Tag: Vladimir Putin

  • Zelensky Tuduh Wapres AS Dukung Putin, JD Vance: Tak Masuk Akal, Saya Mengutuk Rusia sejak 2022 – Halaman all

    Zelensky Tuduh Wapres AS Dukung Putin, JD Vance: Tak Masuk Akal, Saya Mengutuk Rusia sejak 2022 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), JD Vance, mengkritik pernyataan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang mengatakan ia membenarkan tindakan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam invasinya ke Ukraina.

    JD Vance membantah tuduhan Zelensky dengan mengatakan ia telah mengutuk invasi Rusia ke Ukraina sejak tahun 2022.

    Sejak itu, ia berusaha memahami tujuan dari kedua belah pihak dan berupaya menemukan solusi dalam menghentikan perang.

    Hal itu, menurut JD Vance, tidak berarti ia mendukung Rusia.

    “Itu tidak berarti Anda secara moral mendukung tujuan Rusia, atau bahwa Anda mendukung invasi skala penuh,” kata JD Vance dalam sebuah wawancara dengan media Inggris, UnHerd, pada hari Selasa (15/4/2025).

    Ia meminta Zelensky untuk memahami apa yang menjadi garis merah bagi Rusia.

    “…tetapi Anda harus mencoba memahami apa saja garis merah strategis mereka, sama seperti Anda harus mencoba memahami apa yang Ukraina coba dapatkan dari konflik ini,” lanjutnya.

    Menurutnya, sangat tidak masuk akal Ukraina menuduhnya memihak kepada Rusia ketika pemerintah AS berupaya untuk menengahi kedua negara.

    “Saya pikir agak tidak masuk akal bagi Zelensky untuk memberi tahu pemerintah (Amerika), yang saat ini menjaga seluruh pemerintahan dan upaya perangnya tetap bersatu, bahwa kita entah bagaimana berada di pihak Rusia,” ujarnya, seperti diberitakan Kyiv Independent.

    Zelensky Tuduh Wapres AS Berpihak kepada Rusia

    Dalam sebuah wawancara dengan CBS pada Minggu (13/4/2025), Zelensky mengatakan penyesalannya terkait narasi Rusia dominan di Amerika Serikat.

    Ia menuduh beberapa pihak masih percaya, Rusia bukanlah agresor dan tidak memulai perang. 

    “Wakil presiden (AS) entah bagaimana membenarkan tindakan Putin,” kata Zelensky kepada CBS.

    Menurutnya, AS tidak bisa mengambil posisi netral dalam pembicaraan negosiasi antara Rusia dan Ukraina.

    “Saya mencoba menjelaskan, ‘Anda tidak dapat mencari sesuatu di tengah-tengah. Ada agresor dan ada korban. Rusia adalah agresor, dan kami adalah korban’,” kata Zelensky.

    Dalam wawancara tersebut, Zelensky menyoroti perubahan sikap pemerintah AS terhadap Ukraina setelah Donald Trump kembali berkuasa pada Januari lalu.

    Zelensky dan JD Vance sebelumnya terlibat perdebatan pada 28 Februari lalu, di Gedung Putih.

    Perdebatan itu membuat hubungan Zelensky dengan Presiden AS Donald Trump sempat renggang.

    Setelah pertengkaran itu, JD Vance mengatakan ia menolak untuk mengunjungi Ukraina karena dia yakin pemerintah Ukraina menyediakan “tur propaganda”.

    Pada bulan Maret, Zelensky kembali mengundang JD Vance untuk mengunjungi Ukraina, namun tidak mendapatkan respons.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Australia Bingung Ada Kabar Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia

    Australia Bingung Ada Kabar Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia

    Jakarta

    Pemerintah Australia berusaha keras untuk mengonfirmasi apakah Rusia tengah berupaya menempatkan pesawat jarak jauhnya di Indonesia.

    Situs web militer Amerika Serikat bernama ‘Janes’ melaporkan jika Rusia sudah mengajukan permintaan resmi untuk menempatkan pesawat militernya di Pangkalan Angkatan Udara Manuhua di Biak Numfor, provinsi Papua.

    Pada tahun 2017, Rusia pernah menerbangkan dua pesawat pengebom berkemampuan nuklir dalam misi patroli dari pangkalan tersebut yang tampaknya merupakan latihan pengumpulan intelijen.

    Kemungkinan penempatan pesawat militer Rusia yang jaraknya begitu dekat dengan Australia akan menimbulkan kecemasan bagi Australia.

    Pakar mengatakan Rusia juga dapat menggunakan pangkalan Indonesia untuk memantau fasilitas pertahanan Amerika Serikat di Pasifik Barat, termasuk di Guam.

    Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan kepada wartawan jika pemerintah Australia tengah mencari informasi lebih lanjut dari pihak Indonesia.

    “Kami dari pihak pemerintah mencoba untuk mengonfirmasi laporan tersebut dan untuk mengetahui apakah laporan tersebut akurat atau tidak dan seperti apa status permintaan Rusia tersebut,” katanya.

    Menteri Pertahanan Richard Marles juga mengatakan Australia sudah “berkomunikasi” dengan Indonesia terkait laporan tersebut, namun pemerintah Indonesia belum menanggapinya secara resmi.

    ‘Belum ada kesepakatan’

    Seorang sumber di Jakarta mengatakan kecil kemungkinan Indonesia mengabulkan permintaan tersebut, dengan mengatakan hal itu akan membahayakan prinsip-prinsip kebijakan luar negerinya yang sudah lama berlaku.

    Malcolm Davis dari Australian Strategic Policy Institute mengatakan kepada ABC jika Indonesia dapat menolak permintaan dari Rusia.

    “Belum ada kesepakatan yang tuntas, dan mungkin akan gagal,” katanya.

    “Australia, Jepang, dan Amerika akan menekan Indonesia untuk mengatakan tidak,” kata Malcolm.

    Namun, ia mengatakan jika Indonesia memberi lampu hijau, maka lebih banyak aset militer Amerika Serikat dan Australia akan ditempatkan dalam jangkauan langsung pasukan militer Rusia.

    Australia sudah berupaya untuk memperluas hubungan pertahanan dan keamanan dengan Indonesia dengan cepat, tetapi Rusia juga makin dengan Indonesia, khususnya setelah salah satu pejabat militer senior Rusia Sergei Shogiu mengunjungi Indonesia Februari lalu.

    Walau fokus utama Presiden Rusia Vladimir Putin tetap pada perang melawan Ukraina, ia telah berupaya memperluas hubungan militer lebih jauh ke luar negeri, termasuk Indonesia.Kedua negara sudah mengadakan latihan angkatan laut di Laut Jawa pada bulan November.

    Pemerintah Australia yakin Rusia dan China juga semakin fokus pada semakin kuatnya kehadiran militer AS di Darwin dan Wilayah Utara.

    ‘Tidak diterima di kawasan kami’

    Pemimpin Oposisi Australia Peter Dutton mengatakan akan menjadi “kegagalan hubungan diplomatik yang fatal” jika pemerintah Australia tidak mendapat “peringatan sebelumnya” tentang permintaan tersebut sebelum dipublikasikan.

    “Ini adalah perkembangan yang sangat, sangat meresahkan dan dugaan bahwa entah bagaimana Rusia akan memiliki beberapa aset mereka yang berbasis di Indonesia hanya dalam jarak yang dekat dari, tentu saja, bagian utara negara kita,” kata Peter.

    “Kita perlu memastikan pemerintah menjelaskan dengan tepat apa yang telah terjadi di sini.”

    Ketika ditanya apa “pesannya” kepada Presiden Putin, Peter menjawab: “ia [Rusia] tidak diterima di kawasan kami.”

    “Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan orang Indonesia. Saya sudah bertemu dengan presiden, baik saat ia menjadi menteri pertahanan maupun saat ia menjadi presiden terpilih … Prabowo adalah teman baik Australia,” katanya.

    “Namun pesan saya kepada Presiden Putin adalah kami tidak memiliki nilai-nilai yang sama dengan Presiden Putin, dan kami tidak menginginkan kehadiran militer dari Rusia di wilayah kami.”

    PM Anthony Albanese tidak mengatakan kapan pemerintah mengetahui tentang permintaan yang dilaporkan tersebut tetapi mengatakan mereka masih menggali informasi.

    “Yang kami lakukan adalah klarifikasi yang tepat,” katanya kepada wartawan.

    “Begitulah cara menangani hubungan internasional.”

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan kepada ABC jika ia belum mendengar tentang permintaan tersebut, sementara juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia Brigadir Jenderal Freda Ferdinand Wenas Inkiriwang mengatakan ia tidak “memantau” masalah tersebut.

    Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Kembali Salahkan Zelensky soal Perang Rusia-Ukraina, Kritik juga Dilempar ke Biden dan Putin – Halaman all

    Trump Kembali Salahkan Zelensky soal Perang Rusia-Ukraina, Kritik juga Dilempar ke Biden dan Putin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait perang Rusia-Ukraina.

    Dalam pernyataannya pada Senin (14/3/2025) di Ruang Oval, Trump menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy atas meletusnya konflik bersenjata yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun di Eropa Timur.

    “Saat Anda memulai perang, Anda tahu bahwa Anda bisa memenangkannya, bukan? Anda tidak memulai perang melawan seseorang yang 20 kali lebih besar dari Anda, lalu berharap orang lain memberi Anda beberapa rudal,” ujar Trump kepada wartawan, dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Tak hanya berhenti pada Zelenskyy, Trump juga menyebut bahwa tanggung jawab atas kematian dan kehancuran akibat perang juga berada di pundak Presiden Rusia Vladimir Putin, namun juga pada Presiden Joe Biden.

    “Sebut Putin No. 1, tetapi sebut saja Biden, yang tidak tahu apa yang sedang dilakukannya, No. 2, dan Zelensky,” kata Trump.

    Ia menyiratkan bahwa ketiganya memegang peran besar dalam eskalasi konflik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Respons Terhadap Zelensky

    Pernyataan Trump tampaknya merupakan tanggapan terhadap komentar Zelenskyy kepada wartawan di Kyiv pekan lalu.

    Presiden Ukraina itu menyatakan harapannya untuk mendapatkan bantuan militer senilai lebih dari 50 miliar USD dari Amerika Serikat.

    Bantuan tersebut termasuk sistem pertahanan udara canggih seperti Patriot, sebagai pengganti paket bantuan sebelumnya yang telah disetujui Kongres, dikutip dari Financial Times.

    Ini juga mungkin tanggap Trump terkait Zelenskyy yang juga menyinggungnya secara langsung dalam wawancaranya dengan program CBS 60 Minutes.

    Ia mengajak Trump untuk datang dan melihat langsung penderitaan rakyat Ukraina akibat invasi Rusia.

    “Tolong, sebelum mengambil keputusan apa pun, sebelum melakukan bentuk negosiasi apa pun, datanglah untuk melihat orang-orang, warga sipil, prajurit, rumah sakit, gereja, anak-anak yang hancur atau tewas,” ungkap Zelensky, seperti dikutip dari Kyivpost. 

    Ia menambahkan bahwa kunjungan langsung ke wilayah yang terkena dampak perang akan membantu Trump memahami siapa sebenarnya Putin dan apakah layak untuk menjalin kesepakatan dengannya.

    “Anda akan mengerti dengan siapa Anda membuat kesepakatan,” tambahnya.

    Ketegangan antara Trump dan Zelensky bukan hal baru.

    Pada Februari lalu, Zelensky menyebut Trump ‘hidup dalam gelembung disinformasi’.

    Pernyataan ini memicu perang kata-kata antara kedua pemimpin.

    Perselisihan tersebut bahkan sempat memuncak dalam sebuah konfrontasi yang disiarkan secara luas di dalam Ruang Oval.

    Menanggapi ketegangan tersebut, Trump sempat memerintahkan penghentian bantuan militer AS dan pembagian informasi intelijen kepada Ukraina. Namun keputusan itu kemudian dibatalkan.

    Komentar Trump soal Serangan di Sumy

    Dalam perkembangan terbaru, Trump turut mengomentari serangan rudal Rusia di Kota Sumy pada 13 April 2025 yang menewaskan 35 orang dan melukai 119 lainnya.

    Serangan tersebut mengejutkan dunia internasional karena menargetkan wilayah sipil.

    “Saya pikir itu mengerikan. Saya diberitahu mereka melakukan kesalahan. Namun saya pikir itu hal yang mengerikan. Saya pikir seluruh perang itu mengerikan,” kata Trump dalam wawancara di pesawat kepresidenan Air Force One, merespons pertanyaan terkait serangan balistik di Sumy, dikutip dari CNN.

    Saat ditanya apakah ia percaya bahwa serangan tersebut tidak disengaja, Trump menjawab singkat, “Mereka melakukan kesalahan.”

    Di sisi lain, Kremlin mengklaim bahwa dua rudal taktis Iskander-M menargetkan pertemuan perwira militer Ukraina.

    Kremlin juga menyalahkan Kyiv karena menggunakan warga sipil sebagai ‘perisai manusia’. 

    Namun, tuduhan tersebut belum didukung oleh bukti yang valid dan belum ada konfirmasi dari pihak Ukraina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Volodymyr Zelensky dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.147: Trump Tuding Putin yang Memulai Perang – Halaman all

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.147: Trump Tuding Putin yang Memulai Perang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1.147 pada Selasa (15/4/2025).

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin atas pecahnya perang Rusia-Ukraina.

    Trump menegaskan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan mantan Presiden AS Joe Biden juga ikut bertanggung jawab.

    Dalam perkembangan lain, Ukraina menampilkan dua pria asal Tiongkok yang ditangkap di garis depan dalam konferensi pers.

    Seperti diketahui, sebelumnya Zelensky menuduh Rusia merekrut warga China lewat media sosial.

    Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.147:
    Tentara China Ditangkap di Ukraina, Zelensky Tuding Rusia Rekrut Lewat Medsos

    Ukraina menampilkan dua pria asal Tiongkok yang ditangkap di garis depan dalam konferensi pers.

    Keduanya dikawal tentara Ukraina bersenjata.

    Mereka berharap bisa ikut dalam pertukaran tahanan.

    “Jangan ambil bagian dalam perang ini,” kata kedua tentara itu memperingatkan warga Tiongkok lainnya.

    Belum jelas apakah pernyataan itu dibuat secara sukarela.

    Dilansir The Guardian, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Tiongkok terkait penangkapan ini.

    Zelensky sebelumnya menyebut Moskow aktif merekrut warga asing untuk memperkuat pasukannya.

    Jika terbukti, keterlibatan warga Tiongkok bisa memperkeruh posisi netral Beijing dalam konflik ini.

    Zelensky Tuding Rusia Tolak Gencatan Senjata: “Putin Tak Takut, Mereka Ingin Terus Berperang”

    Zelensky menuduh Rusia sengaja menolak perundingan gencatan senjata dan memilih untuk terus melanjutkan perang.

    Dalam pernyataannya yang dikutip dari sejumlah media internasional pada Minggu (14/4/2025), Zelensky menyebut Putin tidak menunjukkan niat untuk menghentikan konflik.

    “Rusia secara terbuka menolak terlibat dalam perundingan gencatan senjata,” kata Zelensky.

    Ia menilai sikap tersebut menunjukkan bahwa Moskow merasa tidak terancam.

    “Hanya ada satu alasan untuk ini – di Moskow, mereka tidak takut,” ujarnya.

    Zelensky menegaskan, tanpa tekanan internasional yang cukup kuat terhadap Rusia, perang akan terus berlanjut.

    “Mereka akan terus melakukan apa yang biasa mereka lakukan – mereka akan terus berperang,” tegasnya.

    Pendukung Ukraina Desak Trump Bersikap Tegas ke Putin setelah Serangan Mematikan di Sumy

    Para pendukung Republik Ukraina menyerukan agar Donald Trump bersikap lebih tegas terhadap Putin jika ingin mencapai kesepakatan gencatan senjata.

    Seruan ini muncul setelah serangan mematikan yang dilancarkan Rusia pada Minggu Palma di kota Sumy, Ukraina.

    Peristiwa tersebut memicu kemarahan sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik (GOP), yang sebelumnya dikenal hati-hati dalam mengkritik Rusia karena kedekatan Trump dengan Kremlin.

    Namun menurut laporan Andrew Roth, dalam beberapa hari terakhir suara mereka menjadi semakin vokal.

    Serangan di Sumy dijadikan bukti oleh pendukung Ukraina bahwa sikap lunak terhadap Putin hanya akan memperpanjang konflik.

    Duka Ukraina Usai Serangan Minggu Palma: “Sepatu Saya Berlumuran Darah”

    Warga Ukraina berkumpul pada Senin (14/4/2025) untuk mengenang para korban serangan Rusia yang terjadi saat perayaan Minggu Palma.

    Acara duka tersebut diwarnai kesedihan mendalam, terutama di kota Sumy yang menjadi sasaran utama.

    Seorang petugas medis tempur yang membantu para korban mengungkapkan betapa mengerikannya situasi pasca-serangan.

    “Kekacauan terjadi. Ada tumpukan mayat,” katanya, seperti dilaporkan The Guardian.

    “Sepatu saya berlumuran darah. Saya belum membersihkannya, itu darah korban luka.”

    Angkatan Udara Ukraina menyatakan bahwa pada hari yang sama, Rusia kembali melancarkan serangan dengan rudal dan bom berpemandu ke pinggiran kota Sumy.

    Tidak ada korban jiwa dalam serangan lanjutan tersebut.

    Trump: Putin yang Memulai Perang, tapi Zelensky dan Biden Tetap Disalahkan

    Trump menyalahkan Putin atas pecahnya perang Rusia-Ukraina.

    Dia juga menyebut Zelensky dan Biden ikut bertanggung jawab.

    Pernyataan itu disampaikan Trump dalam pengarahan bersama Presiden El Salvador Nayib Bukele, seperti dilaporkan oleh berbagai media pada Senin (14/4/2025).

    Menurut Trump, Putin adalah pihak pertama yang patut disalahkan karena memulai invasi ke Ukraina.

    Namun ia tidak mencabut pernyataan sebelumnya yang menuduh Zelensky dan Biden memiliki andil dalam memicu konflik.

    “Yang bisa saya lakukan hanyalah mencoba menghentikannya. Itu saja yang ingin saya lakukan,” kata Trump.

    “Saya ingin menghentikan pembunuhan. Dan saya pikir kami telah melakukan pekerjaan itu dengan baik,” ujar Trump kepada wartawan.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Rusia Tuduh Ukraina Gunakan Warga Sipil sebagai Tameng Manusia, Fasilitas Militer Ada di Pusat Kota – Halaman all

    Rusia Tuduh Ukraina Gunakan Warga Sipil sebagai Tameng Manusia, Fasilitas Militer Ada di Pusat Kota – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia mengatakan, dua rudalnya telah menghantam pertemuan perwira militer Ukraina di kota Sumy, Minggu (13/4/2025).

    Ukraina mengatakan, serangan Rusia telah menewaskan 34 orang dan melukai 117 orang.

    Sementara, Kementerian Pertahanan Rusia menuduh Ukraina menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia dengan menempatkan fasilitas militer dan menyelenggarakan acara yang melibatkan tentara di pusat kota yang berpenduduk padat.

    Tidak ada tanggapan langsung dari Kyiv atas tuduhan “tameng manusia” tersebut.

    Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pasukannya telah menembakkan “dua rudal taktis Iskander-M ke tempat pertemuan” dari apa yang disebutnya kelompok taktis operasional angkatan bersenjata Ukraina.

    Dikatakan bahwa lebih dari 60 tentara Ukraina tewas dalam serangan itu.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuntut tanggapan internasional yang keras terhadap Moskow atas serangan itu, yang terjadi saat Presiden AS Donald Trump berupaya keras untuk membuat kemajuan terhadap janjinya untuk segera mengakhiri perang.

    Para pemimpin Inggris, Jerman, dan Italia juga mengutuk serangan itu.

    Sementara itu, saat ditanya tentang serangan Sumy, Trump mengatakan pada Minggu malam bahwa ia berusaha menghentikan perang.

    “Saya pikir itu mengerikan dan saya diberitahu mereka melakukan kesalahan, tetapi saya pikir itu hal yang mengerikan. Saya pikir seluruh perang adalah hal yang mengerikan,” katanya kepada wartawan.

    Trump tidak menjelaskan apakah dia mengatakan serangan itu tidak disengaja.

    Juru bicara kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, ditanyai dalam pengarahan hariannya bagaimana Kremlin memandang komentar Trump dan apakah serangan itu dilakukan karena kesalahan.

    Dia menjawab bahwa Kremlin tidak mengomentari jalannya perang, dan ini merupakan urusan kementerian pertahanan.

    “Saya hanya dapat mengulang dan mengingatkan Anda tentang pernyataan berulang dari presiden dan perwakilan militer kita bahwa militer kita menyerang secara eksklusif pada target militer dan target yang berdekatan dengan militer,” katanya, Minggu, dilansir Al Arabiya.

    Kecaman Internasional

    Menteri Luar Negeri Polandia Radek Sikorski, yang negaranya memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa, menyebut serangan itu sebagai “jawaban mengejek Rusia” atas persetujuan Kyiv terhadap gencatan senjata yang diusulkan AS lebih dari sebulan lalu.

    “Saya berharap Presiden Trump, pemerintahan AS, melihat bahwa pemimpin Rusia sedang mengejek niat baik mereka, dan saya berharap keputusan yang tepat diambil,” kata Sikorski kepada wartawan di Luksemburg, tempat para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu, dikutip dari AP News.

    Menteri Luar Negeri Finlandia Elina Valtonen mencatat bahwa serangan terhadap Sumy terjadi tak lama setelah utusan Presiden Donald Trump, Steve Witkoff, berada di Saint Petersburg untuk berunding dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Hal ini menunjukkan bahwa “Rusia menunjukkan ketidakpedulian penuh terhadap proses perdamaian, tetapi juga bahwa Rusia sama sekali tidak menghargai kehidupan manusia,” kata Valtonen.

    Sementara Menteri luar negeri Lithuania, Kestutis Budrys, menggemakan pernyataan Ukraina bahwa serangan Rusia menggunakan bom curah untuk menargetkan warga sipil, dan menyebutnya sebagai “kejahatan perang menurut definisinya.”

    Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, mengatakan serangan itu menunjukkan bahwa Putin tidak berniat menyetujui gencatan senjata, dan menyerukan agar Uni Eropa “mengambil sanksi terberat terhadap Rusia untuk mencekik ekonominya dan mencegahnya membiayai upaya perangnya.”

    Uni Eropa telah menjatuhkan 16 putaran sanksi terhadap Rusia dan sedang menggodok putaran ke-17, tetapi tindakan tersebut semakin sulit disepakati karena juga berdampak pada ekonomi Eropa.

    MEMBERSIHKAN PUING BANGUNAN – Foto ini diambil dari Layanan Darurat Negara Ukraina (DSNS) pada Selasa (8/4/2025), memperlihatkan petugas layanan darurat Ukraina membersihkan puing-puing bangunan gudang dan bengkel mebel di distrik Obolonsky, Kyiv pada Senin (7/4/2025) setelah dihantam serangan Rusia pada malam sebelumnya. (Telegram DSNS Ukraina)

    Kanselir terpilih Jerman, Friedrich Merz, menggambarkan serangan Sumy sebagai “kejahatan perang yang serius” saat tampil di televisi ARD.

    Merz menegaskan, ia tetap pada seruannya di masa lalu untuk mengirim rudal jelajah jarak jauh Taurus ke Ukraina, sesuatu yang ditolak oleh Kanselir Olaf Scholz yang akan lengser.

    Ia mengatakan, militer Ukraina harus mampu “menangani situasi” dan bahwa setiap pengiriman rudal jarak jauh harus dilakukan setelah berkonsultasi dengan mitra Eropa.

    Ketika ditanya tentang pernyataan Merz, juru bicara Kremlin mengatakan bahwa tindakan seperti itu “pasti akan mengarah pada eskalasi lebih lanjut dari situasi di sekitar Ukraina,” dan mengatakan kepada wartawan bahwa “sangat disayangkan, ibu kota Eropa tidak cenderung mencari cara untuk memulai perundingan damai dan sebaliknya cenderung terus memprovokasi kelanjutan perang.”

    Sebagai informasi, pasukan Rusia bulan ini telah menjatuhkan 2.800 bom udara di Ukraina dan menembakkan lebih dari 1.400 pesawat tak berawak dan hampir 60 rudal berbagai jenis.

    Serangan terhadap Sumy menyusul serangan rudal pada tanggal 4 April di kampung halaman Zelensky, Kryvyi Rih yang menewaskan sekitar 20 orang, termasuk sembilan anak-anak.

    Pada Minggu malam, pesawat nirawak Rusia menyerang Odesa, melukai delapan orang.

    Kepala daerah Oleh Kiper mengatakan sebuah fasilitas medis termasuk di antara bangunan yang rusak.

    Rusia menembakkan total 62 pesawat tak berawak Shahed ke Ukraina pada Minggu malam dan Senin dini hari, kata angkatan udara Ukraina, seraya menambahkan bahwa 40 pesawat hancur dan 11 lainnya diganggu.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

  • Korut Kepergok Bikin Kapal Perang Frigate Terbesar, Dilengkapi Senjata Canggih Buatan Rusia – Halaman all

    Korut Kepergok Bikin Kapal Perang Frigate Terbesar, Dilengkapi Senjata Canggih Buatan Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Korea Utara diam-diam membuat sebuah kapal perang terbesar dan tercanggih yang pernah dimiliki negara komunis tersebut.

    Informasi tersebut mencuat setelah Satelite Maxar Technologies and Planet Labs menemukan sebuah kapal Frigate di perairan Korut.

    Dalam cuplikan foto satelit yang diambil pada 6 April terlihat kapal tersebut terlihat mendarat di Pelabuhan Nampho, pantai barat Korea Utara, sekitar 60 kilometer (37 mil) barat daya ibu kota Pyongyang.

    Kapal yang diduga kuat merupakan kapal perang itu kemungkinan besar milik militer Korut.

    Analis memperkirakan kapal perang tersebut masih dalam proses pembuatan sistem persenjataan dan sistem internal kapal.

    Tak dirinci berapa besar ukuran dari kapal perang milik militer Korut itu, namun kapal tersebut diperkirakan mencapai dua kali dari seluruh kapal armada laut Korut saat ini.

    Adapun bobot kapal tempur militer Korut diperkirakan mencapai  4.000 ton

    Sebagai perbandingan, kapal jenis penghancur Amerika Serikat kelas USS Arleigh Burke memiliki panjang total 153 meter.

    Sedangkan kapal frigate AS kelas Constellation memiliki panjang 151 meter.

    “FFG memiliki panjang sekitar 140 meter (459 kaki), menjadikannya kapal perang terbesar yang diproduksi di Korea Utara,” menurut analisis oleh Joseph Bermudez Jr. dan Jennifer Jun di Pusat Studi Strategis dan Internasional, dilansir CNN International.

    Dilengkapi Senjata Canggih

    Pembangunan kapal ini menandai langkah signifikan dalam pengembangan angkatan laut Korut.

    Mengingat kapal perang terbesar sebelumnya adalah fregat seberat 1.500 ton.

    Hal ini menandai langkah signifikan dalam pengembangan angkatan laut Korut guna meningkatkan kesiapan perang negara. ​

    Meski penampakan kapal ini belum diungkap secara resmi oleh pemerintah Korut, namun para analis mengatakan gambar-gambar tersebut menunjukkan bahwa kapal Frigate dilengkapi senjata canggih.

    Salah satunya senjata berpeluru kendali (FFG) yang dirancang untuk membawa rudal dalam tabung peluncur vertikal untuk digunakan terhadap target di darat dan laut.

    Analis juga mencatat kapal tersebut tampaknya disiapkan untuk memiliki radar array bertahap.

    Dengan teknologi tersebut kapal Frigate Korut dapat melacak ancaman dan target lebih cepat dan akurat daripada kemampuan Korea Utara yang sebelumnya ditampilkan.

    Lebih lanjut radar array yang terintegrasi ke dalam superstruktur dan sistem peluncuran vertikal atau VLS juga diklaim mampu menyebarkan rudal jelajah atau rudal anti pesawat ke arah musuh.

    Hal Senada juga diungkap oleh Jeffrey Lewis, peneliti dari James Martin Center for Nonproliferation Studies (CNS) Amerika Serikat (AS).

    Ia mengatakan foto kapal yang tertangkap dari satelit menunjukan bahwa kapal perang Frigate korut memiliki dek yang cukup besar untuk menampung lebih dari 50 rudal

    Ia memperkirakan kemungkinan terdapat 32 rudal di bagian depan dan jumlah yang lebih sedikit atau beberapa rudal balistik di bagian belakang.

    Tak hanya itu kapal perang Frigate juga didesain untuk membawa misil berpemandu (guided-missile frigate/FFG)dalam balistik.

    Kapal Perang Korut Mirip Kapal Tempur Rusia

    Jika dilihat sekilas, desain eksternal kapal baru ini juga menunjukkan kemiripan dengan fregat kelas Admiral Grigorovich milik Rusia, yang berbobot sekitar 3.600 ton. ​

    Kemiripan ini mencerminkan kedekatan hubungan militer antara kedua negara dan kemungkinan adanya transfer teknologi atau bantuan desain dari Rusia ke Korea Utara.

    Menunjukkan upaya Korea Utara untuk meningkatkan kemampuan angkatan lautnya dengan memanfaatkan teknologi dan desain dari negara lain, khususnya Rusia.​

    Meskipun ada sanksi internasional yang membatasi kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara, namun sejak 2023 Rusia dan Korea Utara telah meningkatkan kerja sama militer mereka.

    Pada Juni 2023, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyepakati peningkatan kerja sama militer, termasuk pertukaran teknologi dan pelatihan angkatan bersenjata .

    Kerja sama ini mencakup berbagai bidang, termasuk pertukaran teknologi militer, latihan bersama, dan kemungkinan penyediaan komponen atau desain kapal perang.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Calon Kanselir Jerman Sebut Serangan di Sumy ‘Kejahatan Perang’ Rusia

    Calon Kanselir Jerman Sebut Serangan di Sumy ‘Kejahatan Perang’ Rusia

    Jakarta

    Calon kanselir Jerman berikutnya, Friedrich Merz, menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kejahatan perang setelah serangan rudal Rusia menewaskan sedikitnya 34 orang, termasuk anak-anak, di kota Sumy, Ukraina.

    Dalam wawancara dengan media publik Jerman, ARD, pada hari Minggu (13/04), pemimpin Uni Kristen Demokrat (CDU) yang beraliran tengah-kanan ini mengatakan bahwa serangan rudal Rusia mematikan itu adalah “kejahatan perang yang disengaja dan diperhitungkan.”

    “Ada dua gelombang serangan, dan gelombang kedua datang saat petugas penyelamat sedang merawat para korban,” kata Merz.

    “Itulah tanggapannya, itulah yang dilakukan (Presiden Rusia Vladimir) Putin terhadap mereka yang berbicara dengannya tentang gencatan senjata,” tambah Merz, seraya menyinggung ada pihak-pihak di Jerman yang “naif” menyerukan perundingan damai dengan Putin.

    “Keinginan kami untuk berdiskusi dengannya ditafsirkan bukan sebagai tawaran serius untuk berdamai, tetapi sebagai kelemahan,” kata Merz.

    Merz masih terbuka untuk kirim rudal Taurus ke Ukraina

    Kanselir yang akan segera menjabat ini juga menegaskan kembali dukungannya untuk memasok rudal jarak jauh Taurus bagi Ukraina, asalkan tindakan tersebut dikoordinasikan dengan para sekutu Eropa.

    Merz mencatat bahwa Inggris, Prancis dan Amerika Serikat (AS) adalah beberapa negara yang telah menyediakan rudal-rudal tersebut kepada Ukraina.

    Meski begitu, Scholz, yang berasal dari Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berhaluan kiri-tengah, ikut mengecam serangan ke Sumy, menyebutnya “biadab” dan mengatakan: “Serangan semacam itu menunjukkan bahwa klaim Rusia yang menginginkan perdamaian tidak sesuai dengan kenyataan.”

    Mantan Dubes Ukraina untuk Jerman kritik kesepakatan koalisi

    Pernyataan tegas Merz terhadap Rusia muncul di tengah pembentukan pemerintahan baru Jerman, di mana CDU dan partai saudaranya dari Bayern, Uni Kristen Sosial (CSU), telah mencapai kesepakatan koalisi dengan SPD. Kesepakatan ini tercapai setelah CDU menang dalam pemilihan umum Jerman yang berlangsung cepat pada bulan Februari lalu.

    Namun, mantan Duta Besar Ukraina untuk Jerman, Andrij Melnyk, mengkritik kesepakatan koalisi tersebut. Ia meragukan komitmen pemerintahan baru dalam mendukung Ukraina.

    “Jika (Presiden Rusia Vladimir) Putin membaca perjanjian koalisi yang tidak jelas ini, dia bisa langsung buka sebotol sampanye Krimea,” kata Melnyk, merujuk pada aneksasi Rusia atas Semenanjung Krimea Ukraina pada tahun 2014.

    Melnyk menyayangkan tidak adanya jaminan militer yang jelas dalam kesepakatan koalisi tersebut. Ia juga menyebut bahwa isinya hanya “rumusan umum yang bahkan tidak sesuai dengan Olaf Scholz.”

    Kesepakatan koalisi tersebut mengatakan bahwa Jerman akan secara substansial memperkuat dan melanjutkan “dukungan militer, sipil dan politik” kepada Ukraina bersama dengan mitra-mitranya, dan mengatakan bahwa Jerman akan berpartisipasi dalam rekonstruksi Ukraina, di antara upaya-upaya lainnya.

    Melnyk telah dinominasikan untuk menjadi Duta Besar Ukraina untuk PBB, sehingga ia mungkin akan berhubungan dengan pemerintah baru Jerman di masa depan.

    Apa yang terjadi dalam serangan di Sumy?

    Sedikitnya 34 orang tewas ketika dua rudal balistik Rusia menghantam pusat kota Sumy, Ukraina bagian timur laut, pada hari Minggu (13/04).

    Rudal-rudal tersebut menghantam sekitar pukul 10.15 pagi waktu setempat (07.15 GMT) ketika orang-orang berkumpul untuk merayakan hari raya Minggu Palma.

    Serangan ini terjadi ketika pemerintahan Presiden AS Donald Trump sedang mendorong gencatan senjata di Ukraina.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Brian Hughes mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “serangan rudal ke Sumy adalah pengingat yang jelas dan tajam tentang mengapa upaya Presiden Donald Trump untuk mencoba mengakhiri perang yang mengerikan ini terjadi pada saat yang genting.”

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa serangan tersebut membuktikan bahwa Rusia mengulur-ulur waktu untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.

    “Jumat (11/04) ini menandai tepat satu bulan sejak Rusia menolak proposal AS untuk gencatan senjata penuh dan tanpa syarat. Mereka tidak takut. Itu sebabnya mereka terus meluncurkan rudal balistik,” kata Zelenskyy.

    “Hanya tekanan, hanya tindakan tegas yang dapat mengubah hal ini,” tambah Zelenskyy.

    Sekjen PBB dan para pemimpin Eropa ikut mengecam

    Serangan ini memicu kemarahan di antara para pemimpin Eropa dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres, yang “sangat khawatir dan terkejut” atas kejadian ini.

    Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa serangan tersebut menunjukkan “pola yang menghancurkan dari serangan-serangan terhadap kota-kota di Ukraina dalam beberapa minggu terakhir, dan mengingatkan bahwa “serangan terhadap warga sipil dan fasilitas sipil dilarang oleh hukum humaniter internasional.”

    Sebelumnya pada hari Minggu (13/04), para pemimpin Eropa secara serempak mengutuk serangan di Sumy.

    “Serangan mematikan ini adalah pengingat yang tajam akan pertumpahan darah yang terus berlanjut oleh (Presiden Rusia) Putin,” kata Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.

    Donald Tusk dari Polandia mengkritik serangan sebagai “gencatan senjata versi Rusia” pada “Minggu Palma Berdarah.”

    sementara Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengecamnya sebagai “serangan yang mengerikan dan pengecut”, dan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa menggambarkannya sebagai “tindakan kriminal”.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Melisa Lolindu
    Editor: Prihardani Purba

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Rudal Rusia Hantam Sumy Saat Warga ke Gereja Rayakan Minggu Palma, 34 Tewas Termasuk Anak-Anak – Halaman all

    Rudal Rusia Hantam Sumy Saat Warga ke Gereja Rayakan Minggu Palma, 34 Tewas Termasuk Anak-Anak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Serangan rudal balistik Rusia di Kota Sumy, Ukraina, pada Minggu (13/4/2025) pagi, menewaskan sedikitnya 34 orang dan melukai 83 lainnya.

    Dikutip dari The Guardian, dua rudal menghantam pusat kota yang ramai saat warga sedang menuju gereja untuk merayakan Minggu Palma.

    Salah satu rudal menghantam sebuah bus listrik penuh penumpang. Dua anak-anak termasuk di antara korban tewas.

    Prancis, Jerman, Inggris dan Italia Mengecam

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyebut serangan ini sebagai bukti bahwa Rusia secara terang-terangan menolak perdamaian dan menghina upaya diplomatik.

    “Semua orang tahu bahwa hanya Rusia yang menginginkan perang ini,” ujar Macron dalam pernyataan yang dikutip berbagai media Prancis.

    “Hari ini jelas bahwa Rusia sendiri ingin melanjutkannya, menunjukkan penghinaannya terhadap kehidupan manusia, hukum internasional, dan upaya diplomatik yang dilakukan oleh Presiden (Donald) Trump,” katanya.

    Macron menegaskan langkah-langkah tegas diperlukan untuk mendorong gencatan senjata.

    “Prancis bekerja tanpa lelah untuk mencapai tujuan ini, bersama para mitranya,” tambahnya.

    Kanselir Jerman, Friedrich Merz juga mengecam keras serangan tersebut.

    Dalam wawancara dengan penyiar ARD, Merz menyebutnya sebagai “tindakan pengkhianatan” dan “kejahatan perang yang disengaja dan terencana”.

    Menurutnya, niat baik negara-negara Barat untuk berdiskusi dengan Rusia malah ditafsirkan sebagai kelemahan oleh Presiden Vladimir Putin.

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni menyebut serangan itu sebagai aksi “pengecut” dan “menghancurkan semua peluang keterlibatan nyata demi perdamaian”.

    Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, mengecam keras serangan rudal Rusia yang menewaskan puluhan warga sipil di Kota Sumy, Ukraina.

    Dalam pernyataan resminya yang dipublikasikan di platform X, Starmer menyampaikan belasungkawa dan menyerukan gencatan senjata segera.

    “Saya terkejut dengan serangan mengerikan Rusia terhadap warga sipil di Sumy, dan pikiran saya tertuju pada para korban serta orang-orang yang mereka cintai di masa tragis ini,” tulisnya.

    Starmer menegaskan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menunjukkan komitmen terhadap perdamaian.

    Menurutnya, kini giliran Presiden Rusia Vladimir Putin untuk bertindak.

    “Putin sekarang harus menyetujui gencatan senjata penuh dan segera tanpa syarat,” tegas Starmer.

    Pernyataan ini menambah daftar panjang kecaman internasional terhadap serangan yang terjadi saat umat Kristen Ukraina tengah merayakan Minggu Palma.

    Insiden tersebut memicu reaksi keras dari sejumlah pemimpin dunia yang menilai aksi Rusia sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

    Reaksi Amerika

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump turut mengomentari insiden tersebut saat berbicara kepada wartawan di pesawat kepresidenan Air Force One.

    “Saya pikir itu hal yang mengerikan. Dan saya diberitahu mereka melakukan kesalahan,” kata Trump seperti dilaporkan Agence France-Presse.

    Ketika ditanya lebih lanjut soal apa yang ia maksud dengan “kesalahan”, Trump menjawab, “Anda akan bertanya kepada mereka,” tanpa memberikan kejelasan lebih lanjut.

    Kecaman juga datang dari Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

    Dalam unggahan di akun resminya di platform X, Rubio menulis:

    “Amerika Serikat menyampaikan belasungkawa terdalam kami kepada para korban serangan rudal Rusia yang mengerikan hari ini di Sumy. Ini adalah pengingat tragis mengapa Presiden Trump dan pemerintahannya meluangkan begitu banyak waktu dan upaya untuk mencoba mengakhiri perang ini dan mencapai perdamaian yang adil dan abadi.”

    Utusan Khusus AS untuk Ukraina, Keith Kellogg, juga mengecam keras insiden ini.

    “Serangan Minggu Palma hari ini oleh pasukan Rusia terhadap sasaran sipil di Sumy melewati batas kesopanan apa pun,” katanya.

    Analis The Guardian, Dan Sabbagh, menilai bahwa jumlah korban sipil yang tinggi di Sumy dapat mendorong pemerintahan Trump untuk bersikap lebih tegas dalam negosiasi damai dengan Moskow.

    Selama dua bulan terakhir, pembicaraan damai berjalan lambat, sementara Washington memilih strategi dialog langsung dengan Rusia namun cenderung bungkam atas serangan terhadap warga sipil.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Babak Belur Lawan Ukraina, Angkatan Laut Rusia Diberi Rp 16 T Kembangkan Armada Berkekuatan Nuklir – Halaman all

    Babak Belur Lawan Ukraina, Angkatan Laut Rusia Diberi Rp 16 T Kembangkan Armada Berkekuatan Nuklir – Halaman all

    Dianggap Sektor Terlemah, Angkatan Laut Rusia Diberi Rp 16 T Kembangkan Armada Berkekuatan Nuklir

    TRIBUNNEWS.COM – Angkatan Laut Rusia sering dianggap sebagai cabang militer terlemah negara itu, terutama jika dibandingkan dengan Angkatan Laut Amerika Serikat.

    Tetapi, sektor militer Rusia ini akan mengalami transformasi besar ketika Presiden Vladimir Putin mengumumkan alokasi dana sebesar US $100,5 miliar (setara Rp 16,7 triliun) untuk peningkatan dan pemodernisasian armada Angkatan Laut Rusia selama 10 tahun ke depan.

    Putin mengatakan bahwa perubahan situasi global, tantangan baru, ancaman maritim, dan kemajuan teknologi yang pesat menuntut pembentukan “citra baru” bagi Angkatan Laut Rusia .

    “Saya ingin mencatat bahwa selama dekade berikutnya , 8 triliun rubel (US$100,5 miliar atau setara Rp 16,7 triliun) telah dialokasikan untuk pembangunan kapal dan aset baru Angkatan Laut Rusia . Alokasi ini harus diperhitungkan dalam perencanaan Program Persenjataan Negara,” kata Putin dilansir DSA, Minggu (13/4/2025)

    “Diperlukan pendekatan baru dalam memperkuat kemampuan pertahanan maritim kita,” ujarnya saat memimpin rapat khusus mengenai pengembangan armada laut negara tersebut.

    Putin mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Rusia telah menerapkan program modernisasi angkatan laut berskala besar .

    “Dari Kaliningrad hingga Vladivostok , galangan kapal di seluruh Rusia secara aktif melakukan produksi serial kapal permukaan dan kapal selam rudal baru , termasuk kapal selam modern kelas Proyek Borei-A dan Proyek Yasen-M . Alokasi dana yang besar telah disalurkan untuk menyukseskan upaya ini,” katanya.
     
    Menurut Putin, tingkat kepemilikan senjata dan peralatan modern dalam komponen nuklir strategis Angkatan Laut Rusia kini telah mencapai 100 persen , dan angka ini harus dipertahankan di masa mendatang .

    Putin menambahkan bahwa Angkatan Laut Rusia memainkan peran penting dalam memastikan pertahanan dan keamanan nasional , serta melindungi kepentingan nasional di panggung maritim internasional.

    Asap mengepul dari Markas Besar Angkatan Laut Hitam Rusia setelah terkena serangan rudal Ukraina di Sevastopol, Krimea pada Jumat (22/9/2023). (Telegram)

    AL Rusia Babak Belur Dihajar Ukraina, Kembangkan Armada Nuklir

    Angkatan Laut Rusia dilaporkan mengalami kerusakan besar selama konflik tiga tahun di Ukraina.

    Kiev, yang didukung oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, mengklaim telah menghancurkan atau melumpuhkan sekitar sepertiga Armada Laut Hitam Angkatan Laut Rusia pada pertengahan tahun 2024.

    Namun, Rusia kini secara aktif membangun kembali dan memperkuat kekuatan angkatan lautnya.

    “Pernyataan terbaru Presiden Putin menunjukkan kalau komponen senjata nuklir akan menjadi fokus utama dalam fase berikutnya pengembangan armada,” tulis ulasan DSA.

    Menurut kantor berita milik negara TASS , Putin juga mengonfirmasi bahwa 49 kapal baru angkatan laut Rusia telah dibangun dalam lima tahun terakhir.

    Artinya, Rusia rata-rata membangun sekitar 10 kapal perang setiap tahunnya.

    Di antara kapal yang telah ditugaskan adalah empat kapal selam rudal strategis bertenaga nuklir kelas Proyek Borei-A , serta empat kapal selam serbaguna bertenaga nuklir kelas Proyek Yasen-M .

    Langkah ini dipandang sebagai upaya Rusia untuk menjaga keseimbangan kekuatan maritim , meskipun menghadapi tekanan besar akibat perang berkepanjangan dengan Ukraina.

    KAPAL SELAM RUSIA – Proses peluncuran kapal selam Perm Rusia. Kapal selam Perm merupakan bagian dari kelas Yasen-M (Proyek 885M), generasi terbaru kapal selam serang bertenaga nuklir Rusia yang dibangun untuk operasi senyap, cepat, dan berdaya tinggi.

    Luncurkan Perm, Kapal Selam Nuklir

    Pemimpin Rusia itu juga memberi contoh perluasan pesat angkatan lautnya , dengan mencatat bahwa kapal selam nuklir Perm — yang dilengkapi dengan rudal jelajah hipersonik Tsirkon — diluncurkan pada akhir Maret di Wilayah Murmansk .

    Baru-baru ini, Putin, melalui tautan video dari pelabuhan Arktik Murmansk, meluncurkan kapal, yang diberi nama  Perm , yang diambil dari nama kota di Pegunungan Ural.
     
    Perm  adalah kapal selam bertenaga nuklir pertama yang dilengkapi dengan rudal hipersonik Tsirkon sebagai sistem senjata standarnya.

    Rudal hipersonik Tsirkon (juga dikenal sebagai Zirkon) adalah rudal Rusia generasi baru yang mampu mencapai kecepatan hingga Mach 9, yang berarti sembilan kali kecepatan suara.

    Senjata ini dirancang untuk menyerang target di darat dan laut, dengan jangkauan efektif diperkirakan lebih dari 1.000 kilometer.

    Dengan kecepatannya yang luar biasa dan kemampuan manuver yang tinggi, Tsirkon sulit dideteksi dan dicegat oleh sistem pertahanan udara konvensional, menjadikannya salah satu aset strategis paling berbahaya di gudang senjata militer Rusia.

    Rudal hipersonik ini dapat diluncurkan dari kapal perang dan kapal selam, dan mampu membawa hulu ledak konvensional atau nuklir.

    Kapal selam Perm mulai dibangun pada 29 Juli 2016 di galangan kapal Sevmash di Severodvinsk, Murmansk.

    Peluncurannya menandai fase penting lainnya dalam program pembangunan kapal selam Angkatan Laut Rusia yang sedang berlangsung.
     
    Perm  dijadwalkan akan ditugaskan ke Angkatan Laut Rusia tahun depan.

    Kapal selam  Perm  adalah kapal selam keenam di kelas Yasen dan Yasen-M Rusia yang dibangun oleh galangan kapal Sevmash, yang terletak di dekat Murmansk.

    Kapal selam Perm  merupakan bagian dari kelas Yasen-M (Proyek 885M), generasi terbaru kapal selam serang bertenaga nuklir Rusia yang dibangun untuk operasi senyap, cepat, dan berdaya tinggi.

    Rudal ini dirancang untuk melaksanakan berbagai misi, termasuk serangan terhadap target laut dan darat menggunakan rudal hipersonik Tsirkon serta rudal jelajah Kalibr dan Oniks.

    Perm dilengkapi dengan reaktor nuklir generasi baru yang memungkinkannya beroperasi terus menerus di bawah air selama beberapa bulan tanpa harus muncul ke permukaan.

    Kapal selam ini mampu mencapai kecepatan lebih dari 30 knot (lebih dari 55 km/jam) dan beroperasi pada kedalaman lebih dari 500 meter.

    Ia juga memiliki sistem akustik canggih dan kemampuan peperangan elektronik untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup di lingkungan berisiko tinggi.

    Dengan panjang lebih dari 130 meter dan berat sekitar 13.800 ton saat tenggelam sepenuhnya, Perm membawa kombinasi torpedo, rudal, dan peralatan pengawasan modern, menjadikannya salah satu kapal selam paling canggih di armada Rusia.

     

    (oln/dsa/*)

  • Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan ancaman serangan ke Iran. Namun, Rusia menyebut dunia sudah mulai lelah dengan ancaman AS ke Iran.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump. Trump mengatakan bahwa Israel akan menjadi “pemimpin” dari kemungkinan serangan militer terhadap Iran, jika Teheran tidak menghentikan program senjata nuklirnya.

    Trump membuat komentar tersebut menjelang pembicaraan terjadwal akhir pekan ini yang melibatkan para pejabat AS dan Iran di kesultanan Timur Tengah, Oman. Sebelumnya, Trump awal minggu ini mengatakan pembicaraan tersebut akan bersifat “langsung” sementara Iran menggambarkan keterlibatan tersebut sebagai pembicaraan “tidak langsung” dengan AS.

    Trump juga siap untuk menyediakan kekuatan militer. AS siap mengambil tindakan.

    “Jika itu membutuhkan militer, kami akan menggunakan militer,” kata Trump. “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu. Mereka akan menjadi pemimpinnya. Namun, tidak ada yang memimpin kami, tetapi kami melakukan apa yang ingin kami lakukan,” cetus Trump dilansir The Associated Press dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Bagaimana tanggapan Rusia atas ancamana AS ini? Baca halaman selanjutnya.

    Tanggapan Israel

    Foto: PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump saat melakukan pertemuan di Gedung Putih (REUTERS/Elizabeth Frantz Purchase Licensing Rights)

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu awal minggu ini, mengatakan bahwa ia mendukung upaya diplomatik Trump untuk mencapai penyelesaian dengan Iran.

    Ia menambahkan bahwa Israel dan AS memiliki tujuan yang sama untuk memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Namun, Netanyahu memimpin upaya untuk membujuk Trump agar menarik diri dari kesepakatan yang ditengahi AS dengan Iran pada tahun 2018.

    Trump mengatakan pada hari Rabu (9/4) waktu setempat bahwa ia tidak memiliki jadwal pasti untuk perundingan tersebut agar mencapai resolusi.

    “Saat Anda memulai perundingan, Anda tahu, apakah itu berjalan dengan baik atau tidak,” kata Trump. “Dan saya akan mengatakan kesimpulannya adalah apa yang menurut saya tidak berjalan dengan baik. Jadi itu hanya perasaan,” ujarnya.

    Rusia Sebut Dunia Lelah dengan Ancaman AS ke Iran

    Foto: Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov (Sputnik/Sergey Bobylev/Pool via REUTERS)

    Pemerintah Rusia mengatakan bahwa dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran. Rusia juga menegaskan bahwa membombardir Republik Islam itu tidak akan membawa perdamaian, dan memperingatkan bahwa Teheran telah mengambil tindakan pencegahan.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow menyadari adanya “retorika yang cukup keras” dan bahwa Teheran mengambil tindakan pencegahan, dan menyarankan agar fokusnya adalah kontak daripada konfrontasi.

    “Memang, dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova ketika ditanya oleh Reuters untuk mengklarifikasi pendekatan Rusia.

    Rusia mengatakan bahwa pengeboman tidak membukan jalan ke arah perdamaian.

    “Ada pemahaman yang berkembang bahwa pengeboman tidak dapat membuka jalan menuju perdamaian,” imbuhnya, dilansir kantor berita Reuters dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Program nuklir Iran, yang dimulai pada tahun 1950-an dengan dukungan dari sekutunya saat itu, Amerika Serikat, telah lama menjadi subjek perselisihan antara negara-negara besar dunia dan Iran, yang Revolusi Islamnya pada tahun 1979 mengubahnya menjadi salah satu musuh terbesar Washington.

    AS, Israel, dan beberapa negara besar Eropa mengatakan Iran secara diam-diam mencoba mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan ini telah dibantah oleh Teheran, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membangun kemitraan dengan Rusia, negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjaga hubungan baik dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, terutama karena Rusia dan Iran dianggap sebagai musuh oleh Barat. Namun, Moskow ingin agar tidak memicu perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.

    Rusia, kata Zakharova, menginginkan “solusi negosiasi yang efektif” yang akan mengurangi kecurigaan Barat tentang program pengayaan uranium Iran, dan memulihkan kepercayaan sambil memastikan keseimbangan kepentingan.

    Lihat juga Video Trump: Iran Dalam Bahaya Besar Jika Perundingan Nuklir Gagal

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini