Tag: Vladimir Putin

  • Trump Kepada Putin: Jangan Habisi Tentara Ukraina yang Dikepung di Kursk, Selamatkan Mereka – Halaman all

    Trump Kepada Putin: Jangan Habisi Tentara Ukraina yang Dikepung di Kursk, Selamatkan Mereka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengungkapkan permintaan kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk menyelamatkan nyawa pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk, Rusia barat.

    Permintaan ini disampaikan Trump setelah pasukan Rusia melancarkan serangan balasan untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Ukraina sejak Agustus tahun lalu.

    Menurut Institut Studi Perang (ISW), Rusia telah berhasil merebut kembali 655 km persegi wilayah Kursk, lebih dari separuh area yang sebelumnya diduduki oleh Ukraina.

    Trump menyatakan bahwa ribuan tentara Ukraina kini berada dalam posisi yang sangat buruk dan rentan di Kursk.

    “Saya mendesak Presiden Putin untuk menyelamatkan nyawa mereka. Jika tidak, ini akan menjadi pembantaian yang belum pernah disaksikan dunia sejak Perang Dunia II,” ungkap Trump, Jumat (14/3/2025).

    Pertemuan dan Usulan Gencatan Senjata

    Trump sebelumnya mengunggah di media sosial mengenai pertemuan utusannya, Steve Witkoff, dengan Putin di Moskow pada Kamis, 13 Maret 2025.

    Trump menggambarkan pertemuan tersebut sebagai “sangat bagus dan produktif” serta menyatakan harapan bahwa perang yang mengerikan ini dapat segera berakhir.

    Ia juga mengisyaratkan bahwa usulan gencatan senjata dari AS yang diterima Ukraina sedang dipertimbangkan oleh Rusia.

    Tanggapan Putin

    Menanggapi permintaan Trump, Putin menyatakan bahwa pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk akan dijamin keamanannya jika mereka menyerahkan diri.

    “Jika mereka meletakkan senjata dan menyerah, pasukan Ukraina di wilayah Kursk akan dijamin kehidupan dan perlakuan yang layak,” kata Putin dalam pidatonya, Jumat.

    Sementara itu, militer Ukraina membantah adanya ancaman pengepungan dan menyatakan bahwa mereka telah mundur ke posisi yang lebih baik.

    Sehari sebelumnya, Putin mempertanyakan usulan AS mengenai gencatan senjata selama 30 hari antara Rusia dan Ukraina, serta menyoroti pelaksanaan teknis dari usulan tersebut.

    Putin menegaskan, “Haruskah kita membebaskan mereka setelah mereka melakukan kejahatan serius terhadap warga sipil?”

    Ia juga menolak upaya untuk menempatkan pasukan penjaga perdamaian dari Eropa di Ukraina.

     

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.116: Trump Nasehati Ukraina, Jangan Memprovokasi yang Lebih dari Anda – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.116: Trump Nasehati Ukraina, Jangan Memprovokasi yang Lebih dari Anda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut perkembangan terkini perang Rusia dan Ukraina hari ke-1.116 pada Sabtu (15/3/2025).

    Ledakan terdengaar di Odessa pada Jumat (14/3/2025) tengah malam hingga Sabtu dini hari waktu setempat.

    Pertahanan udara beroperasi di dekat Cherkasy dan di Chernihiv, menurut laporan pada pukul 03.42 waktu setempat.

    “Saat ini tidak ada korban luka. Semua layanan penyelamatan bekerja di kota sedang dikerahkan,” kata kepala MBA Chernihiv, Dmytro Bryzhynsky.

    Sebelumnya, militer Ukraina melaporkan Rusia melancarkan serangan rudal terhadap Kryvyi Rih, melukai sedikitnya 12 orang, seperti diberitakan Suspilne.

    Tentara Rusia Serang Sumy dengan Drone secara Besar-besaran

    Tentara Rusia melancarkan serangan besar-besaran menggunakan UAV terhadap fasilitas infrastruktur penting di Kota Sumy.

    “Unit pertahanan udara dari Pasukan Keamanan dan Pertahanan, formasi sukarelawan mengambil semua tindakan untuk melawan serangan musuh,” kata postingan Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina.

    Militer Ukraina meminta semua orang untuk tetap tenang dan berlindung.

    Setidaknya 11 ledakan terdengar di Sumy sejak pukul 09.40 malam waktu setempat.

    Karena pemadaman listrik, perlindungan diaktifkan di beberapa lokasi di Kota Sumy. 

    Trump Minta Rusia Tak Bunuh Tentara Ukraina yang Terkepung di Kursk

    Presiden AS Donald Trump meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyelamatkan pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk setelah pasukan Rusia melancarkan serangan balasan.

    “Sekarang ada banyak tentara Ukraina yang terkepung dan dalam bahaya serius, dan saya telah meminta mereka untuk tidak dibunuh. Kami tidak ingin mereka dibunuh. Sungguh memalukan melihat apa yang telah terjadi,” kata Trump.

    Trump Menasehati Ukraina: Jangan Memprovokasi Seseorang yang Lebih Besar dari Anda

    Presiden AS Donald Trump mengatakan Ukraina tidak perlu memprovokasi seseorang yang jauh lebih besar darinya, bahkan dengan dukungan keuangan dan militer yang serius dari luar negeri.

    “(Mantan Presiden AS Joe) Biden seharusnya tidak pernah mengizinkan perang ini. Pertama-tama, Anda tidak boleh menindas seseorang yang jauh lebih besar dari Anda. Bahkan dengan uang,” kata Trump dalam pidato di Departemen Kehakiman AS, Jumat.

    “Kami telah memberi mereka (Ukraina) banyak uang dan banyak peralatan. Kami memproduksi peralatan militer terbaik di dunia. Namun, bahkan dengan semua itu… Ini luar biasa,” kata Trump, seperti diberitakan TASS.

    Ia lalu mengatakan kini ada banyak pasukan Ukraina yang terkepung oleh pasukan Rusia di Kursk.

    AS Selaras dengan G7, Desak Rusia Terima Gencatan Senjata

    Amerika Serikat dan sekutu G7-nya mendukung integritas teritorial Ukraina.

    Negara anggota G7 juga memperingatkan Rusia untuk mengikuti langkah Ukraina dalam menerima gencatan senjata atau menghadapi kemungkinan sanksi lebih lanjut.

    Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengatakan AS merasa senang dengan pernyataan bersama tersebut dalam pertemuan di La Malbaie, Quebec, Kanada pada Jumat (14/3/2025).

    Sementara itu integritas teritorial Ukraina sebagian besar tidak pernah muncul dalam narasi AS sejak Donald Trump berkuasa pada 20 Januari lalu.

    AS di bawah Trump sejauh ini belum mengesampingkan kemungkinan bahwa Kyiv akan menyerahkan wilayahnya.

    Zelensky Yakin Bisa Akhiri Perang, Punya Bekingan Negara Eropa

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan ia melihat peluang bagus untuk mengakhiri perang dengan Rusia setelah Ukraina menerima proposal AS untuk gencatan senjata sementara selama 30 hari.

    Sementara itu, Rusia mengatakan pihaknya hanya akan setuju jika persyaratan tertentu dipenuhi.

    “Saat ini, kami memiliki peluang bagus untuk mengakhiri perang ini dengan cepat dan mengamankan perdamaian. Kami memiliki pemahaman keamanan yang kuat dengan mitra Eropa kami,” kata Zelenskiy di X, Jumat.

    “Kita sekarang hampir mencapai langkah pertama dalam mengakhiri perang apa pun – diam,” katanya, mengacu pada gencatan senjata, seperti diberitakan Reuters.

    Zelensky Minta AS dan Sekutu Semakin Desak Rusia

    Selain itu, Zelensky juga mendesak AS dan sekutu lainnya untuk memberikan tekanan pada Rusia.

    “Jika ada respons kuat dari Amerika Serikat, mereka tidak akan membiarkan mereka bermain-main. Dan jika ada langkah-langkah yang tidak ditakutkan Rusia, mereka akan menunda prosesnya,” kata Zelensky kepada wartawan.

    Ia mengatakan bahwa gencatan senjata di sepanjang garis depan sepanjang lebih dari 1.000 kilometer (600 mil) dapat dikendalikan dengan bantuan AS melalui satelit dan intelijen.

    Inggris-Prancis Bahas Dukungan untuk Ukraina

    Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara melalui telepon di mana mereka membahas pembicaraan damai di Ukraina.

    Mereka juga membahas langkah-langkah konkret sekutu untuk mendukung Ukraina.

    “Selama percakapan tersebut, para pemimpin pertama-tama membahas terobosan penting yang dicapai oleh Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky minggu ini terkait rencana perdamaian,” kata laporan itu.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Putin Janjikan Keselamatan bagi Pasukan Ukraina yang Menyerahkan Diri di Kursk – Halaman all

    Putin Janjikan Keselamatan bagi Pasukan Ukraina yang Menyerahkan Diri di Kursk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan pasukan Ukraina yang terjebak di Kursk, wilayah perbatasan Rusia barat, untuk menyerahkan diri.

    Dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Jumat (14/3/2025), Putin menjanjikan jaminan keselamatan dan perlakuan layak sesuai hukum internasional bagi pasukan yang mau menyerah.

    Pasukan Ukraina di Kursk berada di bawah tekanan yang meningkat setelah Rusia melancarkan operasi khusus.

    Sejak minggu lalu, Rusia telah melancarkan serangan balasan yang berhasil merebut kembali Kursk.

    “Jika mereka meletakkan senjata dan menyerah, kehidupan dan perlakuan yang layak akan dijamin,” kata Putin.

    Panglima Tertinggi Angkatan Darat Ukraina, Jenderal Oleksandr Syrski, mengisyaratkan bahwa pasukannya mungkin akan ditarik mundur untuk mengurangi kerugian.

    “Prioritas saya adalah menyelamatkan nyawa tentara Ukraina,” ungkap Syrski.

    Respons Putin terhadap Usulan Gencatan Senjata

    Putin juga menanggapi usulan gencatan senjata selama 30 hari yang diajukan oleh Amerika Serikat.

    Ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa durasi tersebut akan dimanfaatkan untuk memobilisasi pasukan atau mengirimkan senjata kepada Ukraina.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Putin merusak upaya diplomasi.

    “Putin tidak bisa keluar dari perang ini karena dia tidak punya apa-apa lagi,” tegas Zelensky, menambahkan bahwa Putin berusaha menetapkan persyaratan yang sulit dan tidak dapat diterima.

    Dalam konteks ini, utusan AS Steve Witkoff berada di Moskow untuk menyampaikan usulan gencatan senjata.

    Zelensky mendesak semua pihak yang dapat memengaruhi Rusia, terutama Amerika Serikat, untuk mengambil tindakan tegas.

    “Putin tidak akan mengakhiri perang ini sendirian, namun kekuatan Amerika cukup untuk mencapainya,” kata Zelensky.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Harga Minyak Menguat Jelang Akhir Pekan, Ini Penyebabnya – Page 3

    Harga Minyak Menguat Jelang Akhir Pekan, Ini Penyebabnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak mentah melonjak 1 persen pada Jumat, 14 Maret 2025. Harga minyak mengakhir pekan ini cenderung stagnan seiring investor mempertimbangkan prospek yang semakin menipis dan berakhirnya perang Ukraina yang dapat kembali membawa lebih banyak pasokan energi Rusia ke pasar Barat.

    Mengutip CNBC, Sabtu (15/3/2025), harga minyak Brent ditutup 70 sen atau 1 persen lebih tinggi menjadi USD 70,58 per barel. Harga minyak sempat turun 1,5 persen pada sesi sebelumnya. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik 63 sen atau 1 persen ke posisi USD 67,18 per barel. Kenaikan harga minyak WTI terjadi setelah melemah 1,7 persen.

    Kedua patokan tersebut mengakhiri minggu ini dengan sedikit perubahan dari Jumat lalu, ketika Brent ditutup pada USD 70,36 dan WTI pada usd 67,04.

    “Minyak Brent telah bertahan di sekitar angka USD 70 selama dua minggu terakhir. Apakah akan tetap pada level ini dalam minggu mendatang tergantung pada situasi berita politik,” kata analis Commerzbank dalam sebuah catatan.

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Kamis, Moskow mendukung usulan AS untuk gencatan senjata di Ukraina pada prinsipnya, tetapi meminta sejumlah klarifikasi dan syarat yang tampaknya mengesampingkan kemungkinan berakhirnya pertempuran dengan cepat.

    “Jika prospek gencatan senjata terus berlanjut di masa mendatang, pasar akan memperkirakan minyak Rusia akan berada di bawah sanksi untuk jangka waktu yang lama,” kata Presiden Lipow Oil Associates yang berpusat di Houston, Andrew Lipow.

    Pada Jumat, Donald Trump kembali mendesak Rusia untuk menyetujui usulan gencatan senjata, dengan mengatakan di platform media sosial pribadinya ia akan mengeluarkan AS dari apa yang disebutnya “kekacauan nyata” dengan Rusia”.

    Pemerintahan Trump mengatakan lisensi yang mengizinkan transaksi energi dengan lembaga keuangan Rusia telah berakhir minggu ini. Perusahaan-perusahaan negara Tiongkok juga mengekang impor minyak Rusia karena risiko sanksi, kata sumber kepada Reuters.

    Di sisi lain, Northvolt, pembuat sel baterai Swedia untuk kendaraan listrik, mengatakan pada Rabu bahwa mereka telah mengajukan kebangkrutan.

     

     

  • Mengapa Trump Minta Putin Tak Habisi Pasukan Ukraina di Kursk? Ini Analisis Eks Pejabat CIA – Halaman all

    Mengapa Trump Minta Putin Tak Habisi Pasukan Ukraina di Kursk? Ini Analisis Eks Pejabat CIA – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah meminta Presiden Rusia Vladimir Putin agar menyelamatkan ribuan tentara Ukraina yang terkepung di Kursk, Rusia.

    Adanya permintaan itu disampaikan Trump di akun media sosial Truth Social hari Kamis, (14/3/2025).

    Trump mengatakan saat ini ada ribuan tentara Ukraina yang dikepung pasukan Rusia dan berada dalam situasi amat buruk.

    “Saya meminta Presiden Putin agar nyawa mereka diselamatkan. Ini bisa menjadi pembantaian mengerikan yang belum pernah dilihat orang sejak Perang Dunia Kedua. Tuhan memberkati mereka semua,” kata Trump.

    Di sisi lain, Putin juga sudah mengaku mendapat permintaan dari Trump perihal penyelamatan nyawa tentara Ukraina.

    “Kami sudah meninjau pernyataan dari Presiden Trump hari ini. Kami menekankan bahwa tentara Ukraina telah melakukan banyak kejahatan terhadap warga sipil di zona serbuan,” kata Putin di televisi, dikutip dari The Moscow Times.

    “Saya ingin menekankan bahwa jika mereka meletakkan senjata dan menyerah, nyawa mereka dijamin selamat, dan mereka akan diperlakukan terhormat sesuai dengan hukum internasional dan hukum di Federasi Rusia.”

    Putin menegaskan pasukan Ukraina hanya punya dua pilihan, yakni menyerah atau tewas.

    RUSIA REBUT WILAYAH – Tangkapan layar dari YouTube DW News pada Rabu (12/3/2025) memperlihatkan wilayah yang kembali direbut Rusia dari pasukan Ukraina. (Tangkapan layar dari YouTube DW News)

    Kyiv Independent melaporkan permintaan Trump itu keluar setelah utusan Trump, Steve Witkoff, tiba di Moskow tanggal 13 Maret kemarin dan bertemu dengan Putin.

    Sementara itu, sehari sebelum Pangliman Tertinggi Ukraina Oleksandr Syrskyi mengakui bahwa situasi pasukan Ukraina di Kursk sangat buruk.

    Meski demikian, Syrskyi mengatakan pasukan Ukraina akan berusaha menjaga pertahanan di sana “sepanjang masuk akal dan memungkinkan”.

    Dia sempat pula mengklaim tidak ada pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk.

    Alasan di balik permintaan Trump

    Larry Johnson, seorang mantan analis badan intelijen AS (CIA), mengungkapkan pendapatnya mengenai alasan Trump meminta Putin agar menyelamatkan nyawa tentara Rusia.

    Awalnya dia menyebut serbuan tentara Ukraina sebagai serbuan yang gagal.

    “Invasi ke Kursk adalah operasi yang didukung dan diarahkan Barat. Saya pikir invasi itu direncanakan demi mencoba membuat semacam daya tawar bagi Barat untuk menekan Rusia agar menyerah. Dan invasi itu gagal,” kata Johnson dikutip dari Sputnik.

    “Invasi itu tak hanya gagal, tetapi gagal total karena melenyapkan satuan-satuan militer penting Ukraina dan peralatannya.”

    Menurut Johnson, alasan di balik permintaan Trump kepada Putin adalah Trump berupaya melakukan “penyelamatan dari situasi buruk” atau “bencana”.

    Johnson mengklaim saat ini masih banyak warga AS yang meyakini “Rusia sedang kalah”. Mereka merasa bahwa yang diperlukan saat ini adalah terus menekan Rusia.

    Dia menyebut harus ada kekalahan militer besar yang diderita Ukraina demi melawan keyakinan itu.

    “Diperlukan kekalahan militer yang melenyapkan pasukan Ukraina agar Barat sadar dan paham bahwa Rusia tidak berbohong.”

    KOTA SUDZHA DIBEBASKAN – Tangkapan layar video yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia di Telegram tanggal 13 Maret 2025 memperlihatkan situasi Kota Sudzha di Kursk, Rusia, setelah dibebaskan pasukan Rusia dari tentara Ukraina. (Kementerian Pertahanan Rusia)

    Pasukan Ukraina didesak menyerah agar tak hancur

    Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev meminta pasukan Ukraina di wilayah Kursk segera menyerah.

    Medvedev memperingatkan bahwa pasukan Ukraina bakal dihancurkan tanpa ampun jika menolak meletakkan senjata.

    “Ini pendekatan yang sangat manusiawi oleh negara kami, tetapi bagi Nazi Ukraina, ada sisi lainnya, jika mereka menolak meletakkan senjata, mereka akan dihancurkan secara sistematis dan tanpa ampun,” kata Medvedev yang kini menjabat sebagai Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia, Jumat, (14/3/2025), dikutip dari kantor berita TASS.

    Medvedev jam-jam berikutnya akan menjadi waktu krusial Ukraina. Ukraina harus mengambil keputusan untuk menyelamatkan tentara atau terpaksa meninggalkan mereka.

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyrz Zelensky sudah mengakui bahwa pasukannya di Kursk kini mendapat tekanan dari tentara Rusia.

    (*)

  • Duterte Hadiri Sidang Perdana ICC Hanya Lewat Video

    Duterte Hadiri Sidang Perdana ICC Hanya Lewat Video

    Den Haag

    Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, muncul pada hari Jumat (14/03) melalui tautan video di hadapan para hakim di Mahkamah Pidana Internasional ICC di Den Haag, Belanda, beberapa hari setelah penangkapannya di Manila. Tuduhan terhadapnya adalah pembunuhan terkait dengan “perang narkoba” mematikan, yang dia pimpin saat menjabat sebagai orang nomor satu di negaranya.

    Pria berusia 79 tahun itu tidak hadir langsung di pengadilan, namun hanya tampil sebentar di layar video dari pusat penahanan tempat dia ditahan, yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari lokasi pengadilan.

    Terdengar lemah dan mengenakan jas biru serta dasi, Duterte berbicara sebentar untuk mengonfirmasi nama dan tanggal lahirnya.

    Hakim yang memimpin sidang, Iulia Antoanella Motoc, menetapkan tanggal sidang praperadilan pada 23 September untuk menentukan apakah bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa cukup kuat untuk melanjutkan kasus ini ke persidangan. Jika sidang dilanjutkan, proses persidangan bisa memakan waktu bertahun-tahun, dan jika Duterte dihukum, dia menghadapi hukuman maksimal penjara seumur hidup.

    Hakim menyatakan bahwa Duterte diizinkan untuk mengikuti sidang ICC pertamanya melalui konferensi video karena dia baru saja menempuh penerbangan panjang. Duterte, yang mengenakan jaket dan dasi, mendengarkan sidang melalui headphone, seringkali dengan mata tertutup.

    Pengacara Duterte, Salvador Medialdea, mengatakan bahwa kliennya telah “diculik dari negaranya”.

    Pengacara tersebut menyebut penangkapan Duterte sebagai “penyelesaian politik” di Filipina. Medialdea juga mengatakan bahwa Duterte sedang menjalani pengawasan medis di rumah sakit karena masalah kesehatan.

    Hakim yang berbicara langsung kepada Duterte, menyatakan bahwa “dokter pengadilan berpendapat bahwa Anda sepenuhnya sadar dan dalam keadaan sehat secara mental.”

    Pendukung Duterte di luar pengadilan

    Putrinya, Wakil Presiden Filipina Sara Duterte, bertemu dengan para pendukung di luar gedung pengadilan pada hari Jumat (14/03). Ia mengatakan akan berusaha untuk mengunjungi ayahnya.

    Duterte adalah saingan politik dari presiden saat ini, Ferdinand Marcos Jr. “Harapan kami adalah… mereka akan memberi izin bagi kami untuk mengunjungi mantan presiden, dan (hal lainnya) kami berharap mereka akan mengizinkan permintaan kami untuk memindahkan sidang awal ini,” katanya.

    Penangkapan Duterte di Manila

    Rodrigo Duterte ditangkap pada hari Selasa (11/03) di tengah kericuhan di ibu kota Filipina, setelah kembali dari kunjungan ke Hong Kong.

    Dia dengan cepat dipindahkan menggunakan jet charter dan diterbangkan ke Belanda.

    Setelah serangkaian pemeriksaan medis setibanya di sana, dia dibawa ke pusat penahanan pengadilan, yang terletak di balik tembok tinggi sebuah kompleks penjara Belanda yang dekat dengan garis pantai Laut Utara.

    Pendukung Duterte di luar pengadilan meneriakkan “Kembalikan dia! Kembalikan dia!” sambil menunggu kedatangannya.

    Tuduhan terhadap Duterte

    Jaksa menuduhnya terlibat sebagai “penjahat bersama tidak langsung” dalam berbagai pembunuhan, yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, karena diduga mengawasi pembunuhan dari November 2011 hingga Maret 2019, sejak saat dia menjabat sebagai wali kota di Kota Davao, dan kemudian sebagai presiden Filipina.

    Duterte tidak diwajibkan untuk secara resmi mengajukan pembelaan pada sidang hari ini. Menurut dokumen berupa surat permintaan penangkapan dari jaksa, Duterte, sebagai wali kota Davao, mengeluarkan perintah kepada polisi dan “hitman” lain yang membentuk kelompok yang dikenal dengan sebutan Davao Death Squads (DDS).

    Dia diduga mengatakan kepada mereka bahwa “misi mereka adalah membunuh para penjahat, termasuk pengedar narkoba, dan memberikan izin untuk pembunuhan DDS tertentu,” tambah jaksa.

    Mereka juga mengklaim bahwa Duterte merekrut, membayar, dan memberi hadiah kepada para pembunuh, “memberikan mereka senjata dan sumber daya yang diperlukan, dan berjanji untuk melindungi mereka dari penuntutan.”

    Dokumen yang mendukung surat perintah penangkapan terhadap Duterte mengungkapkan bahwa jaksa menyusun kasus mereka dengan berbagai bukti, termasuk kesaksian saksi, pidato-pidato yang pernah disampaikan oleh Duterte sendiri, dokumen-dokumen pemerintah, serta rekaman video.

    Ragam reaksi terhadap penangkapan Duterte

    Kelompok hak asasi manusia dan keluarga korban menyambut penangkapan Duterte sebagai kemenangan besar untuk menentang kebijakan impunitas negara.

    Sementara itu, pendukung Duterte mengecam penangkapan ini dan menyebutnya sebagai penyerahan saingan politik kepada pengadilan internasional yang mereka anggap tidak memiliki yurisdiksi atas Filipina.

    Seorang ibu, Melinda Abion Lafuente, yang anaknya bernama Angelo Lafuente dibunuh pada tahun 2016, mengatakan dia merasa lega dengan penangkapan Duterte, “Kami senang dan merasa lega,” ujarnya.

    Wakil Direktur Human Rights Watch untuk Asia, Bryony Lau menyatakan bahwa penampilan Duterte di ICC adalah bukti perjuangan panjang untuk keadilan yang dilakukan oleh para korban, keluarga mereka, dan aktivis Filipina.

    “Penampilan Duterte di ICC menunjukkan bahwa bahkan pemimpin yang tampaknya tak terjamah pun bisa diadili,” katanya.

    Dia juga menyebut pemimpin lain yang sedang menghadapi surat perintah penangkapan dari ICC, seperti Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, seharusnya memperhatikan kasus ini.

    Tantangan hukum Duterte

    Tim hukum Duterte berargumen bahwa pemerintah Filipina yang sekarang seharusnya tidak membiarkan pengadilan internasional menangani kasus mantan presiden tersebut, karena Filipina sudah menarik diri dari ICC.

    Mantan juru bicara presiden Duterte, Harry Roque mengatakan dia sudah mengajukan permohonan untuk menjadi salah satu pengacara Duterte. Jika disetujui, dia akan mengajukan keberatan terhadap penangkapan Duterte oleh pemerintah Filipina, serta menentang klaim ICC yang menganggap mereka memiliki yurisdiksi atas Filipina, meskipun negara itu sudah keluar dari pengadilan internasional tersebut.

    Namun, para hakim ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan mengatakan bahwa kejahatan yang dituduhkan terjadi sebelum Filipina resmi menarik diri dari ICC.

    ap/hp (reuters/ap)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jam-Jam Krusial, Eks Presiden Rusia: Pasukan Ukraina di Kursk Dihancurkan Total jika Tak Menyerah – Halaman all

    Jam-Jam Krusial, Eks Presiden Rusia: Pasukan Ukraina di Kursk Dihancurkan Total jika Tak Menyerah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev meminta pasukan Ukraina di wilayah Kursk, Rusia, segera menyerah.

    Medvedev memperingatkan bahwa pasukan Ukraina bakal dihancurkan tanpa ampun jika menolak meletakkan senjata.

    Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin berkata kepada Dewan Keamanan Rusia bahwa tentara Ukraina yang menyerah di Kursk akan dijamin keberlangsungannya hidupnya dan diperlakukan baik.

    “Ini pendekatan yang sangat manusiawi oleh negara kami, tetapi bagi Nazi Ukraina, ada sisi lainnya, jika mereka menolak meletakkan senjata, mereka akan dihancurkan secara sistematis dan tanpa ampun,” kata Medvedev yang kini menjabat sebagai Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia, Jumat, (14/3/2025), dikutip dari kantor berita TASS.

    Medvedev jam-jam berikutnya akan menjadi waktu krusial Ukraina. Ukraina harus mengambil keputusan untuk menyelamatkan tentara atau terpaksa meninggalkan mereka.

    Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyrz Zelensky sudah mengakui bahwa pasukannya di Kursk kini mendapat tekanan dari tentara Rusia.

    AS minta Rusia selamatnya nyawa tentara Ukraina

    Sehari sebelumnya Putin berujar Rusia sudah mengontrol penuh situasi di Kursk. Tentara Ukraina di sana terkepung.

    Putin juga sempat mengunjungi salah satu pos komando tentara Rusia di Kursk.

    Jumat ini Putin mendapat permintaan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menyelamatnya nyawa ribuan tentara Ukraina.

    “Kami sudah meninjau pernyataan dari Presiden Trump hari ini. Kami menekankan bahwa tentara Ukraina telah melakukan banyak kejahatan terhadap warga sipil di zona serbuan,” kata Putin di televisi, dikutip dari The Moscow Times.

    “Saya ingin menekankan bahwa jika mereka meletakkan senjata dan menyerah, nyawa mereka dijamin selamat, dan mereka akan diperlakukan terhormat sesuai dengan hukum internasional dan hukum di Federasi Rusia.”

    Adapun pernyataan Trump itu muncul setelah Ukraina menyepakati usul gencatan senjata 30 hari yang disodorkan AS.

    Di sisi lain, Rusia belum resmi menerima usul itu. Meski demikian, Putin sudah mengungkapkan dukungannya terhadap usul itu.

    Kursk diserbu pasukan Ukraina dalam serangan mendadak tujuh bulan lalu. Saat itu sebagian wilayah Kursk jatuh ke tangan Ukraina dan pasukan Rusia terpaksa mundur.

    Namun, kali ini situasi berbalik karena pasukan Ukrainalah yang harus mundur. Pertahanan Ukraina di Kota Sudzha yang berada di Kursk sudah jatuh.

    Media Russia Today mengungkapkan strategi Rusia menyerang balik tentara Ukraina di wilayah Kursk.

    Setelah serangan-serangan Ukraina berakhir pada bulan Oktober 2024, pasukannya beralih ke posisi bertahan.

    Pasukan Ukraina secara perlahan mulai kehilangan wilayah yang didudukinya di Kursk.

    Kendali Ukraina atas wilayah itu juga sudah terpecah-pecah dan tidak lagi menjadi ancaman yang harus segera ditangani Rusia.

    RUSIA REBUT WILAYAH – Tangkapan layar dari YouTube DW News pada Rabu (12/3/2025) memperlihatkan wilayah yang kembali direbut Rusia dari pasukan Ukraina. (Tangkapan layar dari YouTube DW News)

    Pada penghujung tahun 2024, Rusia memilih memfokuskan serangan di wilayah Donbass.

    Akan tetapi, pada awal tahun ini Rusia  mulai mengintensifkan serangan ke Sudzha. Ukraina berusaha menguatkan pertahanannya.

    Di sisi lain, Rusia menggunakan strategi yang sangat baik seperti yang digunakan di Donbass. Strategi itu adalah mengepung tentara Ukraina dari tiga penjuru, memutus jalur perbekalan, dan membuat tentara Ukraina tumbang dengan cara perang atrisi.

    Masa titik balik dimulai setelah pada pertengahan Februari kemarin pasukan Rusia berhasil membebaskan Kota Sverdlikovo dan menyeberangi Sungai Lokanya. Rusia berhasil mendapatkan akses ke jalur perbekalan utama pasukan Ukraina dari Sumy ke Kursk.

    Situasi menjadi sangat buruk bagi Ukraina. Laporan Ukraina juga menyebut tentara Rusia unggul jauh.

    “Karena pasukan Rusia kini beroperasi di wilayah Ukraina, perbatasan teritorial menjadi tidak relevan, kebutuhan militer mendikte pergerakan,” kata Russia Today.

    PUTIN – Foto ini diambil pada Kamis (13/3/2025) dari Kepresidenan Rusia memperlihatkan Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia Valery Gerasimov (tidak terlihat dalam foto) di pos komando Rusia di Kursk pada Rabu (12/3/2025). (Kremlin)

    Serangan ke Sudzha

    Fase aktif serangan dimulai tanggal 7 Maret. Pasukan Rusia menyerang jalur perbekalan tentara Ukraina dan perlintasan penting sembari melancarkan serangan dari berbagai penjuru.

    Rusia bahkan menyerbu ke perbatasan di selatan untuk memutus jalur perbekalan sekunder ke Sudzha. Meski tentara Rusia kemudian mundur, serangannya sudah menyebabkan kekacauan parah dalam perbekalan Ukraina.

    Berbeda dengan perang panjang di Donbass, perang yang dilakukan Rusia di Sudzha mengutamakan faktor kecepatan, kejutan, dan penghancuran jaringan perbekalan Ukraina secara sistematis.

    Puncak operasi militer adalah “operasi pipa” tanggal 8 Maret. Dalam operasi itu ada 800 tentara Rusia yang merusak rantai perbekalan Ukraina. 

    Pada penghujung hari itu Rusia sudah berhasil menguasai area-area industri penting di utara dan timur Sudzha.

    Sementara itu, pasukan Ukraina berupaya mundur ke arah Sudzha demi menstabilkan garis pertahanan dan memperpanjang pertempuran.

    Akan tetapi, pada tanggal 10 Maret pertahanan Ukraina mulai tampak jatuh. Satuan-satuannya mundur. Beberapa lari ke perbatasan dan meninggalkan peralatan militer.

    Dua hari kemudian pasukan Rusia sudah menguasai zona industri, pinggiran, dan pusat pemerintahan di Sudzha.

    The Moscow Times melaporkan per tanggal 13 Maret, Rusia sudah sukses merebut kembali Sudzha yang diduduki pasukan Ukraina selama 7 bulan.

    “Satuan-satuan pasukan ‘Sever’ membebaskan pemukiman di Meloyov, Podil, dan Sudzha saat serangan,” kata Kementerian Pertahanan Rusia di Telegram.

    PERTEMPURAN DI KURSK – Pasukan Ukraina di Kursk, Rusia, yang berbatasan dengan Ukraina. (Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina)

    Pasukan Ukraina awalnya menduduki wilayah seluas 1.376 km persegi di Kursk setelah melancarkan serangan mendadak pada bulan Agustus tahun lalu.

    Ukraina berharap bisa memanfaatkan Kursk sebagai alat untuk menekan Rusia dalam perundingan perdamaian yang akan datang. Namun, harapan itu tidak terpenuhi.

    Adapun Sudzha adalah satu-satunya pemukiman besar di Kursk yang diduduki Ukraina setelah serangan pada bulan Agustus.

    Oleksander Syrsky, seorang panglima militer top Ukraina, pada hari Rabu mengatakan pertahanan Ukraina nyaris dihancurkan total oleh serangan udara Rusia.

    Dia mengatakan pasukan Ukraina akan berusaha mempertahankan pertahanannya di sisa-sisa wilayah Kursk yang masih diduduki “sepanjang itu cocok dan dibutuhkan”.

    (*)

  • Diminta Rusia untuk Menyerah, Ukraina Malah Ngotot Bertahan di Kursk, Bantah Terkepung – Halaman all

    Diminta Rusia untuk Menyerah, Ukraina Malah Ngotot Bertahan di Kursk, Bantah Terkepung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Meski sudah terkepung oleh Rusia dan diminta untuk menyerah, Ukraina malah ngotot ingin bertahan di Kursk.

    Staf Umum tentara Ukraina bahkan membantah klaim bahwa pasukan Kyiv telah dikepung di Kursk di tengah serangan Rusia yang sedang berlangsung.

    Staf Umum itu mengatakan Rusia telah melaporkan dugaan pengepungan pasukan Ukraina di Kursk untuk tujuan politik dan memberi tekanan kepada Kyiv.

    Laporan pengepungan ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengampuni pasukan Ukraina yang ada di Kursk.

    “Pada saat ini, ribuan tentara Ukraina dikepung sepenuhnya oleh militer Rusia, dan berada dalam posisi yang sangat buruk dan rentan,” kata Trump, dikutip dari Kyiv Independent.

    Saat berbicara dalam pertemuan Dewan Keamanan Rusia, Putin mengklaim pada Jumat (14/3/2025) bahwa beberapa pasukan Ukraina berhasil diblokir di wilayah Rusia.

    Menyusul pernyataan Trump, Putin mengatakan bahwa tentara Ukraina harus menyerah di Kursk.

    “Unit-unit telah berkumpul kembali, bergerak ke garis pertahanan yang lebih menguntungkan dan menyelesaikan tugas yang diberikan di Kursk,” kata Staf Umum Ukraina.

    “Tidak ada ancaman pengepungan terhadap unit-unit kami. Tentara kami memukul mundur serangan musuh dan menimbulkan kerusakan akibat tembakan yang efektif dari semua jenis senjata,” lanjutnya.

    Pada hari yang sama, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan kepada wartawan bahwa operasi Kursk “telah menyelesaikan tugasnya”.

    Ia mengatakan bahwa Ukraina juga mampu menstabilkan situasi di dekat Pokrovsk.

    Di sisi lain, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev meminta Ukraina untuk segera menyerah dari Kursk.

    Karena, lanjut Medvedev, jika mereka menolak untuk meletakkan senjata, tentara Rusia akan menghancurkan Ukraina di Kursk.

    “Ini adalah pendekatan yang sangat manusiawi dari negara kami, tetapi bagi Nazi Ukraina, ada juga sisi buruknya—jika mereka menolak meletakkan senjata, mereka semua akan dilenyapkan secara sistematis dan tanpa ampun,” katanya, dikutip dari TASS.

    Ia mencatat bahwa beberapa jam mendatang akan menunjukkan apakah rezim Kyiv akan menggunakan kesempatan itu untuk menyelamatkan tentaranya.

    Pada tanggal 13 Maret, Putin mengatakan bahwa Rusia memegang kendali penuh atas situasi di Wilayah Kursk, dan sekelompok tentara Ukraina berada dalam isolasi total.

    Kemudian pada tanggal 12 Maret, ia mengunjungi salah satu pos komando kelompok Kursk milik tentara Rusia.

    Serangan besar-besaran oleh tentara Ukraina di Wilayah Kursk dimulai pada bulan Agustus 2024.

    Menurut Staf Umum tentara Rusia, lebih dari 86 persen wilayah yang diduduki oleh tentara Ukraina telah dibebaskan.

    Penduduk dievakuasi dari Sudzha yang telah dibebaskan.

    Di beberapa bagian perbatasan, tentara Rusia memasuki Wilayah Sumy.

    Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, sejak dimulainya perang di wilayah Kursk, musuh telah kehilangan lebih dari 67.000 tentara.

    (*)

  • Trump: Saya Minta Putin Selamatkan Nyawa Tentara Ukraina yang Terkepung di Kursk – Halaman all

    Trump: Saya Minta Putin Selamatkan Nyawa Tentara Ukraina yang Terkepung di Kursk – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyelamatkan nyawa pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk, Rusia barat.

    Mereka terkepung setelah pasukan Rusia melancarkan serangan balasan untuk merebut kembali wilayahnya yang diduduki Ukraina sejak mereka memasuki Rusia pada Agustus tahun lalu.

    Menurut Institut Studi Perang (ISW), Rusia telah merebut kembali 655 km persegi wilayah Kursk, lebih dari separuh wilayah yang diduduki Ukraina.

    Trump, yang sebelumnya bertekad menengahi perdamaian Rusia-Ukraina, mengatakan ia meminta Putin untuk melindungi pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk.

    Presiden AS mengatakan militer Rusia telah mengepung sepenuhnya ribuan tentara Ukraina di Kursk yang berada dalam posisi yang sangat buruk dan rentan.

    “Saya mendesak Presiden Putin untuk menyelamatkan nyawa mereka,” kata Trump pada Jumat (14/3/2025).

    “Jika tidak, ini akan menjadi pembantaian yang belum pernah disaksikan dunia sejak Perang Dunia II. Tuhan memberkati mereka semua!” lanjutnya.

    Sebelumnya, Trump mengunggah unggahan di media sosial setelah utusannya, Steve Witkoff, yang bertemu dengan Putin di Moskow pada hari Kamis (13/3/2025) malam.

    Trump menggambarkan pertemuan itu sebagai pertemuan yang sangat bagus dan produktif.

    “Ada kemungkinan besar bahwa perang yang mengerikan dan berdarah ini akhirnya akan berakhir,” kata Trump, seperti diberitakan Reuters.

    Presiden AS juga mengisyaratkan usulan gencatan senjata AS yang diterima Ukraina minggu ini sedang dipertimbangkan oleh Rusia.

    Putin: Pasukan Ukraina Sebaiknya Menyerah

    Untuk menanggapi permintaan Trump, Putin mengatakan pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk akan dijamin keamanannya jika mereka menyerahkan diri.

    “Pada saat yang sama, kami memahami seruan Presiden Trump untuk berpedoman pada pertimbangan kemanusiaan terkait para prajurit ini,” kata Putin dalam pidatonya, Jumat.

    “Jika mereka meletakkan senjata dan menyerah, pasukan Ukraina di wilayah Kursk akan dijamin kehidupan dan perlakuan yang layak,” tambahnya.

    Wakil ketua dewan keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, mengunggah di media sosial dan mengatakan jika pasukan Ukraina menolak meletakkan senjata, mereka semua akan dihancurkan secara sistematis dan tanpa ampun.

    Namun, militer Ukraina mengatakan tidak ada ancaman pengepungan, dan pasukannya mundur ke posisi yang lebih baik.

    Sehari sebelumnya pada Kamis (13/3/2025), Putin mempertanyakan usulan AS yang menyarankan Rusia dan Ukraina melakukan gencatan senjata selama 30 hari.

    Putin menyoroti pelaksanaan teknis usulan tersebut, termasuk apakah pasukan Ukraina yang berada di Kursk harus dibebaskan setelah mereka melakukan kejahatan terhadap warga sipil.

    “Haruskah kita membebaskan mereka setelah mereka melakukan kejahatan serius terhadap warga sipil?” kata Putin setelah sebelumnya mengatakan tentara musuh yang ditangkap di Kursk akan dianggap teroris, seperti diberitakan RBC.

    Selain itu, Putin juga menolak upaya apapun untuk menempatkan pasukan perjaga perdamaian dari Eropa di Ukraina.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Putin: Pasukan Ukraina di Kursk Sebaiknya Serahkan Diri, Rusia Jamin Mereka Hidup – Halaman all

    Putin: Pasukan Ukraina di Kursk Sebaiknya Serahkan Diri, Rusia Jamin Mereka Hidup – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk, perbatasan Rusia barat, untuk menyerahkan diri.

    Putin mengatakan Rusia akan menjamin mereka tetap hidup dan dalam keadaan baik jika mau menyerahkan diri.

    Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui pasukan mereka berada di bawah tekanan yang meningkat setelah Rusia melancarkan operasi khusus di Kursk.

    Rusia telah melancarkan serangan balasan sejak minggu lalu dan berhasil merebut kembali Kursk, wilayah perbatasan Rusia barat dan Ukraina timur.

    “Kami bersimpati dengan seruan Presiden (Donald) Trump,” kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi, Jumat (14/3/2025).

    “Jika mereka meletakkan senjata dan menyerah, pasukan Ukraina di wilayah Kursk akan dijamin kehidupan dan perlakuan yang layak sesuai dengan norma hukum internasional dan hukum Federasi Rusia,” lanjutnya memperingatkan pasukan Ukraina di Kursk.

    Ia juga meminta para pemimpin Ukraina untuk memerintahkan pasukan mereka agar menyerah.

    Putin menekankan tentara Ukraina melakukan banyak kejahatan terhadap warga sipil di wilayah Kursk.

    Namun, ia menanggapi permintaan Donald Trump untuk melindungi pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk.

    “Pada saat yang sama, kami menanggapi seruan Presiden Trump mengenai tentara-tentara ini karena alasan kemanusiaan,” katanya, seperti diberitakan The Moscow Times.

    Sebelumnya, Putin mengunjungi komando Rusia di Kursk pada hari Rabu (12/3/2025) dan menyatakan kemajuan pasukan Rusia hingga dapat memukul mundur pasukan Ukraina.

    Beberapa menit kemudian setelah pengumuman tersebut, Panglima Tertinggi Angkatan Darat Ukraina, Jenderal Oleksandr Syrski, mengisyaratkan pasukannya ditarik mundur untuk meminimalkan kerugian.

    “Dalam situasi yang paling sulit, prioritas saya adalah menyelamatkan nyawa tentara Ukraina. Untuk tujuan ini, unit-unit pasukan pertahanan, jika perlu, akan bermanuver ke posisi yang lebih menguntungkan,” tulis Syrski, Rabu.

    Sebelumnya, Ukraina menduduki sebagian wilayah Kursk setelah melancarkan serangan kejutan pada Agustus tahun 2024.

    Zelensky: Putin Merusak Diplomasi

    Sebelumnya, Putin menyampaikan pendapatnya mengenai usulan gencatan senjata selama 30 hari yang disampaikan oleh Amerika Serikat (AS) untuk Rusia dan Ukraina.

    Putin memberikan banyak pertanyaan penting terkait pelaksaan teknis usulan tersebut dan khawatir bahwa durasi tersebut digunakan untuk memobilisasi pasukan atau mengirim pasokan senjata kepada pasukan Ukraina.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh Putin merusak diplomasi setelah Rusia menyatakan keberatannya.

    “Putin tidak bisa keluar dari perang ini karena dia tidak punya apa-apa lagi, jadi dia melakukan segala yang bisa dia lakukan untuk melemahkan diplomasi dengan menetapkan persyaratan yang sangat sulit dan tidak dapat diterima sejak awal, bahkan sebelum gencatan senjata,” kata Zelensky di akun media sosial X, Jumat.

    Pada hari yang sama, utusan AS Steve Witkoff berada di Moskow untuk menyampaikan usulan AS kepada Rusia, setelah perwakilan AS bertemu perwakilan Ukraina di Jeddah Arab Saudi pada 11 Maret lalu.

    Menanggapi kabar itu, Zelensky memperingatkan bahwa Putin berusaha menyeret semua orang ke dalam diskusi tanpa akhir.

    “Saya sangat mendesak semua pihak yang dapat memengaruhi Rusia, terutama Amerika Serikat, untuk mengambil tindakan tegas,” kata Zelensky, seperti diberitakan Al Araby.

    “Putin tidak akan mengakhiri perang ini sendirian. Namun, kekuatan Amerika cukup untuk mencapainya,” tambahnya.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan tekadnya untuk menengahi perundingan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Trump juga meminta Zelensky untuk menandatangani perjanjian mineral sebagai imbalan Ukraina atas bantuan yang diberikan AS selama perang melawan Rusia.

    Perjanjian tersebut akan memungkinkan perusahaan-perusahaan AS untuk mendapat akses terhadap mineral penting di Ukraina termasuk logam tanah jarang.

    Perwakilan Donald Trump terlebih dahulu bertemu dengan perwakilan Rusia di Riyadh, Arab Saudi pada 18 Februari lalu setelah Trump menelepon Putin beberapa hari sebelumnya.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina