Tag: Xi Jinping

  • Bakar Batu Bara Tanpa Rem, China Cetak Rekor Baru di 2025

    Bakar Batu Bara Tanpa Rem, China Cetak Rekor Baru di 2025

    Jakarta

    Cina membakar lebih banyak batu bara di pembangkit listrik antara Januari dan Juli 2025 dibandingkan periode mana pun sejak 2016. Demikian menurut laporan penelitian lingkungan terbaru.

    Laporan tersebut — yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA), sebuah organisasi penelitian kualitas udara independen yang berbasis di Finlandia; dan Global Energy Monitor (GEM), sebuah perusahaan analitik energi yang bermarkas di AS — menyatakan Cina telah mengoperasikan 21 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga batu bara dalam enam bulan pertama tahun 2025.

    Ini merupakan level tertinggi selama enam bulan terakhir dalam sembilan tahun. Laporan CREA/GEM juga menyebutkan pembangunan baru dan pengaktifan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada dengan total 46 GW dan proyek-proyek yang diusulkan dengan kapasitas untuk menghasilkan tambahan 75 GW.

    Total proyeksi produksi pembangkit listrik tenaga batu bara diperkirakan mencapai 80-100 GW pada tahun 2025.

    Batu bara saat ini menyumbang setengah dari produksi energi Cina, turun dari tiga perempatnya pada tahun 2016. Cina, ekonomi terbesar kedua di dunia, juga merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.

    Cina bangun energi terbarukan dalam jumlah besar, mengurangi emisi secara keseluruhan

    Paradoksnya, lonjakan penggunaan batu bara ini terjadi seiring Cina memperluas kapasitas energi terbarukannya secara besar-besaran, yang kini menutupi pertumbuhan permintaan listrik. Kapasitas tenaga surya, misalnya, melonjak sebesar 212 GW dalam enam bulan pertama tahun 2025.

    Tahun ini saja, negara ini berada di jalur yang tepat untuk memasang energi terbarukan baru yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi gabungan Jerman dan Inggris.

    Dorongan Beijing ini telah menyebabkan penurunan emisi sebesar 1% dalam enam bulan terakhir dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian menurut situs web iklim dan energi yang bermarkas di Inggris, Carbon Brief, namun meningkatnya ketergantungan Cina pada batu bara mengancam akan menggagalkan upayanya untuk mengurangi emisi gas.

    “Meskipun kapasitas dan bauran pembangkitan berubah dengan cepat, pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara di Cina tidak menunjukkan tanda-tanda mereda,” tulis CREA.

    “Pengembangan pembangkit listrik tenaga batu bara di Cina… tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, sehingga emisi tetap tinggi dan batubara tertahan dalam sistem selama bertahun-tahun mendatang,” ujar Christine Shearer, analis riset di GEM dan salah satu penulis laporan tersebut.

    “Kepentingan batubara yang kuat” Cina mengancam target iklim

    Pada tahun 2021, Presiden Cina Xi Jinping mengatakan ia akan “mengendalikan secara ketat” industri batubara untuk “menguranginya secara bertahap” antara tahun 2026 dan 2030.

    Meskipun Xi berjanji untuk menghapus 30 GW batubara dari jaringan listrik Cina antara tahun 2020 dan akhir tahun 2025, hanya 1 GW yang telah dihentikan.

    Penulis CREA mengutip “kepentingan batubara yang kuat” dalam peringatan bahwa hal ini menekan energi terbarukan dengan mengamankan “kontrak jangka panjang dan pembayaran kapasitas yang luas,” yang memungkinkan mereka untuk “menjaga banyak pembangkit tetap beroperasi dengan output tinggi.”

    Xi mengatakan ia akan mengumumkan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Cina — sebuah komitmen nasional untuk pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2035 — sebelum KTT iklim COP30 di Brasil pada bulan November.

    Rinciannya juga diharapkan ketika Partai Komunis Cina (PKT) merilis rincian Rencana Lima Tahun ke-15 untuk tahun 2026 hingga 2030 dalam beberapa bulan mendatang.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Nasib China Tinggal Tunggu Waktu, Trump Blak-blakan Bilang Begini

    Nasib China Tinggal Tunggu Waktu, Trump Blak-blakan Bilang Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan update terbaru terkait nasib TikTok, aplikasi di bawah ByteDance asal China.

    Trump menyebut sudah ada calon pembeli asal Negeri Paman Sam yang siap mengambil alihTikTok. Namun, ia tidak menyebutkan nama individu maupun perusahaan yang dimaksud.

    Ia juga membuka peluang untuk memperpanjang tenggat waktu bagi ByteDance untuk melepas asetnya di AS. Dikutip dari Reuters, Senin (25/8/2025), Trump mengatakan akan berbicara dengan Presiden China Xi Jinping “di waktu yang tepat”.

    Hal ini ia sampaikan pada Jumat (22/8), hanya beberapa hari setelah Gedung Putih resmi bergabung dengan membuka akun di platform video pendek itu.

    “Saya belum berbicara dengan Presiden Xi terkait hal tersebut,” kata Trump dalam kunjungannya ke gift shop Gedung Putih di seberang rumah dinas Presiden, dikutip dari Reuters, Senin (25/8/2025). 

    “Untuk sementara, hingga kompleksitas ini bisa diselesaikan, kita akan memperpanjang [tenggat untuk TikTok] hingga beberapa waktu,” ia menuturkan. 

    Meski ada kekhawatiran bipartisan terkait keamanan nasional dan privasi data pengguna TikTok, Trump menegaskan dirinya tidak terlalu mengkhawatirkan hal itu.

    “Saya sama sekali tidak khawatir. Menurut saya itu terlalu dilebih-lebihkan, saya penggemar TikTok,” kata dia, dikutip dari Reuters, Senin (25/8/2025).

    Sebelumnya, undang-undang yang disahkan pada 2024 mengharuskan ByteDance melepas aset TikTok di AS atau menunjukkan kemajuan signifikan menuju penjualan. TikTok bahkan diwajibkan berhenti beroperasi pada 19 Januari 2025. Namun, Trump berulang kali memilih tidak menegakkan aturan tersebut, bahkan baru-baru ini memperpanjang tenggat hingga 17 September 2025.

    “Untuk sementara, sampai kerumitan ini selesai, kami perpanjang sedikit lebih lama,” ujar Trump.

    Langkah Trump ini menuai kritik dari sejumlah anggota parlemen AS. Mereka menilai pemerintahannya mengabaikan hukum yang berlaku dan menutup mata terhadap risiko keamanan nasional akibat kendali China atas TikTok.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Perang Rusia Vs Ukraina Masih Membara

    Perang Rusia Vs Ukraina Masih Membara

    Jakarta

    Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Kursk di Rusia kebakaran setelah militer negara tersebut menembak jatuh sebuah pesawat nirawak Ukraina. Saat ini kobaran api di PLTN tersebut telah berhasil dipadamkan.

    “Perangkat itu meledak saat menghantam PLTN Kursk di Rusia barat”, ujar pihak PLTN Kursk, dilansir AFP, Minggu (24/8/2025).

    Usai jatuh menghantam PLTN, drone tersebut memicu kobaran api yang menurut pihak PLTN “telah dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran”.

    Berdasarkan laporan, tidak ada korban jiwa atas jatuhnya pesawat nirawak di lokasi tersebut.

    “Latar belakang radiasi di lokasi industri PLTN Kursk dan sekitarnya tidak berubah dan masih berada dalam batas alami,” tulis pihak PLTN di Telegram.

    Respons Rusia

    Penjabat Gubernur Kursk, Alexander Khinshtein, angkat bicara terkait serangan Ukraina yang mengakibatkan terbakarnya PLTN Kursk saat pesawat drone tersebut jatuh. Ia mengatakan, serangan Ukraina tersebut menciptakan ancaman bagi keselamatan nuklir.

    “Serangan ini merupakan ancaman bagi keselamatan nuklir dan pelanggaran semua konvensi internasional,” tulis Khinshtein di aplikasi perpesanan Telegram, dilansir AFP, Minggu (24/8).

    Sementara itu, PLTN Kursk dalam sebuah pernyataan mengatakan serangan pesawat nirawak Ukraina terhadap PLTN itu merusak sebuah transformator tambahan dan menyebabkan penurunan kapasitas operasi sebesar 50% di unit tiga PLTN tersebut.

    Ukraina Rayakan Kemerdekaan

    Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak ke Rusia yang memicu kebakaran di sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir saat merayakan hari kemerdekaannya. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengatakan serangan Ukraina tersebut dilakukan usai seruan perdamaiannya diabaikan.

    Diketahui, setelah serangkaian diplomasi dan desakan Presiden AS Donald Trump untuk menengahi pertemuan puncak antara rekan-rekannya dari Rusia dan Ukraina, prospek perdamaian tampaknya mandek ketika Rusia mengesampingkan kemungkinan pertemuan langsung antara Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky.

    Saling balas antara Ukraina dan Rusia masih terus terjadi dalam perang yang telah berlangsung selama tiga setengah tahun. Hari ini, Ukraina membalasnya dengan serangan pesawat nirawak yang ditembak jatuh oleh Rusia dan mengakibatkan terbakarnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kursk di Rusia barat.

    Ukraina juga mengirim sepuluh pesawat tanpa awak yang akhirnya juga ditembak jatuh di atas pelabuhan Ust-Luga di Teluk Finlandia. Jatuhnya pesawat drone tersebut memicu kebakaran di terminal bahan bakar milik perusahaan energi Rusia Novatek.

    Sementara itu, Ukraina mengatakan Rusia telah menyerangnya semalam dengan rudal balistik dan 72 pesawat tanpa awak Shahed buatan Iran, 48 di antaranya menurut angkatan udara telah ditembak jatuh. Serangan pesawat nirawak Rusia menewaskan seorang perempuan berusia 47 tahun di wilayah timur Dnipropetrovsk.

    Pertempuran terbaru terjadi saat Ukraina memperingati hari kemerdekaannya pada tahun 1991 setelah pecahnya Uni Soviet. Zelensky menyebut Ukraina menyerang saat seruan perdamaiannya diabaikan.

    “Beginilah Ukraina menyerang ketika seruannya untuk perdamaian diabaikan,” kata Zelensky dalam pidato hari kemerdekaannya, dilansir AFP, Minggu (24/8).

    “Hari ini, baik AS maupun Eropa sepakat: Ukraina belum sepenuhnya menang, tetapi pasti tidak akan kalah. Ukraina telah mengamankan kemerdekaannya. Ukraina bukanlah korban; ia adalah pejuang,” kata Zelensky.

    Dalam peringatan kemerdekaan Ukraina tersebut, hadir Perdana Menteri Kanada Mark Carney di Kyiv. Carney menyebut “perdamaian yang adil dan abadi bagi Ukraina”.

    Zelensky berterima kasih kepada para pemimpin dunia lainnya termasuk Presiden AS Donald Trump, Presiden Tiongkok Xi Jinping, Raja Charles, dan Paus Fransiskus atas pesan yang dikirimkan untuk memperingati peristiwa tersebut.

    Rusia kini menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina, termasuk Semenanjung Krimea, yang dianeksasinya pada tahun 2014. Pertempuran telah memaksa jutaan orang mengungsi dari rumah mereka dan menghancurkan kota-kota serta desa-desa di wilayah timur dan selatan Ukraina.

    Putin telah berulang kali menolak seruan dari Ukraina dan Barat untuk gencatan senjata tanpa syarat dan segera.

    Pada Jumat, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan “tidak ada pertemuan” antara Putin dan Zelensky yang direncanakan karena upaya mediasi Trump tampaknya terhenti, sementara Zelensky menuduh Rusia mencoba memperpanjang serangan.

    Halaman 2 dari 2

    (yld/rfs)

  • Ukraina Rayakan Kemerdekaan dengan Serangan Drone ke Rusia

    Ukraina Rayakan Kemerdekaan dengan Serangan Drone ke Rusia

    Jakarta

    Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak ke Rusia yang memicu kebakaran di sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir saat merayakan hari kemerdekaannya. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengatakan serangan Ukraina tersebut dilakukan usai seruan perdamaiannya diabaikan.

    Diketahui, setelah serangkaian diplomasi dan desakan Presiden AS Donald Trump untuk menengahi pertemuan puncak antara rekan-rekannya dari Rusia dan Ukraina, prospek perdamaian tampaknya mandek ketika Rusia mengesampingkan kemungkinan pertemuan langsung antara Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky.

    Saling balas antara Ukraina dan Rusia masih terus terjadi dalam perang yang telah berlangsung selama tiga setengah tahun. Hari ini, Ukraina membalasnya dengan serangan pesawat nirawak yang ditembak jatuh oleh Rusia dan mengakibatkan terbakarnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kursk di Rusia barat.

    Ukraina juga mengirim sepuluh pesawat tanpa awak yang akhirnya juga ditembak jatuh di atas pelabuhan Ust-Luga di Teluk Finlandia. Jatuhnya pesawat drone tersebut memicu kebakaran di terminal bahan bakar milik perusahaan energi Rusia Novatek.

    Sementara itu, Ukraina mengatakan Rusia telah menyerangnya semalam dengan rudal balistik dan 72 pesawat tanpa awak Shahed buatan Iran, 48 di antaranya menurut angkatan udara telah ditembak jatuh. Serangan pesawat nirawak Rusia menewaskan seorang perempuan berusia 47 tahun di wilayah timur Dnipropetrovsk.

    Zelensky sebut Ukraina adalah Pejuang

    Pertempuran terbaru terjadi saat Ukraina memperingati hari kemerdekaannya pada tahun 1991 setelah pecahnya Uni Soviet. Zelensky menyebut Ukraina menyerang saat seruan perdamaiannya diabaikan.

    “Beginilah Ukraina menyerang ketika seruannya untuk perdamaian diabaikan,” kata Zelensky dalam pidato hari kemerdekaannya, dilansir AFP, Minggu (24/8/2025).

    “Hari ini, baik AS maupun Eropa sepakat: Ukraina belum sepenuhnya menang, tetapi pasti tidak akan kalah. Ukraina telah mengamankan kemerdekaannya. Ukraina bukanlah korban; ia adalah pejuang,” kata Zelensky.

    Dalam peringatan kemerdekaan Ukraina tersebut, hadir Perdana Menteri Kanada Mark Carney di Kyiv. Carney menyebut “perdamaian yang adil dan abadi bagi Ukraina”.

    Zelensky berterima kasih kepada para pemimpin dunia lainnya termasuk Presiden AS Donald Trump, Presiden Tiongkok Xi Jinping, Raja Charles, dan Paus Fransiskus atas pesan yang dikirimkan untuk memperingati peristiwa tersebut.

    Rusia kini menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina, termasuk Semenanjung Krimea, yang dianeksasinya pada tahun 2014.

    Pertempuran telah memaksa jutaan orang mengungsi dari rumah mereka dan menghancurkan kota-kota serta desa-desa di wilayah timur dan selatan Ukraina.

    Putin telah berulang kali menolak seruan dari Ukraina dan Barat untuk gencatan senjata tanpa syarat dan segera.

    Pada Jumat, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan “tidak ada pertemuan” antara Putin dan Zelensky yang direncanakan karena upaya mediasi Trump tampaknya terhenti, sementara Zelensky menuduh Rusia mencoba memperpanjang serangan.

    Lihat juga Video Ukraina Peringati Kemerdekaan, Zelensky: Kini Kita Lebih Kuat

    Halaman 2 dari 2

    (yld/gbr)

  • HP Oppo Tak Laku, Merek Tak Terkenal Mendadak Ramai Diserbu

    HP Oppo Tak Laku, Merek Tak Terkenal Mendadak Ramai Diserbu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sepanjang kuartal-II (Q2) tahun ini, industri handphone (HP) global masih mampu tumbuh 1% secara tahunan atau year on year (YoY). Meski begitu, firma riset IDC mengatakan perang tarif dan tantangan makro-ekonomi secara keseluruhan membawa tekanan bagi industri.

    Menurut Senior Research Director untuk Worldwide Client Devices IDC, Nabila Popal, ketidakpastian ekonomi cenderung menurunkan daya beli pada pasar kelas bawah yang lebih sensitif terhadap harga.

    “Hasilnya, HP Android segmen bawah mengalami krisis yang membebani pertumbuhan pasar secara keseluruhan,” kata Popal, dikutip dari laman resmi IDC, Sabtu (23/8/2025).

    Salah satu merek yang paling terdampak adalah Oppo. Raksasa HP asal China tersebut terlempar dari daftar ‘Top 5’ ponsel paling laris dalam periode April-Juni 2025.

    Padahal, pada laporan IDC untuk kuartal-I 2025, Oppo masih bertengger di posisi ke-4, meski mencatat pertumbuhan minus 6,8% YoY. Pada kuartal II-2025, posisi ke-4 diisi Vivo yang naik satu peringkat dari kuartal sebelumnya dengan mencatat pertumbuhan 4,8% YoY.

    Merek Tak Terkenal Jadi Raja HP Dunia

    Sementara itu, Transsion (Infinix, Tecno, Itel) merangkak naik dan masuk ke jejeran ‘Top 5’ HP terlaris di dunia, mengisi slot Oppo yang tergeser. Padahal, dibandingkan periode yang sama pada 2024 lalu, kinerja Transsion tercatat menurun 1,7%.

    Transsion terhitung sebagai pemain baru jika dibandingkan nama-nama lain yang langganan masuk dalam daftar ‘Top 5’ HP terlaris di dunia. Di Indonesia, kiprah Transsion memang sudah melonjak sejak beberapa tahun terakhir.

    Bahkan, Transsion menduduki posisi pertama sebagai ‘raja’ HP di Indonesia sepanjang 2024, menurut laporan IDC. Transsion berhasil meraup pangsa pasar (market share) 18,3% sepanjang tahun lalu di Tanah Air atau tumbuh 61,7% YoY.

    Pada Q1 2025, menurut data dari Canalys, Transsion berada di posisi ke-2 dengan pangsa pasar 17,4%. Sementara itu, Xiaomi berhasil memantapkan posisi menjadi ‘raja’ HP terbaru di Q1 2025 dengan pangsa pasar 19,5%.

    Top 5 Raja HP Terbaru Dunia 2025

    Samsung masih merajai pasar HP global dengan menghimpun market share 19,7% pada Q2 2025. Angka itu tumbuh 7,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

    “Samsung berhasil mengkonsolidasikan kepemimpinan pasarnya dengan mencapai pertumbuhan yang kuat pada kuartal ini. Hal ini didorong oleh penjualan produk Galaxy A36 dan A56 barunya,” kata VP Client Devices IDC, Francisco Jeronimo.

    Lebih lanjut, Jeronimo mengatakan Galaxy A36 dan A56 membawa fitur berbasis kecerdasan buatan (AI) ke segmen menengah (mid-range). Strategi ini efektif untuk menggenjot penjualan di tengah meningkatnya rasa ingin tahu masyarakat luas terhadap AI.

    Apple juga masih bertahan di posisi ke-2 dengan pangsa pasar 15,7%. Kendati demikian, pertumbuhannya di kuartal II-2025 ‘hanya’ 1,5% YoY atau lebih kecil ketimbang pertumbuhan di kuartal I-2025 sebesar 10% YoY.

    Apple mendapat tekanan di pasar China yang merupakan pasar HP terbesar di dunia. IDC mencatat pengapalan iPhone di negara kekuasaan Xi Jinping menurun 1% pada kuartal I-2025.

    Di posisi ke-3 ada Xiaomi yang berhasil mencatat pertumbuhan tipis 0,6% YoY pada Q2 2025. Lalu di posisi ke-4 ada Vivo yang mencatat pertumbuhan 4,8% YoY dan Transsion yang menurun 1,7% YoY pada kuartal II-2025.

    Secara keseluruhan, pasar HP global di paruh pertama tahun 2025 tumbuh 1% YoY. Pertumbuhan tersebut lebih rendah ketimbang yang tercatat pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar 1,5% YoY.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Buka Jalan Perpanjangan Divestasi TikTok, Sebut Ada Investor dari AS

    Trump Buka Jalan Perpanjangan Divestasi TikTok, Sebut Ada Investor dari AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan sudah mengantongi calon pembeli dari dalam negeri untuk TikTok dan membuka kemungkinan memperpanjang tenggat waktu divestasi aset aplikasi asal China, ByteDance, di AS.

    Pernyataan itu disampaikan Trump pada Jumat (22/8/2025) waktu setempat, hanya beberapa hari setelah Gedung Putih resmi bergabung dengan platform video pendek tersebut.

    Berbicara kepada wartawan, Trump menepis kekhawatiran bipartisan terkait isu keamanan TikTok. Dia menegaskan pemerintahannya akan terus memantau potensi masalah. 

    “Saya akan berbicara dengan Presiden Xi Jinping pada waktu yang tepat,” ujarnya.

    Trump diketahui berulang kali memilih untuk tidak menegakkan batas waktu yang diatur dalam Undang-Undang 2024, yang mewajibkan TikTok menghentikan operasionalnya di AS per 19 Januari tahun ini. Tenggat itu baru-baru ini ia perpanjang hingga 17 September.

    “Kami memiliki pembeli asal Amerika yang sangat besar dan tertarik untuk membelinya,” kata Trump tanpa menyebutkan nama individu maupun perusahaan.

    Saat ditanya mengenai kekhawatiran privasi dan keamanan nasional, Trump menegaskan dirinya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Menurutnya hal itu terlalu dibesar-besarkan. Dia juga mengatakan bahwa dirinya adalah penggemar TikTok.

    Undang-undang tahun lalu mewajibkan ByteDance melepas kepemilikan aset TikTok di AS atau menunjukkan kemajuan signifikan menuju proses penjualan. Namun, sejak menjabat 20 Januari lalu, Trump memilih untuk tidak menegakkannya.

    Sejumlah legislator mengkritik langkah tersebut, menuding pemerintahan Trump mengabaikan hukum dan menutup mata atas risiko keamanan nasional akibat kendali China terhadap TikTok.

  • BYD Bikin ‘Wahana’ buat Pecinta Otomotif, Tiket Masuknya Rp 1 Jutaan

    BYD Bikin ‘Wahana’ buat Pecinta Otomotif, Tiket Masuknya Rp 1 Jutaan

    Jakarta

    BYD membuka ‘wahana’ bagi pecinta otomotif di Zhengzhou, China. Jadi BYD baru saja membuat sirkuit all-terrain alias segala medan khusus mobil listrik.

    Lokasinya di Zhengzhou, China. Tempat ini dirancang untuk semua kalangan, bukan hanya pebalap profesional.

    Di dalamnya, pengunjung bisa merasakan berbagai lintasan ekstrem, mulai dari tanah bukit raksasa setinggi hampir 30 meter yang masuk rekor dunia Guinness.

    Sand Incline, bagian dari sirkuit BYD di Zhengzhou Foto: Dok. BYD

    Kemudian kolam lintasan air sepanjang 70 meter untuk uji manuver SUV listrik, sampai area drift melingkar dengan permukaan licin. Bahkan terdapat trek aspal sepanjang 1,7 km dengan lintasan lurus 550 meter, cocok buat menguji akselerasi supercar listrik BYD.

    Yangwang U9 melintasi air Foto: Dok. BYD

    BYD menyebut terdapat 27 skenario off-road, mulai dari tingkat pemula hingga kemampuan yang lebih tinggi. Walhasil keseruan berkendara off-road dapat dinikmati oleh lebih banyak orang.

    “Sirkuit BYD ini akan mempercepat profesionalisasi acara balap kendaraan listrik baru (NEV) di China dan mengubah budaya otomotif China,” kata Guojun Zhan, Presiden China Automobile Manufacturers’ Federation (CAMF).

    Dikutip Carnewschina, dalam sirkuit itu pengunjung bisa mencoba Yangwang U9, supercar listrik seharga 233 ribu dolar AS atau setara Rp 3,2 miliar, hanya dengan membeli tiket paket seharga 599 yuan (sekitar Rp 1,3 juta). Paket itu sudah termasuk naik sebagai penumpang U9, tur museum teknologi BYD, hingga uji lintasan aman di jalan basah. Durasinya selama 60 menit.

    BYD juga menawarkan paket lain dengan level berbeda, mulai dari Rp 2 jutaan atau 999 Yuan. Sama seperti paket sebelumnya, hanya saja durasinya lebih lama, jadi 75 menit. Selain itu kalian mendapatkan perjalanan tambahan seperti drifting, nyetir Z9GT, hingga off road.

    Terdapat paket lain, yakin paket super VIP senilai Rp 14 jutaan yang mencakup akses semua wahana, lounge eksklusif, hingga menginap di hotel bintang lima.

    Selain Zhengzhou, wahana serupa juga sudah dibuka BYD di Hefei, dan dalam waktu dekat akan hadir di Shaoxing serta kawasan pegunungan di China timur.

    (riar/lth)

  • India Uji Coba Rudal Balistik Berkemampuan Nuklir, Mampu Jangkau China

    India Uji Coba Rudal Balistik Berkemampuan Nuklir, Mampu Jangkau China

    New Delhi

    India mengatakan pihaknya telah menggelar uji coba rudal balistik jarak menengah, yang diklaim berlangsung sukses. New Delhi bahkan menyebut jika rudal itu beroperasi, maka seharusnya mampu membawa hulu ledak nuklir ke wilayah mana pun di China.

    Otoritas India dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), mengatakan bahwa rudal Agni-5 berhasil diluncurkan di negara bagian Odisha, India bagian timur, pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    New Delhi menyebut keberhasilan uji coba rudal tersebut “memvalidasi semua parameter operasional dan teknis”.

    Rudal Agni-5 merupakan salah satu dari sejumlah rudal balistik jarak pendek dan menengah yang diproduksi di dalam negeri oleh India, dengan tujuan meningkatkan postur pertahanan dalam melawan Pakistan serta China.

    Rudal jenis ini menggunakan teknologi yang memungkinkannya membawa beberapa hulu ledak nuklir, sehingga hulu ledak tersebut dapat dibagi dan mengenai target-target yang berbeda. India terakhir kali menguji coba rudal Agni-5 pada Maret 2024 lalu.

    India semakin memperdalam kerja sama pertahanan dengan negara-negara Barat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk bergabung dengan aliansi keamanan Quad bersama Amerika Serikat (AS), Australia, dan Jepang, yang dipandang untuk menangkal China.

    India dan China, dua negara dengan penduduk terbanyak di dunia, merupakan rival sengit yang bersaing memperebutkan pengaruh di kawasan Asia Selatan. Hubungan kedua negara memburuk tahun 2020 lalu, setelah bentrokan perbatasan yang mematikan.

    Namun baru-baru ini hubungan kedua negara menghangat dengan beberapa kunjungan bilateral. Pada Oktober tahun lalu, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi bertemu Presiden China Xi Jinping dalam sebuah pertemuan puncak di Rusia, yang merupakan pertemuan pertama kalinya dalam lima tahun terakhir.

    Akhir bulan ini, Modi dijadwalkan mengunjungi Tianjin, China, yang akan menjadi kunjungan pertamanya ke negara tersebut sejak tahun 2018 lalu.

    Perang tarif yang dikobarkan Presiden AS Donald Trump beberapa waktu terakhir semakin mendorong New Delhi dan Beijing untuk memperbaiki hubungan.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Pembantaian Nanjing di Perang Dunia II Hantui Hubungan China-Jepang

    Pembantaian Nanjing di Perang Dunia II Hantui Hubungan China-Jepang

    Jakarta

    Vlogger asal Jepang, Hayato Kato, sudah terbiasa menyuguhkan video-video lucu kepada 1,9 juta pengikutnya tentang perjalanan di China, tempat ia tinggal selama beberapa tahun.

    Namun pada 26 Juli, ia mengejutkan mereka dengan video yang muram.

    “Saya baru saja menonton film tentang Pembantaian Nanjing,” ujarnya, merujuk pada aksi tentara Jepang selama enam pekan di Nanjing pada akhir 1937. Menurut beberapa perkiraan, militer Jepang saat itu menewaskan lebih dari 300.000 warga sipil dan tentara China. Sekitar 20.000 perempuan dilaporkan diperkosa.

    Dead To Rights, atau Nanjing Photo Studio, adalah film tentang sekelompok warga sipil yang bersembunyi dari pasukan Jepang di sebuah studio foto.

    Film yang telah menjadi hit box office ini merupakan film pertama dari serangkaian film China tentang kengerian pendudukan Jepang.

    Film tersebut dirilis untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II. Namun, kenangan pahityang seringkali ditebalkan oleh pemerintah Chinamasih tertanam di benak masyarakat China sehingga memicu kemarahan.

    Berbicara dalam bahasa Mandarin di DouyinTikTok versi TiongkokKato menceritakan kembali adegan-adegan dari film tersebut: “Orang-orang berbaris di sepanjang sungai dan kemudian penembakan dimulai Seorang bayi, seusia putri saya, menangis di pelukan ibunya. Seorang tentara Jepang bergegas maju, menangkapnya, dan membantingnya ke tanah.”

    “Jika kita menyangkalnya, ini akan terjadi lagi,” lanjutnya, sembari mendesak orang Jepang untuk menonton film tersebut dan “belajar tentang sisi gelap sejarah mereka”.

    Video tersebut dengan cepat menjadi sangat populer, yang ditandai dengan lebih dari 670.000 suka hanya dalam dua minggu.

    Namun, komentar-komentar dalam cuplikan film tersebut kurang positif. Kalimat yang paling sering dikutip dari film tersebut adalah kalimat yang diucapkan seorang warga sipil Tiongkok kepada seorang tentara Jepang: “Kita bukan teman. Kita tidak pernah berteman.”

    CFOTO/Future Publishing via Getty ImagesNanjing Photo Studio adalah satu dari sekian film yang mengisahkan kengerian Perang Dunia II.

    Bagi Tiongkok, aksi militer dan pendudukan brutal Jepang merupakan salah satu babak tergelap dalam sejarah. Pembantaian di Nanjing, yang saat itu menjadi ibu kota China, merupakan luka yang sangat dalam.

    Luka itu diperburuk oleh keyakinan bahwa Jepang tidak pernah sepenuhnya mengakui kekejamannya di tempat-tempat yang dijajahnyatidak hanya di China, tetapi juga di Korea, di Malaya, Filipina, dan Indonesia.

    Salah satu poin perdebatan paling menyakitkan adalah tentang keberadaan ianfu atau “perempuan penghibur”. Sekitar 200.000 perempuantermasuk di Indonesia, yang saat itu masih Hindia Belandadiperkosa dan dipaksa bekerja di rumah bordil militer Jepang. Hingga hari ini, para penyintas masih berjuang mendapatkan permintaan maaf dan kompensasi.

    Baca juga:

    Dalam videonya, Kato tampaknya mengakui bahwa hal itu bukanlah topik pembicaraan di Jepang: “Sayangnya, film-film perang anti-Jepang ini tidak ditayangkan di Jepang secara publik, dan orang-orang Jepang tidak tertarik untuk menontonnya.”

    Ketika Kaisar Jepang mengumumkan penyerahan diri pada 15 Agustus, negaranya telah membayar harga yang sangat mahal. Lebih dari 100.000 orang tewas dalam serangan bom di Tokyo, serta dua bom atom menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

    Kekalahan Jepang disambut baik di sebagian besar Asia, tempat Tentara Kekaisaran Jepang telah merenggut jutaan nyawa. Bagi mereka, 15 Agustus membawa kebebasan sekaligus trauma yang membekas. Di Korea, hari itu disebut ‘gwangbokjeol’, yang berarti kembalinya cahaya.

    “Meskipun perang militer telah berakhir, perang sejarah masih berlanjut,” kata Profesor Gi-Wook Shin dari Universitas Stanford.

    Menurutnya, Jepang dan China (serta negara-negara lain yang dijajah) mengingat tahun-tahun itu secara berbeda, dan perbedaan-perbedaan tersebut menambah ketegangan.

    Ketika publik China memandang agresi Jepang pada Perang Dunia II sebagai momen yang menentukan dan menghancurkan, publik Jepang berfokus pada statusnya sebagai korban kehancuran yang disebabkan oleh bom atom dan pemulihan pascaperang.

    “Orang-orang yang saya kenal di Jepang tidak terlalu membicarakannya,” kata seorang pria Tiongkok yang telah tinggal di Jepang selama 15 tahun, dan ingin tetap anonim.

    “Mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang terjadi di masa lalu, dan negara tidak benar-benar memperingatinya karena mereka juga memandang diri mereka sebagai korban.”

    Pria tersebut menyebut dirinya seorang patriot, tetapi ia mengatakan hal itu tidak menyulitkannya secara pribadi karena keengganan publik Jepang untuk membicarakannya berarti mereka “menghindari topik-topik sensitif seperti itu”.

    “Beberapa orang percaya bahwa tentara Jepang pergi untuk membantu China membangun tatanan baru disertai konflik dalam prosesnya. Tentu saja, ada juga yang mengakui bahwa itu sebenarnya adalah sebuah invasi,” paparnya.

    Pembantaian Nanjing pada 1937 diperingati setiap tahun di China. (CFOTO/Future Publishing via Getty Images)

    China berperang melawan Jepang selama delapan tahun, dari Manchuria di timur laut hingga Chongqing di barat daya. Perkiraan korban tewas berkisar antara 10 juta hingga 20 juta jiwa. Pemerintah Jepang menyatakan sekitar 480.000 tentaranya gugur selama periode tersebut.

    Periode tersebut telah didokumentasikan dengan baik dalam berbagai karya sastra dan film pemenang penghargaan. Tahun-tahun tersebut juga menjadi subjek karya peraih Nobel, Mo Yan.

    Di China, periode tersebut kini dikaji ulang di bawah rezim yang menempatkan patriotisme sebagai inti ambisinya. “Peremajaan nasional” adalah bagaimana Xi Jinping menggambarkan visinya.

    Meskipun Partai Komunis sangat menyensor sejarahnya sendiri, dari pembantaian Lapangan Tiananmen hingga tindakan represif baru-baru ini, Partai Komunis mendorong masyarakat China untuk mengingat kembali masa lalu yang lebih jauh sembari menekankan musuh China adalah pihak asing.

    Xi bahkan merevisi tanggal dimulainya perang dengan Jepang. Pemerintah Tiongkok kini menghitung serangan pertama ke Manchuria pada tahun 1931. Artinya perang berlangsung selama 14 tahun, alih-alih delapan tahun.

    Di bawah kepemimpinannya, Beijing juga memperingati berakhirnya Perang Dunia II dalam skala yang lebih besar. Pada 3 September, hari Jepang secara resmi menyerah, akan diadakan parade militer besar-besaran di Lapangan Tiananmen.

    Baca juga:

    Masih pada bulan September, film yang sangat dinantikan akan dirilis. Film itu berfokus pada Unit 731, sebuah cabang Angkatan Darat Jepang yang melakukan eksperimen mematikan terhadap manusia di Manchuria yang diduduki. Tanggal rilisnya 18 September adalah hari ketika Jepang melakukan invasi pertamanya ke Manchuria.

    Ada pula Dongji Rescue, sebuah film yang terinspirasi sejumlah nelayan Tiongkok yang berupaya menyelamatkan ratusan tawanan perang Inggris selama serangan Jepang.

    Kemudian film Mountains and Rivers Bearing Witness, sebuah film dokumenter dari studio milik pemerintah China tentang perlawanan Tiongkok.

    Universal History Archive/Universal Images Group via Getty ImagesTentara Jepang merayakan kemenangan setelah menduduki Nanjing pada 1937.

    Film-film itu tampaknya menyentuh hati.

    “Satu generasi itu berperang demi tiga generasi, dan menanggung penderitaan demi tiga generasi. Salut untuk para martir,” demikian bunyi unggahan populer di RedNote soal film Nanjing Photo Studio.

    “Kita bukan teman…”, kalimat yang kini terkenal dari film tersebut, “bukan sekadar dialog” antara dua karakter utama, demikian menurut sebuah ulasan populer yang telah disukai oleh lebih dari 10.000 pengguna di Weibo.

    “Kalimat itu juga berasal dari jutaan rakyat Tiongkok biasa ke Jepang. Mereka [Jepang] tidak pernah menyampaikan permintaan maaf yang tulus, mereka masih memuja [para penjahat perang], mereka menulis ulang sejarah tidak ada yang akan memperlakukan mereka sebagai teman,” tulis komentar tersebut, merujuk pada pernyataan meremehkan dari beberapa tokoh sayap kanan Jepang.

    Baca juga:

    Pemerintah Jepang sejatinya telah mengeluarkan permintaan maaf, tetapi banyak warga China merasa permintaan maaf tersebut tidak cukup.

    “Jepang terus mengirimkan pesan yang saling bertentangan,” ujar Profesor Shin, merujuk pada contoh-contoh ketika para pemimpin Jepang saling bertentangan dalam pernyataan tentang sejarah perang Jepang.

    Selama bertahun-tahun, murid-murid di China diperlihatkan foto mantan Kanselir Jerman Barat, Willy Brandt yang sedang berlutut di depan monumen peringatan Pemberontakan Ghetto Warsawa pada tahun 1970. Warga Tiongkok mengharapkan sikap serupa dari Jepang.

    GREG BAKER/AFP via Getty ImagesPada 2015, Presiden Xi Jinping memulai tradisi parade militer untuk memperingati penyerahan diri Jepang.

    Ketika Jepang menyerah pada tahun 1945, gejolak di Tiongkok tidak berakhir. Selama tiga tahun berikutnya, Kuomintang Nasionalisyang saat itu merupakan pemerintah yang berkuasa dan sumber utama perlawanan Tiongkok terhadap Jepangterlibat dalam perang saudara melawan pasukan Partai Komunis Mao Zedong.

    Perang itu berakhir dengan kemenangan Mao dan mundurnya Kuomintang ke Taiwan. Mao, yang prioritasnya adalah membangun negara komunis, tidak fokus pada kejahatan perang Jepang.

    Peringatan-peringatan yang digelar justru merayakan kemenangan Partai Komunis dan mengkritik Kuomintang. Mao juga membutuhkan dukungan Jepang di panggung internasional. Tokyo, pada kenyataannya, adalah salah satu kekuatan besar pertama yang mengakui rezimnya.

    Baru pada 1980-ansetelah kematian Maopendudukan Jepang kembali menghantui hubungan antara Beijing dan Tokyo.

    Saat itu, Jepang adalah sekutu Barat yang kaya dengan ekonomi yang sedang berkembang pesat.

    Revisi buku teks bahasa Jepang mulai memicu kontroversi. China dan Korea Selatan menuduh Jepang menutupi kekejaman masa perangnya. Saat itu China baru saja mulai membuka diri, dan Korea Selatan sedang dalam masa transisi dari pemerintahan militer menuju demokrasi.

    Ketika para pemimpin Tiongkok menjauh dari Maodan warisan destruktifnyatrauma atas apa yang terjadi saat masa pendudukan Jepang menjadi narasi pemersatu bagi Partai Komunis, kata Yinan He, profesor madya hubungan internasional di Universitas Lehigh, AS.

    “Setelah Revolusi Kebudayaan, sebagian besar rakyat Tiongkok merasa kecewa dengan komunisme,” ujarnya kepada BBC.

    “Karena komunisme kehilangan daya tariknya, nasionalisme dibutuhkan. Dan Jepang adalah sasaran empuk karena merupakan [agresor] eksternal terbaru.”

    Pada masa itu, menurut Yinan He, pemerintah China membuat “representasi masa lalu yang dikoreografikan”. Caranya adalah dengan meremehkan kontribusi AS dan Kuomintang pada peringatan berakhirnya penjajahan Jepang pada 1945, diiringi dengan meningkatnya pengawasan terhadap sikap resmi Jepang terhadap tindakan-tindakannya di masa perang.

    Getty ImagesWaktu terbaik untuk mencari penyelesaianyaitu tahun 1970-an, ketika China dan Jepang lebih dekattelah berlalu, kata Prof. He.

    Situasi ini malah diperparah oleh sikap Jepang yang menyangkal kejahatan perang. Sejumlah tokoh sayap kanan terkemuka Jepang membantah pembantaian Nanjing pernah terjadi, atau bahwa tentara Jepang memaksa begitu banyak perempuan di Asia menjadi budak seks.

    Bahkan, sejumlah pejabat Jepang kerap mendatangi Kuil Yasukuni, yang menghormati para korban perang Jepang, termasuk beberapa tokoh militer yang dicap sebagai penjahat perang.

    Permusuhan antara China dan Jepang ini telah merembet ke kehidupan sehari-hari seiring memuncaknya nasionalisme kedua negara. Orang Tiongkok dan Jepang telah diserang di negara masing-masing. Bahkan, seorang anak sekolah Jepang tewas di Shenzhen tahun lalu.

    Kebangkitan ekonomi dan ketegasan Tiongkok di kawasan Asia Timur dan sekitarnya kembali mengubah dinamika antara kedua negara. China telah melampaui Jepang sebagai kekuatan global.

    Waktu terbaik untuk mencari penyelesaiannya itu tahun 1970-an, ketika kedua negara lebih dekat, telah berlalu, kata Prof. He.

    “Mereka hanya berkata, ‘mari kita lupakan itu, mari kita kesampingkan itu’. Mereka tidak pernah mengurusi sejarah dan sekarang masalah itu kembali menghantui mereka.”

    Lihat juga Video ‘China Marah AS Masih ‘Main Api’ dengan Taiwan’:

    (ita/ita)

  • Inilah Jurus Jitu China untuk Longgarkan Tarif Trump

    Inilah Jurus Jitu China untuk Longgarkan Tarif Trump

    Jakarta

    Setelah cukup lama diasingkan dari perdagangan global, Cina sekarang menjadi fokus Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memperbaiki ulang hubungan dan mencegah perang tarif baru.

    Pada April 2025, Trump menyatakan Cina sebagai “ancaman terbesar bagi Amerika,” dengan menyebut Beijing telah “menipu” ekonomi terbesar dunia selama puluhan tahun. Kemudian, Trump memberlakukan tarif besar-besaran hingga 145% terhadap produk Cina.

    Namun, beberapa bulan kemudian, sikap Trump berubah. Dia memperpanjang jeda tarif untuk Cina, memuji Presiden Xi Jinping sebagai “pemimpin yang kuat,” dan bahkan mengusulkan ide KTT AS-Cina pada musim gugur 2025 ini.

    Sementara, India dan Brasil justru menghadapi sanksi terberat, dengan tarif hingga 50%, sedangkan tarif Cina dibatasi pada angka yang lebih ringan, yakni 30%.

    Ada sederet alasan Trump memberi kelonggaran pada Cina. Dia ingin menghindari lonjakan tarif menjelang musim belanja akhir tahun, saat para peritel AS mulai mengimpor barang dari Cina. Trump juga sedang mengulur waktu untuk negosiasi kesepakatan dagang yang lebih luas, mencakup teknologi, energi, dan logam tanah jarang.

    Menurut seorang profesor ekonomi di INSEAD Business School, Antonio Fatas, Cina adalah satu-satunya negara yang secara tegas menghadapi kebijakan agresif Washington. Dia menilai strategi Beijing membuat Trump kehilangan daya tawar.

    “Sejak awal, sudah jelas bahwa Cina lebih siap daripada AS untuk menghadapi perang dagang besar-besaran,” kata Fatas kepada DW. “Konsekuensi ekonomi dari perang itu tidak bisa ditanggung oleh pemerintahan Trump.”

    Logam tanah jarang jadi senjata rahasia Cina

    Setelah pengumuman tarif tinggi oleh Donald Trump pada April 2025, Cina memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh elemen tanah jarang dan magnet permanen, yang berdampak terhadap industri AS, termasuk sektor otomotif. Cina, menguasai sekitar 60% produksi global dan hampir 90% proses pemurnian logam tanah jarang.

    Merespons itu, Washington juga mendesak pembatasan akses Cina untuk cip canggih kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), serta menekan Beijing agar mengurangi impor minyak dari Rusia, dengan ancaman sanksi sekunder berupa tarif lebih tinggi jika jumlah impor terus meningkat.

    Di sisi lain, Trump mendesak Cina untuk meningkatkan pembelian kedelai AS hingga empat kali lipat, ini adalah sebuah keuntungan bagi petani AS dan upaya pengurangan defisit perdagangan sebesar $295,5 miliar (sekitar Rp4,8 kuadriliun) antara kedua negara pada tahun 2024.

    Cina adalah importir kedelai terbesar di dunia, menyerap lebih dari 60% permintaan global, terutama untuk pakan ternak dan minyak goreng.

    Cina sendiri menginginkan penghapusan tarif Amerika Serikat secara permanen, terutama di sektor teknologi dan manufaktur. Beijing juga menuntut perlindungan bagi perusahaan-perusahaannya dari sanksi AS serta jaminan akses terhadap cip canggih buatan AS.

    Menariknya, pemerintah Cina kini justru secara aktif melarang penggunaan prosesor Nvidia H20, sebuah cip tercanggih AS yang masih diizinkan untuk diekspor ke Cina. Pengamat menilai ini sebagai sinyal bahwa Cina mulai mengurangi ketergantungan pada teknologi tinggi dari AS.

    Fokus Trump ke isu domestik dan Ukraina

    Alicia Garcia-Herrero, pakar ekonomi dari lembaga kajian Bruegel di Brussels mencatat bahwa Trump tengah menghadapi berbagai tantangan, baik dalam negeri maupun geopolitik. Termasuk juga pertemuan damai dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska pada Agustus 2025 ini. Faktor tersebut diduga menjadi alasan Trump memberikan kelonggaran untuk Cina.

    “Trump sudah cukup sibuk… dan tidak punya pilihan selain memberi Cina waktu (lebih) dibanding negara lain,” kata Alicia Garcia-Herrero kepada DW.

    Dengan perpanjangan gencatan tarif hingga awal November 2025, para negosiator kini bisa fokus pada isu-isu paling krusial. Terutama, menghindari kembalinya tarif tiga digit, yaitu 145% untuk barang Cina dan 125% untuk ekspor AS. Kedua pihak sepakat bahwa langkah tersebut akan berdampak buruk secara ekonomi.

    Saat ini, tarif rata-rata Cina berada di angka 30%, jumlah ini terbilang cukup jauh di atas rerata negara lain. Namun, ekspor tembaga dan baja Cina ke AS dikenai tarif hingga 50%.

    India jadi target Trump

    Ketika Cina mendapat kelonggaran, posisi India berubah drastis dari mitra favorit di awal masa jabatan kedua Trump menjadi musuh dagang.India, kini menghadapi tarif hingga 50% dan 25% untuk barang umum, serta tambahan 25% untuk pembelian minyak Rusia yang diperkirakan berlaku mulai 27 Agustus 2025.

    Profesor Fatas mengatakan bahwa “India tidak memiliki ukuran ekonomi sebesar Cina, tidak mengekspor barang penting bagi industri AS, dan tidak punya kekuatan untuk menekan ekonomi AS.” Dia mendorong India untuk bekerja sama dengan sekutu agar bisa menunjukkan kekuatan kolektif dan mendapatkan perlakuan tarif yang lebih baik.

    Meski Cina tampak unggul dalam negosiasi, Han Shen Lin dari The Asia Group mengingatkan agar Beijing tidak lengah. Menurutnya, gaya Trump yang penuh kejutan masih bisa menghadirkan langkah tak terduga.

    “Kita tidak boleh meremehkan kemampuan AS untuk menambah elemen kejutan dalam negosiasi,” kata Han kepada Reuters. “Saya menduga, nilai tawar yang dimiliki AS sebagai pasar konsumen terbesar di dunia, akan menjadi faktor yang membuat negara lain berpikir secara hati-hati.”

    Hindari eskalasi, tekanan ekonomi berlanjut

    Meski sikapnya terhadap Cina melunak, Trump tetap menekan lewat jalur lain. Eksportir Cina mulai mengalihkan barang ke AS melalui negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, untuk menghindari tarif langsung.

    Sebagai balasan, Trump menetapkan tarif “transshipment” sebesar 40% terhadap semua negara yang dicurigai memfasilitasi impor-ekspor barang Cina. Kebijakan ini mulai berlaku sejak Agustus 2025.

    Dengan negosiasi yang diperkirakan berlanjut hingga tenggat waktu, Garcia-Herrero, memperkirakan akan ada pelonggaran perdagangan yang menguntungkan perusahaan AS, tapi justru bisa merugikan sekutu AS seperti Uni Eropa, Korea Selatan, dan Jepang.

    “Kita mungkin akan melihat kemajuan dalam kontrol ekspor cip canggih dari AS dan mineral tanah jarang dari Cina,” ujarnya kepada DW. “Cina kemungkinan akan mendapat penurunan tarif dasar, sementara perusahaan AS akan mendapat akses pasar yang lebih baik ke pasar Cina, yang merugikan Uni Eropa, Korea Selatan dan Jepang.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (ita/ita)