tidak pernah terlambat.
“Apakah Sritex usahanya sehat? Indikasinya banyak, salah satunya belum pernah dia menunggak bayar gaji karyawan. Rasio utang menurut mereka masih sehat, masih bisa terbayarkan,” ucap Yeka.
2.500 Karyawan Dirumahkan
Sebelumnya, Komisaris Utama PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto menyebut pihaknya telah merumahkan 2.500 karyawan.
Hal itu disampaikannya pada 13 November 2024 silam.
Iwan mengatakan keputusan itu dilakukan karena stok bahan baku yang hanya bisa bertahan hingga tiga pekan.
“Jadi ketersediaan bahan baku ini sekarang kekuatannya sampai 3 minggu ke depan,” kata Iwan dalam konferensi pers bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan.
Sritex (Antara)
Meski diliburkan, ia mengatakan hak pekerja seperti gaji masih dibayarkan oleh perusahaan.
Ia mengatakan, jumlah karyawan yang diliburkan akan terus bertambah apabila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas untuk izin keberlanjutan usaha.
Saat itu, ada proses going concern yang harus cepat diputuskan oleh hakim pengawas.
Apabila bisa diputuskan oleh hakim pengawas, Iwan merasa itu akan bisa membantu keberlangsungan Sritex.
“Bila itu ada, kita kembali lagi (beroperasi),” ujar Iwan.
Selain itu, yang menjadi ganjalan adalah visi misi dari kurator dan manajemen berbeda.
Iwan menilai visi kurator selalu mengedepankan pemberesan atau tidak peduli dengan keberlangsungan usaha.
Di sisi lain, ia menyebut manajemen melihatnya dari keberlangsungan usaha dan melanjutkan usaha ini.
“Kita sebenarnya ini mengharapkan bahwa keberlangsungan harus cepat dijalankan supaya yang diliburkan ini bisa bekerja lagi seperti biasa,” ucap Iwan.
“Ini keberlangsungan usaha ini adalah pokok dalam menunggu bridging, dalam menunggu kasasi,” sambungnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz/Lita Febriani/Ilham Rian Pratama)
Artikel lain terkait Sritex Pailit
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/21722/original/pt-wilmar-kelapa-sawit-130402b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ombudsman Usul Prabowo Bentuk Badan Baru Urus Tata Kelola Sawit – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengusulkan Presiden Prabowo Subianto membentuk badan baru urusan sawit. Tujuannya memperbaiki tata kelola industri sawit.
Dia mengatakan badan baru ini selayaknya berada langsung di bawah Presiden. Menurutnya, satu lembaga baru bisa mengurai carut marut tata kelola sawit dari hulu ke hilir.
“Terkait masalah pembentukan badan yg mengurusi masalah sawit ini secara satu badan di bawah presiden sehingga tata kelola hulu-hilirnya, kebijakan teknisnya itu dikomandani oleh badan ini. Dengan demikian policy-nya bisa lebih terukur, lebih diawasi dengan baik, dan pelayanan saya rasa lebih baik,” ungkap Yeka, di Kantor Ombudsman, Jakarta, dikutip Selasa (19/11/2024).
Acuannya adalah konsep serupa yang dijalankan oleh Malaysia. Negara tetangga Indonesia itu punya badan yang disebut Malaysia Palm Oil Board (MPOB) atau dewan sawit Malaysia. Adanya badan itu mampu memperkuat produktivitas kebun kelapa sawit, puncaknya, Malaysia bisa memproduksi 19 ton per hektare tandan buah segar (TBS).
Yeka melihat konsep serupa perlu dijalankan di Indonesia. Dia tak ingin urusan sawit sebatas dijalankan tim berbentuk Satuan Tugas (Satgas) tanpa mengubah otoritas kementerian/lembaga yang terlibat.
“Dia harus mempunyai satu badan yang mengurusi hulu-hilir, kalau enggak seperti begitu, siapa yang me-komandani? susah,” kata Yeka.
Menurutnya, banyaknya lembaga yang terlibat urusan sawit membuat tata kelola menjadi buruk. Contohnya, mulai dari tumpang tindih lahan perkebunan dan kawasan hutan, sampai tingkat sertifikasi yang rendah.
“Contohnya apa? Ya ini, tumpang tindih lahan, tumpang tindih perizinan, capaian ISPO itu karena apa? Karena kebijakannya disematkan di masing-masing institusi,” urainya.
Menurutnya, ada peluang tambahan Rp 279,1 triliun jika tata kelola sawit RI dijalankan dengan baik. Bahkan, nilai total produksi sawit bisa mencapai Rp 1.008 triliun per tahun, sebuah angka yang cukup besar dan dinilai layak memiliki badan khusus yang mengatur.
“Rp 1.008 triliun loh, bukan angka yang kecil itu, sumbangannya kepada APBN pun bisa diatas, nantinya bisa mencapai Rp 150 triliun itu layak untuk menjadi badan baru. Amerika aja bikin Kementerian Efisiensi, Elon Musk. Apalagi ini, ini kementerian/lembaga yang menghasilkan devisa bagi negara dan nantinya kemandirian energi tergantung pada badan ini,” pungkas Yeka.
-

Ombudsman: Perlu industri sawit berkelanjutan untuk program biodiesel
Jakarta (ANTARA) – Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan diperlukan tata kelola industri kelapa sawit berkelanjutan untuk mendukung kelancaran salah satu program ketahanan energi Indonesia, yakni penggunaan biodiesel.
“Pengembangan industri biodiesel sangat tergantung pada keberhasilan membangun perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan,” ujar Yeka saat memberi paparan terkait pencegahan malaadministrasi dalam layanan tata kelola industri kelapa sawit di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin.
Minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel.
Terkait hal tersebut, Yeka menyarankan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk melakukan perbaikan terhadap kebijakan biodiesel guna mencapai ketahanan energi.
Perbaikan tersebut meliputi penyusunan peta jalan rencana peningkatan program biodiesel dari B35 ke B40 atau B50 dengan memastikan perihal ketersediaan pasokan bahan baku, dalam hal ini CPO, yang mencukupi; kesiapan infrastruktur produsen biodiesel; optimalisasi uji coba kelaikan penggunaan biodiesel alat transportasi; serta keberlanjutan pengelolaan dana pungutan ekspor produk sawit.
Lebih lanjut, Yeka menyoroti permasalahan anggaran untuk program biodiesel.
Apabila program biodiesel semakin diperbesar, yakni dari B40 ke B50, maka jumlah ekspor kelapa sawit dikhawatirkan berkurang sehingga terjadi penurunan pendapatan dari ekspor.
Sementara itu, lanjut Yeka, jumlah biaya insentif yang harus ditanggung untuk program biodiesel akan semakin besar.
Dengan demikian, bila program biodiesel tidak diikuti dengan pertambahan produktivitas kelapa sawit maka akan berdampak pada berkurangnya ekspor.
“Kalau ekspor semakin berkurang, maka insentif biodiesel akan semakin menurun dan beban APBN semakin besar. Ini yang harus diperhitungkan secara komprehensif,” kata Yeka.
Dalam agenda Indonesia-Brazil Business Forum, di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (17/11), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto berambisi meningkatkan penggunaan biodiesel hingga 50 persen pada 2025, dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku utama.
“Saat ini kami ada di antara 35-40 persen (kapasitas produksi) dan ingin meningkatkan menjadi 50 persen pada 2025,” kata Prabowo seperti disimak dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden RI di Jakarta, Senin.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024 -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/21722/original/pt-wilmar-kelapa-sawit-130402b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Produktivitas Sawit Kalah dari Malaysia, Indonesia Boncos Rp 185 Triliun – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyoroti tingkat produktivitas sawit Indonesia yang dinilai masih rendah, bahkan kalah dari Malaysia. Dia mencatat ada potensi kerugian akibat tidak produktifnya lahan sawit mencapai Rp 185 triliun.
Dia mengatakan, rata-rata nasional produktivitas lahan adalah 12,8 ton per hektar Tandan Buah Segar (TBS). Jika dibandingkan, produktivitas optimal yang pernah dicapai Perusahaan kelapa sawit di Malaysia dengan Sertifikasi MSPO 95 persen adalah 19 ton per hektar. Artinya, ada perbedaan sekitar 5,2 ton per hektar.
Yeka membagi potensi kerugian itu pada dua variabel. Pertama, produktivitas dari kebun rakyat. Kurang produktifnya kebun sawit rakyat dipengaruhi rendahkan peremajaan sawit rakyat (PSR).
“Tidak optimalnya produktivitas lahan dapat disebabkan antara lain karena rendahnya capaian PSR. Kondisi ini dapat mengakibatkan potensi kerugian,” kata Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Dalam hitungannya, pada setiap selisih produksi 6,2 ton/hektar kebun sawit rakyat (6 juta ha) pada harga tandan buah segar (TBS) Rp3.000/kg maka potensi kerugian perkebunan kelapa sawit rakyat adalah sejumlah Rp 111,6 triliun per tahun.
Kedua, Yeka menyoroti produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit juga dapat disebabkan oleh praktek perkebunan yang tidak memenuhi standar ISPO. Saat ini sertifikasi ISPO baru mencapai 35 persen, sertifikasi ISPO salah satunya mengatur mengenai standar kualitas bibit.
“Potensi kerugian dari aspek kualitas bibit pada setiap selisih produksi 3,8 ton TBS per hektar untuk luasan perkebunan perusahaan sawit di Indonesia yang belum berstandar ISPO, 65 persen dikali 10 juta hektar, maka potensi kerugian perkebunan sawit adalah Rp 74,1 triliun per tahun,” tuturnya.
Pembibitan
Dia menjelaskan, pembibitan yang baik sesuai regulasi adalah ketika kebun berisi tanaman dengan varietas non tenera sejumlah kurang dari 2,5 persen. Namun, saat ini varietas non tenera yang tertanam di kebun masih tinggi, yaitu di atas 70 persen.
“Dengan pembibitan yang baik produktivitas dapat naik 30 persen, saat ini rata-rata produktivitas 12,8 ton/hektar dapat naik menjadi 16,6 ton/hektar,” kata dia.
Jika dijumlahkan, berkaitan dengan aspek produktivitas, ada potensi kerugian mencapai Rp 185,7 triliun.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/680451/original/ilustrasi-cpo1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tata Kelola Sawit RI Buruk, Ombudsman Endus Potensi Kerugian Ekonomi Rp 279,1 Triliun per Tahun – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia menyoroti tata kelola industri kelapa sawit yang masih carut marut. Bahkan, ada potensi kerugian ekonomi mencapai Rp 279,1 triliun per tahun imbas dari tata kelola sawit yang buruk tersebut.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengungkapkan angka tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait potensi maladministrasi di sektor perkebunan hingga industri sawit.
“Tata kelola industri kelapa sawit saat ini tidak cukup baik dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomis,” ungkap Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Setidaknya ada 4 aspek yang ditemui berpotensi mengalami maladministrasi. Yakni, aspek lahan, berupa tumpang tindih lahan perkebunan sawit dengan kawasan hutan. Aspek perizinan, terkait dengan kepemilikan lahan. Aspek tata niaga, hingga aspek kelembagaan yang juga disoroti oleh Ombudsman.
“Akibat tata kelola tadi, kalau kita jumlahkan potensi kerugian di aspek lahan, potensi kerugian di aspek perizinan, potensi kerugian di aspek tata niaga, ini kalau dijumlahkan kerugiannya mencapai Rp 279,1 triliun per tahun,” urai Yeka.
Rinciannya, potensi kerugian meliputi aspek lahan sebesar Rp 74,1 triliun per tahun. Aspek peremajaan sawit terkendala Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebesar Rp 111,6 triliun per tahun.
Aspek kualitas bibit yang tidak sesuai ISPO sebesar Rp 81,9 triliun per tahun. Serta aspek kehilangan yield akibat grading tidak sesuai standar kematangan tandan buah segar (TBS) sebesar Rp 11,5 triliun per tahun.
“Silakan, ini direnungkan. Kalau tata kelola ini bisa diperbaiki maka minimalnya negara akan mendapatkan tambahan sebesar Rp 279,1 triliun,” tegasnya.
-

Ombudsman RI usulkan pembentukan badan khusus urusan sawit
Jakarta (ANTARA) – Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk badan khusus urusan sawit guna mencegah terjadinya tumpang tindih perizinan terkait pengembangan industri kelapa sawit.
“Pemerintah harus memiliki satu badan yang mengurusi hulu hingga hilir industri kelapa sawit,” ujar Yeka setelah menyampaikan laporan pencegahan malaadministrasi dalam layanan tata kelola industri kelapa sawit di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin.
Yeka menargetkan badan khusus urusan sawit tersebut berada langsung di bawah presiden dan berbentuk Badan Layanan Umum (BLU) guna mewujudkan tata kelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
Ia meyakini bahwa pengembangan industri kelapa sawit tidak cukup ditangani oleh satuan tugas (satgas) maupun satuan kerja (satker) antarkementerian.
Menurut Yeka, pengembangan industri kelapa sawit memiliki kerumitannya tersendiri, baik dalam hal perizinan hingga penataan lahan sehingga membutuhkan satu komandan berupa satu badan di bawah presiden.
“Tumpang tindih lahan, tumpang tindih perizinan. Semua karena apa? Karena kebijakannya disematkan di masing-masing institusi,” kata Yeka.
Yeka juga mendasari usulan pembentukan badan urusan sawit tersebut dalam rangka meniru praktik tata kelola sawit di Malaysia. Negeri Jiran tersebut memiliki sebuah badan bernama Malaysian Palm Oil Board (MPOB).
“Indonesia harus memiliki hal yang sama biar bisa mengembangkan industri kelapa sawit,” katanya.
Perbaikan tata kelola industri sawit diyakini oleh Ombudsman dapat memberi tambahan nilai ekonomi hingga Rp279 triliun.
Dengan nilai kapasitas industri kelapa sawit yang saat ini senilai Rp729 triliun, Yeka mengatakan seusai perbaikan tata kelola akan meningkat hingga mencapai Rp1.008 triliun.
“Nilai Rp1.0008 triliun itu bukan angka kecil. Sumbangannya kepada APBN pun bisa mencapai Rp150 triliun. Itu layaklah untuk menjadi badan baru,” kata Yeka.
Yeka mengatakan badan khusus urusan sawit tersebut perlu diberi kewenangan yang cukup untuk melakukan pengaturan, pembinaan, pendampingan dan pengawasan terkait urusan yang berkaitan dengan industri kelapa sawit.
Kewenangan tersebut diperlukan mengingat permasalahan utama dalam tata kelola industri kelapa sawit adalah karena kebijakan yang mengatur industri kelapa sawit tidak terintegrasi dengan baik sehingga sulit mencapai target yang diharapkan.
“Dengan demikian, kebijakan (pengembangan industri sawit) bisa lebih terukur, lebih diawasi dengan baik, dan pelayanannya saya yakin akan lebih baik,” ucapnya.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024