Mega Kritik Gonta-ganti Kebijakan, Golkar: Tiap Presiden Punya Prioritas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Fraksi Partai Golkar
Muhamad Sarmuji
menilai wajar jika setiap pemimpin memiliki kebijakan berbeda karena setiap pemimpin mempunyai prioritas masing-masing.
Hal ini diungkapkan Sarmuji ketika ditanya soal pernyataan Ketum PDIP
Megawati Soekarnoputri
yang menyoroti kondisi Indonesia karena kerap bergonta-ganti kebijakan setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan.
“Setiap presiden memang punya prioritas masing-masing. Wajar bila kebijakannya juga berganti,” kata Sarmuji saat dikonfirmasi, Jumat (9/5/2025).
Meski setiap presiden punya kebijakannya sendiri, namun tujuannya tetap menyejahterakan rakyat. “Yang penting dalam satu arah kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa,” ujar Sarmuji.
Di sisi lain, Sarmuji menyoroti juga soal perlunya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau yang kini disebut
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM).
Menurutnya, RPJM ini harus disusun secara serius guna menjadi garis besar kebijakan agar sejalan dengan yang disepakati.
“Yang dulu dinamakan GBHN. Sekarang berupa RPJM. Ini yang harus disusun secara serius yang memandu setiap presiden dalam menentukan kebijakannya sehingga perubahan kebijakan presiden tetap dalam koridor yang sudah disepakati,” ucapnya.
Diketahui, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyoroti kondisi Indonesia yang kerap bergonta-ganti kebijakan saat menghadiri acara Trisakti Tourism Award.
“Gawat ini Republik. Maunya itu apa? Aturan bolak-balik, gonta-ganti. Saya bilang seperti nari poco-poco,” kata Megawati dalam pidatonya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/5/2025) kemarin.
Megawati menilai, seharusnya pergantian kepemimpinan tidak perlu disertai dengan perubahan kebijakan secara drastis.
Sebab, program pemerintahan sebelumnya tetap bisa dijalankan oleh pemimpin berikutnya.
“Mbok ya satu kali saja, dreeettt, gitu loh. Ganti menteri, ganti presiden, ya jangan langsung ganti aturan. Sudah ada yang mau dijalankan, terus diganti, itu bagaimana?” ujarnya.
Dia mengaku sedih melihat praktik pergantian kebijakan yang terjadi hampir setiap kali terjadi perubahan di tingkat kepemimpinan.
“Saya sedih. Saya kenapa berani ngomong begini? Karena ini kebenaran. Coba saja kamu rasakan. Masa seperti ini,” ucapnya.
Megawati berpandangan, seharusnya ada perencanaan pembangunan jangka panjang yang konsisten dijalankan meski ada pergantian pemimpin.
Dia pun mencontohkan perencanaan jangka panjang seperti yang diterapkan di Bali oleh Gubernur I Wayan Koster.
“Sudah saja bikin satu perjalanan ke depan, kayak Bali 100 tahun. Keren. Hanya pergantian orang, tapi programnya tetap dijalankan,” kata Megawati.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Wayan Koster
-
/data/photo/2025/02/01/679dd93261d89.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mega Kritik Gonta-ganti Kebijakan, Golkar: Tiap Presiden Punya Prioritas
-

Setiap Ganti Pemimpin Aturan Berubah, Megawati: Gawat Republik Ini!
GELORA.CO – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyinggung rutinitas setiap pergantian pemimpin akan muncul kebijakan baru. Menurutnya, kebiasaan ini menyebabkan kegawatan pemerintahan karena aturan berganti terus.
“Gawat Republik ini! Maunya itu apa? Aturan bolak-balik, gonta-ganti. Saya bilang seperti tari poco-poco,” kata Megawati dalam sambutannya di acara Penganugerahan Trisakti Tourism Award (Desa Wisata) yang berlangsung di Grand Sahid, Jakarta Pusat, Kamis malam (8/5/2025).
Megawati mengatakan setiap pergantian pemimpin tidak seharusnya terjadi perubahan kebijakan yang ekstrem agar program pemerintah sebelumnya yang tengah berjalan bisa dimaksimalkan.
“Mbok ya satu kali gitu loh. Ganti menteri, ganti presiden, ya jangan langsung ganti aturan. Sudah ada yang mau dijalankan terus ganti, itu bagaimana?” ucapnya.
Megawati pun mengaku sedih melihat fenomena ini. Pasalnya, perubahan kebijakan terus terjadi setiap kali seorang pemimpin diganti.
“Saya sedih. Saya kenapa berani ngomong begini karena ini kebenaran,” tuturnya.
Megawati lantas mencontohkan Gubernur Bali I Wayan Koster yang bisa membuat rencana jangka panjang hingga 100 tahun ke depan, sehingga setiap pergantian pemimpin, hanya orangnya saja yang berbeda, bukan aturannya.
“Supaya tidak poco-poco, sudah bagus karena ganti aturan mundur lagi,” jelasnya.
-

Gubernur Wayan Koster tak mau ada preman berkedok ormas di Bali
Gubernur Bali Wayan Koster bahas isu kehadiran ormas di Bali saat bersama Kejati Bali, Badung, Kamis (8/5/2025). ANTARA/HO-Pemprov Bali
Gubernur Wayan Koster tak mau ada preman berkedok ormas di Bali
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Jumat, 09 Mei 2025 – 06:28 WIBElshinta.com – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa pihaknya tidak mau membiarkan kehadiran preman berkedok organisasi masyarakat (ormas) di Bali.
Hal ini disampaikan saat peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice merespons viralnya kabar kehadiran ormas di Bali.
“Bentuknya ormas, tetapi kelakuannya preman, ini tidak bisa dibiarkan,” kata Koster di Kabupaten Badung, Kamis (8/5).
“Badung adalah jantung pariwisata, kita tak bisa membiarkan ruang publik dirusak perilaku liar berkedok organisasi,” sambungnya.
Diketahui bahwa sepekan terakhir muncul ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali yang menjadikan Yosef Nahak sebagai ketua, bahkan mereka telah membentuk keanggotaan di Kabupaten Tabanan.
Gubernur Koster lantas menegaskan bahwa saat ini yang semestinya dilakukan adalah mengembalikan kekuatan penyelesaian masalah ke akar budaya, yaitu desa adat, bukan justru memanfaatkan organisasi yang meresahkan.
“Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara, jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali,” ujarnya.
Koster mengingatkan ada peran sistem keamanan terpadu desa adat (sipandu beradat) yang berisi aparat keamanan serta pecalang di Bali.
Jika lembaga di dalamnya seperti pecalang sudah kuat, menurut dia, Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat yang membawa agenda tersembunyi berkedok ingin menjaga Bali.
Pemprov Bali melihat program Kejati Bali, yaitu menghadirkan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice, adalah contoh baik yang semestinya berkembang.
Bale Paruman Adhyaksa berbasis hukum adat digadang menjadi benteng baru yang sanggup menekan kriminalitas sosial tanpa harus menempuh jalur pengadilan.
“Ini bukan hanya urusan hukum, ini pertaruhan masa depan Bali,” kata Koster.
Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana menjelaskan bahwa bale paruman atau balai rapat bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata revitalisasi hukum adat yang sudah terbukti menyelesaikan masalah atau konflik perdata dan sosial dengan cara damai.
“Kalau pidana, tentu ada batasan. Akan tetapi, konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara,” ujarnya.
Kehadiran balai ini dianggap sebagai kearifan lokal yang menurut dia semestinya diperkuat sebab menekan permasalahan dan menjaga ketertiban.
“Dengan demikian, tidak perlu hadir preman berkedok ormas di tengah masyarakat,” katanya.
Sumber : Antara
-
/data/photo/2025/05/08/681cb87037e65.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Megawati Kritik Indonesia Gonta-ganti Kebijakan Tiap Ganti Pemimpin: Gawat Republik Ini
Megawati Kritik Indonesia Gonta-ganti Kebijakan Tiap Ganti Pemimpin: Gawat Republik Ini
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Umum PDI-P sekaligus Presiden ke-5 RI
Megawati Soekarnoputri
menyoroti kondisi Indonesia yang kerap bergonta-ganti kebijakan setiap kali terjadi
pergantian kepemimpinan
.
Hal itu disampaikan Megawati saat menghadiri acara Trisakti Tourism Award di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
“Gawat ini republik. Maunya itu apa? Aturan bolak-balik, gonta-ganti. Saya bilang seperti nari poco-poco,” kata Megawati dalam pidatonya.
Megawati menilai, seharusnya pergantian kepemimpinan tidak perlu disertai dengan perubahan kebijakan secara drastis.
Sebab, program pemerintahan sebelumnya tetap bisa dijalankan oleh pemimpin berikutnya.
“Mbok ya satu kali saja, dreeettt, gitu loh. Ganti menteri, ganti presiden, ya jangan langsung ganti aturan. Sudah ada yang mau dijalankan, terus diganti, itu bagaimana?” ujarnya.
Presiden ke-5 Republik Indonesia itu mengaku sedih melihat praktik pergantian kebijakan yang terjadi hampir setiap kali terjadi perubahan di tingkat kepemimpinan.
“Saya sedih. Saya kenapa berani ngomong begini? Karena ini kebenaran. Coba saja kamu rasakan. Masa seperti ini,” ucapnya.
Megawati berpandangan, seharusnya ada perencanaan pembangunan jangka panjang yang konsisten dijalankan meski ada pergantian pemimpin.
Dia pun mencontohkan perencanaan jangka panjang seperti yang diterapkan di Bali oleh Gubernur I Wayan Koster.
“Sudah saja bikin satu perjalanan ke depan, kayak Bali 100 tahun. Keren. Hanya pergantian orang, tapi programnya tetap dijalankan,” kata Megawati.
“Supaya tidak poco-poco. Sudah bagus, karena ganti aturan mundur lagi. Mending mundurnya sama. Kalau ini maju dua langkah, tahu-tahu mundur lima langkah. Itu kan saya perhatikan,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Megawati pun mengenang masa kepemimpinannya pada periode 2001-2004.
Saat itu, dia menggantikan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang diberhentikan dari jabatannya.
Megawati mengatakan bahwa masa kepemimpinannya berlangsung di tengah krisis.
Dia pun menyebut dirinya hanya menerima “sampah” dari masa transisi tersebut.
“Saya pernah mimpin, dua tahun Wapres, tiga tahun Presiden. Terus keadaannya krisis. Saya bilang, nasib saya, dapat apa, dapat sampah,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Megawati: Tanah Bali tak boleh dikonversi
“Untuk apa? Sebelum saya memilih Pak Koster, Gubernur beliau, Wakil, saya bilang, kamu tidak akan saya jadikan kalau kamu tidak bisa membuat FGD. FGD itu sebuah pertemuan dari yang namanya banyak sekali. Ada organisasi, ada dari pengusahalah, macam-m
Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menjelaskan bahwa Bali memiliki tanah yang subur, sehingga tidak boleh di konversi karena milik negara.
Hal itu dikatakan Megawati saat menghadiri Penganugerahan Trisakti Tourism Award (Desa Wisata) 2025 di kawasan Jakarta Pusat, Kamis. Awalnya Megawati menjelaskan dirinya meminta kepada Wayan Koster dan Wakilnya Bali I Nyoman Giri Prasta untuk melakukan focus grup discusion (FGD).
“Untuk apa? Sebelum saya memilih Pak Koster, Gubernur beliau, Wakil, saya bilang, kamu tidak akan saya jadikan kalau kamu tidak bisa membuat FGD. FGD itu sebuah pertemuan dari yang namanya banyak sekali. Ada organisasi, ada dari pengusahalah, macam-macam,” kata Megawati.
Megawati kemudian menyebut bahwa Bali memiliki tanah yang subur. Kemudian dirinya meminta agar tanah Bali tidak dikonversi.
“Apa artinya dikonversi? Tidak boleh diubah. Dia adalah milik negara untuk rakyat. Bisa mengolah, mencari makannya. Ngerti? Awas tidak ngerti dan tidak dilaksanakan. Kalau Bali saja bisa, masak lain daerah tidak bisa,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa Warga Negara Asing (WNA) juga tidak boleh semena-mena di Bali. Presiden ke 5 RI itu juga mencontohkan sejumlah WNA berkasus di Bali, dan memerintahkan Giri untuk melakukan deportasi.
“Saya suruh dia deportasi. Boleh tanya sama Pak Giri. Betul? Seketika. Pulangkan dia. Kita sama juga. Kalau pergi ke luar negeri, ada tata acaranya. Ada tata acaranya. Berpakaian kita juga. Mesti kayak apa,” jelas Megawati.
Dia heran jika ada WNA yang berlaku sembarangan di Bali. Dirinya menyebut bahwa Bali ada sebuah tempat wisata yang banyak ingin dikunjungi.
“Bali itu pulau pariwisata yang orang sedunia kepengin. Saya kalau ke luar negeri, kalau ditanya, Where are you come from? Dari mana kamu? Indonesia. Wah, rasanya saya tadinya udah bangga,” tambahnya.
“Eh, orang yang nanya itu berkerut-kerut. Bikin saya. Eh, dia tidak tau Indonesia. Do you know Bali? Hah? Yes,” pungkas dia.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025 -

Pecalang Minta Ormas GRIB Jaya Ditolak Masuk Bali
DENPASAR – Sejumlah warga Bali termasuk pecalang menolak kehadiran Gerakan Raya Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Pulau Dewata karena dinilai bisa meresahkan. Ormas besutan gangster Hercules Rosario Marshal itu dianggap identik dengan premanisme.
Senator asal Bali Ni Luh Djelantik melalui akun Instagramnya mengatakan Bali sudah memiliki pecalang atau polisi adat untuk membantu menjaga stabilitas keamanan wilayah, sehingga tidak butuh ormas dari luar.
Wayan Darmaya, ketua Pecalang Desa Adat, Sulanyah, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng mengirim surat terbuka kepada Gubernur Bali I Wayan Koster agar menolak ormas luar masuk Bali, Minggu 4 Mei.
Surat terbuka terkait penolakan GRIB Jaya masuk Bali dari pecalang juga ditujukan kepada Bendesa Agung MDA Bali serta Manggala Agung Pasikian (Persatuan) Pecalang Provinsi Bali.
Surat terbuka tersebut berisikan tentang keresahan masyarakat Bali terkhusus pecalang terhadap hadirnya ormas luar yang mangacu pada Pergub Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.
“Kelembagaan adat memiliki struktur jaga baya dan pecalang sendiri di bawah Baga Pawongan yang memiliki fungsi dan peran penting untuk menjaga keamanan wewidangan (wilayah) Bali,” tulisnya.
Artinya, dengan adanya pecalang, Bali sudah mampu menjaga stabilitas keamanan wilayah.
“Melalui surat terbuka ini kami mohon pihak terkait untuk menolak adanya ormas luar pulau dewata, serta memohon untuk diperkuat kelembagaan Pasikian pecalang Bali dengan alokasi anggaran yang wajar,” tandasnya.
Sebelumnya GRIB Jaya meresmikan kepengursannya di Bali. Aksi itu viral di media sosial dan mendapat tanggapan negatif dari sejumlah warga Bali yang resah dengan kehadiran ormas berbau preman itu.
-

Gubernur Bali Larang Kemasan Air di Bawah 1 Liter, Pengusaha Bakal Audiensi
Jakarta –
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) merespons aturan dari Gubernur Bali Wayan Koster yang melarang produsen air menjual kemasan di bawah satu liter.
Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman mengatakan pengusaha akan mengajukan permohonan audiensi dengan Koster. Hal ini dilakukan untuk memberikan penjelasan bahwa adanya kebutuhan penjualan kemasan air di bawah satu liter.
“Kami sedang mempersiapkan diri untuk audiensi dengan Pak Gubernur ya dan kami juga komunikasi dengan staffnya dan diharapkan mungkin secepatnya akan berkomunikasi dan beraudiensi ke sana. Karena kita ingin menjelaskan sebenarnya posisinya seperti apa,” kata Adhi ditemui di Ayana Midplaza Jakarta, Senin (14/4/2025) malam.
Adhi menjelaskan pada dasarnya konsumen butuh kemasan air di bawah satu liter, terutama untuk kebutuhan perjalanan. Selain itu kemasan di bawah satu liter juga mengantisipasi kerusakan dari kualitas air atau sejenisnya.
“Bayangkan kalau beli susu 1 liter terus nggak habis. Masa mau disimpan? Kita perjalanan nggak punya kulkas. Susu kan pasti rusak. Nanti akan food waste-nya akan tinggi.Kita berharap ada saling pengertian,” terangnya.
Adhi mengatakan pengusaha memahami maksud dan tujuan aturan yang dibuat oleh Koster. Namun, pihaknya ingin mendapatkan titik tengah dan tetap mendukung pemerintah bali menangani sampah plastik.
“Kita juga pernah melihat laporan bahwa ternyata sampah plastik di Bali itu bukan berasal dari Bali saja, dari laut itu datang menepi ke pantai-pantai di Bali. Tapi kita perlu berkomunikasi dengan Pak Gubernur untuk mendukung upaya pemerintah Provinsi Bali menangani sampah plastiknya,” jelas dia.
Sebagai informasi, Gubernur Bali Wayan Koster menerbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Aturan itu salah satunya mengatur produsen air mineral yang tidak boleh memproduksi air kemasan di bawah satu liter.
Koster pun mengancam bahwa bagi pelaku usaha yang melanggar aturan tersebut akan dicabut izin usahanya.
“Pertama, peninjauan kembali dan atau pencabutan izin usaha dan pengumuman kepada publik melalui berbagai platform media sosial bahwa pelaku usaha dimaksud tidak ramah lingkungan dan tidak layak dikunjungi,” kata Koster saat konferensi pers di Jayasabha, Minggu (6/4/2025).
Koster menepis kebijakan tersebut dapat mematikan pelaku usaha terutama UMKM. “Nggak, bukan soal mematikan tapi jaga lingkungan. Silakan berproduksi tapi jangan merusak lingkungan,” jelas
(ada/kil)
/data/photo/2025/05/02/6814de6115764.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4529326/original/039044100_1691417008-IMG_4489.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)