Tag: Xi Jinping

  • Ekspor Batu Bara RI ke China & India Merosot, Ini Biang Keroknya

    Ekspor Batu Bara RI ke China & India Merosot, Ini Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Volume ekspor batu bara Indonesia ke negara tujuan utama seperti China dan India diprediksi akan mengalami penurunan dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut terungkap dalam laporan terbaru Energy Shift Institute (ESI) “Coal in Indonesia Paradox of Strength and Uncertainty”.

    Hazel Ilango, Principal dan Pemimpin Kajian Transisi Batu Bara Indonesia di ESI, mengungkapkan bahwa ke depan akan ada pergeseran struktural dalam hal permintaan batu bara RI. Ini menyusul penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

    Berdasarkan riset EMBER misalnya, permintaan listrik baru di China terus meningkat, namun pertumbuhan pembangkit listrik berbasis batu bara mulai melambat sejak awal 2010-an.

    “Kita juga melihat pergeseran struktural dalam permintaan. Berdasarkan riset EMBER, grafik di sebelah kiri menunjukkan bahwa di Tiongkok, permintaan listrik baru (garis hitam) terus meningkat, sementara pembangkit fosil (garis merah) mulai melandai sejak awal 2010-an,” kata dia dalam peluncuran laporan The Energy Shift Institute “Coal in Indonesia: Paradox of Strength and Uncertainty”, dikutip Rabu (18/6/2025).

    Sementara, di India tren yang sama juga mulai terlihat meskipun lebih lambat. Setidaknya, sekitar dua pertiga pertumbuhan permintaan listrik di sana masih ditopang batu bara, namun arah pergeseran ke energi bersih juga semakin terlihat.

    “Jika tren ini berlanjut, ekspor batu bara Indonesia bisa stagnan atau bahkan turun dalam jangka panjang,” katanya.

    Selain itu, Presiden Xi Jinping baru-baru ini juga kembali menegaskan komitmennya terhadap target iklim 2035 dan penggunaan energi bersih. Pada 2024, energi bersih memenuhi 81% pertumbuhan permintaan listrik Tiongkok. Ketergantungan pada batu bara diprediksi akan mencapai titik jenuh dan mulai menurun.

    “Intinya meski tidak akan ada penurunan permintaan secara mendadak, arah trend jangka panjangnya makin jelas dan tidak bisa diabaikan oleh produsen batu bara Indonesia,” ujarnya.

    Di sisi lain, kebijakan domestik juga turut menekan sektor ini. Misalnya saja royalti yang lebih tinggi, kewajiban hilirisasi batu bara, dan kewajiban pasar domestik (DMO). Meski masing-masing bertujuan baik, gabungan kebijakan ini menciptakan trade-off nyata, mengurus margin laba, mempersempit ruang keuangan, dan mengurangi insentif untuk diversifikasi atau transisi.

    “Sebagian besar perusahaan batu bara Indonesia masih belum memiliki rencana transisi atau diversifikasi yang kredibel. Minimnya komitmen nyata untuk beralih dari batu bara meningkatkan risiko transisi sektor ini. Ini akan menjadi fokus utama seri riset lanjutan kami,” kata Hazel.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Nasib Blokir TikTok Ditentukan 19 Juni 2025, Trump Komen Begini

    Nasib Blokir TikTok Ditentukan 19 Juni 2025, Trump Komen Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nasib TikTok di Amerika Serikat (AS) akan ditentukan pada 19 Juni 2025, sesuai tenggat yang ditetapkan sebelumnya. Sejauh ini, pemerintah Amerika Serikat (AS) dan ByteDance yang merupakan induk TikTok belum mencapai kesepakatan.

    Namun, Presiden AS Donald Trump tiba-tiba memberikan komentar tak terduga 2 hari menjelang penentuan nasib TikTok.

    Dikutip dari Reuters, Selasa (17/6/2025), Trump mengindikasikan akan memperpanjang kembali tenggat untuk menentukan apakah TikTok akan diblokir permanen atau diizinkan beroperasi di AS.

    “Mungkin, iya,” kata Trump saat ditanya apakah akan memperpanjang tenggat penentuan nasib TikTok.

    “Mungkin kita harus mendapat persetujuan China, tetapi saya rasa kita akan mendapatkannya. Saya rasa Presiden Xi Jinping akan menyetujuinya,” Trump menambahkan.

    Awalnya, deadline untuk penentuan nasib TikTok dipatok pada 19 Januari 2025 atau sehari sebelum pelantikan Trump. Pasca dilantik, Trump akhirnya mengeluarkan perintah eksekutif untuk memperpanjang negosiasi hingga 19 April 2025.

    Mendekati tenggat kala itu, Trump kembali memperpanjang negosiasi hingga 19 Juni 2025. Selanjutnya, belum jelas apakah tenggat benar-benar akan diperpanjang dan berapa lama.

    Seperti diketahui, pemerintah AS era Joe Biden mengeluarkan kebijakan yang memaksa TikTok untuk lepas dari entitas ByteDance asal China untuk bisa beroperasi di AS.

    Pasalnya, AS khawatir pemerintah Xi Jinping bisa mengakses data 150 juta pengguna TikTok di AS. Seiring perkembangannya, ada beberapa hal yang diajukan dalam proses negosiasi.

    Sejauh ini, disebut-sebut TikTok harus memisahkan operasinya di AS dan membentuk entitas baru yang mayoritas dimiliki dan dioperasikan oleh investor AS. Namun, diskusi itu sempat tertahan gara-gara kondisi geopolitik yang kian memanas antara AS dan China.

    Kita tunggu saja kepastian nasib TikTok di AS!

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • AS di Ambang Kekalahan Mutlak, China Segera Jadi Raja Dunia

    AS di Ambang Kekalahan Mutlak, China Segera Jadi Raja Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – CEO Nvidia Jensen Huang membeberkan kenyataan pahit. Ia mengatakan jika Amerika Serikat (AS) terus-terusan membatasi chip AI ke China, maka Huawei akan mendapat peluang besar untuk memenuhi kebutuhan di Negeri Tirai Bambu.

    Huang mengakui bahwa teknologi AS masih satu generasi lebih maju ketimbang yang dikembangkan di China saat ini. Hal tersebut juga diakui CEO Huawei Ren Zhengfei baru-baru ini.

    “Namun, jika AS tak mau berpartisipasi di China, Huawei akan menggarap pasar China, lalu Huawei akan menggarap semua [pasar],” kata Huang, dikutip dari CNBC International, Jumat (13/6/2025).

    Selama bertahun-tahun, AS berupaya untuk menghalangi perkembangan teknologi canggih China. Belakangan, upaya itu dilakukan dengan melancarkan pemblokiran akses chip dan teknologi chip canggih dari AS dan negara sekutu ke China.

    Namun, hal ini justru memotivasi China untuk mengembangkan teknologi secara mandiri. Huawei dan beberapa perusahaan China lainnya mulai menggenjot perkembangan chip canggih domestik untuk melepas ketergantungan terhadap teknologi AS.

    Hal ini didukung penuh oleh pemerintahan Xi Jinping yang membekingi perkembangan industri chip dengan bantuan regulasi dan pendanaan.

    Pada pekan ini, Ren mengatakan kepada koran People’s Daily yang dibekingi pemerintah China, bahwa chip Huawei memang masih ketinggalan satu generasi di belakang chip buatan AS.

    “AS melebih-lebihkan pencapaian Huawei. Huawei belum sehebat itu. Kami harus bekerja keras untuk menyamai mereka [AS],” kata Ren.

    Huang mengatakan sangat penting bagi para pengembang teknologi AI untuk membangun sistemnya dengan teknologi asal AS, bukan China.

    “Jika kita ingin teknologi AS menang di seluruh dunia, maka melepas 50% peneliti AI dunia bukanlah hal yang masuk akal. Selama semua pengembang AI berada di China, saya pikir teknologi China akan menang,” kata Huang.

    “Jadi, kita perlu memperhatikan tindakan jangka pendek terhadap konsekuensi jangka panjang yang tidak diinginkan,” ia menambahkan.

    Pembatasan ekspor terbukti menjadi titik lemah karena ketegangan perdagangan antara AS dan China meningkat. Bulan lalu, Gedung Putih mengatakan akan secara agresif mencabut visa pelajar China, termasuk mereka yang belajar di bidang-bidang penting.

    China juga menuduh AS merusak pembicaraan perdagangan setelah AS mengeluarkan peringatan terhadap industri dan negara sekutu agar tidak menggunakan chip China yang secara khusus menargetkan Huawei.

    Huang mengatakan bahwa tugasnya adalah memberi tahu pemerintahan Trump tentang sifat teknologi Nvidia dan dinamika industri. Ia mengatakan Trump tahu apa yang dia lakukan.

    “Trump punya strategi. Saya percaya padanya, dan kami akan mendukungnya sebaik mungkin,” katanya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: Deal Trump-Xi Jinping: AS Amankan Pasokan Tanah Jarang

    Video: Deal Trump-Xi Jinping: AS Amankan Pasokan Tanah Jarang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kesepakatan baru antara Amerika Serikat dan China menempatkan Rare Earth atau Tanah Jarang kembali di pusat panggung geopolitik global.

    Lantas sebenarnya seperti apa dinamika Final Arrangement tentang Tanah Jarang atau Rare Earth yang membuat kedua negara adidaya AS dan China sama sama melunak?

    Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Jumat, 13/06/2025) berikut ini.

  • Beda Strategi Negosiasi AS-China: Xi Jinping Ulur Waktu, Trump Mau Instan

    Beda Strategi Negosiasi AS-China: Xi Jinping Ulur Waktu, Trump Mau Instan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menunjukkan sikap pendekatan yang berbeda terkait hasil negosiasi perdagangan AS-China di London pekan ini.

    Saat Trump mengumumkan hasil perundingan tersebut dengan penuh keyakinan, Xi Jinping lebih memilih pendekatan yang lebih tenang namun strategis, yakni memperpanjang proses negosiasi demi memberi ruang manuver bagi China, sekaligus meredam tekanan tarif dan pembatasan teknologi dari AS.

    Setelah dua hari perundingan, Trump dengan lantang menyatakan melalui media sosial bahwa kesepakatan telah “SELESAI” untuk memulihkan pasokan mineral tanah jarang dari China. Ia juga berjanji mencabut pembatasan visa pelajar.

    Beberapa jam sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyampaikan bahwa Washington akan melonggarkan pembatasan teknologi jika pasokan logam penting yang krusial bagi sektor otomotif dan pertahanan AS tersebut kembali stabil.

    Namun Beijing menekankan hal berbeda. Dalam komentar resmi People’s Daily pada Kamis (12/6/2025), Pemerintah China menyatakan sejauh ini menyatakan tidak ada kontrol ekspor. Media partai Komunis China itu justru menyoroti dibentuknya “jaminan institusional” di Jenewa melalui mekanisme konsultasi bilateral.

    Xi, dalam percakapan telepon dengan Trump yang terjadi sebelum pertemuan London, disebut menegaskan pentingnya jalur tersebut.

    Sikap bertolak belakang ini menunjukkan betapa berbeda pendekatan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia dalam mengelola konflik dagang dan hubungan bilateral yang kerap naik-turun. Trump menginginkan kesepakatan cepat lewat jalur langsung antar pemimpin, sementara Xi memilih kerangka kerja yang dijalankan para pembantunya untuk menghindari kejutan tak terduga.

    Pendekatan seperti ini bisa memakan waktu panjang, seperti yang terjadi dalam kesepakatan ”Fase Satu” yang baru tercapai di penghujung masa jabatan pertama Trump.

    Wakil Direktur Riset China Gavekal Research Christopher Beddor mengatakan Xi Jinping tengah memainkan strategi jangka panjang dalam perdagangan AS-China. Hal ini karena masa jabatannya jauh lebih panjang dari Trump.

    “Bukan berarti tak ada pertimbangan jangka pendek, namun ketiadaan batasan masa jabatan menciptakan insentif yang jauh berbeda dibanding Trump,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg, Jumat (13/6/2025).

    Strategi China

    Lambannya negosiasi juga memberi waktu bagi China untuk menilai seberapa keras tekanan yang diberikan Trump terhadap negara lain. Namun di sisi lain, ketidakpastian berkepanjangan membawa dampak negatif bagi pelaku usaha.

    Xi sendiri menunjukkan fleksibilitas pekan lalu dengan langsung menghubungi Trump, sebuah langkah tak lazim yang memotong protokol diplomatik. Di era Biden, dialog tingkat tinggi biasanya diatur lewat pertemuan panjang antara pejabat senior seperti Jake Sullivan dan Wang Yi di lokasi netral.

    Meski perundingan di Jenewa bulan lalu ditutup dengan pernyataan bersama yang identik dari kedua pihak, kesepakatan itu langsung runtuh setelah AS menuduh China mengingkari komitmen melepas pengiriman logam tanah jarang. Beijing bersikukuh bahwa proses perizinan tetap diberlakukan, meski perusahaan AS menilai prosesnya terlalu lambat hingga menghentikan produksi.

    Minimnya rincian dari pertemuan terbaru membuat banyak pihak bertanya-tanya, terutama soal sejauh mana China bersedia melepas logam-logam langka yang vital bagi jet tempur hingga kendaraan listrik.

    Dalam wawancara dengan CNBC International, Lutnick menyatakan bahwa China akan menyetujui semua permohonan magnet dari perusahaan AS secara langsung. Klaim ini dipandang terlalu luas dan membuka peluang kekecewaan.

    Sementara itu, juru bicara Kementerian Perdagangan China He Yadong mengatakan negaranya akan mempertimbangkan secara menyeluruh kebutuhan dan kekhawatiran wajar semua negara dalam sektor sipil dan menyebutkan bahwa proses persetujuan sedang diperkuat.

    Co-founder sekaligus kepala riset Gavekal Arthur Kroeber mengatakan China memang memiliki insentif untuk merahasiakan strateginya dan enggan mengumbar pernyataan soal komitmen yang telah atau belum diambil,”

    “Mereka memiliki keleluasaan besar dalam mengatur seluruh rezim perizinan ekspor,” jelasnya.

    Salah satu taktik yang bisa diterapkan, tambahnya, adalah membuka kembali izin ekspor dalam jumlah yang cukup agar pembeli komersial tetap bisa beroperasi—namun tidak terlalu longgar hingga memungkinkan perusahaan menimbun pasokan, yang bisa menggerus pengaruh strategis Beijing ke depan.

    Masih ada kebingungan, terutama setelah Trump mengklaim China kini menghadapi tarif 55%. Tarif ini menggabungkan tarif lama dari masa jabatannya terdahulu serta tambahan 20% untuk isu fentanyl.

    Lutnick sendiri meragukan fleksibilitas tarif dan menyebutkan bahwa tarif yang berlaku “pasti” akan dipertahankan, membuat masa tenggang 90 hari hingga Agustus praktis tak berlaku lagi. Hal ini dapat melemahkan insentif Beijing untuk memberikan konsesi lebih jauh ke depan.

    Meski ekspor China ke AS anjlok 34% pada Mei 2025, tekanan tampaknya lebih dirasakan Trump yang dikejar tenggat internal hingga 9 Juli untuk menuntaskan kesepakatan dagang dengan puluhan negara atau kembali memberlakukan tarif besar-besaran.

    Ia bahkan mengancam akan mengirim surat peringatan ke negara-negara terkait: “Ini kesepakatannya, terima atau tinggalkan.”

    Sebagai sinyal kesediaan berkompromi, tim Trump kali ini bahkan bersedia membahas kontrol ekspor—sebuah topik yang sebelumnya dianggap tabu karena menyangkut keamanan nasional.

  • Skandal Guncang Malaysia-China, Lebih dari 2 Juta Orang Kena

    Skandal Guncang Malaysia-China, Lebih dari 2 Juta Orang Kena

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penyelidikan gabungan Malaysia dan China terhadap skema Ponzi raksasa yang dikendalikan oleh MBI International Group mengguncang kalangan bisnis dan politik di Penang. Otoritas menyita aset senilai RM3,8 miliar (sekitar Rp13,2 triliun) dan menangkap sejumlah tokoh penting, termasuk tiga taipan bergelar “Tan Sri”.

    Operasi penindakan bertajuk Op Northern Star diluncurkan setelah penyidik menerima informasi dari dalang utama skema, Tedy Teow Wooi Huat, yang saat ini ditahan di China. Teow diekstradisi dari Thailand pada Agustus 2024 dan tengah diinterogasi oleh otoritas China.

    “Teow telah memberikan informasi rinci tentang mekanisme penipuan MBI dan para pelaku pencucian uang di Malaysia. Kami sedang menindaklanjutinya,” ungkap Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail kepada CNA, dikutip Kamis (12/6/2025).

    Sebanyak 17 orang telah ditangkap, mayoritas adalah pengusaha properti ternama Penang. Penyidik menduga dana investor digunakan untuk mendanai proyek properti besar dan pembelian tanah milik pemerintah negara bagian.

    “Kami menemukan indikasi kuat bahwa dana MBI digunakan untuk membiayai proyek reklamasi seperti di Pulau Jerejak. Ini sedang kami dalami,” ujar salah satu pejabat senior Kementerian Dalam Negeri yang tidak disebutkan namanya.

    Pulau Jerejak sendiri dikenal sebagai kawasan strategis di lepas pantai Penang dan tengah dikembangkan untuk kawasan hunian dan komersial baru.

    Lebih dari 2 Juta Korban

    Menurut catatan pihak berwenang, skema MBI diduga telah menipu lebih dari 2 juta warga negara Tiongkok, dengan total kerugian mencapai 55 miliar yuan (sekitar RM32,4 miliar atau Rp113 triliun).

    Skema ini menjanjikan keuntungan tinggi melalui investasi digital, real estate, dan platform e-commerce, namun ternyata beroperasi sebagai Ponzi, di mana ini menggunakan dana investor baru untuk membayar investor lama.

    Kepolisian Malaysia mengonfirmasi bahwa hingga saat ini telah membekukan 988 rekening bank dan menyita berbagai aset mewah termasuk properti, kendaraan, serta investasi di saham penny.

    “Total aset yang berhasil disita mencapai RM3,8 miliar dan masih berpotensi bertambah,” kata Mohammed Hasbullah Ali, pejabat Direktur Departemen Investigasi Kejahatan Komersial PDRM.

    Penyidik kini menelusuri aliran dana yang diduga juga masuk ke pasar modal lokal untuk manipulasi harga saham.

    Dukungan China dan Kecaman Publik

    Tindakan tegas Malaysia mendapat dukungan langsung dari Presiden China Xi Jinping, yang membahas kasus ini dengan Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam kunjungan kenegaraan pada April lalu.

    “China sangat menghargai tindakan tegas Malaysia dalam kasus ini. Ini menunjukkan komitmen bersama memberantas kejahatan lintas negara,” kata Saifuddin.

    Namun, di dalam negeri, tekanan terhadap elite politik dan dunia usaha kian meningkat. Sejumlah aktivis menyerukan audit menyeluruh terhadap proyek properti besar yang berpotensi terlibat pencucian uang.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Petaka Trump Hantam Pengusaha Kecil, Blak-blakan Teriak Neraka

    Petaka Trump Hantam Pengusaha Kecil, Blak-blakan Teriak Neraka

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepemimpinan Donald Trump di Amerika Serikat (AS) berdampak besar pada pengusaha kecil. Salah satunya adalah seorang pemilik usaha Guardian Baseball bernama Matt Kubancik yang menyebut pemerintah sekarang seperti ‘rehat dari neraka’.

    Kubancik dulunya merupakan pendukung partai Republik memilih Trump pada pemilu AS bulan November lalu. Harapannya, Republik mampu meningkatkan perekonomian dengan menurunkan harga gas dan bahan makanan.

    Namun, keinginannya tak jadi kenyataan. Setengah tahun pertama masa jabatan kedua Trump diibaratkan seperti neraka.

    Kebijakan tarif tinggi Trump sempat mengguncang dunia. Hingga saat ini, kebijakan tarif tersebut masih berubah-ubah dan menyebabkan ketidakpastian bagi pengusaha kecil.

    Tarif ekspor yang ditetapkan Trump mulanya menyasar banyak negara, lantas kemudian ditangguhkan. Tarif tinggi ke China bahkan pernah dipatok 145%.

    Namun akhirnya AS dan China melakukan ‘gencatan senjata’ tarif pada kesepakatan di Jenewa tertanggal 12 Mei 2025. Tarif tinggi ditangguhkan hingga 90 hari dan yang berlaku saat ini adalah 30% untuk barang impor China yang masuk ke AS. 

    Guardian Baseball yang menjual perlengkapan bisbol sebagian besar bergantung pada produsen Chinaterdampak keputusan tarif yang berubah-ubah. Guardian Baseball menjual produknya di platform e-commerce Amazon dan di toko fisik seperti Walmart.

    Bahkan dengan tarif 30% untuk barang dari China, biayanya jauh lebih tinggi daripada sebelum Trump menjabat. Beberapa bisnis kecil telah berhenti memesan lebih banyak inventaris atau menghentikan pengembangan produk baru sambil menunggu perkembangan situasi.

    Beberapa lainnya terpaksa menaikkan harga karena mereka tidak mampu lagi menanggung biaya impor yang lebih tinggi.

    Keadaan ini membuat Kubancik menyesali pilihannya. Bahkan menyebut AS tengah berada di jalan yang salah.

    “Saya tidak merasa negara sedang menuju ke jalan yang benar,” ucapnya, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (12/6/2025).

    Kondisi setelah tiga bulan gencatan senjata juga belum jelas. Kedua negara kerap saling tuding satu sama lain telah melanggar perjanjian perdagangan awal.

    Setelah Walmart memperingatkan bulan lalu bahwa mereka harus menaikkan harga, Trump memberi tahu raksasa ritel itu untuk menanggung beban tarif.

    Kubancik mengatakan bahwa perusahaannya mendapat keberuntungan besar tahun lalu ketika menandatangani kesepakatan dengan Walmart untuk menempatkan produknya di 3.000 toko.

    Sekarang ia menunda pesanan inventaris dari China dan mengambil pendekatan yang lebih konservatif untuk menghasilkan produk baru, karena perusahaan tidak mampu menanggung risiko tambahan.

    “Rasanya seperti kami sempat berhasil sebagai sebuah merek. Lalu sekarang rasanya seperti pesawat yang menukik tajam,” ia memungkasi.

    Optimisme Usai Trump dan Xi Jinping Kembali Rujuk

    Kekhawatiran Kubancik dan pelaku bisnis kecil lainnya tak masuk dalam data survei yang memberikan prediksi positif atas kondisi terbaru usai AS dan China kembali duduk bareng di London pada pekan ini.

    Menurut survei terhadap 270 pemimpin bisnis yang dirilis pada hari Senin dari Chief Executive Group, kurang dari 30% CEO memperkirakan resesi ringan atau parah selama enam bulan ke depan.

    Angka tersebut turun dari 46% yang mengatakan hal yang sama pada bulan Mei dan 62% pada bulan April 2025.

    Laporan per 3 bulan yang diterbitkan pada pekan ini dari National Federation of Independent Business menunjukkan bahwa optimisme sedikit meningkat pada bulan Mei dari bulan April 2025, meskipun “ketidakpastian masih tinggi di antara pemilik usaha kecil,” kata Kepala Ekonom NFIB Bill Dunkelberg dalam rilis tersebut.

    Pejabat AS dan China pada Selasa (10/6) malam mengakhiri pembicaraan perdagangan selama dua hari di London. Berdasarkan perjanjian awal, AS akan mengenakan tarif sebesar 55% pada barang-barang China, kata Trump dalam sebuah posting di Truth Social.

    Perincian lengkap perjanjian tersebut belum dirilis. Trump mengatakan kesepakatan tersebut masih menunggu persetujuan dari pemerintahannya dan Presiden China Xi Jinping.

    “Presiden Xi dan saya akan bekerja sama erat untuk membuka akses China bagi perdagangan Amerika,” tulis Trump dalam sebuah posting. “Ini akan menjadi KEMENANGAN besar bagi kedua negara!!!”

    Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan kepada “Money Movers” CNBC International pada Rabu (11/6) bahwa tarif AS atas impor China tidak akan berubah dari level saat ini, meskipun kesepakatan perdagangan antara Washington dan Beijing belum dirampungkan.

    Gedung Putih tidak menanggapi permintaan komentar.

    Serba Tidak Pasti

    Seperti Kubancik, Alfred Mai mengatakan bisnisnya secara umum masih dalam ‘mode menunggu’ dan melihat situasi selama sengketa dagang masih terus didiskusikan.

    Mai, salah satu pendiri perusahaan permainan kartu ASM Games, mengatakan ia makin khawatir dan harus berstrategi dalam menetapkan pesanan inventaris berjumlah besar, sebelum keadaan lagi-lagi berubah.

    Ia memberi tahu mitra manufakturnya untuk mempercepat produksi dan pengiriman dari China ke AS secepat mungkin.

    “Saya tidak tahu seperti apa situasinya setelah jeda 90 hari, jadi saya lebih suka menerima pukulan telak sekarang daripada berpotensi tersingkir di masa mendatang oleh kenaikan tarif besar-besaran,” kata Mai melalui email ke CNBC International

    Pesanan tersebut dijadwalkan tiba tepat saat perjanjian jangka pendek antara AS dan China berakhir. Namun, jika tarif naik sebelum pengirimannya sampai di AS, Mai mengatakan ia mungkin tidak mampu membayar pajak yang diperlukan untuk mengambil alih kepemilikan inventaris yang disiapkan untuk musim luburan.

    Dengan tarif terhadap China sebesar 30%, Mai mengatakan ia kemungkinan harus menaikkan harga sebesar 10% hingga 20% dan berharap konsumen bersedia membayar.

    Petaka Tarif Kanada

    Selain pungutan China, pemerintahan Trump mengenakan tarif 25% untuk barang-barang dari Kanada.

    “Setiap kali saya mendengar bunyi ding dari Shopify, saya jadi khawatir dari mana pesanan itu berasal,” kata Tony Sagar, pemilik bisnis Down Under Bedding yang berbasis di Toronto.

    Perusahaan Sagar mendapatkan sebagian bantal dan selimut bulu angsa dari China dan mempertimbangkan untuk menghentikan sebagian barangnya yang bermargin rendah karena tidak mampu lagi bersaing dengan pesaing yang lebih murah.

    “Pada dasarnya, kami telah menghentikan segala jenis impor atau perencanaan,” kata Sagar dalam sebuah wawancara.

    Bulan lalu, Sagar mengatakan bahwa ia terpaksa mengembalikan uang seorang pelanggan yang membeli selimut seharga US$150, tetapi menolak membayar biaya bea masuk tambahan sebesar US$277.

    Ia mengalami masalah yang sama pada pekan lalu, setelah seorang pembeli memesan selimut seharga US$595 yang disertai tagihan bea masuk hampir US$1.200. Sagar mengatakan bahwa ia sekarang menghubungi setiap pelanggan AS setelah mereka memesan untuk memastikan bahwa mereka bersedia membayar bea masuk tambahan.

    Greg Shugar, yang mengelola beberapa bisnis pakaian, mengatakan masalah dalam upaya merencanakan masa depan adalah bahwa keputusan kebijakan yang berubah-ubah hanya bertumpu pada ego Trump.

    “Jika kita memahami motivasi sebenarnya di balik pemerintahan, kita akan tahu ke mana harus pergi atau apa yang harus dilakukan,” kata Shugar.

    Shugar mengatakan perubahan posisi Trump terkait tarif telah membuatnya bingung apakah akan memindahkan produksi dari China atau tidak.

    Bulan lalu, ia bergabung dengan sekelompok pemilik usaha kecil lainnya di sebuah acara yang diselenggarakan oleh National Retail Federation, dengan rencana untuk menyampaikan kekhawatiran mereka ke Gedung Putih.

    Kelompok tersebut bertemu dengan perwakilan dari pemerintahan Trump selama sekitar 30 menit. Shugar mengatakan bahwa ia merasa lebih pesimistis tentang situasi tarif daripada sebelum ia masuk grup tersebut.

    “Kami tidak akan menanggung tarif 30% dan konsumen juga tidak [mungkin mau],” kata Shugar.

    “Jadi sebenarnya tidak ada pemenang, yang ada hanya pecundang dengan tarif ini,” ia menambahkan.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kebijakan Tarif Trump Untungkan Amerika, Defisit Fiskal Menyusut

    Kebijakan Tarif Trump Untungkan Amerika, Defisit Fiskal Menyusut

    Bisnis.com, JAKARTA – Pendapatan bea masuk Amerika Serikat melonjak ke rekor tertinggi pada Mei 2025. Tambahan pendapatan ini membuat negara itu mampu mengurangi defisit anggaran bulanan.

    Meski defisit berhasil diturunkan, sumber pendapatan ini terancam karena pemerintah tengah melakukan negosiasi dengan mitra dagang dan tantangan hukum atas tarif yang dikenakan

    Laporan anggaran bulanan Departemen Keuangan yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (12/6/2025) mencatat, bea masuk AS mencapai US$23 miliar atau setara Rp374,34 triliun (kurs US$1=Rp16.276) pada Mei. Catatan ini merupakan kenaikan sebesar US$17 miliar, atau 270% secara year on year (yoy)

    Tambahan pemasukan ini membuat defisit fiskal pada Mei turun ke level US$316 miliar alias menyusut 17% yoy. Sementara jika dihitung delapan bulan pertama tahun fiskal, defisit mencapai US$1,37 triliun. 

    Di luar tambahan pendapatan, keuangan Amerika bulan lalu juga tertolong penurunan biaya utang pemerintah. Penurunan ini terjadi berkat pembayaran yang lebih kecil atas obligasi yang terikat inflasi serta diskon yang lebih rendah pada surat utang treasury jangka pendek.

    Meski begitu, Menteri Keuangan Scott Bessent sebelumnya memperingatkan bahwa AS masih menghadapi defisit besar lainnya tahun ini. Dalam rapat panel di DPR, dia mengatakan kepada para anggota parlemen bahwa defisit akan berada di kisaran 6,5% hingga 6,7% dari produk domestik bruto (PDB). Kondisi yang terjadi dalam tiga tahun berturut-turut yakni kekurangan uang di atas 6% PDB. Bessent menargetkan agar angka tersebut bisa ditekan hingga mendekati 3%.

    Lonjakan pendapatan dari tarif mencerminkan kebijakan Presiden Donald Trump. Meski demikian, tarif terhadap China mulai diturunkan pada pertengahan Mei setelah tercapai kesepakatan awal. 

    Minggu ini, pembicaraan AS-China menghasilkan kerangka kerja untuk sebuah perjanjian, meskipun Presiden China Xi Jinping masih harus menyetujuinya.

    Data pada Rabu juga menunjukkan bahwa meningkatnya pengeluaran untuk program Jaminan Sosial dan layanan kesehatan terus mendorong pengeluaran pemerintah AS ke tingkat yang lebih tinggi.

  • Trump Ungkap China Bakal Pasok Tanah Jarang ke AS

    Trump Ungkap China Bakal Pasok Tanah Jarang ke AS

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa kesepakatan AS dengan China telah selesai. Trump menyebut China akan memasok magnet dan mineral tanah jarang ke Amerika Serikat.

    Sementara, AS sendiri akan mengizinkan mahasiswa China di perguruan tinggi dan universitasnya. Trump mengatakan kesepakatan tersebut masih menunggu persetujuan akhir dari dirinya dan Presiden Xi Jinping.

    Klik di sini untuk tonton video lainnya!

  • Rupiah menguat seiring sentimen positif negosiasi perdagangan AS-China

    Rupiah menguat seiring sentimen positif negosiasi perdagangan AS-China

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat seiring sentimen positif negosiasi perdagangan AS-China
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 11 Juni 2025 – 17:37 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi sentimen positif atas hasil negosiasi perdagangan Amerika Serikat (AS) dengan China.

    “Nilai tukar rupiah cenderung sideways pada hari Rabu ini, bergerak pada kisaran Rp16.255– Rp16.272 per dolar AS dan ditutup menguat tipis 0,09 persen (atau 15 poin) menjadi Rp16.260 per dolar AS (dari sebelumnya Rp16.275 per dolar AS). Penguatan tersebut dipengaruhi oleh sentimen positif seputar hasil negosiasi perdagangan hari kedua antara AS dan Tiongkok,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Mengutip Xinhua, Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng, yang juga anggota Biro Politik Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok, menghadiri pertemuan dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent sebelum pertemuan pertama mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan Tiongkok-AS pada Senin (9/6).

    Para pebisnis menyambut baik pertemuan tersebut dengan harapan hasil yang saling menguntungkan.

    Menurut Perwakilan Perdagangan Internasional China Li Chenggang, kedua negara tersebut melakukan perbincangan selama dua hari secara profesional, rasional, mendalam, dan jujur.

    Pada prinsipnya, kedua belah pihak disebut telah menyetujui kerangka kerja untuk menerapkan konsensus antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping selama pembicaraan telepon mereka pada tanggal 5 Juni, serta yang dicapai pada pembicaraan Jenewa, Swiss.

    Perundingan ini diharapkan memperkuat kepercayaan antara China dengan AS, dan mempromosikan perkembangan hubungan ekonomi serta perdagangan yang stabil sekaligus sehat untuk masing-masing negara.

    “Kemajuan dalam negosiasi ini memberikan harapan bagi pelaku pasar yang selama ini cenderung melakukan aksi risk-off akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump, serta ketegangan bilateral antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut,” ucap Josua.

    Namun, penguatan kurs rupiah menjadi terbatas mengingat pelaku pasar masih cenderung melakukan aksi wait and see menunggu rilis data inflasi AS bulan Mei 2025 pada malam ini. Rilis tersebut akan memberikan gambaran lebih jelas terkait dengan arah suku bunga kebijakan The Fed.

    Data inflasi AS yang diperkirakan akan naik 0,2 persen selama bulan Mei secara year on year (yoy) dari 2,3 persen menjadi 2,5 persen.

    “Untuk besok hari, nilai tukar rupiah diperkirakan akan diperdagangkan pada kisaran Rp16.250 –Rp16.325 per US Dollar, dipengaruhi oleh data inflasi AS bulan Mei 2025 yang diprediksi akan mengalami kenaikan,” kata dia.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu juga menguat ke level Rp16.265 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.276 per dolar AS.

    Sumber : Antara