Tag: Xi Jinping

  • Trump Tuduh Rusia dan China Diam-diam Lakukan Uji Coba Nuklir

    Trump Tuduh Rusia dan China Diam-diam Lakukan Uji Coba Nuklir

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh negara-negara seperti Rusia dan China telah melakukan uji coba nuklir bawah tanah, tanpa sepengetahuan publik. Dan, Amerika Serikat akan mengikutinya, ujar Trump.

    “Rusia melakukan uji coba, dan China juga menguji coba, tetapi mereka tidak membicarakannya,” ujar Trump kepada program “60 Minutes” di stasiun televisi CBS, dalam sebuah wawancara yang dirilis pada hari Minggu (2/11) waktu setempat.

    “Saya tidak ingin menjadi satu-satunya negara yang tidak melakukan uji coba,” katanya, seraya menambahkan Korea Utara dan Pakistan masuk ke dalam daftar negara yang diduga menguji persenjataan nuklir mereka.

    Sebelumnya, Trump membuat pengumuman mengejutkan melalui unggahan media sosial pada hari Kamis lalu, yang memerintahkan agar AS memulai uji coba nuklir. Hal ini disampaikannya beberapa menit sebelum memasuki pertemuan puncak dengan pemimpin China Xi Jinping di Korea Selatan.

    Pengumuman ini muncul setelah Rusia mengatakan telah menguji coba rudal jelajah bertenaga nuklir baru, Burevestnik, dan sebuah drone bawah air bertenaga nuklir dan berkemampuan nuklir.

    Ketika ditanya langsung apakah ia berencana agar Amerika Serikat meledakkan senjata nuklir untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga dekade, Trump mengatakan kepada CBS: “Saya katakan bahwa kita akan menguji senjata nuklir seperti yang dilakukan negara-negara lain, ya.”

    Tidak ada negara selain Korea Utara yang diketahui telah melakukan peledakan nuklir selama beberapa dekade. Rusia dan China belum melakukan uji coba semacam itu sejak tahun 1990 dan 1996. Amerika Serikat melakukan uji coba ledakan nuklir pertamanya pada tahun 1992.

    Ketika ditanya tentang hal tersebut, Trump berkata: “Mereka tidak akan langsung memberi tahu Anda.”

    “Sehebat apa pun mereka, ini adalah dunia yang besar. Anda belum tentu tahu di mana mereka menguji,” kata Trump, dilansir kantor berita AFP, Senin (3/11/2025).

    “Mereka menguji jauh di bawah tanah di mana orang-orang tidak tahu persis apa yang terjadi dengan uji coba tersebut. Anda merasakan sedikit getaran,” tambahnya.

    Namun, Menteri Energi AS pada hari Minggu (2/11) mengecilkan kemungkinan bahwa Amerika Serikat berencana untuk melakukan uji ledakan nuklir.

    “Saya pikir uji coba yang sedang kita bicarakan saat ini adalah uji sistem. Ini bukan ledakan nuklir,” kata Chris Wright dalam wawancara dengan Fox News pada hari Minggu.

    “Ini yang kami sebut ‘ledakan non-kritis’, jadi Anda menguji semua bagian lain dari senjata nuklir untuk memastikannya memberikan geometri yang tepat dan menyiapkan ledakan nuklir,” ujarnya.

    Amerika Serikat telah menjadi penanda tangan Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif sejak tahun 1996, yang melarang semua uji coba ledakan atom, baik untuk tujuan militer maupun sipil.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Video: Bertukar Hadiah, Xi Jinping Beri HP China ke Presiden Korsel

    Video: Bertukar Hadiah, Xi Jinping Beri HP China ke Presiden Korsel

    Jakarta,CNBC Indonesia – Presiden baru Korea Selatan, Lee Jae Myung memberikan hadiah unik kepada Presiden China Xi Jinping. Presiden Lee memberikan sebuah papan kayu terbaik untuk permainan strategi kuno Go dan nampan berhias mutiara tradisional Korea, sementara Presiden Jinping memberi kaligrafi dan Hp China.

    Selengkapnya saksikan di CNBC Indonesia. 

  • Akankah PM Kanada Penuhi Undangan Xi Jinping Tahun Baruan di China?

    Akankah PM Kanada Penuhi Undangan Xi Jinping Tahun Baruan di China?

    JAKARTA – Kanada dan China pada Jumat 31 Oktober mengadakan pembicaraan formal pertama antar pemimpin kedua negara sejak terakhir berlangsung pada 2017. 

    Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney pada Sabtu 1 November mengungkapkan pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping di sela KTT APEC 2025 di Korea Selatan itu sebagai “titik balik” dalam hubungan bilateral kedua negara.

    “Kami sekarang telah membuka jalan ke depan untuk mengatasi masalah-masalah terkini,” kata Carney merujuk pada China kepada para wartawan di kota Gyeongju, Korea Selatan, Sabtu waktu setempat, dikutip dari AFP.

    “Diskusi kami secara keseluruhan konstruktif,” tambahnya.

    Carney mengatakan saat bertemu dengan Xi Jinping mendapat undangan untuk berkunjung ke China dalam momen “tahun baruan”.

    Menurut Carney, yang terpenting dari itu semua adalah tindaklanjut dari pertemuan sehingga hubungan Kanada-China semakin kuat, terutama dalam kerja sama dan pertumbuhan ekonomi. 

    “Saya mengarahkan para menteri dan pejabat kami untuk bekerja sama guna menemukan solusi atas tantangan-tantangan saat ini dan untuk mengidentifikasi area-area untuk kerja sama dan pertumbuhan,” ujarnya.

    Kanada dan China diketahui sama-sama terperangkap dalam sanksi tarif Pemerintahan Presiden AS Donald Trump. 

    Untuk Kanada, Trump bersikap keras. Pada Agustus 2025, Trump menetapkan tarif 35 persen terhadap produk-produk dari Kanada yang tidak terkait dengan Perjanjian Amerika Serikat–Meksiko–Kanada (USMCA). 

    Selain itu, untuk tarif sektor baja dan aluminium Trump memberlakukan tarif sebesar 50 persen untuk Kanada membuat perekonomian negara tersebut terdampak.

    Pada Sabtu 25 Oktober, Trump kembali mengumumkan kenaikan tarif barang-barang Kanada sebesar 10 persen dengan pembatalan seluruh negosiasi perdagangan menyusul iklan menyentil Pemerintah AS yang disiarkan di Otario, Kanada. 

  • Mahfud MD Didorong Pimpin Tim Independen Usut Dugaan Korupsi Whoosh

    Mahfud MD Didorong Pimpin Tim Independen Usut Dugaan Korupsi Whoosh

    GELORA.CO -Presiden Prabowo Subianto diminta untuk membentuk tim independen dengan menunjuk mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD untuk memimpin tim yang bertujuan mengusut dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh era Joko Widodo alias Jokowi.

    Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelidiki proyek Whoosh sejak awal 2025. Namun sampai saat ini, KPK tidak mengumumkan apa saja yang sudah dilakukan dalam mengusut proyek tersebut.

    “KPK lamban dan melempem dalam mengusut kasus Whoosh tersebut, sedangkan publik mendesak agar KPK menetapkan Jokowi dan Luhut tersangka sebagai penanggung jawab utama proyek tersebut, karena bagi publik kasus ini mudah dibaca dan mudah ditelusuri,” kata Muslim kepada RMOL, Minggu, 2 November 2025.

    Namun, Muslim melihat bahwa, pimpinan KPK yang ditunjuk Jokowi tersandera akibat utang budi. Akibatnya, KPK seperti dirudung ketakutan kalau harus mengusut kasus Whoosh secara transparan, profesional dan penuh kejujuran.

    “Diperlukan tim independen untuk mengusut kasus tersebut. Karena dugaan mark up tiga kali lipat dari biaya yang dikeluarkan untuk proyek kereta cepat itu sangat terang benderang. Di bandingkan dengan Arab Saudi yang bangun proyek kereta cepatnya dengan jarak 1.500 Km, biayanya Rp112 triliun. Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan jarak 142 Km biayanya hampir mencapai Rp120 triliun,” jelas Muslim.

    Dengan perbandingan yang sederhana saja kata Muslim, publik mengetahui proyek Whoosh di mark up gila-gilaan. Bahkan menurut Prof Anthony Budiawan kata Muslim, kerugian Whoosh mencapai Rp73,5 triliun.

    “Dengan lambannya dan kagoknya KPK usut Whoosh secara cepat dan transparan, maka diperlukan tim independen untuk selamatkan keuangan negara segera dibentuk. Tim ini segera saja dipimpin oleh Mahfud MD sebagai mantan Hakim MK untuk ngebut mengusut tuntas kasus tersebut,” tutur Muslim.

    Untuk itu kata Muslim, Presiden Prabowo harus segera mengeluarkan Keppres untuk bagi Mahfud MD dkk untuk segera bekerja mengusut kasus tersebut.

    “Dan untuk sementara ide untuk Whoosh Jakarta-Surabaya nggak perlu dipikirkan dulu. Whoosh yang sekarang saja bermasalah dan larut-larut penyelesaiannya. Kok mau bikin lagi masalah baru untuk Whoosh Jakarta-Surabaya. Ditunggu gebrakan Prabowo dan Mahfud MD untuk selamatkan keuangan negara dan invasi terselubung rezim PKC-Xi Jinping,” pungkas Muslim.

  • Presiden Korsel Minta Tolong Xi Jinping Soal Kim Jong-un, Bilang Gini

    Presiden Korsel Minta Tolong Xi Jinping Soal Kim Jong-un, Bilang Gini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung punya permintaan khusus pada pimpinan China Xi Jinping. Dia ingin bantuan menghadapi negara tetangganya, Korea Utara.

    Pertemuan keduanya terjadi di Korea Selatan, dalam pertemuan tingkat tinggi pemimpin Asia Pasifik di Gyeongju. Ini juga jadi pertama kalinya Xi mengunjungi Korsel setelah 11 tahun.

    Lee berupaya mengurangi ketegangan dengan Korea Utara setelah duduk jadi presiden pada Juni lalu. Selain juga mengupayakan perkuatan hubungan dengan sekutu Amerika Serikat (AS).

    Khusus untuk China, Lee ingin juga tak ingin ada permusuhan. Selain itu keinginan untuk memperkuat komunikasi antar dua negara.

    “Sangat positif pada situasi di mana kondisi dengan Korea Utara yang mulai terbentuk,” kata Lee, mengacu pada pertemuan tingkat tinggi Korea Utara dan China baru-baru ini, dikutip dari Reuters, Sabtu (1/11/2025).

    “Harapan saya juga Korea Selatan dan China bisa memanfaatkan kondisi menguntungkan ini untuk memperkuat komunikasi strategis agar dapat melanjutkan dialog dengan Korea Utara,” imbuhnya.

    China juga menganggap penting hubungan dengan Korea Selatan. Sebelum pertemuan, Xi juga mengatakan Seoul sebagai mitra kerja.

    Korut diketahui sebagai sekutu yang cukup dekat dengan China. Belum lama ini, pemerintahan Kim Jong Un menolak agenda denuklirisasi yang diusulkan Korsel.

    Bahkan menyebut permintaan itu sebagai mimpi kosong, alias tak akan bisa terwujud. Ini bukan penolakan pertama dari Korut.

    Pyeongyang telah berulang kali dan menolak tawaran tetangganya. Memastikan pula tak akan ada pembicaraan antara dua negara.

    Upaya pendekatan bertahap yang diusulkan itu dimulai dengan keterlibatan dan pembekuan pengembangan senjata nuklir ke depannya.

    Sementara itu, Kim Jong-un memastikan mau berbicara dengan Amerika Serikat (AS). Asalkan tuntutan denuklirisasi dihentikan.

    Foto: Presiden China Xi Jinping dan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung saling memandang selama pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan, 1 November 2025. (via REUTERS/YONHAP NEWS AGENCY)
    Presiden China Xi Jinping dan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung saling memandang selama pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan, 1 November 2025. (Yonhap via REUTERS)

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KTT APEC 2025: Momen Keakraban Xi Jinping dan Prabowo di Sesi Foto Bersama

    KTT APEC 2025: Momen Keakraban Xi Jinping dan Prabowo di Sesi Foto Bersama

    Bisnis.com, GYEONGJU — Terdapat momen menarik dari formasi sesi foto bersama (family photo) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2025 di Gyeongju, Korea Selatan, memperlihatkan posisi strategis Presiden Prabowo Subianto, yang berdiri di barisan depan bersama para pemimpin utama kawasan Asia Pasifik.

    Berdasarkan pantauan Bisnis, dari susunan yang terlihat, Presiden Prabowo berdiri di barisan depan diapit oleh Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung selaku tuan rumah di sisi kiri dan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi di sisi kanan.

    Bahkan, sebelum memulai sesi foto terlihat orang nomor satu di Indonesia itu menyalami tangan dari Presiden China Xi Jinping dan melakukan obrolan dengan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Christopher Luxon.

    Posisi ini berbeda saat agenda APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM), di mana dalam sesi pertemuan para pemimpin ekonomi Asia-Pasifik, Prabowo duduk diapit oleh Kepala Eksekutif Hong Kong (China) John Lee di sebelah kiri, dan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi di sebelah kanan.

    Namun, pengaturan penempatan kursi ini ternyata mengikuti urutan alfabet berdasarkan nama ekonomi anggota APEC, yang menjadi tradisi resmi dalam setiap pertemuan tingkat tinggi AELM.

    Di barisan yang sama untuk sesi foto, juga berdiri para pemimpin dari Malaysia, Selandia Baru, dan Filipina di sisi kanan Prabowo, serta China, Chile, dan Kanada di sisi kiri. Sedangkan di barisan belakang tampak sejumlah kepala pemerintahan dari Amerika Serikat, Vietnam, Thailand, Singapura, Rusia, hingga Meksiko dan Peru.

    Penempatan posisi dalam family photo APEC bukan sekadar simbol protokoler, melainkan juga mencerminkan status diplomatik dan kontribusi ekonomi tiap negara anggota dalam forum kerja sama tersebut.

    Dengan ditempatkannya Presiden Prabowo di barisan tengah, Indonesia menunjukkan pengakuan atas peran aktifnya dalam isu rantai pasok global, transisi energi, dan kemitraan strategis lintas kawasan.

    “Dan kami semua telah belajar dari sejarah bahwa Indonesia telah memimpin pembentukan semangat [di KTT Asia-Afrika] Bandung. Dan jika melihat elemen-elemen kunci dari semangat Bandung, itu adalah keseimbangan, otonomi strategis, kerja sama, dan pragmatisme. Dan nilai-nilai ini merupakan pilar yang sangat kuat bagi kebijakan luar negeri Korea Selatan,” kata Lee Jae-myung saat melakukan pertemuan bilateral dengan Prabowo.

  • Trump-Xi Ulur Waktu, Tapi Kecurigaan Masih Mengakar

    Trump-Xi Ulur Waktu, Tapi Kecurigaan Masih Mengakar

    Jakarta

    Pertemuan berisiko tinggi antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping pada Kamis lalu di Busan, Korea Selatan, semula digadang sebagai momentum meredakan ketegangan tarif global yang telah berlangsung berbulan-bulan. Namun, pertemuan itu hanya berlangsung 100 menit – jauh dari ekspektasi tiga sampai empat jam—dan hasilnya pun tipis.

    Trump menyebut pembicaraan itu berjalan “luar biasa”, bahkan memberi nilai 12 dari 10. Beijing lebih berhati-hati, sekadar menyerukan agar saluran komunikasi tetap terbuka. Bagi mereka yang berharap hubungan Washington–Beijing mencair, singkatnya pertemuan itu menjadi pengingat bahwa ketidakpercayaan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia masih mengakar dalam.

    Gencatan senjata taktis

    Trump mengumumkan sedikit rincian dari kesepakatan terbatas yang disampaikan Washington awal pekan itu: penundaan kenaikan tarif, pembatalan pembatasan ekspor logam tanah jarang, serta dimulainya kembali impor kedelai Amerika. Xi, lewat kantor berita Xinhua, menyebut kedua pemimpin mencapai “konsensus dasar” di bidang ekonomi dan perdagangan, seraya mengingatkan pentingnya kerja sama jangka panjang dan menghindari “siklus balas-membalas yang merugikan”.

    Deborah Elms, Direktur Hinrich Foundation di Hong Kong, menilai hasilnya “menarik tapi kabur.” Tak ada pernyataan bersama, tak ada konferensi pers. Pasar pun merespons datar: reli singkat saham Tiongkok memudar, sementara indeks berjangka Amerika melemah.

    “Pasar berharap banyak, tapi kecewa oleh minimnya detail,” kata Anna Wu, analis di Van Eck Associates. Ia menyebut kesepakatan itu sekadar “gencatan senjata taktis” dan memperingatkan volatilitas masih akan berlanjut.

    Tarik ulur Logam Tanah Jarang

    Trump mengklaim Cina sepakat menurunkan tarif 10 persen atas perdagangan terkait fentanyl, sebagai imbalan janji Beijing menekan peredaran opioid mematikan itu di AS. Ia juga menyebut adanya kesepakatan satu tahun untuk menjamin pasokan logam tanah jarang – bahan vital industri teknologi tinggi yang 70 persen dikuasai Tiongkok.

    Namun, seperti diingatkan ekonom Alicia Garcia-Herrero dari Natixis, kesepakatan itu belum jelas bagaimana izin ekspor akan dilonggarkan. “Logam tanah jarang tetap menjadi kartu truf Beijing,” ujarnya.

    Usai pembicaraan, Trump menulis di Truth Social bahwa Cina akan segera memulai pembelian energi Amerika dalam “transaksi besar-besaran”, termasuk minyak dan gas dari Alaska. Ia juga menyebut Cina akan membeli “jumlah luar biasa besar” kedelai dan hasil pertanian lain. Beijing, lagi-lagi, memilih nada hati-hati: kedua pihak, katanya, akan “memperkuat kerja sama di bidang energi dan perdagangan.”

    Uji Nuklir, gelagat Perang Dingin?

    Beberapa jam sebelum bertemu Xi, Trump mengumumkan rencana Amerika melanjutkan uji coba nuklir—yang pertama dalam 33 tahun—dengan fokus pada kemampuan kapal selam. Ia menyebut langkah itu demi “menyamakan kedudukan” dengan para rival.

    Langkah itu memicu kecaman para ahli pengendalian senjata. Garcia-Herrero menyebut keputusan itu “menakutkan” dan memperingatkan pasar bisa bereaksi negatif bila eskalasi bergeser dari ekonomi ke nuklir.

    Damai yang rapuh

    Meski ada jeda sementara, pembicaraan Busan jauh dari terobosan. Persoalan mendasar—seperti perlindungan kekayaan intelektual, dominasi teknologi AI, hingga persaingan strategis—nyaris tak tersentuh.

    Kedua ekonomi raksasa itu masih tertekan dampak perang dagang yang hampir setahun berjalan: tarif tinggi, rantai pasok terganggu, dan ketidakpastian investor menahan pertumbuhan. Krisis properti dan permintaan domestik yang lesu terus membebani ekonomi Tiongkok. Amerika pun bergulat dengan inflasi dan melemahnya industri manufaktur.

    Gencatan ini mungkin memberi napas pendek, tapi tanpa reformasi mendalam dan kerja sama berkelanjutan, ancaman eskalasi baru tinggal menunggu waktu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Trump-Kim Jong Un Terlihat Masih Ingin Akur, Apa Alasannya?

    Trump-Kim Jong Un Terlihat Masih Ingin Akur, Apa Alasannya?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengonfirmasi bahwa ia tidak akan bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, selama kunjungan dinasnya ke Asia. Alasannya: gagal “mengatur jadwal yang tepat.”

    Sehari sebelum Trump tiba di Korea Selatan untuk KTT APEC, Korea Utara menguji coba rudal jelajah di lepas pantai baratnya.

    Padahal, awal pekan ini Trump sempat menyatakan bahwa ia akan “senang sekali bertemu” Kim. Bahkan dia menawarkan diri untuk kembali mengunjungi Korea Utara.

    Sebelumnya, sekitar enam tahun lalu, Donald Trump mencetak sejarah dengan menjadi Presiden AS aktif pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara.

    Sepanjang masa jabatan pertamanya (20182019), ia tercatat bertemu dengan Kim Jong Un sebanyak tiga kali.

    Namun kini, alur komunikasi antara kedua negara tersebut diselimuti ketidakjelasan.

    Amerika Serikat kukuh pada tujuan utamanya, yaitu denuklirisasi total di Semenanjung Korea. Namun, Kim yang menolak itu dan terus mengembangkan senjata nuklirnya telah menganggap tuntutan ini sebagai “obsesi kosong” yang harus ditinggalkan Barat.

    “Mereka punya banyak senjata nuklir, tapi tidak banyak layanan telepon.”

    Meskipun demikian, bulan lalu, Kim secara mengejutkan mengumumkan niatnya untuk melanjutkan dialog dengan AS, seraya mengatakan ia memiliki “kenangan baik tentang Presiden Trump.”

    Korea Selatan telah menangguhkan kunjungan wisatawan ke “desa gencatan senjata” zona demiliterisasi, Panmunjom, tempat pertemuan Trump-Kim terakhir diadakan, pada tahun 2019. (Reuters)

    Meskipun pertemuan antara Trump dan Kim kali ini batal, beberapa analis meyakini Amerika Serikat kemungkinan besar akan tetap melanjutkan keterlibatan diplomatik dengan Korea Utara.

    Bukan rahasia lagi bahwa Presiden Trump, yang menampilkan dirinya sebagai pembawa perdamaian global, mengincar penghargaan Nobel Perdamaian.

    Awal pekan ini, dalam perhentian pertamanya di Asia, Trump mengunjungi Malaysia untuk ambil bagian dalam penandatanganan perjanjian damai antara Thailand dan Kamboja.

    Pada Juli lalu, kedua negara itu melakukan pertempuran yang terburuk dalam satu dekade, yang menewaskan puluhan orang.

    Mungkin Anda tertarik:

    Setelahnya, Trump mengklaim telah mengakhiri delapan perang dalam delapan bulan.

    “Saya tidak boleh menyebutnya sebagai hobi, karena ini jauh lebih serius, tetapi ini adalah sesuatu yang saya kuasai dan sukai,” ujarnya.

    “Akan ada dorongan untuk mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea, yang dapat dikatakan sebagai tempat ‘terpanas’ di Asia Timur Laut, menormalisasi hubungan AS dan Korea Utara, dan bahkan menyelesaikan isu nuklir Korea Utara,” kata Kim Jae-chun, profesor hubungan internasional dari Universitas Sogang.

    Cho Han-beom, peneliti senior di Korean Institute for National Unification, sependapat. Ia menyebut Korea Utara sebagai “kepingan puzzle terakhir” yang tersisa.

    “Bahkan jika masalahnya tidak terselesaikan sepenuhnya, hal itu bisa menjadi jalan pintas menuju Hadiah Nobel Perdamaian karena dapat membangun citra bahwa masalah keamanan utama telah teratasi,” jelasnya.

    Pada September 2025, Kim terlihat bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China Xi Jinping selama parade militer China. (Reuters)

    Korea Utara telah muncul dalam posisi yang lebih kuat sejak pertemuan terakhir antara Trump dan Kim pada 2019.

    “Rezim Korea Utara telah memasuki periode stabilitas,” ujar Profesor Kang In-deok dari Universitas Kyungnam, yang pernah menjabat sebagai Menteri Unifikasi Korea Selatan pada akhir 1990-an.

    Pada September 2025, Kim Jong Un tertangkap kamera bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin China Xi Jinping, selama parade militer China yang memperingati 80 tahun kemenangan atas Jepang di Perang Dunia II.

    Ini adalah penampilan publik pertama ketiga pemimpin tersebut secara bersamaan.

    Korea Utara telah menjalin aliansi militer dengan Rusia. Tahun lalu, kedua negara yang dikenai sanksi oleh Barat itu menandatangani perjanjian pertahanan bersama.

    Mereka sepakat untuk “segera memberikan bantuan militer dan bantuan lain dengan menggunakan semua sarana yang tersedia” jika salah satu menghadapi agresi.

    Pada Januari 2025, pejabat Barat melaporkan kepada BBC bahwa Korea Utara telah mengirim sekitar 11.000 tentara untuk berperang bagi Rusia di Ukraina.

    Sebagai imbalannya, Korea Utara diperkirakan akan menerima bantuan finansial dan teknologi.

    Sementara itu, hubungan ekonomi Pyongyang dengan China juga menguat secara signifikan. Data bea cukai China menunjukkan, perdagangan antara kedua negara meningkat sebesar 33%, mencapai US$1,05 miliar pada paruh pertama tahun 2025.

    Para analis menyebut China sempat menjaga jarak dari Korea Utara karena hubungan militernya yang semakin mendalam dengan Rusia.

    Namun, kini, dengan Washington dan Seoul yang kembali menunjukkan minat untuk memperbaiki hubungan dengan Pyongyang, Beijing tampaknya juga berusaha merapatkan barisan.

    Dalam tatanan dunia yang baru ini, dibandingkan dengan 2018 dan 2019, prospek pencabutan sanksi AS telah kehilangan sebagian urgensinya bagi Korea Utara, ujar Profesor Kang.

    Reportase dan penyuntingan tambahan oleh Grace Tsoi dan Olga Sawczuk, BBC World Service

    (ita/ita)

  • Kader PDIP Penasaran Trik Jokowi Rayu Xi Jinping Bangun Whoosh

    Kader PDIP Penasaran Trik Jokowi Rayu Xi Jinping Bangun Whoosh

    GELORA.CO -Utang menggelembung Kereta Cepat Jakarta Bandung alias Whoosh merupakan hasil dari kebijakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang keliru. Sebab, saat ini pemerintah harus menanggung beban yang begitu besar.

    Politikus PDIP Ferdinand Hutahaean mengatakan, proyek Whoosh dibentuk berdasarkan ambisi Jokowi dan bukan kebutuhan masyarakat. 

    “Kereta cepat ini tidak bisa disebut kategori investasi sosial maupun public service obligation, karena kereta cepat ini bukan kebutuhan mendasar masyarakat,” kata Ferdinand dalam program Interupsi di iNews, dikutip Sabtu 1 November 2025.

    Ia kemudian mencontohkan transportasi umum yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, seperti Transjakarta. Meski merugi, Transjakarta tetap mendapat subsidi dari Pemprov DKI Jakarta karena merupakan kebutuhan masyarakat.

    “Transjakarta juga itu merugi, karena itu kebutuhan masyarakat maka disubsidi oleh Pemda DKI Jakarta,” kata Ferdinand.

    Ia lalu mengkritisi pernyataan Jokowi yang menyebut proyek Whoosh merupakan investasi social sehingga tidak masalah merugi.

    “Karena ini B to B, business to business, saya tidak mengerti kalau sekarang Pak Jokowi mengatakan ini investasi sosial, rugi transportasi umum tidak apa-apa, bagaimana cara Jokowi dulu merayu (Presiden China) Xi Jinping supaya mau membiayai proyek ini kalau ini didesain rugi?” pungkas Ferdinand. 

    Sebelumnya, Jokowi menyebut bahwa proyek Whoosh merupakan investasi sosial, bukan untuk mencari keuntungan finansial. Hal tersebut berdasarkan kemacetan yang terjadi di Jabodetabek dan Bandung selama 20-40 tahun terakhir.

    Jokowi menjelaskan, pembangunan Whoosh adalah solusi krusial untuk mengatasi masalah kerugian ekonomi akibat kemacetan parah di kawasan megapolitan.

  • Iran Respons AS Mau Kerahkan Senjata Nuklir, Beri Jawaban Menohok

    Iran Respons AS Mau Kerahkan Senjata Nuklir, Beri Jawaban Menohok

    Jakarta, CNBC Indonesia – Iran melontarkan kecaman keras terhadap keputusan mengejutkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memerintahkan Pentagon untuk melanjutkan uji coba senjata nuklir.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyebut langkah tersebut sebagai tindakan “mundur” dan “tidak bertanggung jawab”, menuduh Washington telah menjadi ancaman bagi stabilitas global.

    “Setelah mengganti nama ‘Departemen Pertahanan’-nya menjadi ‘Departemen Perang’, pengganggu bersenjata nuklir ini kembali melanjutkan uji coba senjata atom,” tulis Araghchi dalam unggahan di platform X pada Kamis (30/10/2025) malam.

    “Ironisnya, pengganggu yang sama telah memfitnah program nuklir damai Iran dan mengancam akan menyerang fasilitas nuklir kami yang berada di bawah pengawasan internasional. Semua ini dilakukan dengan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional,” tambahnya.

    Sebelumnya pada hari yang sama, Trump membuat pengumuman mengejutkan di platform Truth Social, hanya beberapa jam sebelum bertemu Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan di sela-sela pertemuan puncak APEC.

    Dalam unggahan itu, Trump mengatakan bahwa ia telah memerintahkan Pentagon untuk segera melanjutkan uji coba senjata nuklir “secara setara” dengan negara-negara lain seperti Rusia dan China, yang menurutnya akan memiliki kekuatan nuklir setara dengan Amerika Serikat dalam waktu “lima tahun”.

    Keputusan tersebut langsung memicu kekhawatiran internasional, terutama karena uji coba nuklir telah lama dilarang di bawah Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty (CTBT) tahun 1996. Meskipun Amerika Serikat, China, dan Iran telah menandatangani perjanjian itu, ketiganya belum meratifikasinya. Sementara Rusia menarik ratifikasinya pada 2023.

    Ankit Panda, pakar keamanan nuklir dan peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa keputusan Trump kemungkinan besar merupakan tanggapan terhadap langkah terbaru Rusia dan China, bukan akibat sengketa AS-Iran.

    “Langkah ini tampaknya lebih sebagai respons terhadap tindakan Moskow dan Beijing,” kata Panda.

    Pekan ini, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa negaranya telah menguji torpedo super bertenaga nuklir Poseidon, setelah sebelumnya melakukan uji coba rudal jelajah nuklir Burevestnik.

    Sementara itu, China pada September lalu memamerkan kekuatan nuklirnya dalam parade militer besar yang menampilkan sistem senjata baru dan modifikasi seperti rudal balistik antarbenua Dongfeng-5 yang mampu membawa hulu ledak nuklir.

    Namun, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), baik Rusia maupun China belum melakukan uji coba nuklir dalam arti sebenarnya, yakni ledakan nuklir di permukaan, bawah tanah, atau bawah laut, selama beberapa dekade.

    Sebagai catatan, uji coba nuklir terakhir dilakukan Uni Soviet pada 1990, China pada 1996, Inggris pada 1991, Amerika Serikat pada 1992, dan Prancis pada 1996. Satu-satunya negara yang masih melakukan uji coba nuklir dalam dua dekade terakhir adalah Korea Utara, dengan uji terakhir pada 2017.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]