Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Corporate Secretary (Corsec) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Imelda Aldini Pohan mengaku pernah diminta
Ira Puspadewi
mengantarkan emas ke asisten Deputi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ira merupakan Direktur Utama (Dirut) PT ASDP 2017-2024 yang menjadi terdakwa dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh perusahaan negara tersebut.
Pada persidangan perkara itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi, apakah Imelda pernah diminta menyerahkan emas ke pihak BUMN.
“Apakah saudara pernah mengumpulkan uang untuk pembelian emas yang ditujukan untuk asisten deputi di Kementerian BUMN?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Imelda membantah mengumpulkan uang dari jajaran direksi untuk membeli emas guna diserahkan pada asisten deputi di Kementerian BUMN.
Imelda menjelaskan, saat itu ia baru bergabung menjadi Corsec di PT ASDP pada awal 2018. Sebelumnya, ia bekerja di perusahaan swasta.
Pada satu waktu, kata Imelda, Ira menghubunginya melalui sambungan telepon dan memintanya untuk mengantar bingkisan ke asisten deputi di perusahaan BUMN.
“Saya diminta untuk mengantar, saya by phone oleh Bu Ira, saya telepon tapi saya tolak karena pada saat itu saya masih baru,” kata Imelda.
“Mengantar apa?” tanya jaksa KPK.
“Mengantarkan bingkisan,” jawab Imelda.
“Bingkisan apa?” timpal jaksa KPK.
“Emas,” jawab Imelda.
Menurut Imelda, ia menerima penjelasan bahwa penyerahan bingkisan berisi emas itu merupakan cara PT ASDP untuk menjaga hubungan dengan pihak ketiga.
Namun, Imelda tetap pada pendiriannya dan menolak melaksanakan perintah tersebut karena takut terjerat korupsi.
Ia juga menyampaikan penolakannya pada tim Corsec.
Imelda bahkan menyampaikan pada Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) 2017-2019 yang merekrutnya, Wing Antariksa, ingin mengundurkan diri.
“Setelah itu, saya, karena Pak Wing yang merekrut saya waktu interview, saya sampaikan saya hampir mau resign pada saat itu,” jelas Imelda.
Sebelumnya, saat dicecar jaksa KPK, Wing menyebut jajaran direksi dimintai uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta oleh Ira yang baru menjabat Dirut PT ASDP.
Saat itu disebutkan, uang yang dikumpulkan akan digunakan untuk membeli emas dan diserahkan kepada pihak Kementerian BUMN.
“Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
“Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
Keterangan ini kemudian dibantah oleh kuasa hukum Ira, Soesilo Aribowo. Menurutnya, tidak ada pungutan uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
Soesilo juga mengeklaim, pemberian itu bukan gratifikasi maupun suap dan tidak terkait KSU PT ASDP dengan PT JN.
“Fakta yang ada, tidak ada pengumpulan uang sampai Rp 50 juta per orang. Setahu saya seperti itu,” kata Soesilo.
“Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan, saya kira karena waktu itu empati saja kepada orang yang waktu itu sakit, dan beliau (pejabat deputi BUMN) itu sudah meninggal,” tambahnya.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Wing Antariksa
-
/data/photo/2025/07/24/6881ce9a01426.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN Nasional 24 Juli 2025
-
/data/photo/2025/07/24/6881ce9a01426.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN Nasional
Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jajaran direksi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry disebut diminta patungan membeli
emas
dan diserahkan kepada pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Informasi ini disampaikan mantan Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Layanan Korporasi
PT ASDP
, Wing Antariksa.
Ia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan
korupsi
kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP.
“Pernah enggak saudara diminta untuk, direksi itu (diminta) patungan dimintain uang. Itu untuk dibelikan emas, dan itu akan diberikan kepada pejabat di Kementerian BUMN. Pernah enggak seperti itu?” tanya jaksa Komisi Pemberantasan
Korupsi
(KPK) Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Wing lalu menjelaskan, di awal periode
Ira Puspadewi
menjabat Direktur Utama PT ASDP pada 2017, jajaran direksi diminta patungan.
“Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
Jaksa Wawan pun mendalami motif Ira, terdakwa pertama dalam kasus korupsi ini, ingin menyampaikan ucapan terima kasih dalam bentuk pemberian.
“Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
Jaksa Wawan lalu meminta Wing menjelaskan bagaimana pengumpulan uang tersebut.
Menurut Wing, pihak yang pertama kali diminta mengumpulkan uang adalah dirinya dan Direktur Keuangan PT ASDP.
Kemudian, Direktur Komersial dan Direktur Operasi juga diminta patungan.
“Jadi kami diminta mengumpulkan uang. Seingat saya jumlahnya 50 sampai dengan 100 juta untuk dibelikan emas,” kata Wing.
Saat itu, Wing mengaku menolak ikut patungan.
Ia juga meminta direksi lain, Yusuf Hadi, untuk tidak memenuhi permintaan Ira karena merupakan bentuk gratifikasi.
Akhirnya, terdapat tiga direksi yang menolak ikut patungan, yakni Wing, Yusuf, dan Direktur Perencanaan dan Pembangunan, Christin Hutabarat.
Meski demikian, Wing mengaku tidak tahu kepada siapa nantinya emas itu akan diberikan di lingkungan Kementerian BUMN.
“Saya menyampaikan per telepon pada hari libur kepada saudara Yusuf Hadi untuk tidak ikut menyetorkan uang karena itu merupakan gratifikasi,” tutur Wing.
Menurutnya, saat itu pihak yang aktif bergerak mengumpulkan uang adalah Direktur Keuangan PT ASDP, DS.
Wing lalu menerima laporan dari Corporate Secretary (Corsec) saat itu bahwa dirinya diminta untuk membeli emas.
Namun, beberapa waktu kemudian, pemberian emas itu terendus Kementerian BUMN.
Jajaran direksi dikumpulkan pada suatu hotel setelah buka bersama pada bulan Ramadhan 2018.
“Dirut menyampaikan bahwa laporan dari Kementerian BUMN terendus ada pemberian emas oleh ASDP kepada Kementerian BUMN. Dan kementerian BUMN meminta kepada, menurut pengakuan Bu Ira, itu untuk bisa merapikan,” tutur Wing.
Kompas.com telah meminta konfirmasi perihal pungutan pada direksi dan penyerahan emas ini kepada Ira.
Namun, ia memilih bungkam.
Kuasa hukum Ira, Seosilo Aribowo, membantah kliennya memungut uang dengan jumlah Rp 50 juta per orang kepada para direksi.
Selain itu, kata dia, saat itu pungutan dilakukan bukan untuk menyuap atau gratifikasi kepada pihak BUMN, melainkan uang empati.
“Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan saya kira karena itu empati saja pada orang yang waktu itu sakit, dan sekarang beliaunya meninggal, yang dari BUMN,” kata Ari di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi; dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/17/68789ed5b29be.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Laporkan Potensi Korupsi di Perusahaan BUMN, Komut Dicopot Erick Thohir
Laporkan Potensi Korupsi di Perusahaan BUMN, Komut Dicopot Erick Thohir
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisaris Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Ferry Indonesia 2015-2020,
Lalu Sudarmadi
, dicopot dari jabatannya satu bulan setelah melaporkan potensi korupsi di perusahaan pelat merah itu kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Erick Thohir
.
Keterangan ini terungkap saat Lalu dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Ferry yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa Lalu pernah melaporkan proses KSU dan akuisisi PT JN yang bisa merugikan perusahaan dan memperkaya orang lain pada Maret 2020, jauh sebelum kasus ini diusut lembaga antirasuah.
“Yang paling penting sebenarnya kami melaporkan bahwa akuisisi, ini proses KSU menjadi akuisisi, ini akan berisiko. Itu saja intinya, karena kami pernah menolak 2016, itu saja,” kata Lalu, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Lalu mengatakan, sedianya ia hendak menyampaikan laporan itu secara informal.
Namun, deputi di BUMN menyarankan agar mengirim surat resmi kepada Erick.
Jaksa lalu menunjukkan surat yang dikirim Lalu kepada Erick selaku Menteri BUMN.
“Ini yang dikirimkan itu? Perihal laporan kepada menteri BUMN saat itu Pak Erick Thohir?” tanya jaksa KPK.
“Iya,” jawab Lalu.
Jaksa kemudian membacakan materi surat tersebut yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris PT ASDP tidak diberikan informasi yang maksimal terkait kerja sama dengan PT JN, perusahaan yang bergerak di penyeberangan seperti halnya PT ASDP Ferry.
Komisaris tiba-tiba diundang untuk menghadiri acara penandatanganan
memorandum of understanding
(MoU) KSU antara PT ASDP Ferry dengan PT JN.
Padahal, komisaris meminta agar kerja sama itu dikaji terlebih dahulu agar Dewan Komisaris bisa memberikan saran.
Selanjutnya, kepada Erick, Lalu memperingatkan bahwa rencana yang disampaikan Direktur Utama PT ASDP Ferry saat itu, Ira Puspadewi, tidak akan menguntungkan
perusahaan BUMN
tersebut.
“Apa yang dikemukakan Dirut akan menguntungkan ASDP hanya sebagai rencana yang tidak akan tercapai, dan berpotensi menimbulkan kerugian serta tindakan memperkaya badan atau orang lain,” kata jaksa KPK membaca surat Lalu.
Lalu menyebut, KSU itu diduga menjadi modus agar PT ASDP mengakuisisi atau membeli kapal bekas PT JN.
“Kami laporan kepada Bapak Menteri bahwa kami pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) 2019 menolak
akuisisi kapal
PT JN yang dijadikan agenda RUPS pada waktu itu,” kata dia.
Jaksa KPK lalu mengonfirmasi, setelah surat itu dikirimkan kepada Erick Thohir pada Maret 2020, dirinya justru dicopot dari kursi Komisaris Utama PT ASDP Ferry pada April.
Menurut Lalu, ia berharap dipanggil Erick untuk memberikan penjelasan.
Namun, dirinya justru dicopot tanpa alasan yang jelas.
Penjelasan dari Deputi di BUMN pun mengambang.
“Dibilang ‘oh, kesalahannya Pak Menteri, Pak Lalu berprestasi, ini penataan. Nanti Pak Lalu ditempatkan, dicarikan tempat yang lain’. ‘Betul itu?’ ‘Betul’,” ungkap Lalu.
Tidak hanya dirinya, jajaran komisaris maupun direksi yang menolak menghalangi keinginan Ira mengakuisisi PT JN juga dicopot.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Lalu yang dibacakan jaksa KPK.
“Susunan direksi ataupun komisaris PT ASDP yang menjadi penghalang rencana saudari Ira Puspadewi akan dilakukan pemberhentian, dipecat,” kata jaksa, membacakan BAP Lalu.
Mereka yang dipecat adalah Wing Antariksa dan Lamane selaku Direktur PT ASDP Ferry.
Kemudian, Lalu di jajaran komisaris utama dan VP bidang Hukum ASDP Dewi Andriyani yang mengundurkan diri.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direksi PT ASDP Ferry melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas
engineering
(due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.