Tag: Xi Jinping

  • Trump Perintahkan Uji Coba Senjata Nuklir AS, China Bilang Gini

    Trump Perintahkan Uji Coba Senjata Nuklir AS, China Bilang Gini

    Beijing

    China menanggapi pengumuman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal negaranya akan segera memulai kembali uji coba senjata nuklir. Otoritas Beijing mengingatkan Washington untuk “secara sungguh-sungguh mematuhi” larangan uji coba nuklir global.

    Tanggapan China itu, seperti dilansir AFP, Kamis (30/10/2025), disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, setelah Trump mengumumkan bahwa dirinya telah memerintahkan Departemen Pertahanan AS atau Pentagon untuk segera memulai uji coba senjata nuklir.

    Trump mengungkit soal Rusia dan China saat mengumumkan hal tersebut via media sosial pada Kamis (30/10).

    “China mengharapkan Amerika Serikat akan sungguh-sungguh mematuhi kewajiban perjanjian larangan-uji coba-nuklir komprehensif dan komitmennya terhadap larangan uji coba nuklir, serta mengambil tindakan nyata untuk menjaga sistem perlucutan senjata dan nonproliferasi nuklir global dan menjaga keseimbangan dan stabilitas strategis global,” kata Guo dalam pernyataannya.

    Pengumuman Trump itu disampaikan kurang dari satu jam sebelum pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping digelar di Busan, di Korea Selatan (Korsel) pada Kamis (30/10) pagi. Trump juga berada di Korsel untuk menghadiri forum KTT APEC.

    “Amerika Serikat memiliki lebih banyak senjata nuklir daripada negara lain mana pun. Hal ini telah dicapai, termasuk pembaruan dan renovasi total terhadap senjata yang sudah ada, selama masa jabatan pertama saya. Karena daya rusaknya yang luar biasa, saya SANGAT TIDAK SUKA melakukannya, tetapi tidak punya pilihan!” kata Trump dalam pernyataannya via media sosial Truth Social pada Kamis (30/10).

    “Rusia berada di posisi kedua, dan China di posisi ketiga, tetapi akan sama dalam waktu 5 tahun,” sebutnya.

    “Karena negara-negara lain sedang menguji program, saya telah menginstruksikan Departemen Perang (nama baru Departemen Pertahanan-red) untuk memulai uji coba senjata nuklir kita secara setara,” ujar Trump dalam pernyataannya.

    “Proses itu akan segera dimulai,” cetusnya.

    Postingan tersebut disampaikan Trump setelah Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Rabu (29/10), mengumumkan negaranya sukses menguji coba drone Poseidon bertenaga nuklir pekan ini. Itu menjadi uji coba senjata nuklir kedua yang dilakukan oleh Moskow beberapa waktu terakhir, setelah sebelumnya mengklaim sukses menguji coba rudal jelajah Burevestnik yang berkemampuan nuklir.

    Rusia, menurut The Guardian, saat ini memiliki lebih banyak senjata nuklir dibandingkan AS — yang menepis klaim Trump. Data dari Campaign to Abolish Nuclear Weapons menyebutkan bahwa Moskow memiliki lebih dari 5.500 hulu ledak nuklir yang terkonfirmasi, sedangkan Washington memiliki 5.044 senjata nuklir.

    Sementara itu, AS terakhir kali melakukan uji coba nuklir pada 23 September 1992 silam, di lokasi yang sekarang disebut sebagai Nevada National Security Site. Presiden AS pada saat itu, George HW Bush, mengumumkan moratorium uji coba nuklir bawah tanah pada tahun yang sama.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Trump Bertemu Xi Jinping, AS Umumkan Mulai Kembali Uji Coba Nuklir

    Trump Bertemu Xi Jinping, AS Umumkan Mulai Kembali Uji Coba Nuklir

    Dunia Hari Ini kembali dengan laporan dari beberapa negara selama 24 jam terakhir.

    Laporan utama dalam edisi Kamis, 30 Oktober 2025 ini kami awali dengan pertemuan Trump dan Xi.

    Pertemuan Trump dan Xi

    Presiden AS Donald Trump telah bertemu dengan Presiden China Xi Jinping, tak lama setelah mengatakan akan memerintahkan dimulainya kembali uji coba senjata nuklir AS.

    “Pertemuan kami akan sangat sukses, saya yakin. Namun, beliau adalah negosiator yang sangat tangguh,” ujar Trump sambil berjabat tangan dengan Xi, yang hanya menunjukkan sedikit ekspresi.

    Ia mengatakan kesepakatan dagang dengan China dapat ditandatangani pada hari Kamis waktu setempat.

    Saat mereka duduk bersama delegasi masing-masing untuk mulai berbicara, Xi menyampaikan kepada Trump melalui seorang penerjemah bahwa wajar jika kedua negara dengan ekonomi terkemuka dunia ini sesekali mengalami gesekan.

    “Beberapa hari yang lalu … kedua tim ekonomi dan perdagangan kami mencapai konsensus dasar dalam menangani masing-masing masalah utama dan membuat kemajuan yang menggembirakan,” ungkap Xi.

    Badai Melissa menelan korban jiwa

    Badai Melissa, salah satu badai Atlantik terkuat yang pernah tercatat, telah menewaskan puluhan orang di Kuba, Haiti, dan Jamaika.

    Sistem cuaca tersebut mendarat di Jamaika pada hari Selasa sebagai badai kategori lima yang dahsyat dengan kecepatan angin tertinggi 295 kilometer per jam.

    Badai tersebut kemudian bergerak ke Kuba dan Haiti, tetapi bahkan negara-negara di luar jalur langsungnya pun merasakan dampak yang dahsyat.

    Setidaknya 40 orang tewas di Haiti, ujar Steven Aristil dari Badan Perlindungan Sipil Haiti kepada The Associated Press.

    Ia mengatakan 20 dari kematian tersebut dilaporkan di kota pesisir selatan Petit-Goâve, di mana 10 lainnya masih hilang.

    Serangan Israel tewaskan ratusan orang

    Militer Israel mengatakan mereka akan mematuhi perjanjian gencatan senjata di Gaza, sementara pejabat kesehatan di sana mengatakan serangan udara IDF telah menewaskan 104 orang.

    Kedua belah pihak saling menyalahkan atas pelanggaran perjanjian tersebut.

    Israel melancarkan serangan udara di Gaza pada Selasa malam.

    Mereka mengaku bertindak setelah serangan militan Palestina menewaskan seorang tentara, dalam tantangan terbaru terhadap gencatan senjata yang sudah rapuh.

    Militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan terus menegakkan perjanjian gencatan senjata dan akan menanggapi dengan tegas “setiap pelanggaran.”

    Banjir di Vietnam

    Hujan deras telah menyebabkan banjir besar di Vietnam tengah, sementara badai kategori lima mengamuk di belahan dunia lain di Karibia.

    Sungai-sungai meluap dan menenggelamkan rumah-rumah, lahan pertanian, dan destinasi wisata di kota-kota bersejarah Hue dan Hoi An.

    Curah hujan di pusat kota Hue mencapai 1.085 milimeter (42 inci) dalam 24 jam hingga Senin malam, volume tertinggi yang pernah tercatat di Vietnam, menurut badan meteorologi negara itu.

    Pada Selasa pagi, ketinggian air di Sungai Perfume yang ikonis di Hue telah naik hingga hampir 5 meter dan mencapai ketinggian pinggang di bekas ibu kota kekaisaran yang terdaftar di UNESCO dan kota kuno Hoi An.

    Lihat Video ‘Trump dan Xi Jinping Bertemu, Sepakat Jalin Komunikasi’:

  • Xi Jinping Bilang Capai Konsensus Soal Perdagangan dengan Trump

    Xi Jinping Bilang Capai Konsensus Soal Perdagangan dengan Trump

    Beijing

    Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya telah mencapai konsensus dengan Amerika Serikat (AS) mengenai isu-isu ekonomi dan perdagangan. Xi menyebut tim kedua negara akan bekerja sama dalam memfinalisasi upaya lanjutan untuk menerapkan konsensus tersebut.

    Pertemuan Xi dan Presiden AS Donald Trump, yang merupakan pertemuan tatap muka pertama dalam enam tahun terakhir, berlangsung di Pangkalan Udara Gimhae di Busan, Korea Selatan (Korsel), pada Kamis (30/10) pagi. Pembicaraan yang berlangsung tertutup itu berlangsung sekitar 1 jam 40 menit saja.

    Kedua pemimpin duduk berhadapan, masing-masing diapit oleh para pejabat senior mereka. Trump didampingi oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio, Menteri Keuangan (Menkeu) AS Scott Bessent, dan Menteri Perdagangan (Mendag) AS Howard Lutnick.

    Sedangkan Xi, yang tiba di Seoul sesaat sebelum pertemuan digelar, didampingi oleh Menlu China Wang Yi, Mendag China Wang Wentao, dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng.

    Pembicaraan krusial kedua pemimpin digelar saat perang dagang yang menyelimuti kedua negara, yang mencakup segala hal mulai dari logam tanah jarang hingga kedelai dan bea masuk pelabuhan, telah mengguncang pasar dan menghambat rantai pasokan selama berbulan-bulan.

    “Tim ekonomi dan perdagangan kedua negara saling bertukar pandangan mendalam mengenai isu-isu ekonomi dan perdagangan yang penting dan mencapai konsensus untuk menyelesaikannya,” kata Xi membahas isi pembicaraan dengan Trump, seperti dikutip kantor berita Xinhua dan dilansir AFP, Kamis (30/10/2025).

    “Kedua tim harus menyempurnakan dan memfinalisasi pekerjaan lanjutan sesegera mungkin, mempertahankan dan menerapkan konsensus, serta memberikan hasil nyata untuk menenangkan perekonomian China, Amerika Serikat, dan dunia,” sebutnya.

    Pernyataan Xinhua tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai kesepakatan spesifik yang dicapai kedua negara dalam pembicaraan di Busan.

    Laporan Xinhua hanya menyebut Xi dalam pertemuan itu juga mengatakan kepada Trump bahwa kedua negara “harus memiliki interaksi positif di panggung regional dan internasional”.

    Trump Sebut Pertemuan dengan Xi ‘Sukses Besar’

    Trump sebelumnya menggambarkan pertemuan dengan Xi sebagai “kesuksesan besar”. Dia mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Xi saat berbicara kepada wartawan di dalam pesawat kepresidenan AS Air Force One setelah terbang meninggalkan Korsel.

    “Saya pikir itu pertemuan yang luar biasa,” kata Trump. “Banyak hal yang kami bawa ke tahap finalisasi (dalam pembicaraan di Busan),” sebutnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Dia kemudian mengatakan dirinya akan berkunjung ke China pada April tahun depan untuk pembicaraan baru, dan Xi juga akan berkunjung ke AS setelah itu.

    Trump juga mengungkapkan bahwa pembicaraan dengan Xi menghasilkan sejumlah kesepakatan, termasuk kesepakatan memangkas tarif terkait fentanyl, kesepakatan satu tahun yang dapat diperpanjang terkait pasokan logam tanah jarang — bahan esensial untuk komponen elektronik canggih di berbagai industri, dan kesepakatan pembelian langsung kedelai beserta produk pertanian AS lainnya oleh China.

    Lihat Video ‘Trump dan Xi Jinping Bertemu, Sepakat Jalin Komunikasi’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Mampukah Barat Lepas Cengkraman China atas Logam Tanah Jarang?

    Mampukah Barat Lepas Cengkraman China atas Logam Tanah Jarang?

    Beijing

    Perang dagang antara Amerika Serikat dan China belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Di tengah ketegangan itu, perhatian dunia kembali tertuju pada sekelompok logam yang dikenal sebagai rare earth elements — Logam Tanah Jarang (LTJ) yang vital bagi industri teknologi tinggi.

    China mendominasi hampir seluruh rantai pasok tanah jarang. Sekitar 70 persen produksi tambang dunia dan hingga 90 persen hasil olahannya dikuasai China.

    Laporan terbaru Badan Energi Internasional (IEA) pekan ini menyebut, “konsentrasi pasar yang tinggi” di China membuat rantai pasok global di sektor strategis — mulai dari energi, otomotif, pertahanan hingga pusat data kecerdasan buatan — “rentan terhadap gangguan besar.”

    Awal Oktober, China memperketat kendali atas ekspor logam langka. Mulai 1 Desember, perusahaan asing di mana pun di dunia harus memperoleh izin pemerintah di Beijing jika ingin mengekspor produk yang mengandung bahan rare earth asal China, bahkan dalam jumlah kecil sekalipun, atau yang diproses dengan teknologi China.

    Langkah ini ditetapkan setelah Washington memperluas daftar perusahaan China yang dilarang mengakses cip semikonduktor dan teknologi paling canggih dari Amerika Serikat.

    Keputusan Beijing itu memicu kekhawatiran akan kelangkaan pasokan yang bisa mengganggu produksi berbagai barang penting, mulai dari mobil listrik, peralatan militer, hingga sistem energi terbarukan.

    Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, menyebut kebijakan baru itu “sangat agresif” dan “tidak proporsional”. Kepala perdagangan Uni Eropa, Maros Sefcovic, menilainya “tidak beralasan dan merugikan.”

    Kenapa LTJ bernilai strategis?

    Unsur tanah jarang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Berkat sifat fisik, magnetik, dan kimianya yang unik, logam ini menjadi bahan utama untuk membuat magnet permanen, yang tak kehilangan daya meski tanpa sumber listrik.

    Dari ponsel, laptop, mobil hibrida, turbin angin, hingga panel surya—semuanya bergantung pada logam langka. Ia juga menjadi bahan vital dalam teknologi pertahanan: mesin jet tempur, sistem kendali rudal, pertahanan antirudal, satelit luar angkasa, hingga jaringan komunikasi militer.

    Meski disebut “langka”, unsur ini sebenarnya cukup melimpah di kerak bumi, bahkan lebih banyak dari tembaga atau emas. Namun, mereka jarang ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis.

    Selain di China, cadangan logam langka juga ada di Kanada, Australia, Amerika Serikat, Brasil, India, Afrika Selatan, dan Rusia. Unsur-unsur ini terbagi dua jenis utama berdasarkan proses pemisahannya: light rare earths dan heavy rare earths. China memiliki hampir monopoli penuh, terutama untuk pengolahan kategori kedua.

    Menurut Benchmark Mineral Intelligence, lembaga riset energi asal Inggris, perusahaan China menguasai hingga 99 persen pengolahan heavy rare earths dunia.

    Mengapa dunia sulit lepas dari China?

    Amerika Serikat pernah swasembada dalam produksi logam langka. Namun, dalam dua dekade terakhir, China mengambil alih pangsa pasar dan perlahan menguasai rantai pasok global. Dominasi itu sudah terlihat sejak sepuluh tahun lalu. Banyak pihak menduga Beijing sengaja menggunakan logam langka sebagai alat tawar dalam konflik geopolitik.

    Pada 2010, China sempat menutup ekspor LTJ ke Jepang akibat sengketa wilayah, memicu kekhawatiran dunia industri. Saat perang dagang antara Washington dan Beijing memuncak pada 2019, media pemerintah China bahkan mengisyaratkan kemungkinan penghentian ekspor logam langka ke Amerika sebagai balasan atas sanksi AS.

    Presiden Xi Jinping ketika itu menyebut unsur tanah jarang sebagai “sumber daya strategis penting.” Namun, upaya negara lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan China sejauh ini masih jalan di tempat.

    Langkah balasan Amerika

    Untuk menandingi dominasi China, pemerintahan Amerika Serikat—yang dimulai sejak era Donald Trump—berusaha menjalin kemitraan baru guna mengamankan pasokan logam langka. Namun, tantangan terbesar justru ada pada tahap hilir: pengolahan dan pemurnian.

    “Hal pertama yang perlu dilakukan AS adalah memprioritaskan bagian tengah rantai pasok—yakni pengolahan dan pemurnian,” kata Karl Friedhoff, peneliti di Chicago Council on Global Affairs, dalam sebuah tulisan blog 16 Oktober lalu.

    “Tanpa kendali di tahap itu, kita memang punya bahan mentah, tapi tetap harus mengirimkannya ke China untuk diolah,” ujarnya. Artinya, AS butuh membangun pabrik pemrosesan dan kilang di luar wilayah China. Namun, proyek semacam itu datang dengan segudang persoalan—terutama masalah lingkungan.

    Harga mahal dominasi China

    Keunggulan China dalam industri logam langka dibayar mahal oleh lingkungannya. Proses penambangan membawa risiko besar bagi kesehatan manusia dan alam, sebab bijih rare earth mengandung unsur radioaktif seperti uranium dan torium yang dapat mencemari udara, air, dan tanah.

    Di negara-negara Barat, membangun pabrik pengolahan serupa menghadapi rintangan berat: regulasi lingkungan yang ketat membuat biayanya melambung dan prosesnya panjang. Selain itu, pengolahan logam langka memerlukan energi dan air dalam jumlah besar, sering kali menimbulkan penolakan publik di wilayah yang dijadikan lokasi.

    Teknologi pengolahannya pun rumit. China memiliki keunggulan teknologi tak tertandingi, dengan pengalaman puluhan tahun, tenaga ahli, dan ekosistem industri yang sulit disaingi.

    Laporan Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington pada Juli lalu menyebut China memiliki “keahlian teknis yang tak tertandingi dalam pemrosesan logam langka, terutama dalam ekstraksi pelarut”—tahap penting dan paling rumit dalam pemisahan unsur tersebut.

    “Perusahaan-perusahaan Barat tertinggal karena keterbatasan tenaga ahli, riset dan pengembangan, serta tekanan regulasi lingkungan,” tulis laporan itu.

    Menurut CSIS, upaya untuk melepaskan diri dari cengkeraman pasokan China tak cukup hanya dengan membuka tambang baru di luar negeri. Dunia juga membutuhkan fasilitas pemurnian baru, tenaga kerja terampil, dan insentif ekonomi bagi perusahaan, termasuk stabilitas harga dan kontrak pembelian jangka panjang dengan industri pengguna seperti otomotif dan pertahanan.

    Laporan itu mendesak AS membangun kembali keahlian teknis di bidang logam langka dan membentuk pusat-pusat pemrosesan baru. Namun, upaya itu memerlukan lebih dari sekadar bahan baku murah. Diperlukan juga akses terhadap energi terjangkau, infrastruktur transportasi yang efisien, teknologi pemrosesan termutakhir, dan tenaga kerja yang terampil.

    Meski berbagai strategi tengah disusun, para analis memperkirakan China masih akan mendominasi industri ini dalam waktu dekat. Tanpa langkah cepat dan terkoordinasi, tulis CSIS, “jendela untuk menandingi dominasi China akan semakin sempit, menempatkan teknologi, industri, dan kepentingan keamanan dunia dalam risiko yang terus meningkat.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (nvc/nvc)

  • Chip AI Nvidia Jadi Senjata Diplomasi Amerika ke China

    Chip AI Nvidia Jadi Senjata Diplomasi Amerika ke China

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya menjadikan chip AI buatan Nvidia sebagai senjata diplomasi baru dalam pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping.

    Dalam pernyataannya di atas pesawat Air Force One menuju Gyeongju, Korea Selatan, Trump menyebut chip Nvidia Blackwell sebagai “super-duper chip” dan mengatakan akan membicarakannya dengan Xi saat keduanya bertemu, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Kamis (30/10/2025).

    Langkah ini muncul di tengah tensi dagang yang belum reda antara dua raksasa ekonomi dunia. Penjualan chip AI kelas atas milik Nvidia menjadi isu sensitif dalam negosiasi panjang antara Washington dan Beijing sepanjang tahun ini.

    Pemerintah AS selama ini melarang ekspor chip tercanggih Nvidia ke China, dengan alasan khawatir teknologi tersebut bisa digunakan militer Beijing untuk memperkuat kemampuan pertahanan dan intelijennya.

    Sebaliknya, China menilai pembatasan itu sebagai bentuk hambatan perdagangan yang merugikan dan mendorong perusahaan lokal untuk mempercepat pengembangan chip dalam negeri. Namun, banyak pengembang AI di China masih mengandalkan chip Nvidia karena produk dalam negeri seperti Huawei masih kesulitan memenuhi kebutuhan performa tinggi.

    CEO Nvidia Jensen Huang sebelumnya mengakui pihaknya belum mengajukan izin ekspor untuk chip Blackwell ke China karena situasi politik yang belum pasti. Meski begitu, ia tetap berharap pasar China bisa terbuka lagi, karena pasar tersebut penting untuk mendukung riset dan pengembangan di AS.

    “Mereka sudah sangat jelas menyatakan tidak ingin Nvidia hadir di sana untuk saat ini,” ujar Huang dalam konferensi pers di acara pengembang Nvidia.

    Chip Blackwell yang disebut Trump itu sendiri merupakan generasi terbaru dari prosesor AI Nvidia — dirancang untuk melatih model AI raksasa dengan efisiensi daya dan performa ekstrem. Trump, yang kini kembali ke Gedung Putih, menyebut pembicaraan soal chip ini bisa menjadi bagian penting dari perundingan dagang baru dengan China.

    Jika pembahasan ini benar-benar terjadi, chip AI bisa menjadi alat tawar baru dalam hubungan AS-China — bukan lagi sekadar urusan teknologi, tetapi juga strategi geopolitik di era kecerdasan buatan.

    (asj/asj)

  • Trump Sebut Dialog dengan Xi ‘Sukses Besar’, Kunjungi China Tahun Depan

    Trump Sebut Dialog dengan Xi ‘Sukses Besar’, Kunjungi China Tahun Depan

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya mengungkap isi pembicaraannya dengan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan di Korea Selatan (Korsel). Trump menyebut pembicaraannya dengan Xi sebagai “kesuksesan besar” dan mengumumkan rencana kunjungan ke China tahun depan.

    Pembicaraan krusial kedua pemimpin, yang digelar saat perang dagang menyelimuti kedua negara, berlangsung di Pangkalan Udara Gimhae di Busan, Korsel, pada Kamis (30/10) pagi waktu setempat. Pembicaraan yang berlangsung tertutup itu berlangsung sekitar 1 jam 40 menit saja.

    Trump dan Xi sama sekali tidak memberikan komentar kepada wartawan setelah pembicaraan selesai digelar. Trump bergegas meninggalkan Korsel dengan pesawat kepresidenan AS Air Force One, sedangkan Xi langsung masuk ke dalam limusin di luar lokasi pertemuan.

    Trump, seperti dilansir AFP, Kamis (30/10/2025), baru mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Xi saat berbicara kepada wartawan di dalam Air Force One. Dia menggambarkan pertemuan itu sebagai “kesuksesan besar”.

    “Saya pikir itu pertemuan yang luar biasa,” kata Trump.

    “Banyak hal yang kami bawa ke tahap finalisasi (dalam pembicaraan di Busan),” sebutnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

    Dia kemudian mengatakan dirinya akan berkunjung ke China pada April tahun depan untuk pembicaraan baru. “Saya akan pergi ke China pada April dan dia akan datang ke sini beberapa waktu setelah itu, entah itu di Florida, Palm Beach, atau Washington DC,” kata Trump.

    Trump memuji Xi sebagai “pemimpin yang luar biasa dari negara yang sangat kuat”.

    Dia kemudian mengungkapkan bahwa pembicaraan itu menghasilkan sejumlah kesepakatan, termasuk kesepakatan memangkas tarif terkait fentanyl dan kesepakatan satu tahun yang dapat diperpanjang terkait pasokan logam tanah jarang, bahan esensial untuk komponen elektronik canggih di berbagai industri.

    Beijing, pada awal Oktober, telah mengumumkan pembatasan tambahan atas ekspor logam tanah jarang — sektor di mana China sangat dominan.

    “Semua logam tanah jarang telah diselesaikan, dan itu untuk dunia,” sebut Trump, menambahkan bahwa kesepakatan itu bisa dinegosiasikan ulang setiap tahunnya.

    “Mengenai fentanyl, kami sepakat bahwa dia akan bekerja sangat keras untuk menghentikan alirannya… Saya mengenakan tarif 20 persen kepada China karena masuknya fentanyl… dan berdasarkan pernyataannya hari ini, saya akan menguranginya sebesar 10 persen,” ujarnya.

    Trump menambahkan bahwa kesepakatan yang dicapai juga mencakup pembelian langsung “dalam jumlah besar kedelai dan produk-produk pertanian lainnya” oleh China.

    Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari otoritas China membahas pertemuan Xi dan Trump.

    Taiwan Tak Dibahas dalam Pertemuan Trump-Xi

    Diungkapkan juga oleh Trump bahwa isu Taiwan tidak dibahas dalam pertemuannya dengan Xi di Korsel. “(Taiwan) Tidak pernah muncul (dalam pembicaraan). Itu sebenarnya tidak dibahas,” ujarnya kepada wartawan di Air Force One.

    Sepakat Bekerja Sama untuk Akhiri Perang Ukraina

    Trump menambahkan bahwa dirinya dan Xi juga sepakat untuk “bekerja sama” terkait isu perang Ukraina.

    “Ukraina muncul sangat kuat (dalam pembicaraan). Kami telah membicarakannya cukup lama, dan kami berdua akan bekerja sama untuk melihat apakah kami bisa mewujudkan sesuatu,” ucapnya.

    “(Xi) Akan membantu kita, dan kita akan bekerja sama terkait Ukraina,” imbuh Trump.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Trump Menyerah ke China, Petaka Baru Ancam Amerika

    Trump Menyerah ke China, Petaka Baru Ancam Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Langkah Presiden Donald Trump membuka peluang penjualan chip kecerdasan buatan (AI) Nvidia ke China menuai kecaman keras dari kalangan politik dan pakar teknologi.

    Kebijakan itu dinilai bisa menjadi bumerang besar bagi dominasi AI Amerika Serikat dan menguntungkan militer China.

    Ketua House Select Committee on China, John Moolenaar, menyebut rencana penjualan tersebut setara dengan memberikan uranium tingkat senjata kepada Iran.

    Menurutnya, menjual chip AI tercanggih ke China sama saja memperkuat musuh utama Amerika.

    “Kita tidak bisa menjual chip AI paling canggih kepada musuh utama negara kita,” tegas Moolenaar, dikutip dari Reuters, Kamis (30/10/2025).

    Pernyataan itu muncul setelah Trump memberi sinyal bahwa Nvidia bisa menjual versi lebih rendah dari chip Blackwell ke China. Chip AI tersebut merupakan salah satu teknologi paling kuat di dunia dan menjadi tulang punggung keunggulan Amerika di bidang komputasi AI.

    Para pakar perdagangan AS memperingatkan bahwa memberikan akses chip ini ke China dapat meruntuhkan pembatasan ekspor chip yang diberlakukan sejak 2022.

    Pembatasan itu dirancang agar militer China tidak diuntungkan oleh teknologi Amerika serta memperlambat laju pengembangan AI di negeri tersebut.

    “Jika kita mengekspor versi B30A, maka keunggulan utama AS terhadap China di bidang AI akan menyusut drastis,” ujar Tim Fist, Direktur Kebijakan Teknologi Baru di Institute for Progress.

    Menurut Fist, meski versi B30A disebut lebih lemah, chip itu sejatinya hanya berbeda dalam kemasan.

    “China bisa membeli dua kali lipat dan mendapatkan hasil yang sama, kemungkinan dengan harga yang sama,” tambahnya.

    Analisis terbaru yang diterbitkan oleh Fist dan rekan-rekannya menunjukkan, jika AS menahan ekspor chip AI ke China tahun depan, AS akan tetap memiliki kekuatan komputasi AI 30 kali lipat dibandingkan China. Namun, jika ekspor chip versi downgrade diizinkan, China bisa menyalip AS pada 2026.

    Kritik tak hanya datang dari Partai Republik. Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, bersama 11 senator Demokrat lainnya, turut mendesak Trump agar tidak mencabut pembatasan ekspor chip AI dan teknologi tinggi AS demi kesepakatan dagang dengan Beijing.

    “Chip ini seharusnya mendukung perusahaan AS yang membangun dominasi AI di masa depan, bukan memperkuat militer China,” kata Moolenaar.

    Trump mengatakan ia mungkin akan membahas chip “super-duper” Blackwell dengan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan mereka pada Kamis mendatang. Ia sempat menyebut akan mengizinkan penjualan versi 30-50 persen lebih lemah dari chip terbaik Nvidia.

    Namun banyak pihak menilai langkah itu tetap berisiko besar. Chris McGuire, mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS, menilai keputusan tersebut dapat mengakhiri seluruh sistem kontrol ekspor chip AI yang selama ini menjaga keunggulan Amerika.

    “Alasan AS unggul dalam AI adalah karena kita memiliki daya komputasi dan chip terbaik. Jika kita memberikannya ke China, skenario terbaiknya kita hanya imbang, skenario terburuknya, kita tertinggal,” tegas McGuire.

    Hasil Kesepakatan Sementara Trump dan Xi Jinping

    Pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping sudah digelar di Busan, Korea Selatan, pada Kamis (30/10). Trumpmengatakan ia telah mencapai kesepakatan satu tahun dengan China mengenai tanah jarang dan mineral penting (rare earth), serta fentanil. 

    Trump mengatakan kepada para wartawan di atas Air Force One saat meninggalkan Korsel, bahwa pertemuan dengan Xi luar biasa dan bahwa banyak keputusan telah dibuat.

    “Masalah tanah jarang telah diselesaikan,” kata Trump dikutip CNBC International.

    Menurutnya sudah ada kesepakatan 1 tahun, yang akan dinegosiasikan setiap tahun. Tarif impor China juga akan diturunkan 10% menjadi 47% dari 57%.

    Sebagai imbalannya, China akan bertindak tegas menghentikan fentanil, narkotika yang kini menyebar luas di AS. China juga akan melanjutkan pembelian kedelai Amerika dan produk pertanian lainnya.

    Trump mengatakan ia akan mengunjungi China pada bulan April, diikuti dengan kunjungan Xi Jinping ke AS. Namun khusus kedatangan Xi Jinping belum ada jadwal yang disebut.

    Pertemuan di Busan adalah pertama kalinya kedua pemimpin bertemu dalam enam tahun. Pertemuan terjadi hampir dua jam, sekitar satu jam 40 menit.

    Sebelum pertemuan, sebenarnya kedua pemimpin menyampaikan nada damai, dengan Trump menyebut Xi “sahabat lama” yang memiliki “hubungan yang sangat baik” dengannya. Sementara Xi menekankan bahwa ambisi pertumbuhan ekonomi China tidak akan merusak visi Trump untuk “Membuat Amerika Hebat Kembali”.

    Ketegangan antara dua negara adidaya ekonomi dunia ini telah memanas tahun ini. Eskalasi terbaru terjadi bulan ini, dengan kontrol ekspor Beijing dan Washington yang mengancam akan melarang ekspor perangkat lunak ke China.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tensi Mereda! Trump-Xi Jinping Akhirnya Sepakati Penurunan Tarif

    Tensi Mereda! Trump-Xi Jinping Akhirnya Sepakati Penurunan Tarif

    Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) dan China mencapai kesepakatan dagang baru usai pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping, yang mencakup pemangkasan tarif terkait fentanyl.

    Dalam kesepakatan tersebut, China juga akan kembali membeli kedelai dari AS dan menangguhkan rezim perizinan ekspor mineral tanah jarang (rare earth) setidaknya selama satu tahun, kata Trump.

    “Saya kira, kalau diukur dari skala nol sampai sepuluh, dengan sepuluh yang terbaik, saya akan bilang pertemuan ini bernilai dua belas. Hubungan ini sangat penting, dan saya rasa hasilnya sangat baik,” ujar Trump dikutip dari Bloomberg, Kamis (30/10/2025).

    Keterangan Trump kepada wartawan di dalam pesawat kepresidenan Air Force One menunjukkan bahwa kedua pemimpin secara resmi memformalkan kerangka kesepakatan yang sebelumnya dirancang oleh pejabat kedua negara di Malaysia pada akhir pekan lalu. Pemerintah China belum merilis informasi resmi mengenai pertemuan tersebut.

    Pasar saham sempat berfluktuasi, sementara harga emas naik 1,2% setelah pernyataan Trump. Kontrak berjangka indeks saham AS turun 0,1%, dan indeks saham Asia melemah 0,3%. Saham di China daratan juga ikut terkoreksi.

    Meski sempat muncul spekulasi bahwa Trump akan memberikan konsesi tambahan — termasuk membuka akses terhadap chip canggih seri Blackwell milik Nvidia Corp. atau mengubah kebijakan AS terhadap Taiwan — Trump menegaskan isu-isu tersebut tidak dibahas. Namun, kedua pemimpin sempat menyinggung akses terhadap produk lain dari Nvidia.

    Pemangkasan tarif tersebut menjadi kemenangan besar bagi China, yang kini dapat meningkatkan daya saing ekspornya dibandingkan rival yang menikmati bea masuk lebih rendah.

    Trump juga menyebut akan berkunjung ke China pada April tahun depan, sementara Xi dijadwalkan melakukan kunjungan balasan ke AS pada akhir 2026. Keduanya sepakat bekerja sama dalam isu Ukraina serta menghapus tarif dan biaya pengiriman antarnegara.

    “Kami membuat serangkaian keputusan luar biasa,” kata Trump.

    Trump optimistis China akan meningkatkan investasinya di AS dan memperpanjang penundaan kebijakan ekspor mineral tanah jarang. 

    Selama ini, Beijing menggunakan kebijakan tersebut sebagai alat tawar dalam negosiasi dagang, dengan ancaman membatasi pasokan mineral penting yang dibutuhkan industri berteknologi tinggi seperti smartphone dan mesin jet.

    Selain itu, Trump mengatakan Xi berjanji akan mengambil langkah konkret untuk mengurangi aliran bahan kimia prekursor yang digunakan dalam produksi fentanyl. “Saya percaya dia akan bekerja keras untuk menghentikan kematian akibat hal ini,” ujar Trump.

    Trump tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai potensi investasi China, namun menyebut detail perjanjian akan diumumkan kemudian. Dia juga tidak menjelaskan nasib beberapa elemen penting dalam kesepakatan tersebut, termasuk penjualan operasi TikTok di AS milik ByteDance Ltd..

    Trump juga tidak membahas apakah AS akan mencabut aturan yang memperluas sanksi terhadap anak perusahaan yang dimiliki lebih dari 50% oleh perusahaan yang masuk daftar hitam.

    Sebelum pertemuan di Pangkalan Udara Busan, Korea Selatan, di sela-sela KTT APEC, kedua pemimpin menyatakan optimisme terhadap upaya memperbaiki hubungan ekonomi kedua negara.

    “Kita tidak selalu memiliki pandangan yang sama, dan itu hal yang normal bagi dua ekonomi terbesar dunia. Dalam menghadapi tantangan, kita berdua sebagai nakhoda hubungan China-AS harus menjaga arah yang tepat agar kapal besar ini terus berlayar dengan stabil,” ujar Xi

    Pertemuan ini menandai meredanya ketegangan dagang berbulan-bulan antara kedua negara yang sebelumnya saling mengancam dengan tarif dan pembatasan ekspor.

    Meski demikian, kesepakatan ini masih jauh dari perjanjian komprehensif yang bisa menyentuh akar persaingan ekonomi AS-China.

    Dari pihak AS, perundingan dihadiri oleh Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Menteri Keuangan Scott Bessent, Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles, serta Duta Besar AS untuk China David Perdue.

    Sementara dari pihak China hadir Wakil Perdana Menteri He Lifeng, Kepala Staf Xi Jinping Cai Qi, Menteri Luar Negeri Wang Yi, Ketua Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Zheng Shanjie, Menteri Perdagangan Wang Wentao, serta Wakil Menteri Luar Negeri Ma Zhaoxu.

  • Trump-Xi Jinping No Comment Usai Pertemuan di Korsel

    Trump-Xi Jinping No Comment Usai Pertemuan di Korsel

    Busan

    Pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, yang sangat dinantikan, berakhir dalam waktu kurang dari dua jam. Kedua pemimpin sama sekali tidak memberikan komentar apa pun setelah pembicaraan krusial yang diyakini berfokus pada perang dagang kedua negara itu digelar.

    Pertemuan Trump dan Xi, yang merupakan pertemuan tatap muka pertama dalam enam tahun terakhir, seperti dilansir AFP, Kamis (30/10/2025), berlangsung di Pangkalan Udara Gimhae di Busan, Korea Selatan (Korsel), pada Kamis (30/10) pagi waktu setempat.

    Kedua pemimpin diharapkan mampu menstabilkan hubungan yang retak dan meredakan perang dagang yang membuat perekonomian dunia bergejolak.

    Trump dan Xi duduk berhadapan, masing-masing diapit oleh para pejabat senior mereka. Trump didampingi oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio, Menteri Keuangan (Menkeu) AS Scott Bessent, dan Menteri Perdagangan (Mendag) AS Howard Lutnick.

    Sedangkan Xi, yang tiba di Seoul sesaat sebelum pertemuan digelar, didampingi oleh Menlu China Wang Yi, Mendag China Wang Wentao, dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng.

    Berbagai isu pelik, termasuk tarif dan ketidakseimbangan perdagangan, sebelumnya diperkirakan menjadi topik pembahasan keduanya. Kontrol ekspor besar-besaran China terhadap logam tanah jarang, pembatasan Washington terhadap akses China untuk teknologi tinggi AS, dan peran China dalam perdagangan fentanyl ilegal juga diperkirakan menjadi pembahasan.

    Namun, pembicaraan kedua pemimpin yang sangat dinanti-nantikan itu berakhir tanpa adanya pernyataan resmi baik dari AS maupun China. Sejauh ini tidak diketahui apakah ada kemajuan yang dicapai, dan apa hasil pembicaraan tersebut.

    Pembicaraan yang berlangsung tertutup itu berlangsung sekitar 1 jam 40 menit saja.

    Trump langsung bergegas menuju ke pesawat kepresidenan AS, Air Force One, yang menantinya di Busan, setelah pembicaraan dengan Xi berakhir. Dia hanya melambaikan tangan dan kemudian mengepalkan tangannya saat naik ke pesawat. Air Force One lepas landas dari Korsel beberapa menit kemudian.

    Sementara Xi terlihat menaiki limusinnya di luar lokasi pertemuan tersebut.

    Sebelum pembicaraan dimulai, Trump memuji Xi yang tersenyum sebagai “negosiator yang sangat tangguh” saat keduanya berjabat tangan di depan jepretan kamera wartawan.

    “Kami akan mencapai kesepahaman yang luar biasa,” kata Trump, sembari memprediksi “hubungan yang fantastis untuk jangka waktu panjang” antara kedua negara.

    Sedangkan Xi, di hadapan para wartawan sebelum pembicaraan dimulai, mengakui dengan sungguh-sungguh bahwa kedua negara tidak selalu sependapat, tetapi harus berusaha untuk menjadi “mitra dan sahabat”.

    “China dan AS dapat bersama-sama memikul tanggung jawab kita sebagai negara-negara besar dan bekerja sama untuk mencapai lebih banyak hal besar dan konkret demi kebaikan kedua negara kita dan seluruh dunia,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Jreng! Trump & Xi Jinping Bertemu Hari Ini, 7 Hal Penting Dibahas

    Jreng! Trump & Xi Jinping Bertemu Hari Ini, 7 Hal Penting Dibahas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bakal bertemu Presiden China Xi Jinping, hari ini, Kamis (30/10/2025). Keduanya akan melakukan dialog langsung terkait eskalasi kedua negara, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).

    Trump telah menggembar-gemborkan kemungkinan tercapainya kesepakatan. Sementara Xi Jinping secara khas bersikap hati-hati terhadap prospek tersebut.

    “Trump bersifat personal dan improvisasional. Xi sebaliknya,” kata peneliti senior di Brookings Institution, Ryan Hass, dikutip AFP.

    “Trump senang membuat kesepakatan. Xi berkonsentrasi pada pengembangan strategi jangka panjang,” tegasnya.

    Trump sendiri sebenarnya secara konsisten memuji hubungan pribadinya dengan Xi, bahkan menyebutnya sebagai “teman” yang “dihormatinya”. Namun Xi Jinping tampak tidak terlalu antusias.

    Namun dalam sejarahnya, kedua memang pernah menghabiskan waktu bersama di resor Mar-a-Lago milik Trump tahun 2017. Kala itu ia memuji bahasa China cucu Trump.

    Ia pun pernah menjamu Presiden AS dalam kunjungan kenegaraan ke Beijing pada tahun yang sama. Membangun kembali hubungan pribadi keduanya, dianggap para analis sebenarnya dapat menstabilkan hubungan yang mudah memanas antara kedua negara.

    “Hubungan mereka mungkin merupakan hal terbaik yang terjadi dalam hubungan AS-China saat ini,” kata mantan diplomat tinggi AS untuk Asia Timur, Daniel Kritenbrink.

    Intinya pertemuan keduanya akan penting bagi perdagangan, tak hanya AS-China, tapi banyak negara. Berikut adalah isu-isu utama yang dapat dibahas kedua pemimpin, dirangkum CNBC Indonesia:

    Rare Earth (Mineral Penting Logam Tanah Jarang)

    Mineral penting logam tanah jarang (rare earth) akan menjadi pusat pembahasan kedua negara. Bidang strategis yang didominasi China ini, penting untuk manufaktur pertahanan, otomotif, dan elektronik baik AS, maupun global.

    Diketahui, China bulan lalu, memberlakukan kontrol ekspor yang luas ke komoditas tersebut. Hal itu memicu kemarahan Trump yang mengumumkan tarif balasan sebesar 100% untuk semua barang China, yang awalnya akan berlaku pada hari Sabtu nanti.

    Belum diketahui bagaimana keputusan akhir. Namun dalam pertemuan perwakilan AS dan China di sela-sela KTT ASEAN 26 Oktober memberi sinyal deeskalasi ketegangan, dengan Beijing menunda pengetatan ekspor dan AS menunda tarif, sampai kedua pemimpin bertemu.

    Fentanil

    Sudah dari awal Trump memberi tudingan ke China soal maraknya peredaran narkotika Fentanil di AS. Bahkan, Trump menerapkan tarif 20% untuk barang-barang impor dari China sejak Maret, karena menganggap ketidakmampuan beijing mengurusi itu.

    Namun, sehari sebelum pertemuan dengan Xi Jinping, Trump mengatakan ia berharap dapat menurunkan tarif tersebut. Tapi tetap, Tump mengklaim China belum berbuat cukup banyak untuk menghentikan perdagangan fentanil dan opioid ke negaranya.

    Sebenarnya, China sendiri sudah membantah hal tersebut. Pemerintah Xi Jinping mengatakan bahwa mereka telah bekerja sama dengan Washington dan bahwa tarif tidak akan menyelesaikan masalah narkoba.

    Kedelai

    Kedelai merupakan komoditas penting bagi ekspor AS. Namun, kasus fentanil membuat Beijing menggunakannya untuk membalas Trump.

    China mengenakan pungutan terhadap produk pertanian AS, termasuk kedelai.

    Lebih dari separuh ekspor kedelai AS dikirim ke China tahun lalu, tetapi Beijing menghentikan semua pesanan seiring memanasnya sengketa perdagangan.

    Para petani AS sangat terdampak oleh perang tarif ini. Mereka merupakan sumber utama dukungan politik domestik bagi Trump.

    Sebenarnya, perundingan perdagangan di Malaysia pada akhir pekan lalu, mengatakan Beijing telah menyetujui pembelian “substansial” kedelai AS. Tapi pembahasan lebih lanjut akan dilakukan di pertemuan Trump dan Xi nanti.

    Perang Ukraina

    Trump mengatakan akan membahas serangan Rusia ke Ukraina dengan Xi Jinping. AS telah mendesak pembeli energi utama Rusia, termasuk China, mengurangi pembelian minyak Moskow.

    AS dan Ukraina mengatakan pembelian itu mendanai mesin perang Rusia. China, mitra dagang utama Rusia, mengatakan bahwa mereka adalah pihak yang netral dalam konflik ini.

    Trump telah berupaya memanfaatkan kedekatan pribadinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi sejauh ini gagal mencapai kemajuan dalam mengakhiri perang. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada hari Selasa mendesak Trump untuk menekan Xi Jinping agar menghentikan dukungan bagi Rusia ketika mereka bertemu.

    Taiwan

    Taiwan telah lama menjadi titik api dalam hubungan AS-Tiongkok. Beijing menganggap pulau dengan pemerintahan sendiri itu sebagai bagian dari wilayahnya, meski Taipe sebaliknya.

    Sebenarnya AS hanya mengakui China dan bukan Taiwan. Tetapi hukum AS mewajibkan penyediaan senjata bagi Taiwan untuk pertahanan diri.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pada hari Sabtu bahwa AS tidak mempertimbangkan untuk “meninggalkan Taiwan” dengan imbalan kesepakatan perdagangan dengan China. Beijing dilaporkan telah meminta Trump untuk menyatakan secara eksplisit bahwa AS menentang kemerdekaan Taiwan.

    Chip

    Teknologi kecerdasan buatan juga diperkirakan akan dibahas. China telah menggenjot industri chip-nya untuk mengatasi pembatasan ekspor AS terhadap komponen penting yang digunakan untuk menggerakkan sistem AI.

    CEO raksasa cip AS Nvidia, Jensen Huang, pada hari Selasa memperingatkan bahwa Washington harus mengizinkan penjualan cip AI buatan AS di China, agar Silicon Valley tetap menjadi pusat kekuatan AI global.

    Chip perusahaannya saat ini tidak dijual di China karena kombinasi kekhawatiran keamanan nasional, larangan pemerintah Tiongkok, dan ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung.

    TikTok

    Nasib platform media sosial TikTok juga berada di ujung tanduk. AS telah berupaya merebutnya dari tangan perusahaan induk China, ByteDance, dengan alasan kekhawatiran keamanan nasional.

    Ekspektasi untuk kesepakatan ini tinggi.

    Trump menandatangani perintah eksekutif bulan lalu yang menyetujui penempatannya di bawah kendali sekelompok investor AS.

    “Penyelesaian transaksi dilakukan hari Kamis,” kata Menkeu Bessent.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]