Tag: Yeka Hendra Fatika

  • Bos Bulog Buka Suara soal 300.000 Ton Beras di Gudang Terancam Rusak

    Bos Bulog Buka Suara soal 300.000 Ton Beras di Gudang Terancam Rusak

    Bisnis.com, JAKARTA — Perum bulog buka suara perihal stok beras di gudang Bulog yang dikhawatirkan mengalami penurunan mutu hingga tidak layak konsumsi atau disposal.

    Direktur Utama Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menyampaikan bahwa kondisi beras yang disimpan di gudang Bulog saat ini dalam keadaan yang bagus, seraya menekankan bahwa pemeliharaan stok terus dilakukan secara berkala.

    “Bagus [keadaannya], nanti teman-teman media akan kami bawa lihat ke gudang, supaya melihat kondisi beras kita dan pemeliharaannya seperti apa, baik pemeliharaan harian, mingguan, bulanan, triwulan, bahkan semester,” kata Rizal kepada wartawan di Kantor Pusat Bulog, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2025).

    Terkait masih adanya stok beras dari aktivitas impor yang terakhir dilakukan pada tahun lalu, Rizal mengatakan bahwa proses penyaluran terus dilakukan seiring dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

    Menurutnya, beras tersebut menjadi bagian dari penyaluran program bantuan pangan yang telah tersalurkan ke masyarakat hingga periode Juli 2025.

    Saat ini, Rizal mengungkapkan bahwa penyaluran beras bantuan pangan pemerintah telah mencapai 99%, sementara 1% sisanya merupakan penyaluran untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

    “Terutama di 3T tersebut, termasuk yang daerah-daerah rawan konflik seperti di Papua Pegunungan dan lain sebagainya. Ini yang juga sedang kami upayakan dengan satgas-satgas yang ada di depan,” tutur purnawirawan TNI berpangkat Mayor Jenderal ini.

    Selain itu, dia menjelaskan bahwa pemerintah tengah menggencarkan program gerakan pangan murah di 214 kabupaten/kota Tanah Air. Program itu dipastikan terus berjalan seiring dengan pengelolaan stok beras yang dilakukan Bulog.

    Diberitakan sebelumnya, Ombudsman RI mengungkapkan bahwa kondisi 300.000 ton beras di gudang Perum Bulog terancam mengalami penurunan mutu hingga tidak layak konsumsi alias disposal.

    Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyampaikan bahwa kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hingga mencapai Rp4 triliun.

    Pihaknya mencermati bahwa jumlah 300.000 ton tersebut diduga tidak hanya bersumber dari stok beras impor, melainkan juga dari gabah at any quality yang diserap Bulog.

    Khusus beras impor, Yeka menyebut bahwa stok yang tersisa itu merupakan hasil impor yang terakhir kali dilakukan tahun lalu, yakni antara periode Juni—Juli 2024.

    “Taksiran kerugiannya kita lihat, ini hitungan kasar saja lah ya, bisa mencapai Rp4 triliun,” katanya kepada Bisnis melalui sambungan telepon.

  • Bapanas: Intervensi pemerintah stabilkan harga beras di 196 daerah

    Bapanas: Intervensi pemerintah stabilkan harga beras di 196 daerah

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan intervensi pemerintah melalui operasi pasar dan distribusi merata berhasil menjaga stabilitas harga beras di 196 kabupaten/kota, sehingga masyarakat tetap memperoleh akses pangan terjangkau.

    “Terkait fluktuasi harga beras di pasaran saat ini, program intervensi telah pemerintah lakukan sejak Juli 2025 antara lain program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan bantuan pangan beras,” kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa di Jakarta, Rabu.

    Dia menyampaikan bahwa intervensi pemerintah meliputi penyaluran beras SPHP serta bantuan pangan beras, yang menjadi instrumen utama keseimbangan pasokan dan harga beras nasional.

    Ia menyebutkan data Panel Harga Pangan Bapanas menunjukkan jumlah kabupaten/kota dengan rata-rata harga beras medium sama atau di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) meningkat 26 persen sejak akhir Juli hingga Agustus.

    Pada akhir Juli tercatat 155 kabupaten/kota dengan harga beras medium stabil, kemudian pada minggu keempat Agustus jumlah tersebut meningkat menjadi 196 kabupaten/kota dengan harga lebih terkendali.

    Pemerintah juga menyalurkan bantuan pangan sekitar 360 ribu ton beras untuk 18,27 juta keluarga selama dua bulan yakni Juni dan Juli 2025 sebagai stimulus ekonomi sekaligus menjaga daya beli masyarakat.

    Sementara itu, SPHP beras periode Juli-Desember 2025 menargetkan penyaluran 1,3 juta ton, dengan realisasi harian Perum Bulog saat ini mampu mencapai lebih dari 7 ribu ton di berbagai wilayah.

    Ketut mengatakan distribusi beras SPHP terus dimasifkan di pasar rakyat maupun ritel modern agar penyebarannya lebih merata, sehingga masyarakat dapat dengan mudah memperoleh beras dengan harga terjangkau.

    Sebelumnya, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika menekankan pentingnya perhatian penuh pada perkembangan harga beras medium. Kondisi harga beras medium penting distabilkan bagi masyarakat secara luas.

    “Intinya Ombudsman akan mendalami persoalan ini. (Mulai) dari siapa yang bertugas untuk melakukan stabilisasi pada saat ketersediaan (beras) terbatas dan harga sedang melonjak. Itu sudah jelas, itu ranahnya Badan Pangan Nasional,” kata Yeka.

    Terpisah, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyatakan komitmennya dalam upaya pemerintah memasifkan program intervensi perberasan.

    “Sesuai arahan Presiden Prabowo, program SPHP beras akan terus digenjot hingga Desember. Misalnya sebelum Desember sudah mencapai 1,3 juta ton, akan kami ajukan kembali untuk target tambahannya. Stok beras pemerintah sangat besar saat ini,” kata Arief.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Bambang Sutopo Hadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Nasib 161.401 Penggilingan Padi di Ujung Tanduk, 1 Juta Pekerja Terancam

    Nasib 161.401 Penggilingan Padi di Ujung Tanduk, 1 Juta Pekerja Terancam

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan sebanyak satu juta pekerja di penggilingan padi berskala kecil berisiko kehilangan pekerjaan imbas tak mampu bersaing dengan penggilingan padi skala sedang dan besar.

    Merujuk data Kementan, terdapat 161.401 unit penggilingan padi berskala kecil dengan kapasitas mencapai 116,2 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi padi Indonesia mencapai 65 juta ton gabah kering panen (GKP) setiap tahun.

    Kementan mencatat hingga saat ini terdapat 7.332 unit penggilingan padi berskala sedang dengan kapasitas 21,1 juta ton per tahun, serta 1.056 unit penggilingan padi besar dengan kapasitas 30,4 juta ton per tahun.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan jika pemerintah tidak segera mengintervensi penggilingan besar, maka penggilingan kecil akan semakin terpuruk.

    “Penggilingan kecil menunggu waktu habis, dan pada saatnya nanti yang [penggilingan] besar ini memonopoli,” ujar Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Amran memperkirakan, jika setiap penggilingan kecil mempekerjakan 10 orang, maka ada sekitar 1 juta orang yang akan kehilangan pekerjaan.

    “Dan pada saatnya nanti yang [penggilingan] besar ini memonopoli dan 161.000 [penggilingan kecil], katakanlah yang mempekerjakan 10 orang berarti 1 juta orang kehilangan pekerjaan [di penggilingan kecil],” ujarnya.

    Namun, Amran menyatakan bahwa fenomena tutupnya penggilingan padi berskala kecil sudah lama terjadi sejak 20 tahun silam.

    “Dan sekarang ada yang mem-framing bahwa banyak pabrik kecil tutup. Tutupnya bukan hari ini, itu sudah 15-20 tahun,” ujarnya.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika sebelumnya mengatakan sebanyak 10 dari 23 penggilingan padi kecil menutup usahanya imbas adanya kekhawatiran dalam menjalankan usaha perberasan di Indonesia. Hal ini menyusul adanya temuan beras yang tidak sesuai mutu dan dijual menjadi beras premium alias beras oplosan.

    Hasil temuan ini diperoleh saat Ombudsman melakukan uji petik di Kecamatan Tempuran, Karawang dan sekitarnya.

    “Ada 23 penggilingan padi di wilayah itu dan 10 [penggilingan padi] sudah tutup sekarang. Apa penyebab tutupnya? Selain persaingan juga karena kondisi yang sekarang terjadi, ada ketakutan,” kata Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Ombudsman juga menemukan stok beras di penggilingan padi semakin menipis imbas kasus beras oplosan. Kini, stok beras di tingkat penggilingan padi hanya berkisar 5–10%. Padahal sebelumnya, Yeka menyebut rata-rata stok beras di penggilingan padi biasanya mencapai 100 ton.

    Dia mengungkap, stok beras yang semakin menipis di tingkat penggilingan padi lantaran mereka takut dalam menjalankan usaha perberasan. “Kami tanya mengapa seperti ini? Mereka [penggilingan padi] menjawab sama, takut,” tandasnya.

  • Mentan Ungkap Biang Kerok Penggilingan Padi Kecil Berguguran

    Mentan Ungkap Biang Kerok Penggilingan Padi Kecil Berguguran

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan fenomena tutupnya usaha penggilingan padi kecil bukanlah hal yang baru dan sudah terjadi sejak lama.

    “Bahwasannya pabrik [penggilingan padi] kecil tutup, itu sudah lama terjadi. Sering,” kata Amran saat ditemui di sela-sela konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

    Amran menjelaskan, banyaknya penggilingan kecil padi yang tutup ini lantaran jumlah gabah yang digiling hanya sekitar 42 juta ton selama 6 bulan.

    Di sisi lain, lanjut dia, produksi padi nasional hanya 65 juta ton gabah untuk digiling. Padahal, kapasitas penggilingan padi kecil secara nasional mampu menggiling hingga 116 juta ton gabah. Alhasil, banyak mesin penggilingan kecil yang tidak bekerja secara penuh alias menganggur.

    Adapun, saat ini, usaha penggilingan padi dibagi ke dalam tiga klaster, yakni 161.000 penggilingan padi kecil, 7.300 penggilingan padi menengah, dan 1.065 penggilingan besar.

    “Selebihnya adalah [65 juta ton—42 juta ton] 23 juta ton gabah. Kapasitas giling terpasang adalah 165 juta ton [penggilingan] besar, kecil, sedang. Pasti ada yang tidak kebagian kan?” tuturnya.

    Menurut Amran, penggilingan padi besar sebaiknya tidak bersaing dengan penggilingan kecil. Sebab, penggilingan besar selalu bisa menawarkan harga gabah lebih tinggi dari penggilingan kecil.

    “Yang [penggilingan] besar harusnya tidak masuk mengganggu yang kecil. Karena yang kecil kalau dia beli [gabah] Rp6.500 [per kilogram], dia membeli Rp6.700, yang besar. Kalau dia naik Rp6.700, mereka beli Rp7.000. Artinya yang kecil, ekonomi kecil terganggu,” ujarnya.

    Namun, Amran menekankan bahwa pemerintah akan memperbaiki tata usaha struktur pasar baru agar tidak terjadi monopoli pembelian gabah oleh penggilingan.

    “Kenapa kita akan perbaiki? Karena ada perintah langsung Bapak Presiden, [dan] yang kedua, stok [beras] kita banyak. Dan kita sekarang operasi pasar. Kami oke,” ujarnya.

    Untuk itu, dia menyampaikan pemerintah akan membangun struktur pasar baru ke depan. “Doakan, kami akan buat ke depan [intervensi gabah], mudah-mudahan. Kita sudah rakortas beberapa kali dengan Pak Menko [Zulkifli Hasan]. Kami sebenarnya prinsipnya sudah sepakat membangun struktur pasar baru,” tuturnya.

    Sebelumnya, Ombudsman mencatat sebanyak 10 dari 23 penggilingan padi kecil menutup usahanya imbas adanya kekhawatiran dalam menjalankan usaha perberasan di Indonesia.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyampaikan, temuan itu ia dapatkan saat Ombudsman melakukan uji petik di Kecamatan Tempuran, Karawang dan sekitarnya.

    “Ada 23 penggilingan padi di wilayah itu dan 10 [penggilingan padi] sudah tutup sekarang. Apa penyebab tutupnya? Selain persaingan juga karena kondisi yang sekarang terjadi, ada ketakutan,” ujar Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Selain itu, Yeka juga menemukan stok beras di penggilingan padi semakin menipis imbas kasus beras oplosan. Kini, stok beras di tingkat penggilingan padi hanya berkisar 5–10%.

    Padahal, sebelumnya, rata-rata stok beras di penggilingan padi biasanya mencapai 100 ton. Namun, stoknya kini hanya mencapai 5%.

    Yeka mengungkap, stok beras yang semakin menipis di tingkat penggilingan padi lantaran mereka takut dalam menjalankan usaha perberasan. “Kami tanya mengapa seperti ini? Mereka [penggilingan padi] menjawab sama, takut,” ungkapnya.

    Ombudsman meminta agar pemerintah segera mengembalikan kondisi perberasan Indonesia menjadi kondusif, mulai dari penggilingan kecil, penggilingan besar, hingga pedagang kecil juga besar, sehingga beras di tingkat konsumen tersedia dengan harga terjangkau.

    “Karena semuanya sama begitu, mengatakan ‘kami takut’. Nah, ini kita negara apa kalau pelaku usaha perberasan seperti ini seperti mereka ini jualan barang haram atau jualan barang yang tidak legal sampai takut. Jadi, pemerintah harus segera membuat rasa aman dan nyaman,” pungkasnya

  • Sempat langka, Istana sebut pasokan beras di pasar kembali normal

    Sempat langka, Istana sebut pasokan beras di pasar kembali normal

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Sempat langka, Istana sebut pasokan beras di pasar kembali normal
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 15 Agustus 2025 – 19:11 WIB

    Elshinta.com – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pasokan beras di pasar telah kembali normal setelah sempat mengalami kelangkaan.

    “Kami memonitor setiap hari dan alhamdulillah hari ini, beberapa hari yang lalu semua sudah normal,” ujar Prasetyo di Kompleks Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat,

    Dia menjelaskan bahwa kelangkaan tersebut terjadi dalam waktu singkat dan dipicu oleh adanya praktik pengoplosan beras dan menjualnya dengan harga lebih tinggi dari ketentuan.

    Pemerintah, kata dia kemudian melakukan langkah intervensi untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga.

    “Pasar diintervensi oleh pemerintah, itulah gunanya kita memiliki kekuatan. Dengan kita memiliki cadangan beras di tangan pemerintah, sehingga ketika terjadi sesuatu kita melakukan upaya-upaya tetap menjaga ketersediaan dan kestabilan harga di lapangan,” ujar dia.

    Dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI, Jumat, Presiden RI Prabowo Subianto mengumumkan Indonesia saat ini surplus produksi beras, dan stok cadangan beras nasional mencapai lebih dari 4 juta ton, yang merupakan angka tertinggi dalam sejarah Republik Indonesia.

    Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta pemerintah segera mencari jalan pintas sebagai solusi untuk mengatasi kondisi kelangkaan beras yang terjadi saat ini.

    Pada beberapa waktu lalu, ia mengatakan bahwa Ombudsman sudah mengecek kondisi stok beras ke pasar tradisional maupun ke pasar swalayan. Hasilnya, beras sudah dalam kondisi yang langka karena yang paling murah dijual dengan harga Rp12 ribu per kilogram.

    “Dan ternyata kelangkaan stok itu terkonfirmasi, ada penggilingan besar yang biasa punya 30 ribu ton, sekarang hanya dua ribu ton. Ada yang tadi punya lima ribu ton, sekarang 200 ton,” kata Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (8/8).

    Ia mengatakan pemerintah perlu betul-betul memitigasi masalah kelangkaan beras karena waktunya sudah tidak banyak. “Karena jika masalah beras betul-betul tak tertangani maka akan berdampak kepada isu-isu lainnya,” imbuhnya.

    Sumber : Antara

  • Beras Oplosan Marak, Pedagang Pasar Tradisional Semringah Omzet Naik

    Beras Oplosan Marak, Pedagang Pasar Tradisional Semringah Omzet Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut pedagang pasar tradisional mengalami peningkatan omzet imbas kasus beras yang tak sesuai mutu dan kualitas alias beras oplosan.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan kasus beras oplosan membawa berkah bagi pedagang di pasar tradisional, lantaran masyarakat berbondong-bondong beralih membeli beras di pasar tradisional.

    “Ada yang menarik. Ini berkah bagi pedagang tradisional. Itu omzetnya naik, karena banyak yang beralih [membeli beras] ke [pasar] tradisional,” kata Amran saat ditemui di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Kamis (14/8/2025).

    Amran menuturkan dengan masyarakat membeli beras di pasar tradisional, ini justru bisa menghidupkan penggilingan kecil di Tanah Air. Apalagi, penggilingan kecil mendominasi dari total penggilingan.

    “Kalau dia belanja di tradisional, menghidupkan pengilingan kecil. Penggilingan kecil jumlahnya itu 95% dari total penggilingan,” tuturnya.

    Di sisi lain, Amran menuturkan bahwa Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga telah menurunkan harga beras premium sebesar Rp1.500 per kemasan 5 kilogram.

    “Premium kan sudah turun Rp1.500 [per 5 kilogram], ada suratnya aku terima. Dan itu statement ketua asosiasinya itu. Aprindo, turun Rp1.500 [per 5 kilogram],” ujarnya.

    Sebelumnya diberitakan, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengeklaim kini pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) tak lagi takut berjualan beras imbas adanya kasus beras oplosan. Dia memastikan sudah tidak ada lagi masalah terkait beras oplosan. Dia juga mengeklaim permasalahan ini sudah tertangani.

    “Sudah-sudah, nggak ada masalah. Sudah tertangani dengan baik,” ujar Budi saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Namun, dia enggan menjelaskan lebih detail seperti apa proses penanganan kasus beras oplosan yang telah menggegerkan masyarakat.

    Omzet Turun

    Sementara itu, Ombudsman sebelumnya menemukan adanya penurunan signifikan omzet pedagang beras di PIBC saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Senin (11/8/2025). Adapun, sidak ini dilakukan untuk memantau kondisi perdagangan beras di tengah polemik beras oplosan.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menuturkan sejumlah pedagang mengeluhkan penurunan penjualan antara 20–50% sejak isu beras oplosan mencuat di publik.

    “Dari keterangan pedagang, misalnya mereka biasanya menjual 15-20 ton beras per hari, namun saat ini hanya 6–10 ton beras perhari,” ujar Yeka dalam keterangan tertulis, Senin (11/8/2025).

    Berdasarkan data Pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, perbandingan in-out beras di PIBC pada 1–10 Juli 2025 dan 1–10 Agustus 2025 terjadi penurunan beras yang masuk 22,97% dan yang keluar 20,84%.

    Dari sisi harga, Yeka menemukan terjadi kenaikan harga beras di PIBC. Harga jual termurah Rp13.150 per kilogram dan harga termahal tembus Rp14.760 per kilogram, dengan rata kenaikan harga beras sebesar Rp200 dalam dua pekan terakhir.

    Selain itu, Yeka menyebut penurunan penjualan ini juga berdampak pada turunnya tenaga kerja di sektor bongkar muat. Merujuk data Koperasi Jasa Pekerja Bongkar Muat PIBC, sebanyak 80% dari sekitar 1.200 anggota tidak bekerja karena menurunnya volume pembelian beras di PIBC.

    “Perlindungan terhadap konsumen harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap keberlangsungan pelaku usaha dan pekerja,” tuturnya.

    Adapun, Ombudsman akan menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait.

    Yeka menyatakan langkah ini untuk mencari solusi agar pasar kembali bergairah, sekaligus memastikan perdagangan beras tetap transparan dan sesuai ketentuan.

  • Pedagang Beras Cipinang Takut Jualan Gegara Isu Oplosan, Mendag: Sudah Tertangani

    Pedagang Beras Cipinang Takut Jualan Gegara Isu Oplosan, Mendag: Sudah Tertangani

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara ihwal pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur yang takut berjualan beras pasca-mencuatnya kasus beras oplosan alias tak sesuai mutu.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengklaim bahwa permasalahan tersebut sudah tertangani dan pedagang tak lagi takut berjualan beras.

    “Sudah-sudah, enggak ada masalah. Sudah tertangani dengan baik,” kata Budi saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Sayangnya, dia enggan menjelaskan lebih detail seperti apa proses penanganan kasus beras oplosan yang telah menggegerkan masyarakat.

    Sebelumnya, Ombudsman menemukan adanya penurunan signifikan omzet pedagang beras di PIBC saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Senin (11/8/2025). Adapun, sidak ini dilakukan untuk memantau kondisi perdagangan beras di tengah polemik beras oplosan.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, sejumlah pedagang mengeluhkan penurunan penjualan antara 20–50% sejak isu beras oplosan mencuat di publik.

    “Dari keterangan pedagang, misalnya mereka biasanya menjual 15-20 ton beras per hari. Namun, saat ini hanya 6–10 ton beras per hari,” kata Yeka dalam keterangan tertulis, Senin (11/8/2025).

    Berdasarkan data Pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, perbandingan in-out beras di PIBC pada 1–10 Juli 2025 dan 1–10 Agustus 2025 terjadi penurunan beras yang masuk 22,97% dan yang keluar 20,84%.

    Dari sisi harga, Yeka menemukan terjadi kenaikan harga beras di PIBC. Harga jual termurah Rp13.150 per kilogram dan harga termahal tembus Rp14.760 per kilogram, dengan rata-rata kenaikan harga beras sebesar Rp200 dalam 2 pekan terakhir.

    Bahkan, penurunan penjualan ini juga berdampak pada turunnya tenaga kerja di sektor bongkar muat. Merujuk data Koperasi Jasa Pekerja Bongkar Muat PIBC, sebanyak 80% dari sekitar 1.200 anggota tidak bekerja karena menurunnya volume pembelian beras di PIBC.

    “Perlindungan terhadap konsumen harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap keberlangsungan pelaku usaha dan pekerja,” ujarnya.

    Atas temuan ini, Ombudsman akan menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait. Yeka menyatakan langkah ini untuk mencari solusi agar pasar kembali bergairah, sekaligus memastikan perdagangan beras tetap transparan dan sesuai ketentuan.

  • Ombudsman: Omzet Pedagang Beras di Cipinang Anjlok Gegara Oplosan

    Ombudsman: Omzet Pedagang Beras di Cipinang Anjlok Gegara Oplosan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman RI mengungkapkan bahwa omzet pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur mengalami penurunan imbas polemik beras oplosan dalam beberapa waktu terakhir.

    Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebut bahwa penurunan penjualan pedagang beras mencapai 20% hingga 50% sejak temuan beras oplosan mencuat ke publik. Hal ini diketahui usai melakukan inspeksi ke lokasi.

    “Dari keterangan pedagang, misalnya mereka biasanya menjual 15-20 ton beras per hari, tetapi saat ini hanya 6-10 ton beras per hari,” kata Yeka dalam keterangannya, Senin (11/8/2025).

    Dia memerinci, berdasarkan data Pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, jumlah beras yang masuk sepanjang 1-10 Agustus 2025 menurun 22,97% dibandingkan periode 1-10 Juli 2025.

    Hal serupa juga terjadi pada beras yang keluar, yakni menyusut 20,84% dibandingkan periode yang sama pada bulan sebelumnya.

    Tren tersebut diikuti dengan meningkatnya harga beras dengan rerata Rp200 pada dua pekan terakhir. Harga jual termurah mencapai Rp13.150, sedangkan harga termahal menyentuh Rp14.760.

    Yeka lantas memaparkan bahwa hal ini berdampak terhadap tenaga kerja di sektor bongkar muat.

    Menurutnya, sebanyak 80% dari 1.200 anggota Koperasi Jasa Pekerja Bongkar Muat PIBC disebut tidak bekerja imbas volume pembelian beras yang menurun.

    “Situasi ini memerlukan perhatian serius pemerintah. Perlindungan terhadap konsumen harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap keberlangsungan pelaku usaha dan pekerja,” tuturnya.

    Yeka kemudian menjelaskan bahwa Ombudsman akan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait, guna mencari solusi agar pasar kembali bergairah.

    Pihaknya juga hendak sekaligus memastikan bahwa perdagangan beras tetap transparan dan sesuai dengan ketentuan. 

  • Cegah Distribusi Terhambat, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Penyesuaian Klasifikasi Mutu Beras

    Cegah Distribusi Terhambat, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Penyesuaian Klasifikasi Mutu Beras

    JAKARTA — Ombudsman meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas) agar mempertimbangkan penyesuaian Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras agar harmonis dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020. Hal ini upaya agar tidak berpotensi menghambat distribusi.

    “Penyesuaian ini penting agar pasokan beras di pasar tetap terjaga. Ke depan, perlu ada kebijakan standar mutu beras yang memberikan insentif peningkatan kualitas produksi beras,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu, 9 Agustus 2025.

    Yeka mengungkapkan sejumlah persoalan di rantai tata niaga beras. Di tingkat petani, produktivitas padi saat ini di wilayah amatan mencapai rata-rata 5,5 ton per hektare, meningkat dibanding dua hingga tiga musim sebelumnya yang kerap mengalami gagal panen.

    “Namun, sangat disayangkan varietas padi yang digunakan oleh petani masih banyak yang ditemukan tidak tersertifikasi.”

    “Selain itu, harga gabah saat ini sudah mencapai di kisaran Rp7.500–Rp 8.400 per kilogram. Hal ini tentu akan mendorong kenaikan harga beras juga sehingga HET (harga eceran tertinggi) beras akan sulit patuhi,” tuturnya.

    Di tingkat penggilingan padi, persaingan untuk mendapatkan gabah semakin ketat. Bahkan, hal itu memicu banyak penggilingan padi kecil tidak beroperasi dan sudah ada yang tutup.

    “Gudang penggilingan padi banyak yang kosong tidak memiliki stok gabah maupun beras akibat kekhawatiran para pelaku usaha terhadap kebijakan tata niaga perberasan saat ini.”

    “Sementara harga beras di pasar naik berkisar Rp2.000–Rp 3.000 per kilogram. Mayoritas beras dijual dalam bentuk curah tanpa label mutu,” ungkap Yeka.

    Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah diminta mengevaluasi penerapan HET beras sesuai kondisi riil, serta membina dan menata industri penggilingan padi agar lebih modern, efisien, harmonis, dan menyejahterakan petani.

    “Dalam kondisi persaingan gabah yang sangat tinggi, penerapan HET beras premium dinilai tidak efektif sehingga disarankan untuk dihapus dengan fokus pengendalian harga pada beras medium,” kata Yeka.

    Standar Mutu dan Harga Beras akan Direformasi

    Pemerintah tengah mengkaji perubahan standar mutu dan harga batas atas beras nasional. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan sejumlah opsi sedang disiapkan untuk disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

    Langkah-langkah ini diambil guna mewujudkan sistem perberasan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada konsumen.

    “Jadi, yang sedang Pemerintah matangkan itu bagaimana harga terbentuk dan kualitas standar beras.”

    “Kemudian yang berikutnya juga mengenai zonasi. Hal ini juga nanti tentunya menjadi salah satu yang harus didiskusikan.”

    “Namun, terlalu dini untuk menginformasikan apa yang akan diputuskan. Pasti kami akan upayakan yang terbaik untuk perberasan nasional,” ujar Arief.

    Transformasi ini mencakup revisi atas dua regulasi, yakni Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Klasifikasi Mutu Beras (premium, medium, submedium, pecah) dan Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2024 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras di Berbagai Wilayah.

  • Ombudsman RI sebut Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

    Ombudsman RI sebut Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

    JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai istilah beras oplosan yang belakangan ramai diperbincangkan kurang tepat digunakan.

    Menurut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, yang terjadi di lapangan adalah praktik pencampuran (mixing) antar varietas, bentuk beras (utuh, butir patah, menir), beras lama dengan baru, maupun beras impor dengan lokal.

    “Praktik tersebut umum terjadi dan aman dikonsumsi selama tidak menyesatkan konsumen. Hal yang dilarang adalah membohongi konsumen,” tegas Yeka dalam keterangan resminya, Jumat, 8 Agustus.

    Ia menambahkan, larangan yang jelas berlaku adalah mencampur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan beras komersial di pasaran. Dalam penegakan hukum, Ombudsman RI mendukung langkah aparat terhadap pelanggaran label, isi, dan kemasan beras.

    Namun, Yeka mengingatkan agar penindakan mengedepankan prinsip ultimum remedium dengan pembinaan dan edukasi terlebih dahulu, terutama jika perbedaan mutu tidak signifikan atau disebabkan faktor penanganan dan transportasi.

    Ombudsman juga mendorong pemerintah segera melepaskan cadangan beras Perum Bulog ke pasar demi memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi.

    “Beras di gudang Bulog harus segera keluar mengingat masyarakat membutuhkan ketersediaan beras, sementara pelaku usaha pun perlu diyakinkan dengan mekanime yang menjamin rasa aman agar mau menyerap beras Bulog,” ujar Yeka.

    Menurut Yeka, sebagian beras di gudang Bulog sudah berumur lebih dari satu tahun, bahkan ada yang berasal dari Februari 2024, sehingga berpotensi mengalami penurunan kualitas.

    Untuk memperlancar distribusi, ia menyarankan Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyesuaikan Peraturan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras agar selaras dengan SNI 6128/2020.

    “Penyesuaian ini penting agar pasokan beras di pasar tetap terjaga. Ke depan, perlu ada kebijakan standar mutu beras yang memberikan insentif peningkatan kualitas produksi beras,” katanya.