Tag: Wahyu Setiawan

  • Pakar Hukum Yakini Hasto Kristiyanto Tak Bisa Dijerat Pasal Suap oleh KPK, Ini Alasannya – Halaman all

    Pakar Hukum Yakini Hasto Kristiyanto Tak Bisa Dijerat Pasal Suap oleh KPK, Ini Alasannya – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli hukum pidana Mudzakkir meyakini Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tak bisa ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam perkara suap. 

    Hal itu dikarenakan dalam putusan pengadilan dalam perkara suap eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Pileg 2019 lalu. Tak disebutkan nama Hasto Kristiyanto sebagai pemberi suap. 

    “Menurut informasi yang saya terima, putusan pengadilan terkait dengan Wahyu KPU itu. Ternyata tidak ada bukti yang menerangkan di dalam putusan bahwa pemberi suapnya adalah Hasto,” kata Mudzakkir dihubungi Kamis (26/12/2024). 

    “Dan oleh karenanya, Hasto harus dikenakan pasal 5 ayat 1 huruf A atau huruf B. Jadi kalau tidak ada, dengan alasan apapun, khusus untuk pasal suap itu tidak bisa dikenakan. Karena tidak ada bukti yang awal yang cukup untuk itu,” tegasnya. 

    Ia menerangkan itulah kekhususan dari pasal suap. Harus ada hubungan antara pemberi dan penerima suap. Dan penerima suap harus pegawai negeri atau pemerintah negara.

    “Dan yang paling penting dalam konteks itu, harus deal. Perbuatan apa yang disalahgunakan oleh pihak pegawai negeri,” kata Mudzakkir. 

    “Maka dia (Penerima suap) menjanjikan sesuatu untuk berbuat dan bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya,” jelasnya. 

    Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto menyampaikan keterlibatan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto terkait kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Harun Masiku.

    Mulanya, Setyo menyebut Hasto bersama dengan Harun Masiku memberikan suap kepada eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Pileg 2019 lalu.

    Setyo mengatakan Hasto meminta agar Harun Masiku ditempatkan pada daerah pemilihan (dapil) Sumatra Selatan meski yang bersangkutan berdomisili di Toraja, Sulawesi Selatan.

    Dalam raihan suara, Harun Masiku kalah dengan calon legislatif (caleg) PDIP lainnya yaitu, Riezky Aprilia.

    “Bahwa proses pemilihan legislatif tahun 2019, ternyata HM hanya mendapatkan suara 5.878. Sedangkan, caleg atas nama Riezky Aprilia memperoleh suara 44.402,” kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Setyo mengatakan seharusnya Riezky Aprilia menjadi sosok yang menggantikan caleg terpilih, Nazarudin Kiemas.

    Adapun Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 yang lalu.

    Namun, kata Setyo, ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku lewat beberapa upaya yang dilakukan. 

    Pertama, Hasto melakukan pengujian konstitusional atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah dikabulkan, ternyata KPU tidak melaksanakan terkait putusan judicial review Hasto yang dikabulkan oleh MA.

    Hasto, kata Setyo, lantas mengajukan permintaan fatwa kepada MA.

    “Kemudian menandatangani surat nomor 2576 tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan judicial review,” kata Setyo.

    “Setelah ada putusan dari MA, KPU tidak mau untuk melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, saudara HK meminta fatwa kepada MA,” sambungnya.

    Hasto juga berupaya dengan meminta Riezky mengundurkan diri dan diganti oleh Harun Masiku menggantikan Nazarudin yang meninggal dunia.

    Namun, kata Setyo, permintaan Hasto itu ditolak oleh Riezky.

    Kemudian, Hasto juga berupaya dengan memerintahkan kader PDIP, Saiful Bahri ke Singapura agar Riezky mau mundur tetapi berujung penolakan serupa.

    Upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menahan surat undangan pelantikan anggota DPR yang ditujukan kepada Riezky.

    “Bahkan surat undangan pelantikan anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudari Riezky mundur setelah pelantikan,” jelas Setyo.

    Hasto Sediakan Uang untuk Suap Eks Komisioner KPU

    Setyo menyebut upaya selanjutnya yang dilakukan Hasto adalah menyuap Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.

    “Di mana Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU,” jelas Setyo.

    Setyo mengatakan lalu Hasto bertemu dengan Wahyu pada 31 Agustus 2019.

    Kemudian, berdasarkan penyelidikan, Setyo menyebut uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu dari Hasto.

    “Bahwa dalam proses perencanaan sampai proses penyerahan, uang tersebut Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara Saiful Bahri dan DTI dalam memberikan suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan,” tuturnya.

    Hasto juga memiliki peran mengendalikan DTI untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan surat pelaksanaan fatwa MA kepada KPU.

    Selain itu, Hasto juga meminta DTI untuk melobi anggota KPU agar bisa menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR.

    “Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada komisioner KPU melalui Tio,” tutur Setyo.

    “Kemudian, HK bersama-sama dengan HM, Saiful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan, jumlahnya seperti pada kasus sebelumnya,” sambungnya.

    Atas perbuatannya ini, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.

  • Penyataan Perdana Hasto Kristiyanto Usai Ditetapkan Tersangka oleh KPK

    Penyataan Perdana Hasto Kristiyanto Usai Ditetapkan Tersangka oleh KPK

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memberikan pernyataan perdana usai ditetapkan tersangka oleh KPK

    Melalui sebuah video, Hasto merespon kasus hukum yang menjeratnya. Tak bicara detil soal kasus suap, Hasto banyak bicara soal aspek politik dalam kasusnya.

    “Setelah penetapan saya sebagai tersangka oleh KPK, maka sikap PDIP adalah menghormati keputusan dari KPK,” kata Hasto dalam video yang diterima, Kamis (26/12).

    Ia mengatakan dirinya adalah warga yang taat hukum sebagaimana PDIP adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum.

    Hasto mengatakan sejak awal ia sudah banyak mengkritisi soal demokrasi harus ditegakan, suara rakyat tidak tidak bisa dikebiri dan negara hukum tidak bisa dimatikan. Ia juga menyinggung soal watak otoriter yang menindas rakyatnya sendiri.

    Hasto mengaku sudah siap dengan segala risiko yang dihadapi.

    Hasto memamerkan buku Sukarno karya Cindy Adam yang jadi bacaaanya.

    “Sebagai murid Bung Karno, saya mengikuti apa yang tertulis di dalam buku Cindy Adam ini. Inilah kitab perjuangan saya,” katanya.

    Bung Karno menerima risiko harus dipenjara karena menentang penjajahan. Menurutnya, nilai-nilai perjuangan Sukarno itu yang ia dan kader-kader PDIP pegang saat ini.

    Hasto turut menyindir sosok yang baru dipecat dari PDIP. Sosok yang menurutnya punya ambisi kekuasaan sehingga berencana melanggar konstitusi dengan cara perpanjangan masa jabatan atau menambah jabatan jadi 3 periode.

    Dia mengajak kader-kader PDIP bersama menghadapi situasi saat ini. Hasto ingin kader-kader partai banteng tak gentar dengan berbagai intimidasi yang ada.

    “Kita jaga marwah dari Ketua Umum PDI Perjuangan dari berbagai upaya-upaya yang ingin merongrong marwah dan kewibawaan partai hanya karena ambisi kekuasaan,” ujarnya.

    “Mari, demi perjuangan terhadap cita-cita, demi nilai-nilai yang kita perjuangkan, risiko apapun, siap kita hadapi dengan kepala tegak dan mulut tersenyum,” ucapnya menutup pernyataan.

    Sebelumnya, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto tersangka dalam dua kasus. Pertama, kasus suap caleg PDIP Harun Masiku terhadap Komisioner KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Hasto juga ditetapkan tersangka dalam kasus perintangan penyidikan. KPK menduga Hasto memerintahkan Harun kabur dan merusak barang bukti kasus suap.

    (dhf/sur)

    [Gambas:Video CNN]

  • Hasto sebagai tersangka, momentum perbaikan tata kelola pemilu

    Hasto sebagai tersangka, momentum perbaikan tata kelola pemilu

    Pemangkasan hukuman ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih lemah.

    Depok (ANTARA) – Penetapan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola pemilihan umum (pemilu) di Indonesia yang selama ini masih rentan terhadap politik uang.

    “Kasus ini mengungkapkan masalah mendasar dalam sistem pemilu kita. Politik uang masih merusak integritas proses demokrasi,” ujar pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono di Depok, Jawa Barat, Kamis.

    Dugaan suap yang melibatkan Hasto sebagai aktor kunci, lanjut dia, menunjukkan bagaimana partai politik melalui otoritas sekretaris jenderal dapat menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak politiknya.

    Dalam kasus ini, Hasto diduga berusaha memengaruhi hasil pemilu dengan menggantikan calon anggota terpilih pada Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Riezka Aprilia dengan Harun Masiku, calon anggota DPR yang memperoleh suara lebih rendah di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan.

    Berdasarkan keterangan Setyo Budiyanto, Hasto melalui orang-orang kepercayaannya diduga melakukan suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar 19.000 dolar Singapura dan anggota Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio F. sebesar 38.350 dolar Singapura pada tanggal 16 Desember 2019 hingga 23 Desember 2019.

    Wahyu Setiawan telah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung pada tahun 2021 dengan hukuman 7 tahun penjara. Namun, dia hanya menjalani hukuman 3 tahun 9 bulan setelah memperoleh pembebasan bersyarat pada bulan Oktober 2023.

    “Pemangkasan hukuman ini menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih lemah dan belum memberikan efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi,” tambah Vishnu.

    Pewarta: Feru Lantara
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • PDIP siapkan langkah hukum untuk Hasto

    PDIP siapkan langkah hukum untuk Hasto

    Ini terkait strategi nanti pada waktunya kami sampaikan

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan menyatakan tengah menyiapkan langkah hukum terkait penetapan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh KPK.

    “Sampai saat ini kami lagi fokus persiapan langkah-langkah hukum kami,” ujar Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy di Jakarta, Kamis.

    Sejauh ini, dia pun belum menentukan langkah hukum yang akan dilakukan terkait penetapan tersangka Hasto, termasuk terkait potensi mengajukan langkah praperadilan atas status tersangka itu.

    “Ini terkait strategi nanti pada waktunya kami sampaikan,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum itu.

    Adapun Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 bertanggal 23 Desember 2024. Dalam sprindik itu, Hasto disebut terlibat tindak pidana korupsi bersama tersangka Harun Masiku dengan memberikan hadiah atau janji kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

    Kemudian berdasarkan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 bertanggal 23 Desember 2024, Hasto juga menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Harun Masiku tersebut.

    Untuk diketahui, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pakar Hukum: Penetapan Tersangka Hasto di Kasus Suap Harus Berdasar Putusan Pengadilan – Halaman all

    Pakar Hukum: Penetapan Tersangka Hasto di Kasus Suap Harus Berdasar Putusan Pengadilan – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli hukum pidana Mudzakkir berpendapat, penetapan tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam perkara suap harus berdasarkan putusan pengadilan. 

    Diketahui KPK telah menetapkan Hasto Kristiyanto tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan. Dalam perkara eks caleg PDIP yang kini masih buron Harun Masiku. 

    “Kalau Hasto Kristiyanto itu dikenakan pasal suap, berarti harus bisa dibuktikan siapa penerima suapnya dan harus pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Mudzakkir dihubungi Kamis (26/12/2024). 

    Ia melanjutkan jika benar bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam hal ini adalah KPU yang menerima suap. 

    “Dan juga salah satu diantaranya adalah namanya Wahyu (Penerima suap). Maka yang menerima suap dalam putusan, penerima suap itu, kalau itu benar bahwa putusan penerima suap sudah inkrah.”

    “Maka dalam putusan, penerima suap itu sudah disebutkan namanya, siapa pemberi suap, dan penerima suapnya diadili,” terangnya. 

    Selanjutnya kata Mudzakkir kesepakatannya itu seperti apa. Dan semuanya harus disebutkan dalam putusan pengadilan. 

    “Kalau putusan pengadilan penerima suap pegawai negeri, penyelenggara negara itu tidak dijelaskan siapa pemberi suap, dan berapa jumlah suap yang diberikan. Dan janjinya itu apa di dalam hal pemberian suap tidak dibuktikan di dalam sidang pengadilan terkait perkara pokoknya, dan ternyata dalam putusan tidak disebutkan siapa pemberi suapnya,” lanjutnya. 

    Jika hal itu terjadi, ia berpendapat Hasto Kristiyanto tidak bisa diterapkan jadi tersangka kasus suap. 

    “Saya berpendapat bahwa kalau Hasto ini namanya tidak disebutkan di dalam putusan pemberi suap. Maka Hasto tidak serta-merta bisa dinyatakan sebagai tersangka,” terangnya. 

    Tetapi sebaliknya kata Mudzakkir jika disebutkan di persidangan nama pemberi suap. Penyidik cukup melengkapi alat bukti. 

    “Kalau sudah disebutkan sebelumnya, itu tinggal melengkapi alat bukti saja, melengkapinya, mana yang kurang, dilengkapinya, maka dia dapat ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap,” tandasnya.

    Diketahui Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap yang menjerat eks caleg PDIP Harun Masiku sebagai buronan.

    Perkara yang menyeret Harun Masiku ini diketahui pula telah bergulir sejak 2020 silam. Itu artinya butuh waktu empat tahun bagi KPK untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam pengembangan kasus Harun.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024) menerangkan bahwa lembaganya menemukan kecukupan alat bukti dari hasil pemeriksaan, penggeledahan, hingga penyitaan.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto saat mengumumkan penetapan tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024). (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

    “Ini karena kecukupan alat buktinya. Di situlah kemudian kita mendapatkan banyak bukti dan petunjuk yang kemudian menguatkan keyakinan penyidik untuk melakukan tindakan untuk mengambil keputusan,” kata Setyo.

    Kata Setyo, penyidik tidak begitu yakin untuk menjerat Hasto sebagai tersangka pada 2020. 

    Namun, kata Setyo, saat ini buktinya sudah diyakini cukup kuat untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka.

    “Tentu melalui proses tahapan-tahapan sebagaimana yang sudah diatur di kedeputian penindakan. Baru kemudian diputuskanlah terbit surat perintah penyidikan. Jadi, sebetulnya alasan pertimbangan itu,” kata dia. 

    KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka atas dua kasus dugaan korupsi. 

    Yakni kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI, dan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara Harun Masiku. 

    Dalam kasus suap, Hasto bersama Harun Masiku dan orang kepercayaannya,.Donny Tri Istiqomah, diduga memberikan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan. 

    Dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto disebut mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.

    KPK menemukan bukti bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu guna meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR berasal dari Hasto. 

    Sementara itu, dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan seseorang untuk menghubungi Harun Masiku agar merendam ponsel dalam air dan melarikan diri. 

    Sebelum diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan lembaga antirasuah. 

    Selain itu, Hasto juga diduga mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

     

     

  • 3
                    
                        Donny Tri Istiomah Tersangka, Akui Pernah Dititipi Uang Ratusan Juta oleh Harun Masiku
                        Nasional

    3 Donny Tri Istiomah Tersangka, Akui Pernah Dititipi Uang Ratusan Juta oleh Harun Masiku Nasional

    Donny Tri Istiomah Tersangka, Akui Pernah Dititipi Uang Ratusan Juta oleh Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menetapkan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto (HK) dan orang kepercayaannya,
    Donny Tri Istiqomah
    (DIT) sebagai tersangka.
    Keduanya ditetapkan tersangka dalam kasus suap terhadap eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Wahyu Setiawan terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR yang menjerat eks kader PDI-P
    Harun Masiku
    (HM).
    “Penyidik menemukan bukti keterlibatan saudara HK (Hasto) selaku Sekjen PDI Perjuangan dan saudara DTI (Donny) selaku orang kepercayaan saudara HK dalam perkara dimaksud,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
    Dengan bukti yang dimiliki penyidik, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/154/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024, dengan tersangka Donny Tri Istiqomah.
    Keduanya dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
    KPK pernah memeriksa Donny sebagai saksi dalam kasus ini pada 12 Februari 2020.
    Ia mengaku kepada penyidik KPK pernah dititipi uang senilai Rp 400 juta untuk menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Uang tersebut didapatkan dari staf DPP PDI-P, Kusnadi.
    “Saya sudah kasih keterangan ke penyidik, memang saya dapat titipan uang Rp 400 juta dari Mas Kusnadi, Mas Kusnadi sudah terkonfirmasi dari Pak Harun duitnya,” kata Donny di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 12 Februari 2020.
    Donny mengatakan, uang yang dititipkan kepadanya akan diserahkan ke anak buah Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, Saeful, sebelum nanti diserahkan ke Wahyu.
    Ia membantah bila Hasto ikut dalam praktek suap sebagai penyandang dana.
    “Oh saya enggak ada, enggak mungkin lah sekjen digembol-gembol bawa uang kan?” ujarnya.
    Donny juga mengaku hanya ditugaskan oleh DPP PDI-P untuk langkah-langkah hukum agar Harun Masiku dapat masuk ke dalam Parlemen meski perolehan suaranya kalah dari caleg lain, Riezky Aprillia.
    “Saya hanya pada urusan bagaimana saya menyusun langkah-langkah hukum, dari uji materi ke MA kita minta fatwa, kemudian saya sebagai saksi sekaligus kuasa hukum pada pleneo KPU saya berdebat,” tuturnya.
    Dalam konstruksi perkara yang menjerat Wahyu, Donny disebut pernah menerima uang dari Harun Masiku dan seorang penyandang dana lainnya untuk menyuap Wahyu.
    Ia juga ikut terjaring dalam OTT KPK pada 8-9 Januari 2020. Namun kemudian dilepas dan tidak ditetapkan sebagai tersangka.
    Saat itu, KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap ini yaitu Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks caleg PDI-P Harun Masiku, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan seorang pihak swasta bernama Saeful.
    KPK juga pernah menggeledah rumah pribadi Donny yang terletak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Juli 2024.
    Anggota Tim Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Johannes L Tobing mengatakan, penggeledahan itu berlangsung selama sekitar empat jam.
    Penyidik disebut tidak menyita handphone milik Donny. Namun, telepon genggam yang disita penyidik adalah milik istrinya.
    “Diambil dari rumahnya, kediaman Pak Doniny itu ada handphone, alat komunikasi handphone ada empat yang diambil, dua itu milik istrinya,” kata Johannes saat ditemui awak media di Dewas KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
    Johannes mengeklaim, barang elektronik yang disita penyidik tidak terkait dengan kasus Harun Masiku.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Sekjen PDIP sebelum Hasto Kristiyanto, Nomor 1 Menang Pilkada Jakarta

    Dua Sekjen PDIP sebelum Hasto Kristiyanto, Nomor 1 Menang Pilkada Jakarta

    loading…

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Foto/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Dua Sekjen PDIP sebelum Hasto Kristiyanto akan diulas di artikel ini. Dari kedua tokoh tersebut, ada yang terpilih menjadi gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

    Diketahui, Hasto Kristiyanto menjadi Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 2014 setelah Tjahjo Kumolo masuk Kabinet Kerja. Pada 2015, Hasto resmi menjadi Sekjen PDIP definitif. Jabatan tersebut diembannya sampai saat ini.

    Meski telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terhadap Wahyu Setiawan dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku, Hasto masih menjabat sekjen partai pemenang Pemilu 2024 tersebut. Posisinya kemungkinan bisa saja diganti, apalagi partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri tersebut akan menggelar kongres pada tahun depan.

    Kantor DPP PDIP. Foto/Dok iNews Media Group
    Dua Sekjen PDIP sebelum Hasto Kristiyanto
    1. Pramono Anung Wibowo

    Pramono Anung Wibowo lahir di Kediri, 11 Juni 1963. Politikus senior PDIP ini pernah menjadi Wakil Sekjen DPP PDIP. Pada tahun 2005, Pramono naik jabatan menjadi Sekretaris Jenderal PDIP.

    Di legislatif, Pramono menjadi anggota DPR sejak 1999. Dia pernah menjabat posisi penting, yakni wakil ketua DPR RI periode 2009-2014.

    Setelah pengalaman di legislatif, Pramono menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) Kabinet Kerja sejak 12 Agustus 2015. Dia diangkat sebagai Seskab berdasarkan Keppres Nomor 8/P 2015 tanggal 12 Agustus 2015. Saat Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi presiden pada 2019-2024 dan membentuk Kabinet Indonesia Maju, Pramono kembali dipercaya sebagai Seskab. Dia diangkat berdasarkan Keppres Nomor 115/P 2019 tanggal 23 Oktober 2019. Dia kemudian mundur karena bertarung di Pilkada Jakarta 2024.

    Pilihan Pramono tidak salah. Pada Pilkada Jakarta 2024, Pramono yang berpasangan dengan Rano Karno, berhasil menjadi pemenang. Pasangan yang diusung PDIP ini sukses mengalahkan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Pramono pun akan dilantik sebagai Gubernur Daerah Khusus Jakarta.

  • Mantan Penyidik KPK Sebut Yasonna Saksi Kunci Kasus Harun Masiku

    Mantan Penyidik KPK Sebut Yasonna Saksi Kunci Kasus Harun Masiku

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menilai pencegahan ke luar negeri terhadap Yasonna Laoly sudah tepat. Yudi menyebut mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu adalah saksi kunci di kasus suap terkait dengan Harun Masiku.

    Yudi mengatakan Yasonna adalah saksi terakhir yang diperiksa sebelum KPK menetapkan status tersangka. Dengan demikian, pencekalan bisa dilakukan meskipun Yasonna hanya berstatus saksi saat ini.

    “Yasonna adalah saksi kunci dalam perkara ini sehingga harus dicekal yang merupakan kewenangan penyidik,” kata Yudi dalam keterangan tertulis, Kamis (26/12).

    Yudi meminta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan segera menyampaikan pencekalan resmi kepada Hasto Kristiyanto dan Yasonna Laoly. Lalu Imigrasi harus menyita paspor fisik dua orang itu hingga enam bulan ke depan.

    Yudi berkata keputusan pencekalan merupakan kewenangan penyidik KPK. Hal itu juga bisa diterapkan ke orang lain bila KPK menemukan sosok baru terkait kasus Harun Masiku.

    “Kasus ini, baik suap maupun perintangan penyidikan, bisa berkembang ke siapa pun, tergantung bukti yang didapatkan penyidik,” ujarnya.

    Sebelumnya, KPK melarang dua politisi PDIP, Yasonna Laoly dan Hasto Kristiyanto, ke luar negeri. Pencekalan itu dilakukan setelah penetapan Hasto sebagai tersangka kasus suap Harun Masiku.

    Hasto diduga terlibat dalam penyuapan terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Hasto juga dituding merintangi penyidikan dengan menyuruh Harun Masiku kabur dan merendam ponsel.

    PDIP bantah Yasonna terlibat

    Sementara itu PDI Perjuangan (PDIP) menyesalkan tindakan KPK  yang mengajukan pencegahan terhadap Yasonna Laoly ke luar negeri.

    Dilansir dari Antara, juru bicara PDIP Chico Hakim menegaskan bahwa Yasonna tidak terlihat dalam kasus tersebut.

    “Kami sangat menyayangkan hal ini. Karena tidak ada kejelasan dan keterlibatan Pak Yasonna. Juga sama sekali tidak dapat dijelaskan terkait dengan kasus yang sedang berlangsung ini,” kata Chico, Kamis (26/12).

    Ia berharap KPK menjunjung tinggi profesionalitas dalam mengusut kasus korupsi di Indonesia. Ia berharap tak ada upaya politisasi hukum terhadap kasus tersebut.

    Di sisi lain, Chico menegaskan PDIP sangat menghormati proses hukum yang dihadapi Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto maupun pencekalan terhadap Yasonna Laoly.

    “Namun, kami tegaskan PDIP dan semua kadernya tentu menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan,” tambah Chico.

    (dhf/sur)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kasus Harun Masiku, PDIP Sesalkan Pencekalan Yasonna oleh KPK

    Kasus Harun Masiku, PDIP Sesalkan Pencekalan Yasonna oleh KPK

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — PDI Perjuangan (PDIP) menyesalkan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mencekal mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly terkait kasus dugaan korupsi Harun Masiku.

    Juru bicara PDIP, Chico Hakim, menegaskan bahwa Yasonna tidak terlibat dalam perkara tersebut.

    “Kami sangat menyayangkan hal ini. Karena tidak ada kejelasan dan keterlibatan Pak Yasonna juga sama sekali tidak dapat dijelaskan terkait dengan kasus yang sedang berlangsung ini,” ujar Chico di Jakarta, Kamis (26/12).

    Chico meminta KPK untuk bertindak profesional dan menghindari politisasi dalam menangani kasus tersebut.

    Ia juga menegaskan bahwa PDIP menghormati seluruh proses hukum yang tengah berlangsung, termasuk terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    Sebelumnya, pada Rabu (25/12), KPK mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap Yasonna dan Hasto selama enam bulan.

    Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyampaikan bahwa larangan ini berkaitan dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara Harun Masiku.

    Harun Masiku telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020 setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Hingga kini, keberadaannya belum diketahui. (*)

  • PDIP sesalkan pencekalan Yasonna atas kasus korupsi Harun Masiku

    PDIP sesalkan pencekalan Yasonna atas kasus korupsi Harun Masiku

    Namun, kami tegaskan PDIP dan semua kadernya tentu menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan

    Jakarta (ANTARA) – PDI Perjuangan (PDIP) menyesalkan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengajukan pencekalan terhadap mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Yasonna Laoly ke luar negeri atas kasus korupsi Harun Masiku.

    Juru bicara PDIP Chico Hakim menegaskan bahwa Yasonna tidak terlihat dalam kasus tersebut.

    “Kami sangat menyayangkan hal ini. Karena tidak ada kejelasan dan keterlibatan Pak Yasonna juga sama sekali tidak dapat dijelaskan terkait dengan kasus yang sedang berlangsung ini,” kata Chico kepada awak media di Jakarta, Kamis.

    Ia pun mengingatkan kepada KPK untuk menjunjung tinggi profesionalitas dalam mengusut kasus korupsi di Indonesia. Ia berharap tak ada upaya politisasi hukum terhadap kasus tersebut.

    “Dengan catatan dan mengingatkan KPK untuk bertindak profesional dalam menjalankan dan memeriksa proses hukum ini di tengah dugaan kuat di masyarakat terhadap politisasi yang sedang terjadi,” ujarnya.

    Di sisi lain, Chico menegaskan PDIP sangat menghormati proses hukum yang dihadapi Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto maupun pencekalan terhadap Yasonna Laoly.

    “Namun, kami tegaskan PDIP dan semua kadernya tentu menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan,” tambah Chico.

    Sebelumnya, Rabu (25/12), KPK mencegah ke luar negeri terhadap mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly (YHL) terkait penyidikan dan pencarian terhadap buronan kasus dugaan korupsi Harun Masiku.

    Larangan tersebut diberlakukan bersamaan dengan larangan bepergian keluar negeri terhadap Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK).

    “Pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang warga negara Indonesia yaitu YHL dan HK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

    Tessa menerangkan larangan bepergian ke luar negeri tersebut terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan perkara Harun Masiku.

    Tindakan larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan penyidik karena keberadaan keduanya di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan korupsi. Larangan tersebut berlaku untuk 6 (enam) bulan.

    Untuk diketahui, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

    Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

    Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku, saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024