Tag: Wahyu Setiawan

  • KPK Hadirkan Pemeriksa Forensik dan Ahli Sebagai Saksi di Sidang Lanjutan Hasto

    KPK Hadirkan Pemeriksa Forensik dan Ahli Sebagai Saksi di Sidang Lanjutan Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA — Sidang perkara suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto kembali digelar, Senin (26/5/2025). Kali ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua orang ahli. 

    Dua ahli yang dihadirkan oleh JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki latar belakang keahlian terkait dengan sistem teknologi dan informasi dari Universitas Indonesia (UI), serta lainnya merupakan pemeriksa forensik pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.

    “KPK meyakini majelis hakim akan melihat secara objektif keterangan-keterangan yang disampaikan para ahli dalam mendukung pembuktian perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sdr. HK,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (26/5/2025). 

    Budi lalu menyampaikan, KPK mengajak masyarakat untuk terus mengikuti dan mencermati keterangan para ahli dalam persidangan Hasto sebagai salah satu bentuk transparansi serta partisipasi publik dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.

    Untuk diketahui, Hasto menjalani sidang perdana perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024 serta perintangan penyidikan kasus Harun Masiku pada 14 Maret 2025. 

    Pada persidangan ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan kedua, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Polisi kerahkan 511 personel amankan sidang Hasto

    Polisi kerahkan 511 personel amankan sidang Hasto

    Titik-titik krusial seperti kedatangan massa, kehadiran terdakwa, serta proses keluar-masuk ruang sidang menjadi fokus pengamanan kami

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 511 personel gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakpus dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri/Tipikor Jakarta Pusat.

    Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menjelaskan pola pengamanan kali ini merupakan kelanjutan dari strategi minggu sebelumnya, dengan beberapa penyesuaian berdasarkan dinamika lapangan.

    “Titik-titik krusial seperti kedatangan massa, kehadiran terdakwa, serta proses keluar-masuk ruang sidang menjadi fokus pengamanan kami,” kata Susatyo di Jakarta, Jumat.

    Ia menekankan sidang ini bersifat terbuka untuk umum, namun dengan pengawasan ketat untuk mencegah tindakan provokatif.

    Polisi kata Susatyo, telah menyiapkan area pemisahan bagi massa pro dan kontra agar tidak terjadi gesekan, dengan pendekatan persuasif kepada seluruh pengunjung.

    “Kami imbau massa untuk menempati areal masing-masing secara tertib. Setelah terdakwa tiba, Jalan Bungur Besar akan kami alihkan sementara demi kelancaran sidang,” ujarnya.

    Kapolres Jakarta Pusat berharap seluruh rangkaian sidang dapat berjalan aman, tertib, dan damai.

    “Kami jalankan tugas ini dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan. Semoga pengamanan hari ini berjalan lancar tanpa gangguan,” ujarnya.

    Diketahui, sidang kasus Hasto kali ini mengagendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Saksi dimaksud, yakni anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2016-2024 Hasyim Asyari dan penyelidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Budi Raharjo.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka, pada rentang waktu 2019–2024.

    Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya bernama Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam untuk mengantisipasi adanya upaya paksa dari penyidik KPK.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristiyanto
    menilai, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ),
    Rossa Purbo Bekti
    , bukan
    saksi
    fakta.
    Hal ini disampaikan Hasto usai mendengar keterangan Rossa yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai saksi perkara dugaan perintangan penyidikan tersangka suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menjerat dirinya sebagai terdakwa.
    “Hari ini saya menegaskan bahwa saudara Rossa ternyata bukan saksi fakta,” kata Hasto saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
    Hasto menilai, keterangan yang disampaikan Rossa di dalam persidangan bukan fakta atas peristiwa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri.
    Menurutnya,
    penyidik KPK
    dari Polri itu hanya memberikan asumsi atas peristiwa yang ditanganinya tersebut.
    “Dia mengkonstruksikan (peristiwa) berdasarkan imajinasi dan asumsi dari saudara Rossa,” kata Hasto.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P, Saeful Bahri, dan
    Harun Masiku
    .
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kesaksian Penyidik KPK Mau OTT Hasto, Malah Ditangkap di PTIK

    Kesaksian Penyidik KPK Mau OTT Hasto, Malah Ditangkap di PTIK

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti menceritakan kebuntuan saat melakukan OTT terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.

    Hal itu disampaikan Rossa saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara suap dan perintangan terdakwa Hasto di PN Tipikor, Jakarta, Jumat (9/5/2025).

    Rossa menjelaskan OTT KPK itu bermula saat pihaknya mendapatkan informasi soal adanya tindak korupsi berupa suap dan gratifikasi terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sekitar Januari 2020.

    Kala itu, Rossa dan tim menangani proses OTT untuk penangkapan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. Setelah ditangkap, penyidik KPK kemudian menelusuri aliran dana dalam perkara suap dan gratifikasi itu.

    Dari alat bukti yang ada, aliran suap dan gratifikasi itu bersumber dari Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku. Dengan demikian, penyidik langsung melakukan pengejaran terhadap keduanya.

    “Pada saat itu dengan alat bukti bahwa ada keterangan dan juga ada percakapan WhatsApp dan petunjuk barang bukti elektronik bahwa uang itu berasal dari terdakwa [Hasto],” ujar Rossa di persidangan.

    Selanjutnya, penyidik mendapatkan informasi kalau Hasto telah bergerak dari kantor DPP PDIP menuju arah Jakarta Selatan atau tepatnya di sekolah kepolisian atau PTIK.

    Sesampainya di PTIK, Rossa mengaku bahwa dirinya menemui sejumlah hambatan dalam pengejaran Hasto. Sebab, penyidik KPK sempat tertahan di halaman PTIK.

    “Kami tertahan di depan kompleks PTIK. Jadi dalam posisi saya pernah sekolah di situ selama dua tahun, jadi tidak mungkin juga saya mencari masalah di situ,” ujar Rossa.

    Selain itu, dia juga mengungkap bahwa dilokasi juga terdapat tim yang melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku dan sama-sama tertahan di PTIK.

    Sembari menunggu, Harun dan Hasto keluar, penyidik KPK itu kemudian didatangi, diinterogasi oleh gerombolan orang dan langsung dibawa ke sebuah ruangan.

    “Kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. Rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu,” pungkas Rossa.

  • Kubu Hasto Protes Penyidik KPK Rossa Purbo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap PAW Harun Masiku – Halaman all

    Kubu Hasto Protes Penyidik KPK Rossa Purbo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap PAW Harun Masiku – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kubu terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto protes saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.

    Dalam sidang hari ini, Jaksa KPK menghadirkan tiga penyidik sebagai saksi, salah satunya AKBP Rossa Purbo Bekti.

    Protes itu diungkapkan kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail diawal jalannya sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (9/5/2025).

    Awalnya Maqdir mempertanyakan alasan Jaksa menghadirkan Rossa dan dua penyidik lainnya sebagai saksi dalam sidang kliennya.

    Pasalnya menurut dia, ketiga orang itu tidak tepat jika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tersebut.

    “Yang Mulia, sebelum dilakukan permintaan identitas ketiga saksi, kedudukan saksi ini sebagai saksi apa? Karena mereka adalah penyidik. Kalau mereka menjadi saksi verbal lisan, keterangan mana yang akan mereka bantah? Menurut hemat kami, mereka tidak tepat dijadikan saksi dalam perkara ini,” kata Maqdir di ruang sidang.

    Lebih lanjut Maqdir menyatakan apabila Rossa Purbo dan dua penyidik KPK itu tetap menjadi saksi maka keterangan mereka hanya berdasarkan pernyataan orang lain atau testimoni de auditu.

    Maqdir pun menolak apabila ketiga penyidik itu sebagai saksi lantaran tidak sesuai dengan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Kami tidak ingin persidangan kita ini melanggar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP,” katanya.

    Minta Majelis Hakim Keberatan

    Sementara itu kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy menilai dengan dihadirkannya penyidik KPK dalam sidang kliennya, jaksa hanya ingin membuktikan hasil dari penyidikan kasus tersebut.

    Sehingga Ronny meminta agar majelis hakim mencatat keberatan daripada pihaknya atas dihadirkannya penyidik KPK sebagai saksi.

    “Jadi menurut kami ini dimasukkan saja yang mulia mohon dicatat. Tidak perlu dihadirkan penyidik ini, ini kan sebenarnya penyidik sudah diwakili oleh berkas-berkas yang mereka periksa bukti bukti yang mereka periksa,” kata Ronny.

    Penjelasan Jaksa

    Menanggapi hal tersebut, Jaksa KPK mengatakan bahwa ketiga penyidik itu bakal dijadikan sebagai saksi fakta.

    Sehingga mereka memandang perlu ketiga orang itu dihadirkan sebagai saksi lantaran berkaitan langsung dengan kasus yang menjerat Harun Masiku.

    “Sehingga perlu kami hadirkan di persidangan, saksi yang merupakan penyidik di perkara Harun Masiku dan juga penyelidik pada waktu OTT (operasi tangkap tangan) untuk menjelaskan fakta kejadian pada waktu itu dan juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” jelas Jaksa.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

     

  • Dua Penyidik KPK Bakal jadi Saksi di Sidang Sekjen PDIP Hasto Hari Ini

    Dua Penyidik KPK Bakal jadi Saksi di Sidang Sekjen PDIP Hasto Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) bakal menghadirkan dua saksi dalam sidang lanjutan perkara suap dan perintangan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto mengatakan dua saksi itu ada penyidik KPK yakni Rossa Purbo Bekti dan Rizka Anungnata.

    “Saksi hari ini Rossa Purbo Bekti dan Rizka Anungnata,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (9/5/2025).

    Adapun, Rossa dan Rizka merupakan penyidik KPK yang mengusut perkara Hasto Kristiyanto. Namun, Rizka sudah tidak lagi aktif di lembaga antirasuah tersebut.

    Diberitakan sebelumnya, Hasto didakwa telah melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024.

    Perbuatan merintangi proses hukum itu di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Selain itu, Hasto juga diduga telah memberikan suap SGD 57.350 atau sekitar Rp600 juta kepada Wahyu. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina bisa menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku.

  • 2 Penyidik KPK Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

    2 Penyidik KPK Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

    Jakarta

    Penyidik KPK akan dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Hasto Kristiyanto. Ada dua penyidik yang akan menjadi saksi dalam sidang hari ini.

    “Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata,” kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).

    Sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Rencanannya sidang dimulai pukul 09.00 WIB.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    “Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).

    (mib/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Satpam DPP PDIP Ngaku Pernah Dititipi Tas Laptop oleh Harun Masiku

    Satpam DPP PDIP Ngaku Pernah Dititipi Tas Laptop oleh Harun Masiku

    Jakarta

    Satpam di Kantor DPP PDIP, Nurhasan mengaku pernah dititipi tas laptop oleh buron Harun Masiku. Nurhasan mengaku tak tahu isi tas tersebut.

    Hal itu disampaikan Nurhasan saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Mulanya, Nurhasan mengakui pernah bertemu dengan Harun. Dia mengaku diminta dua orang tak dikenal untuk menelfon dan bertemu Harun saat sedang bertugas di Rumah Aspirasi.

    “Izin melanjutkan Yang Mulia, kalau di BAP (berita acara pemeriksaan), pertanyaan ke-7 poin ke-11, ‘Karena saya takut terpaksa saya mengikuti instruksi mereka berdua dan setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telepon tersebut adalah saudara Harun Masiku’. Ini saudara bisa menjelaskan di sini, tadi kan saudara ngomongnya karena gelap saudara nggak tahu orangnya, sehingga nggak tahu itu Harun Masiku. Tapi di BAP ini saudara menyampaikan bahwa, ‘Setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telfon tersebut adalah saudara Harun Masiku’,?” tanya jaksa.

    “Itu belum Pak, itu pas udah kelamaan baru saya tahu,” jawab Nurhasan.

    “Jadi setelah ramai-ramai saudara tahu itu Harun Masiku?” tanya jaksa.

    Nurhasan mengaku dititipi tas laptop oleh Harun Masiku. Dia pun langsung membawa tas tersebut.

    “Setelah bertemu apa yang dilakukan Pak?” tanya jaksa.

    “Siapa?” tanya jaksa.

    “Itu si Harun itu. Ngasih tas, dia bilang titip ya. Gitu aja udah,” jawab Nurhasan.

    “Titip untuk dibawa ke mana?” tanya jaksa.

    “Nggak tahu. Saya bawa aja,” jawab Nurhasan.

    “Terus mau aja saudara?” tanya jaksa heran.

    “Iya, nitip ya saya bawa aja,” jawab Nurhasan.

    Dia mengatakan pertemuan dengan Harun itu dilakukan di kawasan Jalan Cut Meutia, Jakarta Pusat. Dia mengatakan dua orang tak dikenal itu mengawasinya dari kejahuan.

    “Terus pada waktu itu orang yang, dua orang tadi gimana?” tanya jaksa.

    “Dia ada di ujung Pak, pas, kan Cut Meutia ada belok,” jawab Nurhasan.

    “Dia nggak menempel dengan saudara ya?” tanya jaksa.

    “Nggak, nggak menempel,” jawab Nurhasan.

    “Dia hanya mengawasi dari kejahuan?” tanya jaksa.

    “Iya, ngawasin saya,” jawab Nurhasan.

    Jaksa mendalami apakah ada pesan Harun saat menitipkan tas laptop tersebut. Nurhasan mengatakan Harun hanya menitipkan agar tas itu dibawa.

    “Terus apa lagi percakapannya selain dia nitip tas laptop, apa lagi percakapannya?” tanya jaksa.

    “Seingat saya itu aja, udah, nitip tas saja,” jawab Nurhasan.

    “Apakah ada penyampaian tas itu untuk diapakan gitu?” tanya jaksa.

    “Nggak, nggak ada Pak, nih titip aja, bilang gitu. Nih nitip ya, gitu,” jawab Nurhasan.

    Nurhasan lalu berjalan pulang usai mendapat titipan tas saat bertemu dengan Harun. Dia menuturkan dua orang tak dikenal itu lalu menghentikannya dan mengambil tas tersebut.

    “Terus selain itu ada komunikasi apa lagi setelah titip tas bagaimana kejadiannya?” tanya jaksa.

    “Udah saya balik Pak. Saya balik ke rumah, terus orang itu berhentiin saya, ngambil tas itu, dibawa tas itu,” jawab Nurhasan.

    Nurhasan mengaku tak membuka tas tersebut. Dia mengatakan tak tahu isi tas yang dititipkan Harun tersebut.

    “Saudara nggak tahu isinya apa?” tanya jaksa.

    “Nggak, ya kan karena bukan milik saya, saya nggak berani Pak,” jawab Nurhasan.

    “Ini hanya perkiraan saudara ya ketika memegang itu, apakah semacam kayak gepokan uang gitu?” tanya jaksa.

    “Wah nggak tahu pak itu, kayaknya nggak,” jawab Nurhasan.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    “Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).

    (mib/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Amankan sidang Hasto, polisi kerahkan 833 personel di PN Jakpus

    Amankan sidang Hasto, polisi kerahkan 833 personel di PN Jakpus

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 833 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.

    “Kami ingin memastikan bahwa kehadiran polisi bukan untuk menakuti, tapi untuk memberikan rasa aman,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro di Jakarta, Kamis.

    Ia mengatakan bahwa tim gabungan itu berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek jajaran.

    Susatyo menegaskan bahwa seluruh personel pengamanan tidak dibekali dengan senjata api maupun senjata tajam untuk menjaga suasana tetap kondusif dan tidak menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat.

    Sidang yang digelar hari ini diperkirakan akan dihadiri massa dari dua kelompok berbeda, baik yang mendukung maupun yang menolak terdakwa.

    Oleh karena itu, petugas telah disebar di tiga ring pengamanan, masing-masing mencakup ruang sidang, halaman, serta area kolam utara dan selatan untuk memisahkan kedua kelompok massa.

    “Kami sudah antisipasi titik-titik rawan gesekan. Massa pro dan kontra kami tempatkan di lokasi berbeda agar tidak terjadi konflik. Petugas juga sudah mendapatkan pengarahan untuk bersikap netral, tenang, dan tidak mudah terprovokasi,” kata dia.

    Pengamanan ini juga melibatkan negosiator Polwan dan tim pengendali massa, serta mengutamakan komunikasi dalam menghadapi potensi gangguan.

    “Kami tekankan kepada anggota, tugas utama adalah melayani dan melindungi masyarakat. Tidak boleh arogan, tidak boleh terpancing emosi. Ini bukan hanya soal pengamanan, tapi soal menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” kata Susatyo.

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.

    Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Merasa Kasusnya Didaur Ulang: Langgar Asas Kepastian Hukum

    Hasto Merasa Kasusnya Didaur Ulang: Langgar Asas Kepastian Hukum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
    Hasto Kristiyanto
    menilai bahwa perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan
    kasus Harun Masiku
    merupakan daur ulang perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap.
    Pernyataan ini disampaikan Hasto melalui surat yang dibacakan politikus
    PDI-P
    , Guntur Romli, sesaat setelah Sekjen PDI-P itu masuk ke ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    “Proses daur ulang ini melanggar asas
    kepastian hukum
    , akuntabilitas, dan kepentingan umum,” kata Hasto dalam surat yang dibacakan Guntur, Kamis.
    Hasto bilang, dalam empat kali persidangan yang sudah digelar, semakin memperkuat fakta bahwa saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberikan keterangan ternyata sama.
    Keterangan-keterangan dalam sidang Hasto sudah terungkap dalam persidangan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri pada tahun 2020 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
    Hasto pun menuturkan bahwa ketika kehidupan berbangsa dan bernegara dibangun tanpa kepastian hukum, maka sistem hukum yang ada dijauhkan dari keadilan.
    Menurut dia, tanpa supremasi hukum akan menimbulkan persoalan serius terhadap kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.
    “Berbagai persoalan perekonomian saat ini terjadi akibat tidak adanya kepastian hukum. Bayangkan jika setiap persoalan hukum yang telah inkrah, lalu bisa didaur ulang, maka runtuhlah sistem hukum tersebut,” kata Hasto dalam surat yang dibacakan Guntur.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar caleg PDI-P Harun Masiku dapat menjadi menjadi anggota DPR RI lewat mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
    Selain itu, Hasto juga didakwa merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang berstatus buron sejak tahun 2020.
    Wahyu Setiawan dan sejumlah terdakwa lainnya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, tetapi Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka kasus ini pada akhir 2024 lalu.
    Sementara, Harun Masiku yang berstatus tersangka juga belum diketahui keberadaannya hingga kini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.