Tag: Xi Jinping

  • AS Restui Penjualan Senjata Terbesar ke Taiwan

    AS Restui Penjualan Senjata Terbesar ke Taiwan

    Jakarta

    Amerika Serikat menyetujui penjualan senjata senilai US$11,1 miliar atau sekitar Rp185 triliun yang dipesan Taiwan. Inilah paket persenjataan terbesar yang pernah diberikan Washington kepada pemerintah di Taipei. Persetujuan diumumkan Rabu (17/12) waktu setempat dan menjadi paket kedua di masa jabatan terbaru Presiden Donald Trump.

    Kementerian Pertahanan Taiwan menyebut paket tersebut mencakup delapan jenis sistem persenjataan, di antaranya platform peluncur roket HIMARS, meriam artileri swagerak M109, rudal antitank Javelin, drone kamikaze Altius, serta suku cadang berbagai sistem persenjataan lain. Seluruhnya dirancang untuk menambah daya rusak dengan biaya relatif rendah — inti dari konsep perang asimetris yang kini dikejar Taipei.

    “Amerika Serikat terus membantu Taiwan mempertahankan kemampuan bela diri yang memadai dan membangun daya tangkal kuat melalui keunggulan perang asimetris,” kata Kementerian Pertahanan Taiwan. Klaim itu, menurut mereka, menjadi fondasi stabilitas dan perdamaian kawasan.

    Paket penjualan ini masih berada pada tahap notifikasi ke Kongres AS. Secara teori, Kongres dapat memblokir atau mengubahnya, meski dukungan lintas partai terhadap Taiwan selama ini relatif solid.

    Pertahanan Taiwan sebagai kepentingan nasional

    Pentagon, dalam pernyataan terpisah, menegaskan penjualan senjata tersebut sejalan dengan kepentingan nasional, ekonomi, dan keamanan Amerika Serikat. Tujuannya adalah mendorong modernisasi militer Taiwan demi “kemampuan pertahanan yang kredibel” terhadap Cina.

    Atas pengaruh Washington, Taiwan dalam beberapa tahun terakhir mengubah doktrin militernya. Fokusnya bukan lagi adu kekuatan konvensional dengan Cina, melainkan memaksimalkan senjata-senjata kecil, lincah, dan presisi — mulai dari drone hingga roket jarak menengah.

    Bulan lalu, Presiden Taiwan Lai Ching-te mengumumkan rencana anggaran tambahan pertahanan sebesar US$40 miliar natau Rp668 triliun untuk periode 2026–2033. “Tidak ada ruang kompromi untuk keamanan nasional,” kata Lai kala itu.

    Beijing: AS bermain api

    Seperti lazimnya, Beijing menerbitkan kecaman. Kementerian Luar Negeri Cina menyebut penjualan senjata oleh AS bersifat “sangat merusak bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.” Cina menuntut agar Amerika Serikat menghentikan seluruh transaksi persenjataan dengan Taipei.

    Namun begitu, analis militer meyakini sistem persenjataan tersebut bernilai strategis tinggi bagi Taiwan. Rupert Hammond-Chambers, Presiden Dewan Bisnis AS-Taiwan, menilai HIMARS — yang digunakan luas oleh Ukraina melawan Rusia—punya daya rusak yang krusial terhadap kekuatan invasi Cina.

    “Penjualan ini adalah rekor bantuan keamanan AS untuk Taiwan. Respons langsung terhadap ancaman Cina dan tuntutan Trump agar sekutu lebih serius membiayai pertahanan mereka sendiri,” ujarnya.

    Sinyal Politik di Washington

    Pengumuman ini muncul tak lama setelah kunjungan diam-diam Menteri Luar Negeri Taiwan Lin Chia-lung ke Washington pekan lalu untuk bertemu pejabat AS. Agenda pertemuan tak diungkap, dan Kementerian Luar Negeri Taiwan menolak berkomentar.

    Amerika Serikat memang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan, namun menjadi pemasok senjata terpenting bagi pulau itu. Undang-undang AS mewajibkan Washington membantu Taiwan mempertahankan diri—kebijakan yang selama puluhan tahun menjadi sumber gesekan dengan Cina.

    Kecenderungan Trump yang gemar bertransaksi dan rencana pertemuannya dengan Presiden Cina Xi Jinping tahun depan sempat memicu kekhawatiran berkurangnya dukungan AS terhadap Taiwan. Namun para pejabat AS menegaskan sebaliknya: penjualan senjata justru akan ditingkatkan, bahkan melampaui periode pertama Trump, demi menahan laju Cina.

    Strategi keamanan nasional AS terbaru menegaskan tujuan mencegah konflik di Taiwan dengan “mempertahankan keunggulan militer” atas Cina di kawasan. Bagi Taipei, bahasa ini adalah sinyal dukungan yang menenangkan—meski bagi Beijing, ia kembali menjadi bara.

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • China Eksekusi Mati Eks Pejabat Senior karena Suap Rp 2,6 T

    China Eksekusi Mati Eks Pejabat Senior karena Suap Rp 2,6 T

    Beijing

    Otoritas China telah mengeksekusi mati seorang mantan pejabat eksekutif perusahaan manajemen aset milik negara yang terjerat tuduhan korupsi. Sang mantan pejabat senior itu dijatuhi hukuman mati karena menerima suap sebesar US$ 156 juta, atau setara Rp 2,6 triliun.

    Bai Tianhui, seperti dilansir AFP, Selasa (9/12/2025), merupakan mantan manajer umum China Huarong International Holdings (CHIH) –anak perusahaan China Huarong Asset Management, yang berfokus pada manajemen utang macet sebagai salah satu dana manajemen aset terbesar di negara tersebut.

    Laporan televisi pemerintah CCTV menyebut Bai telah dinyatakan bersalah menerima dana lebih dari US$ 156 juta, atau setara Rp 2,6 triliun, sambil menawarkan perlakuan istimewa dan menguntungkan dalam akuisisi dan pendanaan proyek-proyek antara tahun 2014 hingga tahun 2018 lalu.

    Huarong telah menjadi target utama untuk pemberantasan korupsi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di bawah Presiden Xi Jinping.

    Mantan pemimpin Huarong, Lai Xiaomin, telah dieksekusi mati pada Januari 2021, setelah dia dinyatakan terbukti bersalah menerima suap sebesar US$ 253 juta, atau setara Rp 4,2 triliun.

    Beberapa pejabat eksekutif Huarong lainnya juga terjerat dalam investigasi antikorupsi.

    Hukuman mati untuk kasus korupsi di China seringkali dijatuhkan dengan penangguhan hukuman selama dua tahun, dan kemudian diperingan menjadi hukuman penjara seumur hidup.

    Namun, hukuman mati yang dijatuhkan terhadap Bai tidak ditangguhkan. Dia divonis mati oleh pengadilan kota Tianjin, China bagian utara, pada Mei 2024.

    Bai mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut, tetapi putusan awal diperkuat oleh pengadilan lebih tinggi pada Februari lalu.

    Mahkamah Agung China, pengadilan tertinggi di negara tersebut, mengonfirmasi keputusan tersebut setelah melakukan peninjauan, dan menyatakan bahwa kejahatan Bai “sangat serius”.

    “(Bai) Menerima suap dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kejahatannya sangat serius, dampak sosialnya sangat mengerikan, dan kepentingan negara serta rakyat mengalami kerugian yang sangat signifikan,” sebut Mahkamah Agung China dalam pernyataannya, seperti dikutip CCTV.

    CCTV melaporkan bahwa Bai telah dieksekusi mati di Tianjin ada Selasa (9/12) pagi waktu setempat, setelah bertemu dengan kerabat dekatnya. Tidak disebutkan lebih lanjut soal dengan metode apa Bai dieksekusi mati.

    China mengklasifikasikan statistik hukuman mati sebagai rahasia negara. Meskipun Amnesty International dan kelompok hak asasi manusia lainnya meyakini ribuan orang dieksekusi mati di negara itu setiap tahun.

    Bai menjadi pejabat tinggi terbaru yang menghadapi hukuman berat dalam penindakan keras yang telah berlangsung lama terhadap praktik korupsi di industri keuangan China.

    Lihat juga Video: Putri Eksekusi Mati Debt Collector Sukabumi, 48 Adegan Diperagakan

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • China Diklaim Patuhi Kesepakatan Dagang, AS Pilih Waspada

    China Diklaim Patuhi Kesepakatan Dagang, AS Pilih Waspada

    Bisnis.com, JAKARTA — Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer menyatakan China sejauh ini mematuhi kesepakatan dagang bilateral, termasuk komitmen pembelian kedelai, meski Washington tetap melakukan pemantauan ketat atas seluruh realisasi perjanjian tersebut.

    Greer mengatakan, pihaknya selalu melakukan verifikasi, memonitor, dan mencermati seluruh komitmen sesuai dengan kesepakatan kedua negara. Menurut Greer, pemantauan intensif tersebut mengingat komitmen yang disepakati sangat spesifik.

    “Semua hal yang baru-baru ini kami sepakati dengan China bersifat sangat konkret dan relatif mudah dipantau. Sejauh ini, kami melihat mereka mematuhi kesepakatan tersebut,” ujar Greer dikutip dari Bloomberg, Senin (8/12/2025).

    Greer mengungkapkan China telah merealisasikan sekitar sepertiga dari komitmen pembelian kedelai AS untuk musim tanam kali ini.

    Sebelumnya, dilaporkan serangkaian pesanan yang dilakukan pada akhir Oktober—yang merupakan pembelian pertama pada musim ini—aktivitas pembelian kedelai AS oleh China sempat terlihat melambat.

    Pada akhir Oktober lalu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat memperpanjang gencatan tarif, melonggarkan kontrol ekspor, serta mengurangi sejumlah hambatan perdagangan. 

    Meski demikian, beberapa elemen kesepakatan tersebut—termasuk realisasi pembelian kedelai, proses penjualan aplikasi media sosial TikTok, hingga peningkatan penerbitan izin ekspor logam tanah jarang strategis dari China—masih dalam tahap pelaksanaan.

    Kantor berita pemerintah China Xinhua melaporkan, Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Greer menggelar panggilan video dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng pada Jumat pekan lalu. 

    Dalam pertemuan tersebut, para pejabat terlibat diskusi mendalam dan konstruktif serta berkomitmen menjaga stabilitas hubungan dan menyelesaikan kepentingan masing-masing di bidang perdagangan dan ekonomi.

    Bessent pada Minggu (7/12/2025) mengatakan kepada CBS News dalam program Face the Nation bahwa China tidak akan mempercepat pembelian komoditasnya, namun pembelian itu tetap diperkirakan berlangsung pada musim tanam ini. Dia juga menyebut harga kedelai telah naik 12% hingga 15% sejak kesepakatan dengan China tercapai.

    Bessent menambahkan dirinya telah melepaskan kepemilikannya atas sebuah lahan pertanian kedelai untuk mematuhi perjanjian etika.

    Sementara itu, pemerintahan Trump diperkirakan akan merilis paket bantuan pertanian yang telah lama ditunggu pekan ini. Hal tersebut disampaikan Menteri Pertanian AS Brooke Rollins dalam rapat kabinet pekan lalu.

    Menanggapi pertanyaan mengenai apakah produsen chip seperti Nvidia seharusnya menjual semikonduktor canggih ke China atau justru langkah itu menimbulkan risiko keamanan nasional bagi AS, Greer menegaskan perlunya sikap sangat berhati-hati.

    “Kami tentu ingin kinerja perusahaan tetap baik, tetapi sebagai pembuat kebijakan, kepentingan keamanan nasional harus ditempatkan sebagai prioritas utama. Itulah sebabnya Presiden Trump kerap membicarakan jenis chip tertentu yang mungkin akan dibatasi. Diskusi mengenai batasan itu selalu terbuka dan dapat berubah seiring waktu,” ujar Greer.

  • Kepala Negara Tiongkok dan Amerika Serikat Mencapai Konsensus Penting Terkait Isu Taiwan

    Kepala Negara Tiongkok dan Amerika Serikat Mencapai Konsensus Penting Terkait Isu Taiwan

    Pada 24 November, Presiden Tiongkok Xi Jinping melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dengan menegaskan kembali konsensus yang telah dicapai dalam pertemuan di Busan dan meninjau kondisi terkini hubungan Tiongkok–Amerika Serikat, kedua belah pihak bertukar pandangan mengenai isu Taiwan. Presiden Xi menegaskan bahwa kembalinya Taiwan ke dalam pangkuan Tiongkok merupakan bagian dari tatanan internasional pascaperang. Presiden Trump menyatakan bahwa Tiongkok memainkan peran penting dalam proses kemenangan Perang Dunia II, dan bahwa pihak Amerika memahami arti strategis isu Taiwan bagi Tiongkok. Saat ini, tatanan pascaperang menghadapi tantangan dari sejumlah negara, dan perdamaian kawasan dihadapkan pada faktor-faktor ketidakstabilan baru. Percakapan telepon kali ini menunjukkan bahwa, di bawah kepemimpinan kedua kepala negara, komunikasi dan konsensus Tiongkok dan Amerika Serikat mengenai isu-isu prinsipil memiliki makna penting.

    Belakangan ini, pemerintahan yang dipimpin Sanae Takaichi di Jepang telah mengambil serangkaian langkah terkait isu Taiwan. Pihak Tokyo berupaya menggunakan isu-isu yang berkaitan dengan Taiwan untuk menekan Tiongkok, serta mendorong opini internasional agar melepaskan persoalan Taiwan dari kerangka tatanan internasional pascaperang dan mengkategorikannya semata-mata sebagai isu keamanan kawasan. Di balik langkah ini terdapat tujuan yang lebih mendasar, yakni memanfaatkan isu Taiwan untuk menembus berbagai pembatasan struktural yang dimiliki Jepang sebagai “negara kalah perang” di bidang kebijakan militer dan keamanan, sekaligus menciptakan kondisi bagi amandemen Konstitusi Damai. Pernyataan-pernyataan Sanae Takaichi tidak hanya menyentuh kepentingan inti Tiongkok, tetapi juga mempengaruhi landasan tatanan internasional yang terbentuk pasca-Perang Dunia II, sehingga menambah ketidakpastian bagi stabilitas regional.

    Kembalinya Taiwan kepada Tiongkok merupakan salah satu hasil penting kemenangan Perang Dunia II sekaligus bagian tak terpisahkan dari tatanan internasional pascaperang. Deklarasi Kairo secara tegas menetapkan bahwa Jepang harus mengembalikan wilayah-wilayah Tiongkok yang direbutnya, termasuk Taiwan dan Kepulauan Penghu. Pada tahun 1945, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Inggris mengeluarkan Deklarasi Potsdam yang kemudian diikuti oleh Uni Soviet, yang sekali lagi menegaskan bahwa “ketentuan-ketentuan Deklarasi Kairo harus dilaksanakan”. Pada bulan September di tahun yang sama, Jepang menandatangani Instrumen Penyerahan Jepang dan berkomitmen untuk melaksanakan secara setia seluruh ketentuan yang tercantum dalam Deklarasi Potsdam. Langkah-langkah Sanae Takaichi terkait isu Taiwan bertentangan dengan tatanan internasional pascaperang yang didasarkan pada Deklarasi Kairo dan Deklarasi Potsdam, serta tidak sejalan dengan prinsip Satu Tiongkok yang secara luas diakui komunitas internasional. Apabila Jepang dibiarkan merusak kerangka yang ada pada titik kunci tatanan pascaperang, yakni isu Taiwan, hal ini pada praktiknya berarti mengabaikan pengorbanan yang telah dilakukan negara-negara sekutu anti-fasis, termasuk Tiongkok dan Amerika Serikat, dalam Perang Dunia II—sesuatu yang tidak dapat diterima oleh berbagai pihak di komunitas internasional yang menjunjung tinggi perdamaian.

    Perlu dicermati bahwa sebagian kekuatan politik di Jepang tengah mendorong suatu narasi baru. Mereka berupaya menafsirkan kembali sejarah dengan menjadikan “sistem San Francisco” sebagai dasar, serta atas nama “keamanan kawasan” berusaha melemahkan prinsip Satu Tiongkok. Langkah tersebut bukan saja menafikan fakta sejarah dan bertentangan dengan hukum internasional, tetapi juga menggoyahkan fondasi institusional dari situasi damai yang telah terpelihara selama 80 tahun pascaperang. Jika Jepang terus bertahan pada paham revisionisme sejarah dan mendorong kebijakan ekspansi militer serta persiapan perang, negara itu berisiko kembali menjadi faktor yang mengganggu stabilitas kawasan Asia-Pasifik. Sebagian kalangan di Jepang beranggapan bahwa dengan mendapatkan dukungan Amerika Serikat, mereka dapat bertindak sesuka hati dalam isu-isu yang menyangkut Tiongkok dan bahwa upaya “menggunakan Taiwan untuk menahan Tiongkok” akan memperoleh pengakuan penuh dari Washington. Penilaian seperti ini jelas tidak sejalan dengan realitas. Tindakan kalangan kanan Jepang tersebut bukan hanya bertentangan dengan tekad rakyat Tiongkok untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayahnya, tetapi juga melawan tatanan pascaperang yang dibangun dan dipelihara bersama oleh negara-negara pemenang Perang Dunia II, termasuk Amerika Serikat.

    Dalam konteks ini, efek stabilisasi yang dihasilkan oleh percakapan antara pemimpin Tiongkok dan Amerika Serikat menjadi semakin menonjol. Saat ini, konstelasi global tengah mengalami perubahan mendalam. Upaya menjaga dan memperkuat hasil kemenangan Perang Dunia II serta tatanan internasional yang berpusat pada Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki arti strategis dan praktis yang sangat penting. Tatanan tersebut telah membentuk kerangka dasar bagi perdamaian global pascaperang dan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan kemakmuran negara-negara di dunia, termasuk Tiongkok dan Amerika Serikat. Di bawah tatanan ini, komunitas internasional mampu bekerja sama menghadapi berbagai tantangan global dan mencapai kemajuan di berbagai bidang. Karena itu, seluruh anggota komunitas internasional yang memikul tanggung jawab, khususnya negara-negara besar, seharusnya bersama-sama berkomitmen memelihara tatanan pascaperang ini dan tetap waspada terhadap setiap upaya yang mencoba menafikan sejarah atau mengubah pengaturan pascaperang.

    Tahun 2025 menandai 80 tahun kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok terhadap Agresi Jepang sekaligus kemenangan Perang Dunia melawan Fasisme, dan pada saat yang sama merupakan peringatan 80 tahun pemulihan Taiwan. Pada titik sejarah ini, berbagai langkah Jepang terkait isu Taiwan mendapat sorotan luas dari komunitas internasional dan menjadi peringatan dini bagi semua pihak. Perdamaian di kawasan Asia-Pasifik tidak diraih dengan mudah; tidak ada satu pun negara yang seharusnya mengorbankan stabilitas kawasan demi kepentingan politiknya sendiri. Komunitas internasional perlu memperkuat kerja sama, secara konsisten mematuhi tujuan dan prinsip Piagam PBB, serta dengan tegas menentang setiap pernyataan dan tindakan yang merusak tatanan internasional pascaperang.

    Jepang perlu memahami dengan jelas bahwa upaya menantang tatanan internasional pascaperang tidak akan menghasilkan tujuan yang diharapkan, dan keterlibatan yang tidak tepat dalam isu Taiwan juga tidak akan membawa apa yang disebut sebagai “terobosan strategis”. Komunitas internasional mendesak Jepang untuk menghadapi dan secara mendalam merefleksikan kembali sejarah agresinya, serta dengan sikap bertanggung jawab dan tindakan nyata membangun kembali kepercayaan negara-negara tetangga di Asia dan komunitas internasional, sekaligus sepenuhnya meninggalkan setiap niat yang bertentangan dengan arus utama sejarah.

  • Jepang-Korsel Waspadai Diplomasi Transaksional Trump

    Jepang-Korsel Waspadai Diplomasi Transaksional Trump

    Jakarta

    Jepang dan Korea Selatan (Korsel) mencermati langkah terbaru pemerintahan Donald Trump terkait Ukraina dan Cina. Keduanya melihat sinyal bahwa Amerika Serikat (AS) semakin menerapkan diplomasi yang bersifat transaksional secara keseluruhan, sesuatu yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat menggoyahkan struktur aliansi lama di Asia Timur Laut.

    Proposal “28 poin rencana perdamaian” yang diajukan pemerintahan Trump untuk Ukraina awalnya dianggap sebagai penyesuaian dari tuntutan yang diusulkan oleh Rusia. Meski versi yang lebih lunak kemudian dirilis dan pembicaraan terus berjalan, AS berkali-kali memberi isyarat bahwa mereka siap mengambil jarak dari Ukraina.

    Terkait Cina, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan bahwa Trump berencana bertemu dengan Presiden Xi Jinping sebanyak empat kali pada 2026, termasuk kunjungan kenegaraan ke Beijing pada April dan kunjungan balasan ke AS pada akhir tahun. Menurut Bessent, pertemuan ini ditujukan untuk membawa “stabilitas besar” dalam hubungan bilateral, saat Trump berusaha memperbaiki hubungan dengan Xi Jinping pascapeluncuran perang dagang yang sengit.

    Secara resmi, Jepang dan Korea Selatan belum memberi komentar. Namun, banyak pengamat di Seoul dan Tokyo menafsirkan kebijakan luar negeri Washington sebagai dukungan Trump terhadap seorang diktator yang berusaha menaklukkan negara tetangga yang lebih kecil di Eropa. Persepsi ini menambah kekhawatiran bahwa hal serupa dapat terjadi di kawasan Pasifik, dengan Taiwan sebagai titik rawan yang paling jelas.

    Mempertanyakan reliabilitas AS

    “Pengkhianatan Trump terhadap Ukraina menjadi bayang-bayang besar bagi Asia dan para sekutu Paman Sam di kawasan tersebut, yang kini mulai mempertanyakan seberapa dapat diandalkannya aliansi mereka dengan AS,” kata Jeff Kingston, Direktur Studi Asia di Temple University Tokyo.

    “Jepang dan Korea Selatan melihat Trump mendekati para pemimpin otoriter di Rusia, Cina, dan Korea Utara, sementara mereka justru diabaikan dalam isu perdagangan. Mereka bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika muncul krisis terkait Taiwan,” ujarnya kepada DW.

    Kingston menambahkan bahwa Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi kemungkinan merasa “kecewa” karena Trump tidak langsung menyatakan dukungan ketika dia terlibat ketegangan dengan Cina.

    Cina bereaksi keras, menuntut Jepang tidak ikut campur dalam “urusan dalam negeri” Beijing dan kemudian mengambil sejumlah langkah, termasuk meminta warganya tidak bepergian ke Jepang, menunda perilisan film Jepang, serta membatalkan berbagai acara dan pertukaran budaya.

    Takaichi menolak untuk menarik kembali pernyataannya, tapi dia tampaknya tidak mendapatkan jaminan kuat setelah Presiden AS diberitakan mengatakan kepadanya melalui sambungan telepon pada 24 November bahwa Takaichi sebaiknya tidak “memprovokasi” Cina.

    Hal yang dikhawatirkan Jepang dan Korea Selatan dari Trump dan Cina

    “Setelah keberhasilan kunjungan Trump ke Tokyo dan komitmen Takaichi untuk berinvestasi di AS, saya pikir dia berharap mendapat sesuatu yang lebih,” kata Jeff Kingston. “Dia pasti ingin Trump menegaskan kembali bahwa Jepang adalah ‘pondasi perdamaian’ di kawasan ini dan menyoroti kekuatan aliansi tersebut.”

    “Memberitahunya untuk tidak ‘memprovokasi’ Cina bukanlah pernyataan tegas yang dia harapkan,” tambahnya.

    “Kekhawatiran di Jepang saat ini adalah prospek Amerika Serikat dan Cina dalam membentuk ‘G-2’ yang akan mengabaikan Jepang dan menunjukkan penurunan pengaruh Tokyo,” katanya. “Dan Korea Selatan akan memiliki kekhawatiran yang sama.”

    Pada saat yang sama, Jepang telah memenuhi keinginan Trump untuk menginvestasikan 550 miliar dolar AS (Rp8,8 kuadriliun) di industri Amerika. Korea Selatan kemudian setuju memberikan investasi tunai 350 miliar dolar AS (Rp5,6 kuadriliun), serta tambahan 150 miliar dolar AS (Rp2,4 kuadriliun) untuk kerja sama pembangunan kapal.

    “Tentu itu tidak adil dan tentu saja banyak yang tidak senang, tetapi kami juga sadar bahwa Korea Selatan sangat bergantung pada AS,” kata Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Kongju National University.

    Presiden Korea Selatan saat ini, Lee Jae-myung, berasal dari partai kiri yang secara ideologis bukan pasangan alamiah bagi pemerintahan AS, kata Lim. Namun, dia juga seorang “pragmatis” dalam urusan aliansi negara.

    Kekhawatiran pengurangan pasukan AS di Korea Selatan

    Korea Selatan semakin waspada terhadap meningkatnya agresi Cina di kawasan tersebut, termasuk masuknya kapal-kapal Beijing ke perairan sengketa di Laut Kuning. Polanya mengingatkan akan perebutan atol dan wilayah perairan di Laut Cina Selatan oleh Beijing satu dekade lalu.

    Lim mengatakan Korea Selatan tidak tahu sejauh mana AS memperhatikan sengketa ini atau apakah pemerintahan AS saat ini akan memberikan bantuan jika pelanggaran wilayah Cina semakin intensif dan meluas.

    “Kami juga khawatir terhadap kemungkinan skenario penarikan, yakni pengurangan pasukan AS di Korea Selatan sebagai bagian dari pendekatan transaksional Trump dalam hubungan internasional,” ujarnya.

    Dalam masa jabatannya yang kedua, Trump belum mengancam akan menarik pasukan AS jika Korsel tidak membayar lebih untuk biaya pangkalan. Namun, tekanan terkait biaya kehadiran militer ini pernah menjadi alat tawar yang digunakan Trump pada masa jabatan pertamanya dan dapat kembali muncul sewaktu-waktu.

    Jepang memiliki kekhawatiran serupa. Takaichi mungkin berhasil meredakan sebagian tekanan itu dengan mengumumkan bahwa anggaran tahun 2026 akan menaikkan belanja pertahanan menjadi 2 persen dari PDB Jepang. Angka itu mungkin masih belum memenuhi tuntutan Trump, tapi Jepang akan berargumen bahwa peningkatan tersebut merupakan langkah ke arah yang benar.

    Meski begitu, belum jelas apakah langkah tersebut cukup.

    Dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Trump ditanya apakah Cina merupakan “teman” bagi AS, merujuk pada ketegangan terbaru antara Cina dan Jepang.

    “Banyak sekutu kami juga bukan teman kami,” kata Trump. “Cina telah memanfaatkan kami dengan sangat besar…para sekutu kami bahkan lebih banyak memanfaatkan kami dalam perdagangan dibandingkan Cina.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalan bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Muhammad Hanafi

    (ita/ita)

  • Diplomasi Istimewa Ala Prabowo Libatkan Kucing, Anjing, hingga Panda

    Diplomasi Istimewa Ala Prabowo Libatkan Kucing, Anjing, hingga Panda

    Bisnis.com, JAKARTA — Diplomasi biasanya dibayangkan berlangsung melalui ruang rapat tertutup, naskah perjanjian tebal, atau rangkaian pidato resmi di podium kenegaraan. Namun di era Presiden Prabowo Subianto, pendekatan itu memperlihatkan warna baru lebih hangat, lebih personal, tetapi tetap penuh kalkulasi strategis.

    Saat melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh negara diplomasi dari kucing peliharaan, hadiah untuk anjing kepala pemerintahan negara sahabat, hingga bayi panda hasil kolaborasi konservasi menjadi pintu masuk diplomasi Indonesia yang tak biasa.

    Mulai dari kucing kesayangan Prabowo, Bobby Kertanegara, telah lama menjadi bagian dari keseharian sang presiden. Keberadaan Bobby kerap muncul dalam beberapa percakapan informal Prabowo dengan tamu negara. Kehangatan ini dinilai sebagian analis sebagai bentuk diplomasi personal upaya memperlihatkan sisi manusiawi seorang kepala negara saat membangun keakraban dengan mitra luar negeri.

    Meski tampak sederhana, pendekatan seperti ini memperkuat impresi bahwa diplomasi Indonesia tidak hanya berjalan di atas protokol, tetapi juga relasi antarmanusia.

    Misalnya, pemilik Gates Foundation Bill Gates memberikan hadiah berupa boneka paus kepada kucing milik Presiden Prabowo Subianto, Bobby Kertanegara saat keduanya bertemu di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

    Lalu, Kedutaan Besar China di Indonesia pernah menghadiahkan rumah kucing berukuran besar tingkat tiga yang dilengkapi dengan tangga panjat, terowongan, tempat bersantai, dan tiang garuk.

    Belum lagi, Ratu Maxima dari Belanda menghadiahkan Bobby boneka dengan jersey oranye khas Belanda, yang diterima dengan baik dalam suasana diplomatik yang hangat.

    Terakhir, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pernah mengalungkan syal kecil untuk Bobby. Ini menunjukkan bahwa aksesori pakaian yang lucu dan nyaman juga bisa menjadi pilihan hadiah.

    Hadiah untuk Toto: Menjalin Persahabatan lewat Anjing Peliharaan

    Momen serupa terjadi ketika Prabowo berkunjung ke Australia. Alih-alih hanya membawa dokumen pertemuan, dia memberikan hadiah khusus untuk Toto yaitu anjing peliharaan Anthony Albanese. Hadiah berupa kaus dan tali harness itu langsung jadi sorotan publik Australia dan Indonesia.

    Gestur ini disambut hangat oleh Albanese dan dipandang sebagai simbol persahabatan. Para pengamat menilai pendekatan tersebut memperhalus berbagai isu bilateral yang sedang dibahas, sambil menciptakan ruang percakapan yang lebih cair antara dua pemimpin.

    “Iya benar, [Presiden memberikan cinderamata untuk Toto, peliharaan kesayangan dari PM Albanese saat kunjungan di Australia],” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan teks, Kamis (13/11/2025).

    Dalam unggahannya, Teddy menggambarkan bahwa diplomasi tidak selalu harus dilakukan melalui jalur formal seperti perundingan, negosiasi, atau forum bisnis dan internasional.

    Diplomasi juga bisa hadir melalui berbagai bentuk lain, mulai dari kerja sama di bidang pendidikan, pertahanan, kebudayaan, hingga dalam wujud simbolis yang sarat makna persahabatan.

    Kemudian diplomasi lewat hewan peliharaan bukan sekadar romantika; dia menjadi gestur goodwill yang mampu membangun rasa saling percaya sebelum masuk ke diskusi lebih serius.

    Panda dari China: Simbol Kepercayaan dan Kerja Sama Jangka Panjang

    Jika hadiah untuk Toto adalah diplomasi hangat, maka panda adalah diplomasi strategis. Dalam pertemuan dengan Ketua MPR China Wang Huning di Istana Merdeka, Kamis (4/12/2025) Prabowo menunjukkan foto bayi panda yang baru lahir di Indonesia, hasil program peminjaman panda dari China.

    Panda telah lama menjadi simbol hubungan kepercayaan China dengan negara mitranya. Fakta bahwa pasangan panda sudah tinggal di Indonesia selama hampir satu dekade dan kini berhasil berkembang biak, dipandang sebagai keberhasilan kerja sama konservasi antara kedua negara.

    Dalam pertemuan itu, Prabowo menggunakan kisah kelahiran bayi panda sebagai jembatan percakapan untuk membangun kedekatan sebelum membahas isu geopolitik dan ekonomi. Diplomasi panda ini memperlihatkan bagaimana hubungan Indonesia–China tidak lagi semata soal perdagangan dan investasi, tetapi juga kolaborasi ekologi dan soft power.

    Prabowo lalu menceritakan permintaan Taman Safari agar dirinya memberi nama bagi bayi panda tersebut.

    “Habis itu, Taman Safari minta saya kasih nama. Saya kasih nama Satrio Wiratama. Artinya pejuang, mulia, yang berani, dan berbudi luhur. Itu nama panjang. Tiap hari kita akan panggil Rio,” tutur Prabowo.

    Dalam pertemuan itu, tampak Kepala Negara memperlihatkan foto bayi panda Rio kepada Ketua Wang usai pertemuan tête-á-tête.

    “Kami dapat laporan, kemarin. Jadi panda ini diberi 10 tahun yang lalu. Baru kemarin melahirkan satu bayi. Sepuluh tahun, lahir waktu saya Presiden,” kata Prabowo sambil menunjukkan foto hewan endemik China itu.

    Bayi panda Rio merupakan keturunan induk Hu Chun dan pejantan Cai Tao, pasangan panda raksasa yang dihadiahkan oleh Presiden China Xi Jinping kepada Indonesia pada 2017 melalui kerja sama konservasi internasional.

    Hingga saat ini, hanya sekitar 20 negara di dunia yang menerima panda melalui mekanisme antarkepala negara, menempatkan Indonesia pada posisi terhormat dalam kolaborasi konservasi global.

    Kelahiran bayi panda ini merupakan hasil proses reproduksi alami yang dimulai sejak Agustus 2025. Tim medis melakukan pengawasan ketat melalui pemeriksaan hormon, analisis urin, dan observasi intensif.

    “Terima kasih banyak. Panda kami bisa melahirkan anak di Indonesia. Karena, tidak mudah sekali,” kata Wang.

    Di bagian akhir percakapan, Wang menyampaikan sebuah pepatah China kepada Prabowo, yakni “Ji ren tian xiang,” atau orang yang akan selalu bertemu dengan hal-hal baik.”

    Kucing, anjing, dan panda mungkin terdengar seperti materi dongeng anak-anak. Namun dalam konteks diplomasi Indonesia, ketiganya menjadi simbol hubungan luar negeri yang dibangun tidak hanya lewat kekuatan atau kepentingan ekonomi, tetapi juga lewat kedekatan emosional dan komunikasi yang lebih manusiawi.

    Dari Istana Merdeka hingga Canberra; dari pusat konservasi panda hingga ruang pertemuan bilateral. Diplomasi hewan ini memperlihatkan bahwa strategi Prabowo terlihat luwes, personal, dan menghargai sisi kemanusiaan.

  • Xi Jinping Umumkan China Akan Beri Bantuan Rp 1 T untuk Palestina

    Xi Jinping Umumkan China Akan Beri Bantuan Rp 1 T untuk Palestina

    Jakarta

    Presiden China Xi Jinping mengumumkan bahwa pemerintahnya akan memberikan bantuan sebesar US$100 juta (sekitar Rp 1,6 triliun) kepada Palestina untuk membantu meringankan krisis kemanusiaan di Gaza dan mendukung upaya pembangunan kembali.

    Hal tersebut disampaikan Xi saat berbicara dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron setelah pertemuan mereka di Beijing, ibu kota China pada Kamis (4/12), dilansir kantor berita AFP, Kamis (4/12/2025).

    Xi pun menyerukan pembangunan kepercayaan politik yang lebih besar dengan Prancis, dengan menunjukkan dukungan satu sama lain sekaligus menunjukkan “kemandirian” masing-masing pihak.

    “Apa pun perubahan lingkungan eksternal, kedua belah pihak sebagai kekuatan besar harus selalu menunjukkan kemandirian dan visi strategis, menunjukkan saling pengertian dan saling mendukung dalam hal-hal inti dan isu-isu penting yang krusial,” ujarnya.

    “China dan Prancis harus menunjukkan rasa tanggung jawab mereka, mengibarkan panji multilateralisme … dan berdiri teguh di sisi sejarah yang benar,” imbuh pemimpin China tersebut.

    Macron bertemu dengan Xi pada Kamis pagi waktu setempat sebagai bagian dari kunjungan kenegaraan selama tiga hari yang berfokus pada perdagangan dan diplomasi.

    Pemimpin Prancis tersebut berupaya melibatkan Beijing dalam menekan Rusia untuk melakukan gencatan senjata dengan Ukraina, setelah serangkaian diplomasi baru-baru ini terkait rencana perdamaian yang dipimpin Amerika Serikat.

    “Kita menghadapi risiko disintegrasi tatanan internasional yang telah membawa perdamaian bagi dunia selama beberapa dekade, dan dalam konteks ini, dialog antara China dan Prancis menjadi lebih penting dari sebelumnya,” ujar Macron, Kamis (4/12).

    “Saya berharap China akan bergabung dalam seruan kami, upaya kami untuk mencapai, sesegera mungkin, setidaknya gencatan senjata dalam bentuk moratorium serangan yang menargetkan infrastruktur penting,” katanya.

    Tonton juga video “Xi Jinping Beri Lampu Hijau Konser K-Pop di China”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Presiden Prabowo kisahkan kelahiran bayi panda kepada Ketua MPR China

    Presiden Prabowo kisahkan kelahiran bayi panda kepada Ketua MPR China

    ANTARA – Presiden Prabowo Subianto mengisahkan kelahiran seekor panda di Taman Safari Indonesia kepada Ketua MPR China Wang Huning yang mengunjungi Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (4/12). Bayi panda tersebut merupakan anak dari sepasang panda raksasa yang dihadiahkan Presiden China Xi Jinping pada 2017 silam. (Aria Cindyara/Cahya Sari/Soni Namura/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo Beri Nama Bayi Panda yang Lahir di Taman Safari Satrio ‘Rio’ Wiratama

    Prabowo Beri Nama Bayi Panda yang Lahir di Taman Safari Satrio ‘Rio’ Wiratama

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kabar bahagia hadir dari dunia konservasi Indonesia saat menyambut Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Rakyat China (RRC) Wang Huning di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

    Prabowo menjelaskan bahwa lahir seekor bayi panda lahir pada Rabu (27/11/2025) pukul 17.31 WIB yang menjadi simbol optimisme dan keberhasilan upaya pelestarian satwa langka.

    Pada usia lima hari, berat tubuhnya tercatat 228 gram. Berdasarkan pemeriksaan awal tim medis, bayi panda ini diduga berjenis kelamin jantan, meskipun penentuan final masih akan dilakukan beberapa minggu ke depan.

    Prabowo lalu menceritakan permintaan Taman Safari agar dirinya memberi nama bagi bayi panda tersebut.

    “Habis itu, Taman Safari minta saya kasih nama. Saya kasih nama Satrio Wiratama. Artinya pejuang, mulia, yang berani, dan berbudi luhur. Itu nama panjang. Tiap hari kita akan panggil Rio,” tutur Prabowo.

    Dalam pertemuan itu, tampak Kepala Negara memperlihatkan foto bayi panda Rio kepada Ketua Wang usai pertemuan tête-á-tête

    “Kami dapat laporan, kemarin. Jadi panda ini diberi 10 tahun yang lalu. Baru kemarin melahirkan satu bayi,” kata Prabowo sambil menunjukkan foto hewan endemik China itu.

    Bayi panda Rio merupakan keturunan induk Hu Chun dan pejantan Cai Tao, pasangan panda raksasa yang dihadiahkan oleh Presiden China Xi Jinping kepada Indonesia pada 2017 melalui kerja sama konservasi internasional.

    Hingga saat ini, hanya sekitar 20 negara di dunia yang menerima panda melalui mekanisme antarkepala negara, menempatkan Indonesia pada posisi terhormat dalam kolaborasi konservasi global.

    Kelahiran bayi panda ini merupakan hasil proses reproduksi alami yang dimulai sejak Agustus 2025. Tim medis melakukan pengawasan ketat melalui pemeriksaan hormon, analisis urin, dan observasi intensif.

  • Presiden Prancis ke China, Redam Krisis Dagang Eropa-Beijing?

    Presiden Prancis ke China, Redam Krisis Dagang Eropa-Beijing?

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron akan melakukan perjalanan ke Cina pada pekan ini. Kunjungan tersebut bertujuan menurunkan tensi panas di tengah ancaman ekonomi dan keamanan dari Beijing, sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke dua di dunia di mana Paris turut menggantungkan sektor perdagangannya di tengah gejolak perdagangan global.

    Menurut para analis, sebelumnya Macron telah berupaya menampilkan sikap tegas ketika bernegosiasi dengan Cina sambil berhati-hati agar tidak memicu ketegangan dengan Beijing yang terlihat semakin agresif dalam memperkuat posisinya hingga menguji hubungan perdagangan, keamanan, dan diplomatik.

    “Dia harus menegaskan kepada para pemimpin Cina bahwa Eropa akan merespons peningkatan ancaman ekonomi dan keamanan dari Beijing, sambil mencegah eskalasi ketegangan yang bisa berujung ke perang dagang besar-besaran dan keretakan hubungan diplomatik,” kata Noah Barkin, analis bidang Cina dari Rhodium Group kepada Reuters.

    “Ini pesan yang tidak mudah untuk disampaikan,” kata Noah.

    Ekspor Cina guncang industri Eropa

    Macron akan memulai kunjungannya dengan mengunjungi Forbidden City atau Kota Terlarang, Beijing, pada Rabu (03/12). Keesokan harinya, Kamis (04/12) Macron dijadwalkan bertemu Presiden Cina Xi Jinping. Kedua kepala negara tersebut juga dijadwalkan berjumpa dalam perjalanan menuju Chengdu, bagian dari provinsi Sichuan, pada Jumat (05/12).

    Kunjungan Macron ke Cina terjadi setelah kunjungan menegangkan Ursula von der Leyen, Presiden Uni Eropa, pada Juli 2025. Saat itu Ursula menyatakan bahwa relasi antara Uni Eropa (UE) dan Cina ada di tahap “titik balik” yang berpotensi berdampak pada perubahan besar.

    Kunjungan Macron ke Cina akan diikuti dengan kunjungan Keir Starmer, Perdana Menteri Inggris dan Friedrich Merz, Kanselir Jerman pada awal tahun 2026.

    Eropa pun khawatir dengan pertumbuhan sektor teknologi Cina, khususnya kendaraan listrik dan pengolahan mineral kritis, yang dapat mengancam pasokan bagi industri di Eropa.

    Beijing memanfaatkan peluang untuk menampilkan diri sebagai mitra bisnis di tengah tarif perdagangan dari Amerika Serikat yang menekan arus perdagangan global. Hal ini diharapan meredakan kekhawatiran Eropa atas dukungan Cina terhadap Rusia serta model industrinya yang disubsidi negara.

    Menjelang kunjungan kenegaraan itu, para penasihat Macron menyatakan perlunya mendorong penyeimbangan dinamika perdagangan agar Cina meningkatkan konsumsi domestik. Para penasihat Macron juga berharap Beijing bisa “bagi-bagi keuntungan dari inovasi yang dihasilkan,” sehingga Eropa pun dapat memperoleh akses ke teknologi Tiongkok.

    Doktrin keamanan dan keamanan

    Untuk meredam kekhawatiran yang semakin meningkat terkait perdagangan dengan Cina, Uni Eropa diperkirakan akan meluncurkan doktrin ekonomi dan keamanan. Doktrin tersebut dapat mendorong blok itu menggunakan perangkat kebijakan perdagangannya terhadap Beijing dengan cara yang lebih agresif.

    Prancis yang tengah mengalami penjualan otomotif yang minim di Tiongkok, tapi menghadapi tekanan di dalam negeri dalam memenuhi target kendaraan listrik, mendukung langkah Uni Eropa untuk menaikkan tarif impor mobil listrik asal Cina.

    Prancis juga tengah bersitegang dengan Beijing selama lebih dari satu tahun belakangan terkait investigasi Cina atas impor brandy atau minuman keras. Sebuah langkah yang secara luas dianggap sebagai balasan Cina atas dukungan Prancis terhadap tarif mobil listrik, sebelum ditawarkan penangguhan.

    Sementara itu, meskipun baru membuka pabrik perakitan baru di Cina, kesempatan Airbus untuk memperoleh pesanan besar yang telah lama dinantikan (hingga 500 pesawat) belum tentu terjadi selama kunjungan Macron, menurut sumber dari kalangan industri. Kesepakatan semacam itu memberi Beijing posisi tawar terhadap Washington, yang tengah mendorong komitmen baru untuk pembelian pesawat Boeing.

    Upaya Paris terhadap Beijing

    Prancis berupaya menarik lebih banyak investasi dari perusahaan-perusahaan Cina dan memfasilitasi akses pasar bagi ekspor Prancis. Selama kunjungan tersebut, pejabat dari kedua negara diperkirakan akan menandatangani beberapa perjanjian di sektor energi, industri makanan, dan penerbangan.

    Macron berkomitmen untuk memperjuangkan “akses pasar yang adil dan timbal balik,” kata kantornya.

    Prancis akan menjadi tuan rumah KTT Kelompok Tujuh (G7) pada 2026 yang melibatkan pihak ekonomi-ekonomi terkemuka dunia, sementara Cina akan memimpin forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) yang beranggotakan 21 negara, termasuk Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Rusia.

    Blok 27 negara ini mengalami defisit perdagangan besar dengan Cina, berkisar lebih dari 300 miliar euro (Rp5,798 kuadriliun) pada tahun 2024. Beijing sendiri mewakili 46% dari total defisit perdagangan Prancis.

    Prancis dan Uni Eropa telah menggambarkan Cina sebagai mitra, pesaing, dan rival sistemik. Beberapa tahun terakhir ditandai dengan sejumlah sengketa perdagangan di berbagai sektor industri setelah Uni Eropa melakukan penyelidikan terhadap subsidi kendaraan listrik Cina. Beijing menanggapi dengan penyelidikan terhadap impor brendi, daging babi, dan produk susu Eropa.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Joan Aurelia Rumengan

    Editor: Muhammad Hanafi

    Tonton juga video “Macron: Jika Trump Mau Hadiah Nobel, Dia Harus Hentikan Perang Gaza”

    (ita/ita)