Tag: Wihaji

  • Kemendukbangga/BKKBN Luncurkan Logo baru, Wihaji: Simbol Semangat Baru

    Kemendukbangga/BKKBN Luncurkan Logo baru, Wihaji: Simbol Semangat Baru

    Kemendukbangga/BKKBN Luncurkan Logo baru, Wihaji: Simbol Semangat Baru
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) melakukan
    grand launching

    logo
    baru, Jumat (20/12/2024).
    Acara tersebut diadakan di Lapangan Kantor Kemendukbangga/BKKBN dan dihadiri oleh aparatur sipil negara (ASN), mitra kerja, dan masyarakat sekitar.
    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN Dr H
    Wihaji
    SAg MPd mengatakan, perubahan BKKBN dari badan menjadi kementerian tentu diiringi pembaruan logo.
    “Kami menyelenggarakan sayembara yang dinilai oleh para ahli, perguruan tinggi, dan pihak terkait. Hasil akhirnya adalah logo ini yang merepresentasikan semangat baru, kultur baru, dan identitas kementerian baru. Maka, hari ini secara resmi kami luncurkan,” ujar Wihaji dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (21/12/2024).
    Rebranding
    logo baru, tambah Wihaji, mengikuti perubahan nomenklatur BKKBN menjadi Kemendukbangga/BKKBN. Ini berdasarakan Peraturan Presiden Nomor 180 dan 181 Tahun 2024.
    Logo
    baru tersebut mencerminkan semangat dan komitmen dalam merefleksikan peran Kemendukbangga/BKKBN dalam memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM).
    “Kami juga berperan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia sesuai dengan Asta Cita Presiden Nomor 4 dan 6 untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” kata Wihaji.
    Wihaji menambahkan, Kemendukbangga/BKKBN saat ini memiliki dua program utama, yakni melanjutkan dan menyempurnakan program sebelumnya.
    “Program lama kami lanjutkan. Sementara, program baru kami buat
    quickwin.
    Kami memiliki lima
    quickwin.
    Salah satunya yang sudah kita laksanakan, yaitu Gerakan Orang Tua Asuh Cegah
    Stunting
    (Genting) untuk satu juta anak Indonesia,” kata Wihaji.
    Masih tingginya prevalensi
    stunting
    di Indonesia adalah salah satu permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam mencapai Indonesia Emas 2045.
    Berdasarkan SKI 2023, prevalensi
    stunting
    di Tanah Air tercatat berada di kisaran 21,5 persen. Angka ini hanya turun 0,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
    “Persoalan
    stunting
    merupakan isu lama dan terus menjadi salah satu program pemerintah untuk dilaksanakan. Namun, tidak semua persoalan itu negara harus hadir, kata Wihaji.
    “Maka, Kemendukbangga/BKKBN melibatkan masyarakat sekitar. Dalam hal ini program Genting yang tidak mengganggu APBN, tapi melibatkan
    stakeholder
    dan masyarakat melalui kolaborasi pentaheliks,” ucap Wihaji.
    Wihaji menjelaskan bahwa jajarannya telah mengundang, bekerja sama, dan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mendukung program orangtua asuh dalam upaya pencegahan
    stunting.
    Program tersebut terbuka bagi warga negara dan korporasi yang ingin terlibat. Anak-anak yang menjadi bagian dari program itu adalah yang berasal dari keluarga berisiko
    stunting
    (KRS) dengan jumlah mencapai 8,6 juta anak.
    “Kami punya data mereka. Orangtua asuh boleh memilih empat menu, yakni asupan gizi, air bersih, rumah tidak layak huni (RTLH) dan sanitasi, srta edukasi yang bisa dilakukan oleh perguruan tinggi,” terang Wihaji.
    Selain Genting,
    quickwin
    dari Kemendukbangga/BKKBN lain adalah Lansia Berdaya, Gerakan Ayah Teladan (GATE), Taman Asuh Anak (Tamasya) atau Daycare unggul di lembaga pemerintahan dan swasta, serta AI Super Apps tentang keluarga.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Populasi Lansia Meningkat, Ada Tren Kesepian yang Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental – Halaman all

    Populasi Lansia Meningkat, Ada Tren Kesepian yang Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia menghadapi fenomena populasi menua (aging population). 

    Data Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) mencatat peningkatan jumlah lansia di Indonesia. 

    Hal ini diungkapkan oleh Menteri Kemendukbangga Wihaji dalam Wisuda Akbar Sekolah Lansia di Bina Keluarga Lansia menuju Lansia Berdaya yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (19/12/2024). 

    “Tahun kemarin kan 10 persen, tahun sekarang 11,75 persen, dan diperkirakan tahun 2045 aging population kita itu sudah 20,5 persen. Di masa-masa emas kita 2045 itu 20,5 persen. Ini penting untuk kita pikirkan tentang bonus demografi,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Wihaji soroti meningkatnya tren kesepian pada penduduk lansia yang dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental.

    Skrining nasional yang dilakukan oleh Kemendukbangga atau BKKBN pada 2024 menunjukkan bahwa kesepian memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental lansia. 

    Sebanyak 64,4 persen lansia dilaporkan mengalami depresi. 

    Prevalensi depresi ini lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan lebih banyak dialami oleh kelompok usia di atas 80 tahun.

    Terutama mereka yang memiliki pendidikan rendah, tinggal seorang diri, dan belum menikah.

    Ada beberapa dugaan penyebabnya kenapa hal ini bisa terjadi. 

    Salah satunya karena para lansia seringkali merasakan kesendirian atau kekosongan. 

    Misalnya karena anak-anaknya sudah tidak bersama lagi, sehingga akan membuat lansia merasa tidak diperhatikan. 

    Di sisi kesehatan, lansia juga cenderung mengalami penurunan.

    Saat mengalami sakit, aktivitas yang dulu bisa banyak dilakukan, namun sudah tidak bisa dilakukan ketika sudah lansia. 

    Kondisi ini yang membuat lansia merasa tidak nyaman dengan keadaannya. 

    Untuk mengatasi hal tersebut, Untuk pemerintah perlu memberdayakan lansia melalui program yang memastikan mereka tetap produktif. 

    Salah satu contoh adalah sekolah sehat lansia. Program ini meliputi aktivitas senam, olahraga, dan interaksi positif lainnya untuk mendukung kesehatan fisik dan mental.

    Lebih lanjut, Wihaji singgung soal dampak yang mengkhawatirkan dari kesepian pada lansia.

    Salah satu ya adalah risiko meninggal dalam kesendirian. 

    Diketahui kondisi sudah banyak dilaporkan di negara maju seperti Jepang, yang mencatat lebih dari 60 ribu kasus lansia meninggal tanpa pendampingan dalam setahun.

    Menurutnya, potensi ini mungkin ada di Indonesia. 

    “Potensi seperti itu mungkin ada, dan mungkin juga sudah mulai kan. Seperti yang tadi saya sampaikan, ketika dulu orang hebat kemudian menyekolahkan anaknya. Kemudian harapannya kan orang-orang jadi orang yang hebat,” tutur Wihaji.

    “Akhirnya sama anaknya survive sendiri, punya rumah sendiri. Mungkin ada yang sampai keluar tidak balik juga ada. Yang akhirnya ya pada titik tertentu jadi masalah baru,” sambungnya.

    Oleh karena itu, keberadaan populasi menua di Indonesia membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
     

     

  • Kemendukbangga Luncurkan Logo Baru, Semangat Menuju Indonesia Emas 2045

    Kemendukbangga Luncurkan Logo Baru, Semangat Menuju Indonesia Emas 2045

    Jakarta: Kemendukbangga/BKKBN meluncurkan logo baru yang mencerminkan semangat perubahan dan komitmen terhadap pembangunan sumber daya manusia (SDM). 

    Peluncuran menjadi bagian dari upaya kementerian untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 melalui berbagai program inovatif.

    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji mengatakan, perubahan BKKBN dari badan menjadi kementerian  diiringi dengan pergantian logo. Prosesnya melalui sayembara dan penilaian oleh para ahli serta perguruan tinggi. 

    “Hasilnya adalah logo baru yang melambangkan semangat baru, kultur baru, dan kementerian baru. Maka, hari ini kita resmi meluncurkannya,” ujar Wihaji dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 20 Desember 2024. 

    Wihaji menambahkan, kementerian memiliki dua program: melanjutkan dan menyempurnakan. Program lama akan dilanjutkan dan program baru akan dibuat quickwin. 

    “Kita memiliki lima quickwin. Salah satunya yang sudah kita laksanakan, yaitu Genting (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting) untuk satu juta anak Indonesia,” ujar Wihaji.

    “Termasuk juga  Lansia Berdaya, Gerakan Ayah Teladan (GATE), Taman Asuh Anak (Tamasya) atau Daycare unggul di lembaga pemerintahan dan swasta, dan
    AI Super Apps tentang keluarga,” tambah Wuhaji..

    Rebranding logo baru, menurut Wihaji, mengikuti perubahan nomenklatur BKKBN menjadi Kemendukbangga/BKKBN  berdasarakan Peraturan Presiden Nomor 180 dan 181 Tahun 2024. Logo baru ini  mencerminkan semangat dan komitmen dalam merefleksikan peran Kemendukbangga dalam memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia sesuai dengan Asta Cita Presiden Nomor 4 dan 6 untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

    Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam mencapai Indonesia Emas 2045 adalah masih tingginya prevalensi stunting di Indonesia, yang saat ini tercatat  21,5 persen (SKI 2023). Dibanding tahun sebelumnya angkanya hanya turun 0,1 persen.

    Persoalan stunting, menurut Wihaji merupakan  isu lama dan terus menjadi salah satu program pemerintah untuk dilaksanakan. Tapi tidak semua persoalan, negara harus hadir di dalamnya. Maka, Kemendukbangga/BKKBN  melibatkan masyarakat sekitar. 

    “Dalam hal ini program Genting, yang tidak mengganggu APBN, tapi melibatkan stakeholder dan masyarakat kita pakai teori modern, pentahelix,” urai Wihaju.

    Wihaji mengatakan, jajarannya sudah mengundang, bekerja sama dan menandatangani MoU dengan berbagai stakeholder untuk menjadi orang tua asuh cegah stunting. Warga negara dan korporasi bisa ikut terlibat di dalamnya. Anak asuhnya adalah anak-anak KRS (Keluarga Risiko Stunting) yang jumlahnya 8,6 juta.

    “Kita punya data mereka. Orang tua asuh boleh memilih empat menu:  asupan gizi, air bersih, rumah tidak layak huni (RTLH)  dan sanitasi, dan  edukasi yang bisa dilakukan oleh perguruan tinggi,” ujar Wihaji.

    Jakarta: Kemendukbangga/BKKBN meluncurkan logo baru yang mencerminkan semangat perubahan dan komitmen terhadap pembangunan sumber daya manusia (SDM). 
     
    Peluncuran menjadi bagian dari upaya kementerian untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 melalui berbagai program inovatif.
     
    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji mengatakan, perubahan BKKBN dari badan menjadi kementerian  diiringi dengan pergantian logo. Prosesnya melalui sayembara dan penilaian oleh para ahli serta perguruan tinggi. 
    “Hasilnya adalah logo baru yang melambangkan semangat baru, kultur baru, dan kementerian baru. Maka, hari ini kita resmi meluncurkannya,” ujar Wihaji dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 20 Desember 2024. 
     
    Wihaji menambahkan, kementerian memiliki dua program: melanjutkan dan menyempurnakan. Program lama akan dilanjutkan dan program baru akan dibuat quickwin. 
     
    “Kita memiliki lima quickwin. Salah satunya yang sudah kita laksanakan, yaitu Genting (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting) untuk satu juta anak Indonesia,” ujar Wihaji.
     
    “Termasuk juga  Lansia Berdaya, Gerakan Ayah Teladan (GATE), Taman Asuh Anak (Tamasya) atau Daycare unggul di lembaga pemerintahan dan swasta, dan
    AI Super Apps tentang keluarga,” tambah Wuhaji..
     
    Rebranding logo baru, menurut Wihaji, mengikuti perubahan nomenklatur BKKBN menjadi Kemendukbangga/BKKBN  berdasarakan Peraturan Presiden Nomor 180 dan 181 Tahun 2024. Logo baru ini  mencerminkan semangat dan komitmen dalam merefleksikan peran Kemendukbangga dalam memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia sesuai dengan Asta Cita Presiden Nomor 4 dan 6 untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
     
    Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam mencapai Indonesia Emas 2045 adalah masih tingginya prevalensi stunting di Indonesia, yang saat ini tercatat  21,5 persen (SKI 2023). Dibanding tahun sebelumnya angkanya hanya turun 0,1 persen.
     
    Persoalan stunting, menurut Wihaji merupakan  isu lama dan terus menjadi salah satu program pemerintah untuk dilaksanakan. Tapi tidak semua persoalan, negara harus hadir di dalamnya. Maka, Kemendukbangga/BKKBN  melibatkan masyarakat sekitar. 
     
    “Dalam hal ini program Genting, yang tidak mengganggu APBN, tapi melibatkan stakeholder dan masyarakat kita pakai teori modern, pentahelix,” urai Wihaju.
     
    Wihaji mengatakan, jajarannya sudah mengundang, bekerja sama dan menandatangani MoU dengan berbagai stakeholder untuk menjadi orang tua asuh cegah stunting. Warga negara dan korporasi bisa ikut terlibat di dalamnya. Anak asuhnya adalah anak-anak KRS (Keluarga Risiko Stunting) yang jumlahnya 8,6 juta.
     
    “Kita punya data mereka. Orang tua asuh boleh memilih empat menu:  asupan gizi, air bersih, rumah tidak layak huni (RTLH)  dan sanitasi, dan  edukasi yang bisa dilakukan oleh perguruan tinggi,” ujar Wihaji.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ALB)

  • Seperti Jepang, Lansia di Indonesia Juga Punya Potensi Meninggal Kesepian

    Seperti Jepang, Lansia di Indonesia Juga Punya Potensi Meninggal Kesepian

    Jakarta

    Sama seperti banyak negara lain, Indonesia menghadapi tren aging population. Terlebih, catatan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) menunjukkan pada 2023 jumlah lansia sudah melampaui 11 persen dari total populasi Indonesia atau sekitar 30 juta orang.

    Menteri Kemendukbangga Wihaji bahkan menyebut estimasi atau perkiraan aging population akan meningkat drastis di 2045.

    “Tahun kemarin kan 10 persen, tahun sekarang 11,75 persen dan diperkirakan tahun 2045 aging population kita itu sudah 20,5 persen. Di masa-masa emas kita 2045 itu 20,5 persen. Ini penting untuk kita pikirkan tentang bonus demografi,” terang dia dalam konferensi pers, Kemendukbangga, Kamis (19/12/2024).

    Meski angka harapan hidup mulai meningkat menjadi rata-rata 76 tahun, Kemendukbangga melaporkan hanya ada sekitar 4 persen yang dinyatakan sehat. Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi kualitas hidup lansia.

    Salah satu dampak dari menuanya populasi adalah tren kesepian. Kesepian pada lansia menurutnya tidak boleh diabaikan. Selain berpengaruh pada kesehatan fisik, secara psikis juga jelas terganggu.

    “Sehingga bisa memiliki pikiran-pikiran yang aneh, bisa melahirkan keputusasaan,” lanjut dia.

    Karenanya, perlu ada pemberdayaan lansia dari pemerintah dalam memastikan kegiatan mereka tetap produktif. Salah satunya seperti sekolah sehat lansia yang memungkinkan mereka berinteraksi secara positif termasuk senam, berolahraga, dan sebagainya demi memastikan sehat jiwa dan raga.

    Skrining nasional Kemendukbangga atau BKKBN pada 2024 juga menunjukkan kesepian berdampak pada kesehatan mental lansia. Ada 64,4 persen yang mengalami depresi. Prevalensinya lebih tinggi pada perempuan ketimbang laki-laki dan lebih banyak dialami kelompok 80 tahun ke atas. Utamanya mereka dengan pendidikan rendah maksimal SD, tinggal seorang diri, dan belum menikah.

    Potensi Meninggal dalam Kesepian

    Efek lain yang terbilang fatal adalah meninggal dalam kesepian. Kondisi ini rentan dialami kelompok lansia dan sudah lebih banyak dilaporkan di beberapa negara maju termasuk Jepang.

    Dalam setahun, Jepang bahkan melaporkan lebih dari 60 ribu lansia meninggal dalam kesendirian saat tidak ada pendampingan.

    “Potensi seperti itu mungkin ada, dan mungkin juga sudah mulai kan. Seperti yang tadi saya sampaikan, ketika dulu orang hebat kemudian menyekolahkan anaknya. Kemudian harapannya kan orang-orang jadi orang yang hebat,” tutur dia.

    “Akhirnya sama anaknya survive sendiri, punya rumah sendiri. Mungkin ada yang sampai keluar tidak balik juga ada. Yang akhirnya ya pada titik tertentu jadi masalah baru,” lanjutnya.

    Kebanyakan atau mayoritas populasi lansia berusia 60 hingga 70 tahun hidup sendirian lantaran anak-anak mereka sudah memiliki keluarga masing-masing, sehingga tidak bisa hadir dalam 24 jam.

    (naf/kna)

  • Wamen BKKBN Paparkan Program Genting untuk Cegah Stunting di Bali

    Wamen BKKBN Paparkan Program Genting untuk Cegah Stunting di Bali

    Denpasar: Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Wakil Kepala BKKBN, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, melakukan kunjungan kerja ke Bali pada Jumat, 13 Desember 2024. Kunjungan berlangsung di Balai Penyuluhan Keluarga Berencana (KB) di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan. 

    Dalam kesempatan tersebut, Wamen Isyana memaparkan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).

    Dalam sambutannya, Wamen Isyana menyebutkan angka stunting secara nasional telah menunjukkan penurunan. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting tercatat sebesar 21,6 persen. Angka ini turun tipis menjadi 21,5 persen pada 2023 menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI).

    “Penurunan ini masih belum signifikan. Kita membutuhkan terobosan agar masalah stunting bisa segera diatasi,” ujar Isyana. Menurutnya, upaya pencegahan stunting tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Semua pihak, termasuk sektor swasta, perlu dilibatkan.

    Untuk mempercepat penurunan angka stunting, BKKBN meluncurkan program Genting. Program ini mengusung semangat gotong royong, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama menekan angka stunting di Indonesia.
    Stunting di Bali Terendah Nasional
    Plt Kepala Perwakilan BKKBN Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih, melaporkan prevalensi stunting di Bali tercatat sebagai yang terendah di Indonesia, yakni sebesar 7,2 persen pada 2023. Namun, Kota Denpasar mencatatkan peningkatan prevalensi menjadi 10,8 persen. Adapun Kabupaten Badung dan Klungkung menjadi daerah dengan prevalensi terendah di Bali.

    Ketua Forum Generasi Berencana (GenRe) Bali, Kadek Jayanta, turut hadir dalam acara tersebut. Ia mengapresiasi program Genting sebagai langkah strategis dalam menekan stunting di tingkat lokal maupun nasional.

    Ditemui usai acara, Wamen Isyana menekankan pentingnya kunjungan kerja ini untuk memantau langsung implementasi program Genting yang sebelumnya diluncurkan oleh Menteri Wihaji di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

    “Kami ingin memastikan bagaimana pelaksanaan program ini di lapangan. Yang terpenting adalah memprioritaskan 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari masa kehamilan hingga bayi berusia dua tahun. Ini adalah periode krusial untuk mencegah stunting,” tegas Isyana.

    Dengan program Genting, pemerintah berharap dapat mempercepat penurunan angka stunting melalui sinergi semua pihak, baik di tingkat nasional maupun daerah.

    Denpasar: Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Wakil Kepala BKKBN, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, melakukan kunjungan kerja ke Bali pada Jumat, 13 Desember 2024. Kunjungan berlangsung di Balai Penyuluhan Keluarga Berencana (KB) di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan. 
     
    Dalam kesempatan tersebut, Wamen Isyana memaparkan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).
     
    Dalam sambutannya, Wamen Isyana menyebutkan angka stunting secara nasional telah menunjukkan penurunan. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting tercatat sebesar 21,6 persen. Angka ini turun tipis menjadi 21,5 persen pada 2023 menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI).
    “Penurunan ini masih belum signifikan. Kita membutuhkan terobosan agar masalah stunting bisa segera diatasi,” ujar Isyana. Menurutnya, upaya pencegahan stunting tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Semua pihak, termasuk sektor swasta, perlu dilibatkan.
     
    Untuk mempercepat penurunan angka stunting, BKKBN meluncurkan program Genting. Program ini mengusung semangat gotong royong, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama menekan angka stunting di Indonesia.
    Stunting di Bali Terendah Nasional
    Plt Kepala Perwakilan BKKBN Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih, melaporkan prevalensi stunting di Bali tercatat sebagai yang terendah di Indonesia, yakni sebesar 7,2 persen pada 2023. Namun, Kota Denpasar mencatatkan peningkatan prevalensi menjadi 10,8 persen. Adapun Kabupaten Badung dan Klungkung menjadi daerah dengan prevalensi terendah di Bali.
     
    Ketua Forum Generasi Berencana (GenRe) Bali, Kadek Jayanta, turut hadir dalam acara tersebut. Ia mengapresiasi program Genting sebagai langkah strategis dalam menekan stunting di tingkat lokal maupun nasional.
     
    Ditemui usai acara, Wamen Isyana menekankan pentingnya kunjungan kerja ini untuk memantau langsung implementasi program Genting yang sebelumnya diluncurkan oleh Menteri Wihaji di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
     
    “Kami ingin memastikan bagaimana pelaksanaan program ini di lapangan. Yang terpenting adalah memprioritaskan 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari masa kehamilan hingga bayi berusia dua tahun. Ini adalah periode krusial untuk mencegah stunting,” tegas Isyana.
     
    Dengan program Genting, pemerintah berharap dapat mempercepat penurunan angka stunting melalui sinergi semua pihak, baik di tingkat nasional maupun daerah.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ALB)

  • Banyak Anak di RI Fatherless, Begini Dampaknya Tumbuh Tanpa Peran Ayah

    Banyak Anak di RI Fatherless, Begini Dampaknya Tumbuh Tanpa Peran Ayah

    Jakarta

    Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2021, diperkirakan ada sebanyak 20,9 persen anak-anak di Indonesia yang kehilangan sosok ayah atau fatherless. Berdasarkan data UNICEF tersebut, mereka kehilangan kehadiran ayah karena perceraian, pekerjaan, hingga kematian.

    Sedangkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode yang sama, hanya sebanyak 37,17 persen anak usia 0-5 tahun di Indonesia yang mendapatkan pengasuhan lengkap dari kedua orang tuanya.

    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji menuturkan bahwa situasi ini bisa berdampak buruk, khususnya pada perkembangan mental anak. Ketika anak membutuhkan support system yang lengkap dari kedua orang tua, ia justru tidak mendapatkannya.

    “Maka harus ada support system yang menggantikan ayah di keluarga. Bisa dari pakde, paman, atau kakek,” kata Wihaji ketika dihubungi oleh detikcom, Senin (16/12/2024).

    Wihaji menuturkan ada satu faktor besar dalam fenomena fatherless di Indonesia, yaitu masih adanya persepsi bahwa tugas ayah hanya bekerja dan pengasuhan anak diserahkan sepenuhnya pada ibu. Padahal, menurut Wihaji pengasuhan anak yang baik harus diberikan secara lengkap dan menjadi tanggung jawab kedua orang tua secara bersama-sama.

    Ia menekankan bahwa penting untuk kedua orang tua bisa menjadi tempat curhat bagi anak. Mengedepankan komunikasi dengan anak menurutnya menjadi hal yang penting untuk meningkatkan hubungan orang tua dan anak, yang mungkin selama ini kurang diperhatikan.

    “Saya meyakini kalau mau membangun keluarga maka dimulai dari keluarga dan sering ngobrol dengan keluarga. Kalau tidak ngobrol, maka semuanya akan cenderung ngobrol dengan yang lain. Misalnya bisa melalui medsos atau bisa dengan yang lain,” ujarnya.

    “Kunci utama pembangunan keluarga adalah menciptakan ketentraman kebahagiaan dan mandiri dan semua itu harus dimulai dengan ngobrol dengan keluarga,” beber Wihaji.

    Fenomena fatherless juga sempat disinggung dampaknya oleh psikolog klinis Annisa Mega Radyani. Dia mengatakan dampak fatherless bisa berbeda pada setiap anak.

    Sosok ayah diidentikkan dengan memberikan rasa ‘aman dan nyaman’ bagi seorang anak. Bagi anak yang kehilangan sosok ayah, mereka seringkali akan mencari sosok ayah sepanjang hidupnya.

    “Kemudian bisa jadi juga anak ini jadi bingung, kira-kira sosok laki-laki jadi panutan itu seperti apa sih? Jadi sebenarnya secara psikologis mungkin dia akan mencari orang lain untuk menjadi sosok ‘fathernya’ dia,” jelas Annisa.

    Selain itu, anak akan kehilangan kepercayaan diri atau menjadi sulit percaya. Anak akan memiliki pandangan berbeda kepada laki-laki dan hal tersebut dapat mempengaruhi kondisi sosialnya ketika beranjak dewasa.

    (avk/kna)

  • 20 Persen Anak RI ‘Fatherless’, Kehilangan Sosok Ayah gegara Ini

    20 Persen Anak RI ‘Fatherless’, Kehilangan Sosok Ayah gegara Ini

    Jakarta

    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji menyoroti fenomena anak di Indonesia yang tumbuh tanpa kehadiran sosok ayah. Fatherless merupakan sebuah fenomena yang terjadi ketika anak tidak mendapatkan pengasuhan yang baik dari ayah, meskipun ayahnya sebenarnya ada.

    Menurut Wihaji, salah satu faktor utama fenomena fatherless adalah masih kuatnya persepsi pengasuhan anak hanya sebagai tugas ibu saja. Padahal peran ayah sebagai kepala keluarga untuk mengasuh anak juga dibutuhkan.

    Ayah yang bekerja untuk mencari nafkah seringkali dianggap sudah tidak perlu mengasuh anak.

    “Salah satu penyebab utama adalah anak sering dipersepsikan menjadi tanggung jawab ibu baik mulai masa kehamilan sampai usia dewasa,” kata Wihaji ketika dihubungi detikcom, Senin (16/12/2024).

    “Ayah di alam bawah sadarnya dipersepsikan hanya bertanggung jawab tentang kewajiban ekonomi,” sambungnya lagi.

    Wihaji menuturkan kedua orang tua memiliki kewajiban yang setara dalam pengasuhan anak. Mereka harus mengasuh dan memperhatikan anak sebagai tanggung jawab bersama.

    “Karena itu di Indonesia masih banyak persepsi tersebut dibebankan pada ibu. Saya sering sampaikan problem keluarga itu ya berawal dari keluarga maka penyelesaiannya kita kembalikan ke keluarga,” tandasnya.

    Berdasarkan data dari UNICEF, pada tahun 2021 diperkirakan ada sekitar 20,9 persen anak-anak di Indonesia kehilangan peran ayah dalam keseharian mereka. Dalam periode yang sama, Badan Pusat Statistik mencatat hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun yang secara penuh diasuh penuh oleh kedua orang tuanya.

    (avk/kna)

  • Wakil Kepala BKKBN: Angka Stunting Nasional Turun Tidak Banyak, Perlu Ada Terobosan – Halaman all

    Wakil Kepala BKKBN: Angka Stunting Nasional Turun Tidak Banyak, Perlu Ada Terobosan – Halaman all

    TRIBUNNEWS COM, JAKARTA – Wakil Menteri (Wamen) Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala BKKBN RI, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka menyebut secara nasional telah terjadi penurunan angka stunting.

    Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI)  2022 menunjukkan prevalensi stunting  di posisi 21,6 persen. Lalu, turun pada  2023 menjadi 21,5% (Survei Kesehatan Indonesia).

    “Penurunannya tidak terlalu banyak. Harus ada terobosan agar bisa segera diatasi,” katanya. Untuk itu, lanjut dia, pencegahan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Akan tetapi melibatkan berbagai pihak. Termasuk juga peran swasta,” kata Isyana saat kunjungan kerja (kunker) ke Bali, Minggu(15/12/2024).

    Dalam kunker di Balai Penyuluhan Keluarga Berencana (KB), Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Bali tersebut Wamen Isyana menyampaikan paparan tentang program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).

    Menurut Isyana Bagoes Oka,  pemerintah

    melalui Kemendukbangga/BKKBN menginisiasi program baru bernama “Genting”. Sebuah program penting dan strategis. Gerakan ini melibatkan seluruh komponen anak bangsa dalam menurunkan stunting melalui pendekatan gotong royong. 

    Sementara itu, Plt Kepala Perwakilan BKKBN Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih melaporkan bahw. Prevalensi stunting di Bali terendah di Indonesia, yakni 7,2 persen tahun 2023. 

    “Tertinggi, ada kenaikan di Denpasar menjadi 10,8 persen, sedangkan terendah di Kabupaten Badung dan Klungkung,” ujar Ni Luh dalam acara yang juga dihadiri Ketua Forum GenRe Bali, Kadek Jayanta.

    Ditemui seusai pertemuan, Wamen Isyana Bagoes Oka mengatakan, kunker ke Bali tersebut untuk melihat secara langsung  program Genting yang diluncurkan belum lama ini oleh Menteri Wihaji di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

    “Kami akan lihat seperti apa kondisinya. Tapi yang paling penting adalah 1.000 hari pertama kehidupan  menjadi hal yang sangat penting. Mulai dari ibu hamil sampai bayi usia dua tahun. Itu menjadi momen-momen untuk mencegah stunting,” tandasnya. 

     

  • Program Genting, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting Diperluas Hingga Indonesia Timur – Halaman all

    Program Genting, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting Diperluas Hingga Indonesia Timur – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji mengatakan, pihaknya akan mengakselerasi penurunan stunting di wilayah Indonesia timur melalui program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting ‘GENTING’.

    “Sedang dirumuskan tapi tentu tidak hanya di Jawa, ke NTT ke Indonesia Timur,” kata dia saat ditemui di Kabupaten Bogor, Jumat (13/12/2024).

    Genting merupakan inisiatif sosial seluruh elemen masyarakat dalam mengurangi jumlah Keluarga Risiko Stunting (KRS) secara signifikan.

    Masyarakat secara perorangan atau berkelompok bisa ikut membantu KRS.

    Para pihak termasuk industri dan swasta bisa turut melakukan intervensi atau menjadi orang tua asuh bagi KRS, dengan memberikan nutrisi, non nutrisi, akses air bersih dan edukasi.

    Bantuan dari orang tua asuh akan langsung diterima KRS, difasilitasi oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) dengan data yang bisa diakses di BKKBN.

    “Kami akan terus monitoring dan evaluasi, kami terus rapikan data agar tepat sasaran,” jelas mantan bupati Batang ini.

    Diketahui saat ini ada 8,6 juta keluarga dengan kategori berisiko stunting di seluruh Indonesia, dimana 1,4 juta diantaranya masuk dalam kategori ekstrem.

    Salah satu pelaksanaan Genting dilakukan  Jimmy Hantu, pengusaha di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/12/2024).

    Ia telah menjadi orang tua asuh stunting terhadap  200 lebih bayi di bawah dua tahun (baduta) yang berasal dari keluarga berisiko stunting.

     

  • Menteri Wihaji: Program Makan Bergizi Perlu Berkolaborasi dengan Program Kependudukan – Halaman all

    Menteri Wihaji: Program Makan Bergizi Perlu Berkolaborasi dengan Program Kependudukan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menekankan pentingnya memadukan program kependudukan, seperti pengendalian angka kelahiran dan perencanaan keluarga, dengan program perbaikan gizi masyarakat.

    Hal itu disampaikan Wihaji saat melakukan audiensi strategis dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Selasa (12/12/2024).

    Menurut mantan bupati Batang ini, penting juga pemanfaatan data kependudukan sebagai dasar perumusan kebijakan dalam program makan bergizi gratis (MBG).

    “Dari 75 juta keluarga yang terdata, 8,6 juta diantaranya adalah keluarga berisiko stunting,” ungkap Wihaji.

    Kemendukbangga ujar dia,  mengoptimalkan tenaga lini lapangan, seperti Penyuluh KB (PKB) dan Tim Pendamping Keluarga (TPK), dalam mendukung distribusi dan edukasi terkait gizi.

    Pertemuan ini membahas berbagai strategi untuk mengintegrasikan kebijakan kependudukan dengan program peningkatan gizi nasional, berlangsung di kantor BGN, Jakarta.

    Fokus utama audiensi ini adalah penguatan kerja sama lintas sektor guna menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

    Kepala Badan Gizi Nasional, Prof Dr Ir Dadan Hindayana pun mengapresiasi perhatian Kemendukbangga/BKKBN terhadap isu gizi.

    Pertemuan ini juga menghasilkan beberapa rencana strategis untuk mengatasi tantangan gizi di Indonesia.

    Salah satu langkah konkret adalah memperkuat edukasi kepada keluarga muda tentang pentingnya asupan gizi selama masa kehamilan dan menyusui. Selain itu, program peningkatan akses makanan bergizi melalui kerja sama dengan berbagai pihak juga menjadi prioritas.