Tag: Vladimir Putin

  • Presiden Rusia Vladimir Putin Mau Bikin Aplikasi Pesan Pengganti WhatsApp dan Telegram – Page 3

    Presiden Rusia Vladimir Putin Mau Bikin Aplikasi Pesan Pengganti WhatsApp dan Telegram – Page 3

    Tidak hanya mengembangkan layanan mirip Telegram dan WhatsApp, Rusia juga ambisius dalam hal gaming. Pada Januari lalu, Rusia dilaporkan berencana untuk mengembangkan konsol game besutannya sendiri. Informasi ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komite Kebijakan Informasi Duma Negara Anton Gorelkin.

    Berdasarkan laporan TechSpot seperti dikutip dari Engadget, Sabtu (4/1/2025), Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Rusia saat ini sedang mengembangkan konsol game domestik.

    Kabarnya, konsol ini akan dilengkapi prosesor Elbrus dan sistem operasi Aurora atau Alt Linux, yang merupakan turunan dari sistem operasi Linux. Sementara Elbrus merupakan prosesor yang dikembangkan oleh Moscow Center of SPARC Technologies.

    Sebagai informasi, Elbrus sendiri awalnya dirancang untuk kebutuhan pertahanan, infrastruktur, dan aplikasi penting lainnya. Kemungkinan, prosesor ini mungkin belum sebanding dengan produksi Intel, AMD, termasuk menyamai performa yang ditawarkan konsol PS5 atau Xbox.

  • Zelensky Dorong Pengadilan Khusus untuk Putin, Desak Persatuan Eropa-AS

    Zelensky Dorong Pengadilan Khusus untuk Putin, Desak Persatuan Eropa-AS

    Jakarta

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin diadili sebagai penjahat perang. Zelensky mengatakan Kyiv harus bisa bersatu dengan Eropa dan Amerika Serikat (AS) untuk memenangkan perang melawan Rusia.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (26/6/2025), Zelensky menandatangani perjanjian dengan Dewan Eropa untuk membentuk pengadilan khusus guna mengadili pejabat tinggi atas invasi Rusia ke Ukraina. Ini merupakan kali pertama Zelensky melakukan kunjungan sejak dimulainya konflik ke badan hak asasi manusia yang berpusat di Prancis tersebut.

    Zelensky nampak bersemangat setelah bertemu dan berbincang dengan Presiden AS Donald Trump di pertemuan puncak KTT NATO di Den Haag. Zelensky menyebut perlu membuat seruan penuh semangat untuk hubungan erat antara Eropa dan Trump.

    “Kita perlu hubungan yang kuat dengan dia (Trump). Kita membutuhkan persatuan antara Eropa dan Amerika Serikat dan kita akan menang,” kata Zelensky.

    Zelensky menerangkan pengadilan khusus tersebut akan mengadili kejahatan agresi dalam invasi skala penuh, yang dilancarkan Rusia pada bulan Februari 2022. Zelensky mengatakan pengadilan itu bisa mengadili tokoh-tokoh senior Rusia termasuk Presiden Putin.

    “Kita perlu menunjukkan dengan jelas bahwa agresi berujung pada hukuman dan kita harus mewujudkannya bersama-sama, seluruh Eropa,” kata Zelensky setelah menandatangani perjanjian dengan sekretaris jenderal Dewan Eropa Alain Berset.

    “Diperlukan keberanian politik dan hukum yang kuat untuk memastikan setiap penjahat perang Rusia diadili, termasuk Putin,” kata Zelensky.

    (whn/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Presiden Prabowo dan Presiden Putin deklarasikan kerja sama strategis RI–Rusia di Istana Konstantine Novsky

    Presiden Prabowo dan Presiden Putin deklarasikan kerja sama strategis RI–Rusia di Istana Konstantine Novsky

    Kamis, 19 Juni 2025 19:49 WIB

    Presiden Prabowo Subianto (kiri) berbincang dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dalam kunjungan kenegaraan di Istana Konstantine Novsky, St. Petersburg, Rusia, Kamis (19/6/2025). Dalam pertemuan bilateral tersebut keduanya mendeklarasikan kerja sama strategis antara Indonesia dan Rusia. ANTARA FOTO/Genta Tenri Mawangi/tom.

    Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dalam kunjungan kenegaraan di Istana Konstantine Novsky, St. Petersburg, Rusia, Kamis (19/6/2025). Dalam pertemuan bilateral tersebut keduanya mendeklarasikan kerja sama strategis antara Indonesia dan Rusia. ANTARA FOTO/Genta Tenri Mawangi/tom.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Korea Utara Pelajari Serangan AS terhadap Iran

    Korea Utara Pelajari Serangan AS terhadap Iran

    Jakarta

    Korea Utara mengecam keras serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga situs nuklir utama Iran, sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Masyarakat internasional yang adil harus menyuarakan kecaman dan penolakan bulat terhadap tindakan konfrontatif AS dan Israel,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Korea Utara seperti dikutip kantor berita Yonhap.

    Pyongyang sebelumnya juga telah menyebut serangan rudal Israel terhadap Iran sebagai “tindakan keji.”

    Aliansi Korea Utara–Iran

    Korea Utara yang bersenjata nuklir selama ini menjalin hubungan erat dengan Iran. Selama puluhan tahun, kedua negara diduga mengadakan kerja sama militer, termasuk dalam pengembangan rudal balistik.

    Ilmuwan Iran diketahui telah meningkatkan teknologi hasil kolaborasi tersebut.

    Sekitar dua dekade lalu, Korea Utara mulai mengirimkan tenaga ahli spesialis terowongan bawah tanah ke Iran. Pengalaman mereka berasal dari Perang Korea yang berlangsung pada 1950, di mana Korea Utara membangun banyak fasilitas militer strategis di bawah tanah untuk menghindari deteksi dan serangan musuh.

    Kini, Pyongyang diyakini mengkaji efektivitas desain perlindungan fasilitas bawah tanahnya menyusul penggunaan senjata GBU-57 “massive ordnance penetrator” oleh AS dalam Operation Midnight Hammer terhadap fasilitas nuklir bawah tanah Fordow di Iran.

    “Saya percaya kesimpulan yang akan diambil Korea Utara adalah bahwa mereka harus mempercepat kemampuan senjata nuklir dan semakin memperkuat lokasi penyimpanan mereka,” lanjutnya.

    Chun juga mengatakan bahwa Korea Utara kemungkinan akan menambah pertahanan udara serta opsi balasan serangan sebagai langkah perlindungan tambahan.

    Peluang kecil bagi dialog

    Ketika ditanya apakah serangan tersebut dapat mendorong Pyongyang kembali ke meja perundingan, Chun menjawab tegas, “Sama sekali tidak. Itu bukan sifat mereka.”

    Namun dia menambahkan, Korea Utara kemungkinan besar juga terkejut dengan ketegasan pemerintahan Donald Trump.

    “Ini adalah Amerika yang belum pernah kita lihat selama bertahun-tahun, dan jelas mengejutkan Korea Utara,” ujarnya. “Prioritas Korut sekarang adalah memastikan hal serupa tidak terjadi terhadap mereka, dan karena itu Pyongyang akan mengamati dengan seksama dan mempercepat program senjata mereka.”

    Leif-Eric Easley, profesor studi internasional di Universitas Ewha Womans, Seoul, mengatakan bahwa Pyongyang memahami situasinya berbeda dengan Teheran, baik secara geografis, dukungan sekutu, maupun kemajuan program nuklir.

    “Program nuklir Korea Utara jauh lebih maju, dengan senjata yang mungkin sudah siap diluncurkan melalui berbagai sistem, termasuk ICBM,” kata Easley, merujuk pada rudal balistik atarbenua.

    “Rezim Kim dapat mengancam wilayah dataran AS, dan Seoul berada dalam jangkauan berbagai jenis senjata Korea Utara.”

    Sementara dalam kasus Iran, Israel memanfaatkan keunggulan intelijen, teknologi, dan pelatihan, untuk melumpuhkan pertahanan udara, mengeliminasi personel penting, dan kemampuan serangan balik Iran.

    “Korea Utara akan belajar dari kesalahan Iran. Korea Selatan lebih berhati-hati daripada Israel, dan Cina serta Rusia berada dalam posisi lebih baik untuk membantu Pyongyang dibanding posisi Iran saat ini,” ujar Easley.

    Koordinasi Rusia dengan Iran dan Korea Utara

    Easley menambahkan bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un juga akan semakin bergantung pada aliansinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memperoleh teknologi senjata terbaru dalam jumlah cukup guna mempertahankan rezimnya.

    “Tidak mengherankan jika Moskow segera menjamu menteri luar negeri Iran setelah serangan AS, dan Putin mengirim Sergei Shoigu untuk bertemu Kim Jong Un saat para pemimpin G7 berkumpul di Kanada,” katanya.

    “Koordinasi Rusia dengan Iran dan Korea Utara menunjukkan bahwa isu keamanan di berbagai kawasan kini semakin saling terkait.”

    Meski begitu, Chun menegaskan bahwa prioritas utama Kim tetaplah keselamatannya sendiri serta kelangsungan satu-satunya dinasti komunis di dunia.

    Kim dikabarkan sangat terkejut ketika Presiden Trump memberi isyarat bahwa militer AS mengetahui lokasi persembunyian pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan mendukung perubahan rezim di Teheran.

    “Kim kini sangat terlindungi dari ancaman ‘serangan asasinasi’, dengan sistem kerahasiaan tinggi atas lokasi dan pergerakannya,” kata Chun.

    “Saya yakin dia akan mempertahankan tingkat kerahasiaan itu, dan memastikan informasi tentang keberadaannya sangat terbatas.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga “Kenapa Ya Kim Jong Un Selalu Mengenakan Jaket Kulit?” di sini:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pengganti WhatsApp Buatan Pemerintah Siap Meluncur

    Pengganti WhatsApp Buatan Pemerintah Siap Meluncur

    Jakarta, CNBC Indonesia – WhatsApp dan Telegram selama ini menjadi dua aplikasi pesan singkat yang ramai digunakan masyarakat untuk berinteraksi di ruang digital.

    Sebentar lagi, keduanya akan kehadiran pesaing yang tak biasa. Pemerintah Rusia akan menggenjot pengembangan aplikasi pengganti WhatsApp dan Telegram.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani aturan baru yang memberi otorisasi terhadap pengembangan aplikasi pesan singkat yang dibekingi pemerintah.

    Aplikasi itu juga akan terintegrasi dengan berbagai layanan pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari upaya Rusia untuk mereduksi ketergantungan dengan platform asing seperti WhatsApp dan Telegram, dikutip dari Reuters, Rabu (25/6/2025).

    Rusia sudah lama menetapkan sikap untuk menggenjot kedaulatan digital dengan mempromosikan layanan-layanan buatan lokal. Upaya mengganti peran platform asing kian krusial setelah perusahaan-perusahaan AS ramai mencabut layanan mereka dari Rusia, menyusul invasi Moskow ke Ukraina pada Februari 2022 silam.

    Otoritas Rusia mengatakan aplikasi pesang singkat yang dibekingi pemerintah akan memiliki fungsi-fungsi yang tersemat pada WhatsApp dan Telegram.

    Namun, hal ini juga memicu kontroversi. Para pengkritik pemerintah mengatakan Rusia berupaya meningkatkan kontrol terhadap privasi dan kebebasan berekspresi masyarakatnya melalui aplikasi tersebut.

    Mikhail Klimarev yang merupakan direktur organisasi hak digital masyarakat, Internet Protection Society, mengumbar prediksinya bahwa pemerintah Rusia akan memperlambat kecepatan akses WhatsApp dan Telegram untuk mendorong masyarakat beralih ke aplikasi baru nantinya.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Posisi Indonesia, di ambang perang besar

    Posisi Indonesia, di ambang perang besar

    Istimewa

    Posisi Indonesia, di ambang perang besar
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Selasa, 24 Juni 2025 – 21:24 WIB

    Elshinta.com – Ulah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang Sabtu (21/6/2025) melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama milik Iran: Isfahan, Natanz, dan Fordow tidak saja menghantam objek vital Iran, tapi juga membuat gaduh dan menguncang stabilitas geopolitik dunia yang memang sudah rapuh.

    Belakangan Trump kabarnya tidak ingin melanjutkan serangan terhadap Iran dan berniat mengupayakan kesepakatan damai dengan Teheran. Seorang pejabat AS, Axios, Senin (23/6/2025) menyebut, Trump telah menghubungi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sesaat setelah serangan, dan menyatakan bahwa tujuan berikutnya adalah mengejar kesepakatan damai dengan Iran. “Presiden (Trump) tidak ingin melanjutkan serangan. Ia siap jika Iran melakukan serangan balasan, tetapi ia sudah menyampaikan kepada Netanyahu bahwa ia menginginkan perdamaian,” kata pejabat itu.

    Kendati begitu, serangan tersebut tak urung menyalakan kembali api perang besar di Timur Tengah. Kali ini, ancamannya jauh lebih dahsyat. Potensi perang regional menjalar menjadi konflik global. Bahkan banyak pengamat mengkhawatirkan konflik ini memicu pecahnya Perang Dunia III.

    Dan Iran memang tak tinggal diam. Militer Iran bersiaga penuh. Kelompok sekutu Iran—Hizbullah di Lebanon, milisi Syiah di Irak dan Suriah, Houthi di Yaman—siap menjadi alat pukul Teheran. Bagi Iran, dalam doktrin strategisnya, serangan terhadap infrastruktur nuklir adalah deklarasi perang.

    Salah satu langkah yang paling ditakuti dunia adalah pemblokiran Selat Hormuz, yang menjadi  salah satu urat nadi energi global. Sekitar 30 persen perdagangan minyak dunia dan 25 persen lalu lintas Gas Alam Cair (LNG) melewati selat itu. Bila Iran menutupnya, harga energi global dipastikan melambung, memicu inflasi, dan mengguncang pasar keuangan.

    Ancaman itu bukan gertakan kosong. Pada hari Minggu (22/6/2025), Parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui rencana penutupan total selat tersebut, dan kini tinggal menunggu lampu hijau dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. Jika Iran betul betuk memblokade Selat tersebut, paling tidak ada tiga negara yang terkena dampak paling siginifikan: China, India dan Jepang. Lalu lintas energi ketiga negara itu sangat tergantung dengan Selat Hormuz. 

    Bagaimana dengan Indonesia? Kita dipastikan juga akan terimbas dampak yang tidak kecil. Ketergantungan kita pada impor minyak dan gas dari kawasan Teluk masih sangat besar, terutama dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar—negara-negara yang menggunakan jalur Selat Hormuz untuk mengekspor energi. Jika Iran menutup selat ini, dunia akan mengalami lonjakan harga minyak dan gas, yang langsung akan menekan APBN Indonesia melalui pembengkakan subsidi energi dan melemahnya neraca perdagangan. 

    Pemblokiran Selat Hormuz bukan hanya akan membakar Tel Aviv, tapi mengguncang seluruh pasar global. Inflasi energi dan gejolak pasar keuangan adalah dua bahaya nyata yang sudah mulai terasa pasca-serangan AS, dengan harga minyak mentah jenis Brent yang sempat menyentuh USD 120 per barel, tertinggi sejak krisis Rusia-Ukraina.

    Dampak lanjutannya akan merembet pada sektor-sektor domestik. Ongkos produksi industri meningkat, transportasi publik dan logistik terganggu, dan daya beli masyarakat menurun. Semua ini menempatkan Indonesia, seperti banyak negara berkembang lain, pada posisi yang sangat rentan.

    Reaksi Dunia Atas Serangan AS ke Iran

    Serangan AS ke Iran bisa menjadi lonceng perang yang menyulut krisis regional menjadi konflik global, sehingga bukan hanya merupakan eskalasi militer. Dalam kaitan itu, sikap para pemimpin dunia terbelah. Uni Eropa yang diwakili Inggris, Prancis, dan Jerman misalnya meminta Iran untuk menghindari tindakan apa pun yang dapat “mendestabilisasi” Timur Tengah lebih lanjut. Mereka secara konsisten menegaskan penolakan terhadap senjata nuklir Iran dan mereka mendukung penuh keamanan Israel.

    Sementara Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, mengecam serangan udara AS yang merupakan eskalasi yang berbahaya. Adapun Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mendesak semua pihak untuk mundur dan kembali ke meja perundingan.

    Arab Saudi telah menyuarakan “kekhawatiran besar”, sementara Oman mengutuk serangan tersebut dan menyerukan de-eskalasi.

    Perdana Menteri India, Narendra Modi mengaku telah berbicara dengan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian. Modi kemudian menyerukan “dialog dan diplomasi sebagai jalan ke depan”.

    Politikus Rusia, Dmitry Medvedev, sekutu Presiden Vladimir Putin, mengatakan: “Trump, yang datang sebagai presiden pembawa damai, telah memulai perang baru bagi AS.

    Penyelesaian Perang dengan Telepon 

    Banyak kalangan memprediksi, krisis ini bisa berakhir dalam dua arah: eskalasi ke perang global, atau pembukaan kembali jalur diplomatik. 

    Seorang pejabat Iran menyatakan konflik dengan Israel sebenarnya bisa berakhir dengan satu panggilan telepon, yaitu dari Presiden AS Donald Trump kepada pemimpin Israel. Sang pejabat itu pun menyebut Iran selalu siap berunding dengan siapa pun yang serius mencari solusi damai.

    “Iran percaya pada dialog yang beradab, langsung atau tidak langsung. Presiden Trump bisa dengan mudah menghentikan perang dengan satu telepon ke Israel,” kata Juru Bicara Kantor Wakil Presiden Iran Majid Farahani, dalam wawancara khusus dengan CNN, Jumat (20/6/2025) lalu.

    Namun, dalam atmosfer politik AS, diplomasi mungkin bukan opsi utama Trump. Begitu pula Israel yang merasa mendapat lampu hijau dari Washington.

    Bagi Indonesia dan dunia, pilihan terbatas. Tidak ikut perang bukan berarti tak terkena dampak. Justru saat kekuatan besar sibuk mengukur misil dan kekuasaan, negara-negara non-blok seperti Indonesia bisa berperan sebagai penyeimbang moral dan penstabil kawasan.

    Itu sebabnya Indonesia selayaknya mengupayakan langkah diplomasi yang apik dan teukur. Soalnya perang yang terjadi di antara kedua negara sudah pasti akan berdampak pada tidak berkembangnya sektor ekonomi bagi negara mana pun. 

    Kita dituntut untuk waspada, cermat, dan tanggap. Indonesia perlu segera memikirkan peningkatan cadangan energi melalui percepatan diversifikasi sumber pasokan energi dari negara-negara non-Timur Tengah dan memperkuat cadangan strategis minyak nasional. Presiden Prabowo selayaknya mulai memikirkan stimulus konsumsi dengan cara memperluas bantuan sosial dan subsidi langsung kepada kelompok rentan untuk menjaga daya beli. 

    Kementerian Luar Negeri harus didorong untuk terlibat penuh dalam menjalankan diplomasi bebas aktif yang lebih progresif. Indonesia dapat mengambil peran dalam mendorong diplomasi damai di kawasan melalui jalur G20, OKI, dan ASEAN+.

    Dan yang tak kalah pentingnya adalah memperkuat perlindungan terhadap iklim investasi.  Dengan cara mempertebal kepastian hukum, menjaga stabilitas politik, dan insentif fiskal, supaya Indonesia tetap bisa menarik bagi investor global yang mencari “zona aman” di tengah gejolak global. 

    Penulis : Zenzia Sianica Ihza, Pakar Investasi dan Hubungan Internasional 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Kerja Sama Migas RI – Rusia, Prabowo Diminta Tak Gentar Hadapi Sanksi Barat

    Kerja Sama Migas RI – Rusia, Prabowo Diminta Tak Gentar Hadapi Sanksi Barat

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha menilai pemerintah tak perlu khawatir jika ingin bekerja sama dengan Rusia sektor energi, khususnya peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas). Meski Rusia masih mendapat sanksi negara Barat, Indonesia merupakan negara non blok.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, sebagai negara non blok, Indonesia berhak bermitra dengan negara mana saja, selama sama-sama menguntungkan.

    “Hal-hal tersebut tidak perlu khawatir, tapi memang perlu disikapi. Ya ada caranya lah. Misalkan pembiayaan,” ucap Moshe kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025).

    Dia menjelaskan, banyak perusahaan-perusahaan Rusia punya afiliasi atau punya perusahaan-perusahaan di luar dari negeri. Oleh karena itu, walaupun induknya masih di Rusia, tapi RI bisa bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan di luar negerinya.

    “Itu semua bisa disikapi, diantisipasi. Jadi itu tidak ada masalah,” katanya.

    Moshe juga menjelaskan, saat ini memang banyak sekali negara-negara Barat yang memberikan sanksi kepada Rusia. Sanksi itu seperti embargo dan lain sebagainya.

    Kendati demikian, Rusia tetap tidak terisolir. Transaksi Rusia dengan India justru setelah perang Ukraina malah meningkat. Selain itu, transaksi Rusia dengan negara-negara Eropa Timur justru meningkat juga. 

    Moshe menyebut, sampai sekarang Eropa juga masih membeli gas Rusia. Dia mencatat, pada 2024 justru ada peningkatan transaksi beli gas dari Eropa.

    “Di mana Eropa itu membeli gasnya itu lebih besar, naik sekitar 20% dari tahun 2023. Kalau mereka bisa bertransaksi, kenapa kita tidak?” tutur Moshe.

    Lebih lanjut, Moshe manilai prospek kerja sama Indonesia dengan Rusia cukup besar. Apalagi, Negeri Beruang Merah merupakan salah satu negara yang terdepan di produksi migas. Rusia juga merupakan bagian dari OPEC+.

    Dia juga berpendapat bahwa keterlibatan teknologi Rusia untuk membantu Indonesia meningkatkan produksi migas sangat besar. 

    “Jadi semoga ini bisa terjalin dengan erat, untuk bisa dikembangkan kemudian hari ini,” kata Moshe.

    Sebelumnya, Indonesia-Rusia menjajaki peluang kerja sama untuk mengerjakan proyek eksplorasi dan produksi gas alam cair atau (liquefied natural gas/LNG) hingga pasokan minyak usai kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke negara itu.

    Presiden Rusia Vladimir Putin menginisiasi langkah modernisasi infrastruktur migas. Adapun, modernisasi yang dimaksud mencakup pemanfaatan teknologi terkini untuk mengoptimalkan sumur yang selama ini dianggap kurang produktif.

    “Kami bersedia memodernisasi infrastruktur supaya mendongkrak produksi minyak dari ladang tua,” ujar Putin saat konferensi pers beberapa waktu lalu.

    Asal tahu saja, relasi Indonesia-Rusia telah terjalin kuat lewat kolaborasi di sektor energi, mulai dari di migas, batu bara, ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan (EBT), serta efisiensi energi.

    Salah satunya, rencana pembangunan kilang minyak dan kompleks petrokimia di Jawa Timur. Model kolaborasi ini diharapkan pemerintah Indonesia menjadi pijakan bagi proyek-proyek migas masa depan, sekaligus menyuntikkan investasi teknologi tinggi ke dalam industri nasional.

  • Pakar: RI Berpeluang Investasi Migas di Rusia & Impor Minyak Murah

    Pakar: RI Berpeluang Investasi Migas di Rusia & Impor Minyak Murah

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menjajaki kerja sama dengan Rusia di sektor energi, khususnya peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas). Pengamat pun menilai keterlibatan Rusia di sejumlah proyek energi nasional cukup prospektif.

    Praktisi Migas Hadi Ismoyo mengatakan, usaha pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan Rusia di bidang energi perlu diapresiasi, supaya tidak hanya selalu berkiblat dengan Barat. Terlebih, teknologi dan sumber daya alam Rusia juga tidak kalah dengan Barat.

    Menurut Hadi, prospek keterlibatan Rusia bisa di dua bidang sekaligus, yakni hulu maupun hilir migas. Dia menuturkan, di bidang hulu, kerja sama itu bisa menimbulkan timbal balik.

    Mantan sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menilai bahwa Indonesia melalui Pertamina bisa masuk ke Rusia. Indonesia bisa menggantikan negara-negara Barat yang saat ini hengkang dari Rusia. 

    “Apalagi, Rusia mempunyai resources migas yang sangat besar. Saat ini Rusia merupakan produsen minyak terbesar ketiga setelah AS dan KSA [Kerajaan Saudi Arabia]. Rusia memproduksi 10 juta barel per hari,” ucap Hadi kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025). 

    Di satu sisi, kerja sama tersebut juga bisa mengundang Rusia untuk melakukan eksplorasi di Indonesia dalam program Giant Road Map Exploration at Indonesia. Ini terutama explorasi di tiga wilayah yang sangat berpotensi terdapat giant discovery yaitu Jawa Timur, Kalimantan, dan Papua.

    Sementara itu, di bidang hilir, keja sama dengan Rusia dapat memberi Indonesia harga minyak yang lebih murah. Hal ini tak lepas dari produksi minyak Negara Beruang Merah yang sangat besar. 

    “Rusia adalah eksportir minyak dengan harga yang lebih murah dari harga Brent sehingga sangat menarik bagi Indonesia dalam rangka diversifikasi pasokan energi. India dan China sudah mengambil kesempatan tersebut lebih awal,” kata Hadi.

    Dia melanjutkan, dengan posisi Indonesia yang saat ini menjadi importir minyak, maka kerja sama dengan Rusia sangat strategis.

    Hadi menjelaskan, jika RI masuk di hulu migas Rusia, Indonesia mendapatkan bagian migas yang bisa dibawa ke Tanah Air untuk mengamankan pasokan energi nasional. 

    Sementara itu, di bidang hilir dengan harga yang menarik, Rusia bisa menjadi mitra dagang dalam impor minyak untuk memenuhi kebutuhan RI dengan harga yang lebih murah.

    Namun, semua itu tidak semudah membalikkan tangan. Pasalnya, Rusia masih dikenakan sanksi AS. Oleh karena itu, perlu lobi-lobi tingkat tinggi secara bertahap supaya Indonesia bisa seperti India dan China. 

    “Kalau India dan China bisa, seharusnya Indonesia juga bisa,” ucap Hadi.

    Sebelumnya, Indonesia-Rusia menjajaki peluang kerja sama untuk mengerjakan proyek eksplorasi dan produksi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) hingga pasokan minyak usai Presiden Prabowo Subianto kunjungan ke negara itu. 

    Presiden Rusia Vladimir Putin menginisiasi langkah modernisasi infrastruktur migas. Adapun, modernisasi yang dimaksud mencakup pemanfaatan teknologi terkini untuk mengoptimalkan sumur yang selama ini dianggap kurang produktif. 

    “Kami bersedia memodernisasi infrastruktur supaya mendongkrak produksi minyak dari ladang tua,” ujar Putin saat konferensi pers beberapa waktu lalu. 

    Asal tahu saja, relasi Indonesia-Rusia telah terjalin kuat lewat kolaborasi di sektor energi, mulai dari di migas, batu bara, ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan (EBT), serta efisiensi energi.  

    Salah satunya, rencana pembangunan kilang minyak dan kompleks petrokimia di Jawa Timur. Model kolaborasi ini diharapkan pemerintah Indonesia menjadi pijakan bagi proyek-proyek migas masa depan, sekaligus menyuntikkan investasi teknologi tinggi ke dalam industri nasional.

  • Bagaimana Nasib Proyek Kilang BBM Rusia di RI? Ini Kata Bahlil

    Bagaimana Nasib Proyek Kilang BBM Rusia di RI? Ini Kata Bahlil

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan bahwa pembangunan proyek New Grass Root Refinery (NGRR) atau kilang Bahan Bakar Minyak (BBM) Tuban masih tetap dikerjakan PT Pertamina (Persero) bersama mitra asal Rusia, yakni Rosneft.

    Hal tersebut disampaikan Bahlil usai mendampingi Presiden RI Prabowo Subianto dalam lawatan ke kota Saint Petersburg, Rusia untuk menghadiri pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa hari lalu.

    Menurut dia, saat ini pemerintah masih melakukan sejumlah evaluasi terhadap keputusan akhir investasi atau Final Investment Decision (FID) untuk kilang tersebut.

    “Kemarin kita juga melakukan pembahasan dengan Rosneft. Itu Tuban itu kan Rosneft. Rosneft sama Pertamina. Sampai dengan sekarang kita lagi melakukan evaluasi terhadap investasinya,” ucap Bahlil dalam acara Jakarta Geopolitical Forum (JGF) ke-9, Selasa (24/6/2025).

    Ia lantas membeberkan bahwa nilai investasi untuk kilang ini cukup besar, yakni sekitar US$ 24 miliar, dengan luasan lahan lebih dari 800 hektare. Namun, hingga kini belum ada kemajuan yang berarti untuk pengerjaan proyek tersebut lantaran masih dilakukan perhitungan mengenai keekonomian proyek.

    “Nah, sekarang kenapa belum jalan? Setelah dihitung kembali antara investasi dan nilai ekonominya masih terjadi review kembalilah. Belum pas. Bahasa ekonominya itu tidak boleh saya sebutkan, tapi belum pas aja. Belum cocok,” ujar Bahlil.

    Sebelumnya, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) membeberkan bahwa keputusan investasi final atau Final Investment Decision (FID) perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Rusia, Rosneft, pada proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban ditargetkan terealisasi pada kuartal 4 2025.

    Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama PT KPI Taufik Aditiyawarman. Dia menyebut, proyek tersebut diperkirakan akan menelan investasi sebesar US$ 23 miliar atau setara Rp 377,84 triliun (asumsi kurs Rp 16.430 per US$).

    “FID Rosneft itu kalau gak salah di kuartal 4 ini,” kata Taufik saat ditemui di sela acara the 49th IPA Convex 2025, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Selasa (20/5/2025).

    Dirinya juga menegaskan bahwa PT KPI masih tetap bersama dengan Rosneft, meski di tengah adanya sanksi Uni Eropa terhadap perusahaan asal Rusia.

    “(GRR) Tuban kan masih sama Rosneft,” tegasnya.

    “Kan sebagai ini tugas kita partnership-nya JV kan? Kita kan harus melaksanakan tugas JV kita,” ujarnya.

    Akibat adanya keterlambatan dari pembangunan GRR Tuban ini, Taufik menyebut biaya investasi akan mengalami peningkatan dari perkiraan awal US$ 23 miliar atau setara Rp 377,84 triliun.

    “Proyeksinya (biaya) akan lebih (dari perkiraan awal). Pastikan dampak,” katanya saat ditanya perkiraan biaya investasi.

    Seperti diketahui, proyek Kilang Tuban ini merupakan proyek kerja sama antara PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft. Keduanya membentuk perusahaan patungan bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PTPRPP).

    Kilang minyak Tuban ini direncanakan dibangun dengan kapasitas 300.000 barel per hari (bph). Proyek ini sudah dicanangkan sejak 10 tahun lalu, namun hingga kini belum juga terbangun.

    Mengutip situs PT Pertamina Rosneft Pengolahan & Petrokimia (PRPP), pada tanggal 7 September 2015, Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) memulai inisiasi rencana pembangunan kilang baru di Tuban, Jawa Timur melalui surat kepada Kementerian BUMN.

    Tuban dipilih dengan mempertimbangkan pelbagai faktor, baik aspek geografi maupun potensi di bidang ekonomi khususnya di Jawa Timur. Sejak tahun 2016 dibentuklah kemitraan bersama antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan minyak dan gas internasional asal Rusia, Rosneft melalui skema Joint Venture.

    Pada 28 November 2017, bertempat di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kemitraan antara PT Pertamina (Persero) dengan Rosneft diwujudkan melalui pembentukan perusahaan Joint Venture PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP).

    PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaannya PT Kilang Pertamina Internasional menguasai 55% saham PRPP sedangkan 45% sisanya dikuasai oleh afiliasi Rosneft di Singapura yaitu Rosneft Singapore Pte. Ltd. (dahulu Petrol Complex Pte. Ltd).

    Setelah melalui serangkaian kajian dan dinamika akhirnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tmur No. 188/23/KPTS/013/2019 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kilang Minyak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur tanggal 10 Januari 2019 dimana telah dikukuhkan lahan seluas kurang lebih 840 hektar di 4 desa Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban sebagai lokasi pembangunan kilang GRR Tuban.

    Kilang GRR Tuban pun telah disahkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pembangunan Kilang Tuban Mandek, Bahlil Ungkap Biang Keroknya

    Pembangunan Kilang Tuban Mandek, Bahlil Ungkap Biang Keroknya

    Jakarta

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan proyek kilang minyak di Tuban, Jawa Timur yang digarap oleh PT Pertamina (Persero) dan perusahaan Rusia, Rosneft masih dalam tahap evaluasi. Evaluasi tersebut menyangkut nilai investasinya dan nilai keekonomiannya.

    Bahlil mengatakan nilai investasi proyek ini mencapai US$ 24 miliar dengan luas lahan lebih dari 800 hektare (ha). Dengan nilai investasi yang besar tersebut, perlu perhitungan kembali, sehingga manfaat ekonomi yang didapatkan sesuai.

    Untuk diketahui, proyek kilang minyak Tuban sedang memasuki tahap akhir persiapan Final Investment Decision (FID) yang ditargetkan rampung pada kuartal IV- 2025.

    “Sekarang kenapa belum jalan? Setelah dihitung kembali antara investasi dan nilai ekonominya masih terjadi review kembali lah. Belum pas. Bahasa ekonominya itu tidak boleh saya sebutkan, tapi belum pas aja. Belum cocok,” kata Bahlil dalam acara Jakarta Geopolitik Forum IX di Jakarta, Selasa (24/6/2025).

    Pihaknya telah membahas dengan Rosneft terkait kelanjutan proses kilang minyak di Tuban. Pembahasan ini dilakukan saat ia mendampingi Presiden Prabowo kunjungan ke Rusia beberapa waktu lalu.

    “Kemarin kita juga melakukan pembahasan dengan Rosneft. Itu Tuban itu kan Rosneft. Rosneft sama Pertamina. Sampai dengan sekarang kita lagi melakukan evaluasi investasinya,” katanya.

    Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan Rosneft akan tetap bekerja sama dengan Pertamina untuk menggarap proyek kilang migas di Tuban, Jawa Timur. Kepastian ini diungkapkan Putin usai menerima Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan kenegaraan di Istana Konstantinovsky, St Petersburg, Rusia, Kamis siang waktu setempat.

    “Perusahaan Rosneft dan perusahaan Pertamina melaksanakan proyek bersama membangun kilang minyak dan kompleks petrokimia di provinsi Jawa Timur,” kata Putin dalam keterangan pers bersama usai pertemuan, ditulis Jumat (20/6/2025).

    Rosneft dan Pertamina selama ini sedang mengembangkan kilang New Grass Root Refinery (NGRR) yang ditargetkan dapat memproduksi bahan bakar minyak (BBM) berkualitas seperti gasoline, diesel dan avtur hingga 229 ribu barel per hari.

    Proyek NGRR Tuban memproduksi bahan bakar minyak yang berkualitas Euro V dengan kapasitas produksi 300.000 barel per hari. Proyek tersebut didanai secara patungan atau joint venture antara Pertamina yang berkontribusi 55% dan perusahaan minyak asal Rusia yakni Rosneft yang menaruh 45% dari total dana.

    (ara/ara)