Tag: Wayan Mirna Salihin

  • Pupusnya Langkah Jessica Wongso Pulihkan Nama dari Kasus Kopi Sianida 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Agustus 2025

    Pupusnya Langkah Jessica Wongso Pulihkan Nama dari Kasus Kopi Sianida Nasional 16 Agustus 2025

    Pupusnya Langkah Jessica Wongso Pulihkan Nama dari Kasus Kopi Sianida
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Agung (MA) kembali menolak peninjauan kembali (PK), Jessica Kumala Wongso, di kasus kopi sianida, yakni perkara pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
    Penolakan kedua ini diputus oleh majelis hakim pada Kamis (14/8/2025) lalu.
    “Amar putusan, tolak,” terlihat dari situs Mahkamah Agung.
    Perkara PK yang teregister dengan nomor 78/PK/PID/2025 ini merupakan kali kedua Jessica mengajukan PK.
    Jessica sudah tidak mendekam di balik jeruji besi setelah dinyatakan bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2024 lalu.
    Upaya PK ini diajukan semata-mata untuk memulihkan nama baiknya.
    Hal ini disampaikan oleh pengacara Otto Hasibuan yang menemani Jessica untuk mendaftarkan perkara PK ini ke pengadilan.
    “Secara jasmani dia (Jessica) sudah bebas, tetapi rupanya Jessica tetap mengatakan bahwa selama masih ada kesempatan yang diberikan oleh undang-undang atau hukum kepada saya untuk mengajukan PK, saya akan menggunakan kesempatan itu,” ujar Otto Hasibuan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada, 9 Oktober 2024 lalu.
    Beberapa waktu sebelum mengajukan PK, kasus kopi sianida ramai dibicarakan karena diangkat menjadi documentary Netflix “Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso”.
    Bahkan, ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin sempat muncul dan diwawancara sejumlah media untuk memberikan pendapatnya terkait kasus di tahun 2016 silam.
    Dalam salah satu wawancara itu, Edi sempat menyinggung soal sebuah rekaman CCTV yang menurutnya dapat membuat Jessica dihukum mati.
    Tapi, rekaman itu diklaim tidak disertakan dalam persidangan sehingga Jessica “hanya” divonis penjara selama 20 tahun.
    Rekaman CCTV yang disinggung Edi pun menjadi novum untuk PK kedua Jessica.
    “Alasan PK kami ini ada beberapa hal, pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini,” kata Otto.
    Novum ini berupa rekaman-rekaman CCTV kejadian di lokasi pembunuhan terjadi, Kafe Olivier di Mall Grand Indonesia.
    Otto menjelaskan, ketika persidangan berlangsung, CCTV yang diperlihatkan tidak disebutkan asal usul tempat rekaman ini diambil.
    “Sejak semula di persidangan dulu, kami sudah dengan tegas menolak CCTV ini diputar dengan alasan kami tidak melihat bukti bahwa dari mana sumber diambilnya CCTV ini,” imbuh Otto.
    Persidangan PK ini pun dimulai pada Oktober 2024.
    Selama persidangan bergulir, pihak jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum Jessica sama-sama menghadirkan saksi ahli untuk menguatkan kasus mereka.
    Salah satu saksi ahli yang dihadirkan ini adalah Pakar Digital Forensik Rismon Sianipar. Dalam sidang, Rismon menjelaskan sejumlah analisisnya.
    Tapi, jaksa mengajukan keberatan. Kredibilitas Rismon juga dipertanyakan karena dirinya sempat membuat beberapa konten yang dinilai jaksa menjatuhkan, bahkan menyebarkan kebencian terhadap aparat penegak hukum.
    “Keterangan ahli digital forensik pemohon PK 3, Rismon yang sekarang lebih sibuk menjadi YouTuber yang mempromosikan ujaran kebencian, fitnah dan caci maki daripada menjadi ahli yg kompeten hanyalah tambahan dari argumennya yang tidak berdasar yang patut dicela,” ujar Jaksa Shandy Handika dalam persidangan di Ruang Kusuma Atmadja 4 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gunung Sahari Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).
    Rismon sendiri memberikan keterangan di hadapan hakim pada 4 November 2024 lalu.
    Keterangannya di sidang itu dinilai jaksa sama seperti yang disebutkan pada 2016 silam. Perdebatan beberapa kali terjadi saat jaksa mencecar keahlian Rismon.
    Persidangan pemeriksaan administrasi PK ini selesai bergulir di PN Jakarta Pusat pada 12 Desember 2024.
    Rangkuman pemeriksaan dan keterangan saksi ahli yang disampaikan selama sidang pun dikirim ke MA untuk diputus.
    Kasus pembunuhan berencana ini terjadi pada 2016 lalu. Kejadian ini bermula dari rencana pertemuan empat mahasiswa Indonesia yang sempat kuliah bareng di Australia.
    Alumni Billy Blue College, Mirna, Jessica, Hani Boon Juwita, dan Vera, merencanakan pertemuan mereka di Jakarta.
    Pertemuan Jessica dan Mirna dan satu orang temannya berlangsung di Kafe Olivier, Grand Indonesia (GI), Tanah Abang, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016.
     
    Pada hari itu, Jessica memutuskan datang lebih awal ke tempat yang disetujui karena hendak menghindari 3 in 1 Jakarta.
    Saat itu, ia berinisiatif untuk memesankan es kopi vietnam dan dua cocktail. Es kopi vietnam itu sengaja dipesan untuk Mirna.
    Kemudian, Mirna tiba bersama Hani. Tak lama setelah bertegur sapa, Mirna langsung meminum es kopi vietnam dan kejang-kejang.
    Mirna kemudian meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo.
    Polisi yang menyelidiki kasus ini, menemukan kandungan zat sianida di dalam tubuh Mirna. Hasil penyelidikan itu diumumkan polisi pada 16 Januari 2016.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        MA Tolak PK Kedua Jessica Wongso pada Kasus Kopi Sianida
                        Nasional

    10 MA Tolak PK Kedua Jessica Wongso pada Kasus Kopi Sianida Nasional

    MA Tolak PK Kedua Jessica Wongso pada Kasus Kopi Sianida
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali (PK) Jessica Kumala Wongso, yang merupakan terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
    “Amar putusan, tolak,” demikian terlihat dari situs Mahkamah Agung, Jumat (15/8/2025).
    Perkara PK yang terdaftar dengan nomor 78/PK/PID/2025 ini diketahui telah diputus oleh majelis hakim yang mengadili pada Kamis (14/8/2025).
    Majelis hakim yang mengadili perkara ini antara lain Dwiarso Budi Santiarto sebagai hakim ketua, serta Yanto dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo sebagai hakim anggota.
    Jessica telah bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2024 lalu.
    Meski sudah menghirup udara bebas, kubu Jessica kembali mengajukan PK.
    Persidangan pemeriksaan novum pun dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mulai Oktober hingga Desember 2024.
    Delapan bulan berselang, MA pun menyampaikan putusannya terhadap kasus yang pernah menggegerkan Indonesia pada 2016 lalu.
    Kasus yang melibatkan Jessica terjadi pada 2016. Pada delapan tahun lalu, kejadian pembunuhan ini menjadi kasus paling kontroversial.
    Perjalanan kasus ini dimulai ketika empat orang yang berteman sejak kuliah di Billy Blue College, Australia, memiliki rencana untuk bertemu di Indonesia. Mereka adalah Mirna, Jessica, Hani Boon Juwita, dan Vera.
    Pertemuan Jessica dan Mirna dan satu orang temannya berlangsung di Kafe Olivier, Grand Indonesia (GI), Tanah Abang, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016.
    Namun, Vera tidak ikut dalam pertemuan itu, tetapi tak dijelaskan alasannya. Dengan demikian, namanya tak banyak disebut dalam kasus ini.
    Pada pertemuan itu, Jessica datang ke Oliver lebih awal. Ia tiba pukul 16.00 WIB dengan alasan untuk menghindari aturan 3 in 1 di Jakarta. Jessica kemudian berinisiatif memesan es kopi vietnam dan dua cocktail.
    Es kopi vietnam itu sengaja dipesan untuk Mirna. Jessica kemudian menunggu kedua temannya, Mirna dan Hani di meja 54 dengan pesanan minuman yang sudah dihidangkan.
     
    Sementara Mirna tiba bersama Hani. Tak lama setelah bertegur sapa, Mirna langsung meminum es kopi vietnam dan kejang-kejang.
    Mirna kemudian meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo. Polisi yang menyelidiki kasus ini, menemukan kandungan zat sianida di dalam tubuh Mirna.
    Hasil penyelidikan itu diumumkan polisi pada 16 Januari 20216.
    Mirna disebut diduga meninggal karena keracunan. Oleh karena itu, polisi meningkatkan penyelidikannya menjadi penyidikan.
    Peningkatan status tersebut lantaran diduga ada tindak pidana dalam kematian Mirna. Namun, polisi ketika itu belum menetapkan tersangka.
    Setelah melakukan proses penyidikan yang panjang, pada 29 Januari 2016, polisi akhirnya menetapkan tersangka. Sosok Jessica ditetapkan sebagai tersangka terkait kematian Mirna.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 17 Perwira Polri Naik Pangkat, Ada Saksi Kasus Ahok dan Kopi Sianida

    17 Perwira Polri Naik Pangkat, Ada Saksi Kasus Ahok dan Kopi Sianida

    17 Perwira Polri Naik Pangkat, Ada Saksi Kasus Ahok dan Kopi Sianida
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 17 perwira Polri mendapatkan
    kenaikan pangkat
    satu tingkat lebih tinggi pada Senin (7/7/2025).
    Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo menjelaskan, kenaikan pangkat merupakan bentuk kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para perwira.

    Kenaikan pangkat
    ini bukan hanya sekadar penghargaan struktural, tetapi juga bentuk kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para perwira tinggi untuk terus memberikan pengabdian terbaik kepada institusi dan masyarakat,” ujar Trunoyudo dalam keterangannya, Senin (7/7/2025).
    Salah satu yang mendapatkan kenaikan pangkat adalah
    Brigjen Muhammad Nuh Al Azhar
    , yang sebelumnya berpangkat Kombes.
    Brigjen Muhammad Nuh Al Azhar sendiri merupakan saksi ahli kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 7 Februari 2017.
    Saat itu, Muhammad Nuh Al Azhar masih berpangkat AKBP dan menduduki posisi Kepala Sub Bidang Komputer Forensik Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri.
    Dalam sidang terdakwa Ahok pada Selasa (7/2/2017), Muhammad Nuh Al Azhar menyatakan bahwa terdapat empat video yang berkaitan dengan pidato Ahok di di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
    Setelah dianalisa oleh tim Puslabfor Mabes Polri, Muhammad Nuh Al Azhar menyatakan bahwa video tersebut dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
    Selain dalam
    kasus Ahok
    , Muhammad Nuh Al Azhar juga dihadirkan sebagai ahli dalam kasus
    kasus kopi sianida
    yang melibatkan nama Jessica Wongso.
    Dalam sidang pada Senin (18/11/2024), Muhammad Nuh Al Azhar dihadirkan sebagai Ahli Digital Forensik dari Mabes Polri yang membantah rekaman CCTV channel 9 yang diserahkan oleh pihak Jessica Wongso merupakan barang bukti baru atau novum dalam pengajuan peninjauan kembali (PK).
    Saat itu, Nuh menegaskan, rekaman CCTV channel 9 ini sudah pernah diputar dalam persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin pada Agustus 2016.
    Begitu pula dengan rekaman yang ditunjukkan ayah Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan, dalam wawancara di stasiun TV.
    “(Rekaman) CCTV channel 9 dari belakang dengan yang ada di rekaman (wawancara eksklusif dengan) Karni Ilyas itu adalah hal yang sama. Tidak ada ada perbedaan,” ujar Nuh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Track Record Kasus Vina Jessica, KM 50 dan Ijazah Jokowi, Rismon Beber Fakta Ini

    Track Record Kasus Vina Jessica, KM 50 dan Ijazah Jokowi, Rismon Beber Fakta Ini

    GELORA.CO – Pakar digital forensik, Rismon Sianipar, kembali menyoroti keaslian dokumen ijazah Joko Widodo alias Jokowi dengan pendekatan teknologi modern. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan teknis yang tidak bisa diabaikan, khususnya dari sisi evolusi teknologi cetak dan digital.

    “CV-nya pun hilang di server KPU, bagaimana kita mau verifikasi. Sama seperti ketika ditanyakan kemarin hal apa saya meneliti, ya hak sebagai peneliti,” kata Rismon dalam podcast Forum Keadilan TV seperti dilihat Monitorindonesia.com, Minggu (1/6/2025).

    Rismon juga menyoroti langsung hasil penelusurannya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menegaskan bahwa proses penelitian dilakukan secara mandiri, tanpa pendanaan dari pihak manapun. “Saya lihat langsung (skripsi), datang tanpa biaya siapapun,” tegasnya.

    Menurutnya, bahwa dirinya secara langsung datang ke perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM untuk memverifikasi dokumen skripsi yang diduga milik Jokowi.

    Rismon juga mengurai dari sudut pandang forensik digital bahwa kualitas cetakan pada dokumen pengesahan ijazah Jokowi memiliki kepadatan piksel atau DPI (dots per inch) yang terlalu tinggi untuk bisa dihasilkan oleh teknologi tahun 1980-an.

    “Secara technological advancement evolution, evolusi perkembangan teknologi komputer hardware dan software, tidak mungkin menghasilkan lembar pengesahan sangat sempurna dengan DPI yang sangat tinggi, titik-titik yang sangat rapat. Ini hanya bisa diproduksi hardware tahun 2004–2005,” beber Rismon.

    Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa dokumen yang beredar lebih mirip hasil cetakan modern, bukan dari mesin cetak lama seperti handpress atau letter press.

    Ia juga mempertanyakan metode pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim Polri yang hanya menggunakan pendekatan visual dan perasaan untuk menyimpulkan keaslian dokumen.

    “Penjelasan dari Dirtipidum Bareskrim Polri kemarin, hanya diraba, dirasakan, ada cekungan. Itu bukan scientific, tidak objektif, lalu disimpulkan ada cekungan terus menandakan bahwa itu produk dari handpress dan pattern press,” tambahnya.

    Rismon menilai metode tersebut jauh dari standar ilmiah dalam dunia laboratorium forensik. “Apa begitu cara kerja kita untuk menguji laboratorium forensik? Kesimpulan Dirtipidum sangat prematur dengan peradaban,” cetusnya.

    Pun Rismon juga menyoroti rekam jejak laboratorium forensik Bareskrim dalam menangani kasus-kasus besar lainnya. Lantas dia menyinggung kasus Vina Cirebon, kasus kematian Wayan Mirna Salihin (ditangkapnya Jessica), serta insiden di KM 50. “Kita lihat track record-nya, kasus Vina Cirebon, apa yang terjadi pada ekstraksi SMS 22.14, tidak mereka pakai itu dalam reka adegan,” bebernya.

    Ia juga menambahkan bahwa dalam kasus Jessica, Bareskrim disebut menggunakan software gratisan berbasis Windows, padahal perangkat yang digunakan memiliki sistem operasi Linux.

    “Jessica, menggunakan ired shop, software gratisan yang Windows operation system dan berbohong mengatakan itu software yang tersedia di DVR FD161S. Padahal itu Linux operation system, beda alam. Di sini laut, di sini udara. Gak mungkin itu dan tetap berbohong,” jelasnya.

    Rismon pun menyebutkan bahwa ada kekeliruan serius dalam kasus KM 50, termasuk tindakan penghapusan data dan tidak diberinya garis polisi pada lokasi yang diduga sebagai TKP.

    “KM 50, polisi memerintahkan data CCTV, handphone, di rest area KM50 dihapus. Genangan darah tidak dipolice line, dibersihkan, 20 jam sebelum kejadian 7 Desember fiber optic putus,” tandasnya.

  • 10
                    
                        MA Tolak PK Kedua Jessica Wongso pada Kasus Kopi Sianida
                        Nasional

    MA Mulai Adili PK Kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso

    MA Mulai Adili PK Kasus Kopi Sianida Jessica Kumala Wongso
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Mahkamah Agung
    (MA) mulai mengadili
    permohonan Peninjauan Kembali
    (PK) kasus pembunuhan berencana dengan kopi sianida oleh
    Jessica Kumala Wongso
    dengan korban Wayan Mirna Salihin.
    Berdasarkan informasi perkara di situs MA, permohonan PK Jessica teregister dengan Nomor Perkara 78 PK/PID/2025.
    “Status: dalam proses pemeriksaan majelis,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, pada Kamis (27/2/2025).
    Dalam situs itu disebutkan, Kepaniteraan MA baru menerima permohonan PK ini pada 12 Februari 2025 dan teregister pada 20 Februari.
    Permohonan upaya luar biasa Jessica kemudian didistribusikan pada 21 Februari.
    Perkara PK ini akan disidangkan oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota 1 Hakim Agung Yanto dan anggota 2 Hakim Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo.
    Sementara, panitera pengganti dalam perkara ini adalah Agustina Dyah Prasetyaningsih.
    Sebelumnya,
    Jessica mengajukan PK
    untuk kedua kalinya atas kasus pembunuhan yang diketahui publik sebagai
    kasus kopi sianida
    .
    Jessica datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (9/10/2025) ditemani kuasa hukumnya, Otto Hasibuan.
    PK tetap diajukan meskipun Jessica saat ini telah menghirup udara bebas karena mendapatkan program Bebas Bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM.
    Adapun syarat dari pengajuan PK adalah novum atau bukti baru.
    PK kini hanya bisa diajukan oleh terdakwa, sementara upaya hukum jaksa penuntut umum hanya sampai tahap kasasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bantah Jessica Wongso Main Instagram, Kuasa Hukum: Masih Ikuti Aturan Bebas Bersyarat

    Bantah Jessica Wongso Main Instagram, Kuasa Hukum: Masih Ikuti Aturan Bebas Bersyarat

    Bantah Jessica Wongso Main Instagram, Kuasa Hukum: Masih Ikuti Aturan Bebas Bersyarat
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com

    – Kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Hidayat Bostam, membantah kliennya menggunakan media sosial Instagram.
    Hidayat bilang, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin itu masih harus mengikuti aturan bebas bersyarat yang statusnya didapat sejak Minggu (18/8/2024). Aturan bebas bersyarat tersebut berlaku hingga 2032.
    “Belum ada Instagram Jessica, kata dia saat dihubungi
    Kompas.com
    , Kamis (28/11/2024).
    Meski demikian, Hidayat tak memungkiri kliennya ingin bermain media sosial.
    “Dia belum bisa (bermain media sosial), tapi pengin. Jessica masih mengikuti aturan bebas bersyarat,” tambah dia.
    Hidayat mengatakan, pihaknya tengah mengajukan proses peninjauan kembali (PK) terhadap kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang menjerat Jessica.
    “Makanya kita juga mengajukan PK. Kalau PK ini dikabulkan, Jessica sudah bebas murni, berarti Jessica sudah bisa normal,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya, Jessica Kumala Wongso kembali jadi sorotan usai muncul akun Instagram dan Tiktok yang diduga milik terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin itu.
    Akun Instagram yang dimaksud yakni @jessica.k.wongso. Akun tersebut menggunakan foto profil wajah Jessica yang tampak tersenyum di meja makan.  Hanya terdapat tiga foto dan empat video yang diunggah akun tersebut.
    Tiga video memperlihatkan sosok yang diduga Jessica. Dalam salah satu video, perempuan itu bernyanyi membawakan lagu “Always” karya Daniel Caesar.
    Di video lain, tampak dia bermain gitar membawakan instrumen lagu “Life Goes On” milik BTS.
    Ketiga video tersebut diunggah dalam satu minggu terakhir.
    Terdapat video lain yang diunggah pada 20 November 2024 yang menunjukkan kumpulan surat-surat.
    “Surat-surat ini saya dapat sewaktu saya terkurung dalam jeruji besi. Terima kasih atas doa dan dukungan di saat saya sangat membutuhkannya,” bunyi
    caption
    unggahan tersebut.
    Sementara, tiga foto yang diunggah akun tersebut memperlihatkan bunga, kudapan, dan olahraga hoki es. Ketiga foto itu diunggah pada 2014.
    Dilihat pada Jumat (29/11/2024) sore, akun ini diikuti oleh 9.083 followers. Sementara, di kolom komentar, warganet ramai-ramai mempertanyakan keaslian akun tersebut.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jessica Wongso Walk Out dari Ruang Sidang Saat Jaksa Hadirkan Ahli – Page 3

    Jessica Wongso Walk Out dari Ruang Sidang Saat Jaksa Hadirkan Ahli – Page 3

    Dalam sidang permohonan PK itu, Jessica meminta dibebaskan dari dakwaan pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin.

    Meskipun Jessica sudah bebas bersyarat, Jessica tetap merasa tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya sehingga ingin membantah dan berharap Mahkamah Agung (MA) menyatakan dirinya tidak bersalah.

    Saat membacakan memori PK dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (29/10), penasihat hukum Jessica Wongso, Andra Reinhard Pasaribu, mengatakan bahwa permintaan tersebut lantaran rekaman CCTV diduga telah direkayasa dan terbukti pada persidangan sebelumnya bahwa prosedur penyitaan rekaman CCTV tidak sesuai dengan ketentuan.

    “Putusan dari peradilan tingkat pertama sampai dengan peninjauan kembali dalam perkara ini demi hukum haruslah dibatalkan karena telah didasarkan pada rekaman CCTV yang merupakan alat bukti tidak sah,” kata Andra.

    Sejak awal, tim penasihat hukum Jessica telah melakukan pembelaan dengan menyatakan bahwa rekaman CCTV yang diputar pada persidangan telah dipotong. Namun, kala itu tim penasihat hukum tidak memiliki bukti potongan video rekaman CCTV tersebut sehingga hakim mengabaikannya.

    Kendati demikian, saat ini tim penasihat hukum Jessica menemukan potongan rekaman yang dapat membuktikan bahwa ternyata rekaman CCTV itu tidak utuh dari awal hingga akhir, yang membuat kesesatan dalam menyimpulkan perkara.

    Adapun penemu potongan rekaman CCTV yang menjadi bukti baru (novum) kasus Jessica bernama Helmi Bostam. Dia telah disumpah sebelum memori PK dibacakan.

    Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa Jessica bebas bersyarat terhitung mulai Minggu, 18 Agustus 2024.

    Sebagai terpidana yang bebas bersyarat, Jessica masih diwajibkan untuk melapor dan menjalani pembimbingan hingga 2032.

  • Aksi Jessica Wongso Pilih WO Tolak Jaksa Bawa Ahli

    Aksi Jessica Wongso Pilih WO Tolak Jaksa Bawa Ahli

    Jakarta

    Jaksa menghadirkan ahli dalam sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan Jessica Kumala Wongso kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Pihak Jessica keberatan dan memilih meninggalkan ruang sidang atau walk out.

    “Yang Mulia Hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” kata kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (18/11/2024).

    Jessica dan kuasa hukumnya lalu meninggalkan ruang persidangan. Hidayat mengatakan PK merupakan panggung bagi pemohon yakni Jessica Wongso, bukan lagi kesempatan bagi jaksa untuk menghadirkan ahli atau saksi.

    “Kami tim penasihat hukum pemohon, Jessica, PK-nya Jessica Wongso pada hari ini menyampaikan bahwa kami keberatan untuk menghadiri ahli dari termohon karena sudah kami sampaikan pada sidang lalu, bahwa kami keberatan kalau termohon menghadirkan ahli. Alasannya ini adalah panggungnya pemohon, nah pemohon ini adalah yang mengajukan PK,” ujar Hidayat usai persidangan.

    Sidang peninjauan kembali (PK) Jessica Kumala Wongso terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin (Foto: Mulia Budi/detikcom)

    Dia menyayangkan majelis hakim yang memfasilitasi jaksa untuk menghadirkan ahli. Menurutnya, jaksa tak lagi punya hak untuk menghadirkan ahli di sidang PK.

    “Namun atau termohon itu hanya menanggapi atau keberatan, dia nggak punya hak memberikan ahli atau menghadirkan, karena kalau menghadirkan lagi itu sama mengulang kembali dalam persidangan yang lalu. Ini kan haknya si terpidana ya, mendapatkan novum, kita ajukan, bahwa kita yang mendapatkan novum, dilakukanlah persidangan ini untuk diterima oleh majelis. Sebagai termohon ya mengikuti,” ujarnya.

    Ahli Jaksa Bedah CCTV

    “Tadi ditunjukkan adanya CD novum kemudian kita lakukan pendekatan digital forensic, kita menggunakan aplikasi untuk melakukan kegiatan yang namanya forensic imaging. Kemudian setelah kita dapat back up file, kita buka dengan izin hakim, ada satu file rekaman di sana, bentuknya MP4 setelah dianalisa yang diduga adanya rekaman yang belum tampil di persidangan sebenarnya di persidangan Agustus 2016 itu sudah pernah ditampilkan. Itu di channel 9,” kata Muhammad Nuh.

  • Fakta-fakta Jessica Wongso Walk Out dari Sidang PK

    Fakta-fakta Jessica Wongso Walk Out dari Sidang PK

    Jakarta: Sidang Peninjauan Kembali (PK) Jessica Kumala Wongso terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin kembali memanas. Jessica bersama kuasa hukumnya, Hidayat Bostam, memilih walk out dari ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 18 November 2024, karena keberatan atas kehadiran ahli yang dihadirkan oleh jaksa. 

    Menurut mereka, sidang PK seharusnya menjadi panggung pemohon untuk mengajukan bukti baru, bukan ruang bagi jaksa untuk menghadirkan ahli.

    Baca juga: Jessica Wongso Jadikan CCTV sebagai Bukti Baru PK Pembunuhan

    Keberatan tim kuasa hukum Jessica berpusat pada pandangan bahwa kehadiran ahli oleh jaksa tidak sesuai dengan prosedur sidang PK. Mereka juga menyayangkan keputusan majelis hakim yang memfasilitasi permintaan jaksa tersebut. Insiden ini menambah panjang kontroversi dalam upaya Jessica mengajukan novum baru berupa rekaman CCTV yang diklaim tidak utuh selama persidangan sebelumnya.
     
    Berikut fakta-fakta dari aksi walk out ini:
    1. Jessica Wongso Walk Out dari Sidang
    Jessica Wongso bersama kuasa hukumnya, Hidayat Bostam, memilih meninggalkan ruang sidang setelah jaksa menghadirkan ahli untuk memberikan keterangan. Hidayat menilai kehadiran ahli tidak relevan karena sidang PK merupakan kesempatan bagi pemohon untuk mengajukan bukti baru atau novum, bukan untuk memfasilitasi ahli dari jaksa.

    “Yang Mulia Hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” tegas Hidayat di persidangan.
    2. Keberatan terhadap Kehadiran Ahli Jaksa
    Hidayat Bostam mengkritik majelis hakim yang memfasilitasi jaksa untuk menghadirkan ahli di sidang PK. Menurutnya, langkah tersebut sama saja mengulang proses persidangan yang sudah selesai sebelumnya.

    “Termohon itu hanya menanggapi atau keberatan, dia nggak punya hak memberikan ahli atau menghadirkan,” ujar Hidayat.
    3. Rekaman CCTV Jadi Novum Utama
    Kuasa hukum Jessica mengungkap bahwa rekaman CCTV di restoran Olivier, yang selama ini menjadi bukti utama, tidak utuh dan telah dipotong-potong. Mereka mengklaim telah menemukan bukti baru berupa potongan rekaman yang belum pernah ditampilkan di persidangan.

    4. Dugaan Rekayasa Rekaman CCTV
    Kuasa hukum Jessica juga menduga rekaman CCTV yang dijadikan bukti selama persidangan telah direkayasa, termasuk pengaburan warna gambar dan penurunan resolusi video. Hal ini, menurut mereka, berpotensi menyesatkan kesimpulan hakim pada persidangan sebelumnya.

    5. Kritik Terhadap Proses Hukum Sebelumnya
    Jessica dan timnya menilai ada kekhilafan hakim dalam proses persidangan sebelumnya. Mereka berharap dengan novum baru berupa rekaman CCTV yang lebih lengkap, pengadilan dapat meninjau ulang putusan terhadap Jessica.

    6. Kontroversi Sidang PK
    Kasus ini kembali menuai kontroversi di masyarakat, terutama setelah jaksa menyebut pengajuan PK Jessica sebagai “lagu lama”. Di sisi lain, keluarga Mirna tetap mempertahankan keyakinan bahwa putusan sebelumnya sudah adil.

    Sidang PK ini menjadi panggung perdebatan panjang antara pihak Jessica dan jaksa, dengan rekaman CCTV sebagai titik sentral. Apakah langkah Jessica Wongso akan membuahkan hasil atau justru semakin memperpanjang polemik kasus ini? Publik masih menunggu putusan dari majelis hakim.

    Jakarta: Sidang Peninjauan Kembali (PK) Jessica Kumala Wongso terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin kembali memanas. Jessica bersama kuasa hukumnya, Hidayat Bostam, memilih walk out dari ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 18 November 2024, karena keberatan atas kehadiran ahli yang dihadirkan oleh jaksa. 
     
    Menurut mereka, sidang PK seharusnya menjadi panggung pemohon untuk mengajukan bukti baru, bukan ruang bagi jaksa untuk menghadirkan ahli.
     
    Baca juga: Jessica Wongso Jadikan CCTV sebagai Bukti Baru PK Pembunuhan
    Keberatan tim kuasa hukum Jessica berpusat pada pandangan bahwa kehadiran ahli oleh jaksa tidak sesuai dengan prosedur sidang PK. Mereka juga menyayangkan keputusan majelis hakim yang memfasilitasi permintaan jaksa tersebut. Insiden ini menambah panjang kontroversi dalam upaya Jessica mengajukan novum baru berupa rekaman CCTV yang diklaim tidak utuh selama persidangan sebelumnya.
     
    Berikut fakta-fakta dari aksi walk out ini:

    1. Jessica Wongso Walk Out dari Sidang

    Jessica Wongso bersama kuasa hukumnya, Hidayat Bostam, memilih meninggalkan ruang sidang setelah jaksa menghadirkan ahli untuk memberikan keterangan. Hidayat menilai kehadiran ahli tidak relevan karena sidang PK merupakan kesempatan bagi pemohon untuk mengajukan bukti baru atau novum, bukan untuk memfasilitasi ahli dari jaksa.
     
    “Yang Mulia Hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” tegas Hidayat di persidangan.

    2. Keberatan terhadap Kehadiran Ahli Jaksa

    Hidayat Bostam mengkritik majelis hakim yang memfasilitasi jaksa untuk menghadirkan ahli di sidang PK. Menurutnya, langkah tersebut sama saja mengulang proses persidangan yang sudah selesai sebelumnya.
     
    “Termohon itu hanya menanggapi atau keberatan, dia nggak punya hak memberikan ahli atau menghadirkan,” ujar Hidayat.

    3. Rekaman CCTV Jadi Novum Utama

    Kuasa hukum Jessica mengungkap bahwa rekaman CCTV di restoran Olivier, yang selama ini menjadi bukti utama, tidak utuh dan telah dipotong-potong. Mereka mengklaim telah menemukan bukti baru berupa potongan rekaman yang belum pernah ditampilkan di persidangan.

    4. Dugaan Rekayasa Rekaman CCTV

    Kuasa hukum Jessica juga menduga rekaman CCTV yang dijadikan bukti selama persidangan telah direkayasa, termasuk pengaburan warna gambar dan penurunan resolusi video. Hal ini, menurut mereka, berpotensi menyesatkan kesimpulan hakim pada persidangan sebelumnya.

    5. Kritik Terhadap Proses Hukum Sebelumnya

    Jessica dan timnya menilai ada kekhilafan hakim dalam proses persidangan sebelumnya. Mereka berharap dengan novum baru berupa rekaman CCTV yang lebih lengkap, pengadilan dapat meninjau ulang putusan terhadap Jessica.

    6. Kontroversi Sidang PK

    Kasus ini kembali menuai kontroversi di masyarakat, terutama setelah jaksa menyebut pengajuan PK Jessica sebagai “lagu lama”. Di sisi lain, keluarga Mirna tetap mempertahankan keyakinan bahwa putusan sebelumnya sudah adil.
     
    Sidang PK ini menjadi panggung perdebatan panjang antara pihak Jessica dan jaksa, dengan rekaman CCTV sebagai titik sentral. Apakah langkah Jessica Wongso akan membuahkan hasil atau justru semakin memperpanjang polemik kasus ini? Publik masih menunggu putusan dari majelis hakim.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Jessica Wongso Walk Out dari Sidang Permohonan PK karena JPU Hadirkan Saksi

    Jessica Wongso Walk Out dari Sidang Permohonan PK karena JPU Hadirkan Saksi

    Jakarta, Beritasatu.com – Terpidana kasus pembunuhan berencana, Jessica Kumala Wongso, bersama tim kuasa hukumnya memutuskan untuk walk out dari sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (18/11/2024).

    Kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam menyatakan keberatan terhadap langkah jaksa penuntut umum (JPU) yang menghadirkan ahli dalam sidang PK. Menurutnya, sidang PK Jessica Wongso tersebut adalah kesempatan bagi kliennya sebagai pemohon untuk menyampaikan argumen dan bukti baru, bukan untuk pemeriksaan ahli oleh jaksa.

    “Yang mulia majelis hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” kata Hidayat.

    Hidayat berpendapat, dalam sidang PK Jessica Wongso, jaksa seharusnya hanya memberikan tanggapan atau keberatan terhadap ahli yang dihadirkan pihaknya, bukan justru menghadirkan ahli untuk diperiksa. Apabila jaksa menghadirkan ahli, prosesnya akan menyerupai sidang kasus pembunuhan berencana yang telah berlangsung pada 2016.

    “Ini seharusnya hak terpidana yang mendapatkan novum baru, makanya kami ajukan PK,” tuturnya.

    Namun, Ketua Majelis Hakim Zulkifli Atjo tetap mengizinkan jaksa menghadirkan ahli dalam persidangan. Ia juga mencatat keberatan Jessica dan kuasa hukumnya dalam berita acara sidang.

    Pada sidang PK Jessica Wongso tersebut, jaksa menghadirkan dua ahli digital forensik, yakni Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto. Pemeriksaan ahli tetap berlangsung meskipun Jessica dan tim kuasa hukumnya tidak berada di ruang sidang.

    Dalam permohonan PK, Jessica meminta pembebasan dari dakwaan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin. Meskipun telah memperoleh bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2024, Jessica tetap menegaskan dirinya tidak bersalah dan berharap Mahkamah Agung mengoreksi putusan sebelumnya.

    Sebagai bagian dari status bebas bersyarat, Jessica masih diwajibkan melapor dan menjalani pembimbingan hingga tahun 2032.