Tag: Wihaji

  • Bahlil Lahadalia jadi Ketua Dewan Kehormatan DPP Ormas MKGR

    Bahlil Lahadalia jadi Ketua Dewan Kehormatan DPP Ormas MKGR

    Hal itu sesuai dengan kesepakatan seluruh pengurus dan pimpinan DPD ormas MKGR Provinsi

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum DPP Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Adies Kadir mengungkapkan bahwa Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia disepakati menjadi Ketua Dewan Kehormatan DPP ormas MKGR.

    Hal itu sesuai dengan kesepakatan seluruh pengurus dan pimpinan DPD ormas MKGR Provinsi.

    “Yang saya hormati Bapak Bahlil Lahadalia, yang malam ini mewakili Bapak Wakil Presiden RI hadir dan juga kebetulan saat ini beliau ketua umum saya di Partai Golkar dan juga barusan tadi siang disepakati oleh seluruh pengurus dan pimpinan DPD Ormas MKGR Provinsi untuk menjadi Ketua Dewan Kehormatan DPP Ormas MKGR beserta ibu yang hadir di tengah-tengah kita,” kata Adies dalam sambutannya di Puncak HUT Ke-65 Ormas MKGR 2025, Jakarta, Sabtu malam.

    Adapun acara ini dihadiri oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni Raffi Ahmad, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.

    Kemudian, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Wakil Ketua MPR RI Kahar Muzakir, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Christina Aryani, Gubernur Lemhannas Ace Hasan Syadzily, Wakil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus, Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung, dan seluruh anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI.

    Selain itu, juga hadir Sekretaris Jenderal (Sekjen) Golkar Sarmuji dan Wakil Ketua Umum sekaligus Ketua MKGR Adies Kadir. Ketua Dewan Pembina sekaligus Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Bendahara Umum Golkar Sari Yuliati, Ketua Dewan Etik Golkar Muhammad Hatta serta Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bahlil hadiri Rakernas MPO dan HUT Ke-65 MKGR

    Bahlil hadiri Rakernas MPO dan HUT Ke-65 MKGR

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menghadiri Rakernas MPO dan HUT Ke-65 Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) di kawasan Karet, Jakarta, Sabtu malam.

    Dia tiba sekitar pukul 19.44 WIB dengan mengenakan kemeja putih yang dibalut dengan jas MKGR berwarna jingga.

    Bahlil didampingi Ketua Umum DPP Ormas MKGR Adies Kadir. Mereka tampak disambut dengan tarian dan lagu E Mambo Simbo yang berasal dari Papua.

    Sebelumnya, Senin (30/12/2024), Ketua Umum DPP Ormas MKGR Adies Kadir mengungkapkan tema Rakernas dan MPO Ormas MKGR tahun 2025 adalah MKGR Solid Menuju Indonesia Emas dengan Sub Tema Ormas MKGR dari pelosok desa mengepung kota.

    Menurutnya, konsolidasi nasional Rakernas dan MPO ini sebagai langkah persiapan menuju Musyawarah Besar (Mubes) Ke-10 Ormas MKGR dengan salah satu agenda penting memilih ketua umum periode tahun 2025-2029 Ini juga digelar sebagai legal standing Mubes Ormas MKGR.

    “Persiapan-persiapan dalam rangka menyelenggarakan Mubes Ormas MKGR rencananya akan dimulai pada pertengahan tahun 2025,” ucap Adies.

    Setelah pelaksanaan Rakernas dan MPO, DPP Ormas MKGR akan ada perubahan struktur organisasi terhadap beberapa pengurus yang telah mengundurkan diri, berhalangan tetap dan tidak aktif.

    “Sebagai salah satu ormas yang mendirikan Partai Golkar, Ormas MKGR harus diisi oleh kader-kader yang berkualitas untuk andil membesarkan Partai Golkar,” pungkas dia.

    DPP Ormas MKGR juga akan melakukan penambahan calon pengurus yang masuk jajaran Pengurus DPP Ormas MKGR, terutama anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar yang baru di lantik pada tanggal 1 Oktober 2024.

    Adapun acara ini dihadiri oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni Raffi Ahmad, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.

    Kemudian, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Wakil Ketua MPR RI Kahar Muzakir, Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Christina Aryani, Gubernur Lemhanas Ace Hasan Syadzily, Wakil Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus, Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung, dan seluruh anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI.

    Selain itu, juga hadir Sekretaris Jenderal (Sekjen) Golkar Sarmuji dan Wakil Ketua Umum sekaligus Ketua MKGR Adies Kadir. Ketua Dewan Pembina sekaligus Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Bendahara Umum Golkar Sari Yuliati, Ketua Dewan Etik Golkar Muhammad Hatta serta Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Libatkan Kampus, Pemerintah Fokus Tangani Kemiskinan Ekstrem dan Stunting di NTT – Halaman all

    Libatkan Kampus, Pemerintah Fokus Tangani Kemiskinan Ekstrem dan Stunting di NTT – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah fokus menangani kemiskinan ekstrem dan stunting di Nusa Tenggara Timur.

    Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN dan Kementerian dan Lembaga serta universitas berkolaborasi menurunkan prevalensi kemiskinan ekstrim dan risiko stunting.

    Menteri Wihaji menuturkan, menangani kemiskinan ekstrem dan stunting NTT akan menggunakan pendekatan berbasis data riil per keluarga yang cukup komprehensif.

    “Sesuai arahan Bapak Presiden, Kemendukbangga beserta semua Kementerian lain akan terus menjalin sinergitas program dan kegiatan dalam menangani stunting, khususnya di NTT dengan memanfaatkan data kependudukan yang dimiliki Kemendukbangga/BKKBN,” ujarnya di kantor BKKBN Jakarta, Senin (13/1/2025).

    Kemudian, upaya mengatasi kemiskinan maka akan dibangun ketahanan pangan lokal yang tidak hanya berfokus pada peningkatan konsumsi pangan bergizi, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan.

    “Diversifikasi pangan lokal, seperti kelor, jagung dan sorgum, serta pemberdayaan UMKM berbasis komunitas akan mendorong kemandirian ekonomi,” tegasnya. 

    Wakil menteri kesehatan (wamenkes RI) Dante Saksono Harbuwono menambahkan, pencegahan stunting harus dicegah sejak remaja.

    Remaja putri harus dipastikan bebas dari anemia, karena itu upaya pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) menjadi penting di masa pertumbuhan. 

    Dengan demikian, minum TTD secara rutin diharapkan mampu mengurangi potensi anemia.

    “Jika calon ibu mengalami anemia maka berisiko lahir bayi dalam keadaan stunting.  Kami berkomitmen melakukan pendekatan spesifik sebelum stunting itu muncul,” ujar Dante di kesempatan yang sama.

    Merujuk data BPS, persentase kemiskinan Provinsi NTT pada Maret 2024 adalah sebesar 19,48 persen termasuk dalam tiga Provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.

    Sementara dalam konteks prevalensi stunting, NTT menjadi provinsi dengan kasus stunting tertinggi kedua di Indonesia dengan angka 37 persen dari jumlah penduduk.

    Rakor khusus ini dihadiri perwakilan Pemprov NTT, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Badan Gizi Nasional (BGN) perwakilan Universitas Brawijaya dan Universitas Muhammadiyah Malang.

  • 71 Ribu Perempuan Indonesia Ingin Menikah dan Tetap Childfree

    71 Ribu Perempuan Indonesia Ingin Menikah dan Tetap Childfree

    Liputan6.com, Yogyakarta – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji menyatakan ada sebanyak 71 ribu perempuan Indonesia yang ingin menikah, tetapi tidak ingin punya anak (childfree).Selaku menteri, Ia menghormati keputusan itu dan mengajak pengantin muda merencanakan keluarganya. “71 ribu perempuan pingin childfree. Artinya pingin. Mereka pengen nikah tetapi tidak ingin punya anak. Ini baru keinginan,” ucap Mendukbangga Wihaji, Kamis (2/1/2025) di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Namun Wihaji meyakini ‘keinginan’ itu hanya sebatas keinginan saja dan belum tentu dikerjakan. Menurutnya kultur masyarakat Indonesia berbeda. Belum lagi, jika sudah tahu nikmatnya menikah dan punya anak, mungkin itu juga menjadi pembeda.

    Mendukbangga Wihaji menyampaikan ada banyak penyebab kenapa 71 ribu perempuan tersebut ingin menikah tetapi tidak ingin punya anak. Dirinya menyebut ada ketakutan soal ekonomi, ketakutan terkait adat budaya yang berlaku dan ketiga masih fokus pada karier. “Kita edukasi, saya menghormati hak itu. Jika semisal ada yang menyatakan, pak saya ingin menikah tetapi tidak ingin punya anak, saya hormati,” tegasnya.

    Dirinya menyatakan selaku Mendukbangga dan Kepala BKKBN, sepenuhnya memastikan akan meningkatkan edukasi dan mengajak pengantin baru untuk memikirkan serta membantu negara dalam hal kependudukan. Dirinya memastikan jika keluarga benar-benar direncanakan maka akan indah pada waktunya.

    Di KUA Kecamatan Sewon, Bantul, Mendukbangga Wihaji menjadi saksi bagi 12 pasangan yang menikah lewat program ‘Sepekan Nikah Bareng’. Dalam arahannya Ia meminta pasangan pengantin untuk mewujudkan keluarga berencana. “Saya meminta pasangan untuk memperhatikan usia subur, masa kehamilan, dan pasca melahirkan dengan asupan gizi yang cukup dan diatur jaraknya. Prinsipnya tanggung jawab lebih besar setelah pasca nikah harus diseriusi agar tidak menjadi masalah baru,” paparnya.

    Dengan angka prevalensi stunting di Indonesia 2024 di angka 21,6 persen. Wihaji menyatakan seribu hari pertama pasca kelahiran adalah masa-masa penting bagi pertumbuhan anak. Menurutnya mengatasi resiko stunting ada beberapa hal yang harus segera diperbaiki.

  • Tangani Stunting di Gunungkidul, BKKBN Gandeng Semua Pihak

    Tangani Stunting di Gunungkidul, BKKBN Gandeng Semua Pihak

    Liputan6.com, Gunungkidul – Gunungkidul, salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, menghadapi tantangan besar dalam upaya menurunkan angka stunting. Meski dalam beberapa tahun terakhir angka tersebut berhasil ditekan hingga 14 persen, masih ada ribuan anak yang masuk kategori risiko stunting.

    Stunting, yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik tetapi juga perkembangan kognitif anak. Dalam perjuangan ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memainkan peran kunci sebagai motor penggerak.

    Dengan berbagai program inovatif, BKKBN tidak hanya hadir sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai mitra strategis pemerintah daerah dan masyarakat dalam melawan stunting. Salah satu langkah konkret yang dilakukan BKKBN adalah meluncurkan “Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting.”

    Program ini dirancang untuk memberikan dukungan langsung kepada keluarga dengan risiko stunting. Anak-anak dalam kategori ini dipasangkan dengan orang tua asuh yang berkomitmen untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan mereka.

    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, yang juga Kepala BKKBN, secara langsung meninjau implementasi program ini di Gunungkidul. Dalam kunjungan ke Kelurahan Karangasem, Kapanewon Paliyan, ia memastikan bahwa data keluarga risiko stunting (KRS) telah diverifikasi dan tepat sasaran.

    “Program ini memastikan anak-anak yang membutuhkan benar-benar mendapatkan bantuan. Kita lebih memilih fokus menyelamatkan satu anak dengan benar daripada banyak tetapi tanpa tindak lanjut,” ujar Wihaji.

    Di Gunungkidul, program ini menargetkan 12.261 anak dari total satu juta anak secara nasional. Pendekatan BKKBN yang berbasis data membuat program ini dapat berjalan efektif dan terukur. Selain program orang tua asuh, BKKBN juga menjadi koordinator dalam menggerakkan kolaborasi lintas sektor, yang dikenal sebagai pendekatan pentaheliks.

    Model ini melibatkan pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, akademisi, media, serta masyarakat umum untuk bersama-sama menangani stunting. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Semua pihak harus terlibat antara masyarakat, pengusaha, dan konglomerat yang ingin membantu, bisa langsung berkontribusi tanpa harus melalui pemerintah,” tegas Wihaji.

    Melalui pendekatan ini, BKKBN juga memaksimalkan peran petugas penyuluh di lapangan untuk mendampingi keluarga risiko stunting. Penyuluh bekerja langsung di tengah masyarakat, memberikan edukasi tentang pentingnya gizi, pola asuh, dan akses layanan kesehatan.

    Sementara itu, Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, mengapresiasi peran besar BKKBN dalam membantu menurunkan angka stunting di wilayahnya. Ia menyebutkan bahwa kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, yang difasilitasi oleh BKKBN, memberikan dampak nyata.

    “Angka stunting di Gunungkidul sudah menurun hingga 14 persen. Dengan dukungan BKKBN, kami optimistis angka ini akan terus menurun,” ujar Sunaryanta.

    Bupati juga berharap program-program BKKBN dapat mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di Gunungkidul. “Jika kualitas SDM meningkat, perekonomian keluarga juga akan membaik, sehingga kebutuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi,” tambahnya.

    Dengan langkah-langkah strategis yang dilakukan BKKBN, Gunungkidul menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kolaborasi yang baik dapat menghasilkan perubahan positif. BKKBN tidak hanya hadir sebagai lembaga yang memberikan solusi, tetapi juga sebagai penggerak yang memberdayakan masyarakat untuk menjadi bagian dari solusi.

    Di tengah tantangan besar, peran BKKBN membawa harapan. Harapan bahwa setiap anak di Gunungkidul, dan di seluruh Indonesia, dapat tumbuh sehat, cerdas, dan berdaya. Stunting bukan lagi sekadar angka, tetapi perjuangan untuk masa depan yang lebih baik.

  • Menteri Wihaji: Saatnya Selesaikan Masalah, Bukan Belanja Masalah

    Menteri Wihaji: Saatnya Selesaikan Masalah, Bukan Belanja Masalah

    Liputan6.com, Yogyakarta – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji mengawali hari pertama kerjanya di 2025 dengan berkunjung ke Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (2/1/2025). Kehadirannya untuk memastikan dua bersaudara penderita hidrosefalus, pembesaran kepala karena cairan, di Desa Terong, Kecamatan Dlingo mendapatkan kebutuhan dasar dari negara. “Hari ini kunjungan kerja saya ke Yogyakarta, selaku Menteri ini menjadi bagian yang saya sebut negara harus hadir. Prinsipnya kepada warga negara kita, dalam hal ini mungkin berkebutuhan khusus dalam tanda petik,” katanya.

    Di Dlingo, Menteri Wihaji menjenguk dua anak Sumini (45), Ahmad Yuandi Nurrova (16), dan Riza Gionino (13) yang terbaring sejak bayi karena menderita hidrosefalus. Kedua bersaudara ini merupakan anak ketiga dan keempat, dari lima bersaudara. Suami Sumini meninggal dunia pada tahun 2016. Guna mencukupi kebutuhan sehari-hari, Sumini mengandalkan bantuan orang tuanya serta sokongan dari anak pertama serta kedua yang sudah bekerja.

    Kehadirannya sebut Wihaji menjadi komitmen pemerintah Presiden Prabowo Subianto bahwa di tahun baru ini tetap bekerja, tetap konsisten, kurangi diskusi, dan kurangi workshop. “Sekarang terjun ke lapangan menyelesaikan masalah, jangan sering-sering belanja masalah. Masalahnya sudah ketahuan semua. Termasuk hari ini, sehingga kita sudah tahu kenapa terjun ke lapangan,” lanjut Bupati Batang, Jawa Tengah periode 2017-2022.

    Terkait dengan kondisi kedua anak Sumini, yang diketahuinya pertama kali lewat media sosial. Wihaji meminta semua pihak, baik dari pusat maupun daerah bekerja sama dalam wujud pentahelix. Melalui kunjungan lapangan ini, Wihaji menyatakan selain menunjukkan kehadiran negara. Selanjutnya akan memastikan langkah apa yang bisa negara kepada warganya. Kemudian menumbuhkan harapan, bahwa ada generasi lain yang harus diperhatikan sebagai penerus.

    “Untuk mewujudkannya, kementerian tidak bisa sendiri. Harus kerjasama semua pemangku kepentingan. Pemerintah pusat dan daerah harus bisa membuktikan bisa bareng-bareng menyelesaikan masalah,” papar Kepala BKKBN Wihaji.

  • Berapa Usia Ideal Menikah Bagi Wanita atau Laki-laki? Ini Kata Menteri Wihaji

    Berapa Usia Ideal Menikah Bagi Wanita atau Laki-laki? Ini Kata Menteri Wihaji

    Jakarta – Pernikahan dini bisa berdampak langsung pada kesejahteraan mental. Tekanan tidak mampu menjalani tugas sebagai orang tua dan masalah keuangan, bisa menyebabkan gangguan mental, seperti stres hingga depresi.Lantas berapa sih usia yang pas untuk menikah?

    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Wihaji mengatakan usia perempuan yang sudah mampu berpikir secara dewasa dan matang untuk menikah adalah 21 tahun, sedangkan laki-laki 25 tahun.

    Menurutnya perempuan dan laki-laki yang menikah di usia tersebut juga memiliki mental yang cukup untuk kesiapan menjadi orang tua.

    “Itu rekomendasi kita antar umur 21 untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki,” katanya dikutip dari 20detik, Kamis (26/12/2024).

    Lebih lanjut, Wihaji mengatakan ada dampak risikonya jika seorang perempuan atau laki-laki yang menikah di bawah usia tersebut. Salah satunya KRS atau Keluarga Risiko Stunting.

    Dikutip dari laman Kementerian Keluarga Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, keluarga berisiko stunting didefinisikan sebagai keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor risiko stunting.

    Mereka yang memiliki risiko stunting dalam keluarga adalah anak remaja putri, calon pengantin, dan ibu hamil. Termasuk juga anak usia 0 hingga 23 bulan yang berasal dari keluarga miskin.

    Adapun faktor risiko stunting pada keluarga antara lain disebabkan pendidikan orang tua rendah, sanitasi lingkungan buruk, dan ketersediaan air minum yang tidak layak dalam keluarga.

    “Soalnya memang ada satu dua yang memang di bawah itu akhirnya salah satu problemnya nanti adalah KRS (Keluarga Risiko Stunting). Karena salah satu penyebabnya adalah pernikahan terlalu dini,’ sambung Wihaji.

    (suc/suc)

  • Wamen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Monitor Program Genting di Tanah Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 Desember 2024

    Wamen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Monitor Program Genting di Tanah Papua Nasional 24 Desember 2024

    Wamen Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Monitor Program Genting di Tanah Papua
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), tingkat prevalensi
    stunting
    di Provinsi Papua pada 2023 mencapai 28,6 persen. 
    Di Kota Jayapura, terdapat 12.357 keluarga risiko
    stunting
    (KRS) dengan jumlah bayi
    stunting
    sebanyak 861 orang, lima di antaranya berada di komplek Argapura Laut.
    Melihat kondisi itu, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga)/Wakil Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (
    BKKBN
    ) Isyana Bagoes Oka berkunjung ke Tanah Papua.
    Kunjungan itu dilakukan untuk melakukan
    monitoring
    program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah
    Stunting
    (Genting) di Tanah Papua, tepatnya di Argapura Laut, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Papua, Senin (23/12/2024).
    “Menjelang Hari Raya Natal, kami ingin mengetahui kondisi langsung di lapangan agar program Genting bisa berjalan dengan lancar dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam siaran pers.  
    Isyana mengatakan, Tanah Papua masih memiliki tingkat prevalensi
    stunting
    yang tinggi.
    Di Argapura Laut, Isyana menyerahkan bantuan dari Orang Tua Asuh Genting kepada sejumlah KRS yang memiliki anak-anak berusia di bawah 2 tahun.
    Dia berpesan kepada seluruh masyarakat terkhusus masyarakat Argapura Laut yang hadir untuk rutin datang ke posyandu.
    Di posyandu, masyarakat dapat mendapatkan deteksi dini dan penanganan lanjutan untuk mencegah terjadinya
    stunting
    .
    “Mudah-mudahan ke depannya ibu-ibu makin sering ke posyandu untuk bisa memantau perkembangan anak-anaknya, kesehatan, dan kegiatan-kegiatan yang seharusnya sudah bisa dilakukan untuk masing-masing anak,” ujarnya.
    Sebelum ke Argapura, Isyana beserta rombongan juga mengunjungi Bina Keluarga Balita (BKB) Mimosa Korem 172/PWY Kota Jayapura.
    Dia juga meresmikan sumber air bersih dan pipanisasi serta mandi cuci kakus (MCK) di Kampung Yanbra, Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura.
    Pembangunan sanitasi dan MCK tersebut merupakan program Tentara Nasional Indonesia (TNI) Manunggal Air yang diresmikan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII/ Cenderawasih Rudi Puruwito. 
    TNI Manunggal Air berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta sejumlah bank badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).
    Dalam peresmian tersebut, dilakukan pula akad kesepakatan sebagai Orang Tua Asuh Genting bersama sejumlah pihak.
    Isyana mengatakan, pihaknya ingin menegaskan bahwa keberhasilan dalam mencegah
    stunting
    bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama. 
    “Setiap dari kita bisa menjadi bagian dari solusi, menjadi orang tua asuh yang memberikan perhatian, dukungan dan cinta, kepada anak-anak Papua yang membutuhkan bantuan,” tuturnya.
    Adapun program Genting sebelumnya dicanangkan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji pada awal Desember 2024 agar percepatan penurunan angka
    stunting
    dapat segera terwujud.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Selamatkan Satu Anak, Selamatkan Satu Generasi

    Selamatkan Satu Anak, Selamatkan Satu Generasi

    Bangli: Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala BKKBN Wihaji berkunjung ke Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, pada Sabtu,21 Desember 2024. Kunjungan bertujuan memonitor pelaksanaan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) dan memastikan keluarga berisiko stunting di wilayah tersebut mendapatkan perhatian.

    Meskipun Bali memiliki angka prevalensi stunting terendah di Indonesia, yakni 7,2% berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, Desa Suter tetap menjadi lokus kunjungan. Hal ini disebabkan masih adanya anak balita yang belum termonitor.

    “Kunjungan kami ini untuk memastikan pelaksanaan program di lapangan. Menyelamatkan satu anak berarti menyelamatkan satu generasi,” ujar Wihaji dalam kegiatan bertajuk Kolaborasi Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting Bersama Mitra Kerja Tahun 2024.

    Kegiatan tersebut juga dihadiri Pj. Gubernur Bali SM Mahendra Jaya, serta sejumlah pejabat pusat dan daerah. Dalam sambutannya, Wihaji menekankan pentingnya intervensi bagi balita dan ibu hamil yang terindikasi stunting tanpa terkecuali.

    “Bukan hanya soal jumlah, tetapi soal keadilan. Alhamdulillah, tokoh adat, pejabat, dan bupati di Bali sepakat menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga berisiko stunting,” kata Wihaji.

    Menurutnya, gotong royong menjadi kunci keberhasilan Bali dalam menangani stunting. “Di Bangli, penanganannya dilakukan secara bersama-sama dengan semangat gotong royong,” tambahnya.

    Wihaji menjelaskan bahwa negara tetap hadir melalui program Genting untuk menangani stunting. Namun, kolaborasi lintas sektor tetap diperlukan. “Tidak semua bisa diatasi oleh negara. Kita menerapkan konsep pentahelix, yaitu kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media, dan akademisi. Dengan begitu, warga yang tidak terjangkau bantuan negara dapat terbantu oleh orang tua asuh,” ujarnya.

    Dalam program Genting, BKKBN menargetkan menyasar satu juta anak asuh secara nasional. Implementasinya tetap merujuk pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Presisi adalah kunci. Data harus akurat hingga ke tingkat nama dan alamat,” tegas Wihaji.

    Ia menambahkan, program ini terinspirasi oleh filosofi Tri Hita Karana, yang mengajarkan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan. Prinsip ini juga dianggap berkontribusi pada rendahnya angka prevalensi stunting di Bali.

    Dalam kunjungannya, Wihaji menyempatkan berdialog dengan dua keluarga risiko stunting di Desa Suter, yakni keluarga I Wayan Sariawan dan I Komang Budiarta.
    Ketidakadilan Sosial dalam Kasus Stunting
    Pj. Gubernur Bali SM Mahendra Jaya menyoroti bahwa masalah stunting tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga ketidakadilan sosial. 

    “Stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan pola asuh yang tidak tepat, terutama pada keluarga dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini menghambat tumbuh kembang anak, sehingga masa depannya menjadi tidak kompetitif,” ujarnya.

    Mahendra juga menjelaskan bahwa tingginya angka stunting mencerminkan rendahnya kualitas hidup keluarga di suatu wilayah. “Jika angka stunting tinggi, berarti banyak keluarga yang tidak bahagia dan kualitas hidupnya rendah,” katanya.

    Untuk mengatasi masalah ini, Pemprov Bali mengalokasikan anggaran sebesar Rp71,8 miliar pada 2024 untuk program percepatan penurunan stunting. Selain itu, Pemprov Bali juga mengembangkan platform Sigenting (Sistem Monitoring Pencegahan Kemiskinan dan Stunting) untuk memantau, mengevaluasi, dan mengintervensi keluarga risiko stunting dengan data yang terintegrasi lintas sektor.

    “Sebanyak 166 desa di Bali menjadi lokus intervensi kami, dengan dukungan 3.327 Tim Pendamping Keluarga,” tambah Mahendra.

    Dengan berbagai langkah ini, Bali diharapkan dapat terus mempertahankan posisinya sebagai provinsi dengan tingkat prevalensi stunting terendah di Indonesia.

    Bangli: Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala BKKBN Wihaji berkunjung ke Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, pada Sabtu,21 Desember 2024. Kunjungan bertujuan memonitor pelaksanaan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) dan memastikan keluarga berisiko stunting di wilayah tersebut mendapatkan perhatian.
     
    Meskipun Bali memiliki angka prevalensi stunting terendah di Indonesia, yakni 7,2% berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, Desa Suter tetap menjadi lokus kunjungan. Hal ini disebabkan masih adanya anak balita yang belum termonitor.
     
    “Kunjungan kami ini untuk memastikan pelaksanaan program di lapangan. Menyelamatkan satu anak berarti menyelamatkan satu generasi,” ujar Wihaji dalam kegiatan bertajuk Kolaborasi Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting Bersama Mitra Kerja Tahun 2024.
    Kegiatan tersebut juga dihadiri Pj. Gubernur Bali SM Mahendra Jaya, serta sejumlah pejabat pusat dan daerah. Dalam sambutannya, Wihaji menekankan pentingnya intervensi bagi balita dan ibu hamil yang terindikasi stunting tanpa terkecuali.
     
    “Bukan hanya soal jumlah, tetapi soal keadilan. Alhamdulillah, tokoh adat, pejabat, dan bupati di Bali sepakat menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga berisiko stunting,” kata Wihaji.
     
    Menurutnya, gotong royong menjadi kunci keberhasilan Bali dalam menangani stunting. “Di Bangli, penanganannya dilakukan secara bersama-sama dengan semangat gotong royong,” tambahnya.
     
    Wihaji menjelaskan bahwa negara tetap hadir melalui program Genting untuk menangani stunting. Namun, kolaborasi lintas sektor tetap diperlukan. “Tidak semua bisa diatasi oleh negara. Kita menerapkan konsep pentahelix, yaitu kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media, dan akademisi. Dengan begitu, warga yang tidak terjangkau bantuan negara dapat terbantu oleh orang tua asuh,” ujarnya.
     
    Dalam program Genting, BKKBN menargetkan menyasar satu juta anak asuh secara nasional. Implementasinya tetap merujuk pada Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Presisi adalah kunci. Data harus akurat hingga ke tingkat nama dan alamat,” tegas Wihaji.
     
    Ia menambahkan, program ini terinspirasi oleh filosofi Tri Hita Karana, yang mengajarkan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan. Prinsip ini juga dianggap berkontribusi pada rendahnya angka prevalensi stunting di Bali.
     
    Dalam kunjungannya, Wihaji menyempatkan berdialog dengan dua keluarga risiko stunting di Desa Suter, yakni keluarga I Wayan Sariawan dan I Komang Budiarta.
    Ketidakadilan Sosial dalam Kasus Stunting
    Pj. Gubernur Bali SM Mahendra Jaya menyoroti bahwa masalah stunting tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga ketidakadilan sosial. 
     
    “Stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan pola asuh yang tidak tepat, terutama pada keluarga dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini menghambat tumbuh kembang anak, sehingga masa depannya menjadi tidak kompetitif,” ujarnya.
     
    Mahendra juga menjelaskan bahwa tingginya angka stunting mencerminkan rendahnya kualitas hidup keluarga di suatu wilayah. “Jika angka stunting tinggi, berarti banyak keluarga yang tidak bahagia dan kualitas hidupnya rendah,” katanya.
     
    Untuk mengatasi masalah ini, Pemprov Bali mengalokasikan anggaran sebesar Rp71,8 miliar pada 2024 untuk program percepatan penurunan stunting. Selain itu, Pemprov Bali juga mengembangkan platform Sigenting (Sistem Monitoring Pencegahan Kemiskinan dan Stunting) untuk memantau, mengevaluasi, dan mengintervensi keluarga risiko stunting dengan data yang terintegrasi lintas sektor.
     
    “Sebanyak 166 desa di Bali menjadi lokus intervensi kami, dengan dukungan 3.327 Tim Pendamping Keluarga,” tambah Mahendra.
     
    Dengan berbagai langkah ini, Bali diharapkan dapat terus mempertahankan posisinya sebagai provinsi dengan tingkat prevalensi stunting terendah di Indonesia.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ALB)

  • Cek Program Genting di Lampung, Wamen Isyana Bagoes Oka Temui Ibu Hamil dan Anak Berisiko Stunting – Halaman all

    Cek Program Genting di Lampung, Wamen Isyana Bagoes Oka Temui Ibu Hamil dan Anak Berisiko Stunting – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG — Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Wamendukbangga)/Wakil Kepala BKKBN, Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka, mengecek langsung Keluarga Risiko Stunting (KRS) di Lampung Tengah dan Lampung Selatan, Jumat (20/12/2024).

    Di Lampung Tengah, ia bertemu dengan anak berusia bawah dua tahun atau baduta. Baduta itu memiliki berat dan tinggi badan di bawah standar usianya.

    Isyana juga menemui ibu hamil usia 26 minggu serta ibu hamil usia 22 minggu dengan lingkar lengan (lila) dan pemeriksaan hemoglobin (hb) di bawah standar.

    Pihaknya lalu memberikan bantuan paket gizi berupa telur, susu, dan beras.

    Serta memberikan edukasi pada orangtua dan calon orang tua bagaimana merawat anak untuk mencegah stunting.

    “Kami tidak ingin sebuah program itu hanya menjadi program seremonial belaka. Kita ingin agar evaluasi dan pemantauan terus dilakukan, kira-kira apa kendalanya di lapangan. Apakah ada hal-hal yang masih belum sesuai dengan apa yang diinginkan,” ujar wamen Isyana dalam keterangannya ditulis Sabtu (21/12/2024).

    Dalam kesempatan itu, Isyana mengingatkan pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebagai masa krusial mencegah anak mengalami stunting atau gagal tumbuh.

    “Itu yang ingin kami coba lihat. Pencegahan stunting untuk mewujudkan Asta Cita ke-4 Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yakni pembangunan Sumber Daya Manusia, untuk mencapai Generasi Emas 2045,” urai mantan pembaca berita di stasiun TV nasional ini.

    Sebelumnya pada awal Desember lalu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Dr. Wihaji meluncurkan program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).

    Melalui program Genting, semua pihak yang ingin menjadi orang tua asuh dapat mengetahui sasaran Keluarga Risiko Stunting secara tepat.

    Adapun data yang digunakan adalah Pendataan Keluarga berbasis ‘by name by address’ yang dimutakhirkan setiap tahun oleh Kemendukbangga/BKKBN.