Tag: Vladimir Putin

  • Rupiah melemah seiring ancaman tarif Trump 100 persen ke Rusia

    Rupiah melemah seiring ancaman tarif Trump 100 persen ke Rusia

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah melemah seiring ancaman tarif Trump 100 persen ke Rusia
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 15 Juli 2025 – 17:39 WIB

    Elshinta.com – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menilai, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia.

    “Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia, jika Presiden Vladimir Putin tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari untuk mengakhiri perang di Ukraina,” kata Ibrahin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Mengutip Sputnik, Senator AS Lindsey Graham dan Richard Blumenthal mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan yang bertujuan menjatuhkan sanksi primer dan sekunder terhadap Rusia jika Moskow gagal terlibat dalam negosiasi “iktikad baik” atas perdamaian di Ukraina pada April 2025.

    Sanksi itu akan mencakup tarif 500 persen atas barang impor dari negara-negara yang membeli minyak, gas, uranium, dan produk-produk Rusia lainnya.

    Pekan lalu, Trump kembali menyuarakan ketertarikannya terhadap RUU sanksi yang diusulkan Graham, menyatakan bahwa dirinya sedang mempertimbangkan undang-undang tersebut “dengan sangat matang”.

    Namun, ia menekankan keputusan untuk melanjutkan UU tersebut sepenuhnya berada di tangan Presiden. Salah seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa presiden bersedia menandatangani RUU tersebut, asalkan ia memegang kendali penuh atas implementasi sanksi.

    “Meskipun ancaman tarif baru-baru ini tidak berdampak besar pada pergerakan pasar secara keseluruhan, para pedagang mempertimbangkan apakah AS benar-benar akan mengenakan tarif tinggi pada negara-negara yang terus berdagang dengan Rusia, serta menahan diri untuk tidak memasang taruhan besar di tengah ketidakpastian,” kata Ibrahim pula.

    Selain itu, sentimen lain berasal dari perkiraan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell terkait angka inflasi AS lebih tinggi, sehingga membuat bank sentral menunda kebijakan pemangkasan suku bunga.

    Inflasi AS diprediksi naik 0,3 persen dibanding bulan lalu yang membawa inflasi year on year (YoY) meningkat 2,4 persen menjadi 2,7 persen.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Selasa di Jakarta melemah sebesar 17 poin atau 0,10 persen menjadi Rp16.267 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.250 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini, juga melemah ke level Rp16.281 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.247 per dolar AS.

    Sumber : Antara

  • 11 Juta Orang Hilang di Rusia, Krisis Seks Makin Parah

    11 Juta Orang Hilang di Rusia, Krisis Seks Makin Parah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis populasi tak hanya menghantam negara-negara Asia seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Wabah ‘resesi seks’ ternyata juga kencang di Rusia di tengah perang yang terus berlanjut untuk menginvasi Ukraina.

    Menteri Ketenagakerjaan Rusia Anton Kotyatov mengungkap masalah tentang krisis populasi yang akan berdampak pada ekonomi dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    “Menurut estimasi kami, pada 2030 kita perlu menambah 10,9 juta orang dalam aktivitas ekonomi,” Kotyakov melaporkan kepada Putin, menurut unggahan dari Kremlin, dikutip dari Business Insider, Selasa (15/7/2025).

    Kotyakov mengatakan angka itu diperlukan untuk mengganti 10,1 juta orang yang akan menyentuh usia pensiun pada 2030. Sementara itu, 800.000 lainnya untuk mengisi kebutuhan pekerjaan-pekerjaan baru.

    Lebih lanjut, ia memperingatkan jika pertumbuhan produktivitas tidak mencapai asumsi yang dibangun dalam perkiraan saat ini, mungkin akan ada “kekurangan personel tambahan” bagi kelangsungan ekonomi Rusia di masa depan.

    Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah pertemuan di Kremlin yang berfokus pada demografi dan layanan kesehatan. Anggota kabinet Putin membahas upaya-upaya untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk insentif keuangan seperti pembayaran tunai dan keringanan pajak untuk keluarga besar.

    Putin telah memasukkan pertumbuhan populasi sebagai prioritas nasional. Ia mengatakan krisis populasi sangat penting untuk diselesaikan demi mempertahankan etnis Rusia. Salah satu upayanya adalah mendorong agar para perempuan melahirkan 8 anak.

    Pada 2024, kelahiran di Rusia anjlok menjadi 1,22 juta atau mencapai level paling rendah sejak 1999. Sementara itu, angka kematian meningkat 3,3% menjadi 1,82 juta. Total populasi Rusia pada tahun lalu tercatat sebanyak 146 juta.

    Kendati demikian, meningkatkan angka kelahiran bukanlah satu-satunya tantangan Rusia. Perang di Ukraina telah memperparah kekurangan tenaga kerja, dengan cedera dan kematian di medan perang yang mengurangi populasi usia kerja.

    Di saat bersamaan, anak muda Rusia yang berpendidikan ramai-ramai memilih meninggalkan negara konflik tersebut.

    Prospek demografi sangat suram sehingga populasi negara itu dapat berkurang setengahnya pada akhir abad ini, menurut laporan dari Atlantic Council, sebuah lembaga think-tang, pada Agustus 2024.

    Bisnis sudah merasakan dampaknya. Para pemberi kerja makin banyak yang mengandalkan pensiunan dan bahkan remaja untuk mengisi lowongan pekerjaan.

    Kekurangan tenaga kerja telah menaikkan upah dan memicu inflasi, menambah tekanan pada ekonomi yang sudah terdistorsi oleh pengeluaran masa perang.

    Pada akhir 2023, ekonomi Rusia menghadapi krisis. Bahkan bank sentral mewanti-wanti kondisi ekonomi sudah dalam level ‘kepanasan’ akibat perang tiada akhir.

    Bulan lalu, Menteri Ekonomi Rusia Maxim Reshetnikov kembali memperingatkan negara kekuasaan Putin itu sudah di ujung tanduk menghadapi resesi.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rupiah Loyo terhadap Dolar AS Hari Ini 15 Juli 2025 Setelah Trump Kenakan Tarif ke Eropa dan Meksiko – Page 3

    Rupiah Loyo terhadap Dolar AS Hari Ini 15 Juli 2025 Setelah Trump Kenakan Tarif ke Eropa dan Meksiko – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa, 15 Juli 2025. Hal ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor baru terhadap Uni Eropa dan Meksiko.

    Rupiah ditutup melemah 16 poin terhadap dolar AS (USD), setelah melemah 55 poin di level 16.266 dari penutupan sebelumnya di level 16.250. 

    “Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.260 – Rp16.300,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (15/7/2025).

    Rupiah melemah menyusul langkah Presiden AS Donald Trump untuk mengenakam tarif impor baru terhadap  Uni Eropa dan Meksiko. 

    Sehari sebelumnya, Presiden Trump juga mengungkapkan akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100% terhadap Rusia jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    “Meskipun ancaman tarif baru-baru ini tidak berdampak besar pada pergerakan pasar secara keseluruhan, para pedagang mempertimbangkan apakah AS benar-benar akan mengenakan tarif tinggi pada negara-negara yang terus berdagang dengan Rusia serta menahan diri untuk tidak memasang taruhan besar di tengah ketidakpastian,” papar Ibrahim.

    Ia menyebut, pasar kini fokus pada perkembangan data inflasi indeks harga konsumen AS untuk Juni 2025 yang akan dirilis pada Selasa, 15 Juli 2025 waktu setempat, dan diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang dampak ekonomi dari tarif Donald Trump. 

    Sementara itu, Ketua The Federal Reserve (the Fed), Jerome Powell memperkirakan tarif mendorong inflasi AS lebih tinggi pada musim panas ini, yang kemungkinan membuat bank sentral menunda kebijakan moneternya hingga akhir tahun.

    Sementara itu, di Asia, ekonomi Tiongkok tumbuh 5,2% year-on-year pada kuartal kedua tahun 2025, sedikit di atas ekspektasi pasar sebesar 5,1%, didukung oleh ekspor yang tangguh dan stimulus pemerintah. 

    “Pertumbuhan yang kuat ini mencerminkan dampak terbatas dari perang dagang AS, karena tarif yang tinggi hanya berlaku,” Ibrahim menyoroti.

  • Trump Ancam Tarif 100% Jika Tak Setop Perang Ukraina, Rusia Tak Peduli!

    Trump Ancam Tarif 100% Jika Tak Setop Perang Ukraina, Rusia Tak Peduli!

    Moskow

    Rusia memberikan reaksi santai terhadap ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal penerapan tarif sebesar 100 persen terhadap Moskow, jika tidak ada kesepakatan damai untuk mengakhiri perang Ukraina dalam waktu 50 hari.

    Trump juga mengancam akan menjatuhkan sanksi sekunder terhadap para pembeli ekspor Rusia, yang dimaksudkan untuk melumpuhkan kemampuan Moskow bertahan dari sanksi Barat yang sudah sangat berat.

    Respons terhadap ancaman Trump itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (15/7/2025), disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, yang juga mantan presiden Rusia dan sekutu dekat Presiden Vladimir Putin.

    Medvedev menyebut ancaman Trump sebagai “ultimatum teatrikal” dan mengatakan Moskow tidak mempedulikannya.

    “Trump mengeluarkan ultimatum teatrikal kepada Kremlin. Dunia bergidik, mengantisipasi konsekuensinya. Eropa yang agresif kecewa. Rusia tidak peduli,” tulis Medvedev dalam pernyataan berbahasa Inggris yang diposting ke media sosial X.

    Ini menjadi reaksi resmi pertama Rusia terhadap ancaman terbaru Trump, meskipun Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia sejauh ini belum memberikan tanggapan langsung.

    Trump, dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte duduk disampingnya usai pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih pada Senin (14/7), mengumumkan pasokan senjata baru untuk Ukraina dan mengancam tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap pembeli ekspor Rusia, yang sebagian besarnya adalah minyak mentah.

    Trump memberikan batas waktu 50 hari bagi Rusia untuk mencapai kesepakatan damai guna mengakhiri perang di Ukraina. Jika Moskow gagal mencapai kesepakatan, maka tarif itu menanti.

    Tarif sekunder itu menargetkan mitra dagang Rusia yang tersisa — yang tampaknya menjadi upaya melumpuhkan kemampuan Moskow bertahan dari sanksi Barat yang sudah sangat berat.

    Dalam momen itu, Trump juga mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap Putin. Dia mengatakan dirinya tidak ingin menyebut pemimpin Rusia itu “seorang pembunuh, tetapi dia adalah pria yang tangguh”, yang tampaknya merujuk pada komentar mantan Presiden Joe Biden yang menyebut Putin “seorang pembunuh” dalam wawancara tahun 2021 lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Rupiah melemah seiring ancaman tarif Trump 100 persen terhadap Rusia

    Rupiah melemah seiring ancaman tarif Trump 100 persen terhadap Rusia

    Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia…

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menilai, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia.

    “Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder sebesar 100 persen terhadap Rusia, jika Presiden Vladimir Putin tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari untuk mengakhiri perang di Ukraina,” kata Ibrahin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

    Mengutip Sputnik, Senator AS Lindsey Graham dan Richard Blumenthal mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan yang bertujuan menjatuhkan sanksi primer dan sekunder terhadap Rusia jika Moskow gagal terlibat dalam negosiasi “iktikad baik” atas perdamaian di Ukraina pada April 2025.

    Sanksi itu akan mencakup tarif 500 persen atas barang impor dari negara-negara yang membeli minyak, gas, uranium, dan produk-produk Rusia lainnya.

    Pekan lalu, Trump kembali menyuarakan ketertarikannya terhadap RUU sanksi yang diusulkan Graham, menyatakan bahwa dirinya sedang mempertimbangkan undang-undang tersebut “dengan sangat matang”.

    Namun, ia menekankan keputusan untuk melanjutkan UU tersebut sepenuhnya berada di tangan Presiden. Salah seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa presiden bersedia menandatangani RUU tersebut, asalkan ia memegang kendali penuh atas implementasi sanksi.

    “Meskipun ancaman tarif baru-baru ini tidak berdampak besar pada pergerakan pasar secara keseluruhan, para pedagang mempertimbangkan apakah AS benar-benar akan mengenakan tarif tinggi pada negara-negara yang terus berdagang dengan Rusia, serta menahan diri untuk tidak memasang taruhan besar di tengah ketidakpastian,” kata Ibrahim pula.

    Selain itu, sentimen lain berasal dari perkiraan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell terkait angka inflasi AS lebih tinggi, sehingga membuat bank sentral menunda kebijakan pemangkasan suku bunga.

    Inflasi AS diprediksi naik 0,3 persen dibanding bulan lalu yang membawa inflasi year on year (YoY) meningkat 2,4 persen menjadi 2,7 persen.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Selasa di Jakarta melemah sebesar 17 poin atau 0,10 persen menjadi Rp16.267 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.250 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini, juga melemah ke level Rp16.281 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.247 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Beri Rudal ke Ukraina Buat Lawan Rusia, Pejabat AS Kunjungi Kyiv

    Trump Beri Rudal ke Ukraina Buat Lawan Rusia, Pejabat AS Kunjungi Kyiv

    JAKARTA – Pejabat Amerika Serikat (AS) mengunjungi Kyiev, Ukraina, hari ini. Kunjungan tersebut setelah Presiden AS Donald Trump menjanjikan amunisi berupa rudal patriot untuk Ukraina.

    Mengutip Reuters, pejabat yang menyambangi Kyiev adalah Utusan Presiden AS untuk Ukraina, Keith Kellogg. Rencananya Kellogg akan bertemu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy di Kyiev.

    Berdasarkan situs web berita Axios, tindakan ini berbanding terbalik dengan pernyataan Trump sebelumnya. Bahkan, Trump diperkirakan telah menggodok rencana baru untuk memberi Ukraina dengan senjata ofensif.

    Langkah-langkah ini dinilai sebagai bentuk kekecewaan Trump yang semakin besar terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin.

    Kekecewaan itu berkaitan dengan upaya yang dipimpin AS untuk mengamankan gencatan senjata dalam perang Rusia yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun di Ukraina.

    Zelenskiy diketahui ingin Ukraina memiliki banyak kemampuan pertahanan untuk menangkis serangan rudal dan pesawat tak berawak yang intens dari Rusia, yang menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina.

    Rusia saat ini telah bergerak maju di wilayah timur Ukraina dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan tujuan perang utamanya.

    “Kami akan mengirimkan [rudal] Patriot kepada mereka, yang sangat mereka butuhkan, karena Putin benar-benar mengejutkan banyak orang. Dia berbicara manis lalu mengebom semua orang di malam hari,” kata Trump kepada wartawan di Pangkalan Gabungan Andrews di luar Washington pada Minggu 13 Juli.

  • Trump dan Fenomena Sepak Bola sebagai Alat Politik

    Trump dan Fenomena Sepak Bola sebagai Alat Politik

    JAKARTA – Panggung final Piala Dunia Antarklub 2025 dicoba dicuri sorot kameranya oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Laga final yang berlangsung panas antara Chelsea menghadapi Paris Saint-Germain (PSG) di Stadion MetLife, New York, Senin pagi WIB, itu seolah-olah menjadi kesempatan emas bagi Trump untuk muncul dan mengambil alih sorotan dunia.

    Sejatinya panggung final dalam kompetisi dengan format baru ini adalah milik Chelsea yang menghajar jawara Liga Champions musim ini, Paris Saint-Germain, dengan keunggulan tiga gol tanpa balas.

    Jika ditanya seseorang yang layak memperoleh sorotan utama tentu saja aksi dari Cole Palmer yang membawa The Blues jawara setelah menyumbangkan dua gol dan satu assits dalam laga ini.

    Pemain tim nasional Inggris tersebut juga diganjar gelar pemain terbaik turnamen atas aksinya yang begitu konsisten hingga mengantarkan Chelsea juara.

    Namun, sorotan utama seakan dicuri dari Palmer, setelah Trump muncul sebagai cameo dalam laga final ini.

    Trump dan sorotan

    Dalam kondisi suhu New York yang berada di titik 30 derajat celcius, upacara pengangkatan trofi Piala Dunia Antarklub 2025 justru terkesan bertele-tele.

    Secara susunan waktu, kick-off laga ini juga terlambat selama sembilan menit dari waktu yang dijadwalkan.

    Upacara seremoni pengangkatan trofi dilakukan pada pukul 22.58 waktu setempat, atau memakan kurang lebih durasi 40 menit untuk mempersiapkan panggung upacara seremoni.

    Seremoni pengangkatan trofi juga tak berjalan baik, ketika Trump yang seharusnya meninggalkan podium malah ikut berselebrasi di samping kapten Chelsea, Reece James.

    Padahal aksi Trump tersebut menuai tanda tanya dan reaksi dari para pemain Chelsea yang berdiri di belakangnya seperti Robert Sanchez, Marc Cucurella, dan Cole Palmer.

    Dalam sebuah seremoni, tak seharusnya Trump ikut berdiri merayakan kemenangan dengan tim juara terlepas posisinya kini sebagai Presiden Amerika Serikat.

    Ini menjadi seremoni buruk yang terkesan menjadi panggung bagi para politisi khususnya Trump yang ingin mencuri perhatian publik melalui gelaran turnamen sepak bola.

    Padahal kehadiran Trump sejak awal memang tak begitu dianggap setelah serangkaian cemooh dilontarkan para penggemar di stadion ketika kamera menyorot dan menampilkannya di layar raksasa saat pertandingan akan dimulai.

    Namun, Presiden berusia 79 tahun tersebut tetap memanfaatkan panggung sepak bola ini sebagai salah satu momentum mendapatkan sorotan publik.

    Trump mengungkapkan bahwa olahraga bisa menjadi salah satu alat untuk bisa menyatukan perdamaian dunia.

    “Ini tentang persatuan, tentang semua orang berkumpul, banyak cinta antara negara-negara. Saya rasa ini adalah olahraga yang paling internasional, itu benar-benar bisa menyatukan dunia,” kata Trump sebagaimana dikutip dari DAZN.

    Segala cara kini coba dilakukan oleh Trump yang memang tengah dalam sorotan sebagai salah satu dalang di balik sejumlah kebijakan kontroversial seperti mengenai penetapan tarif perdagangan Amerika Serikat hingga keikutsertaan Amerika Serikat dalam perang antara Israel melawan Iran.

    Sepak bola sebagai alat politik

    Trump bukanlah satu-satunya politisi yang memanfaatkan sepak bola sebagai momen untuk bisa memperoleh sorotan dunia.

    Sepak bola sebagai ajang olahraga yang paling digemari oleh publik di seluruh jagad raya ini memang kerap dimanfaatkan oleh politisi untuk bisa menuai popularitas hingga membangun citra.

    Ajang sepak bola kini tak bisa dipisahkan dengan alat propaganda politik, bahkan fenomena ini sudah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu.

    Hal yang mendasari fenomena ini bisa terjadi adalah karena sepak bola bisa menjadi magnet yang kuat untuk bisa menarik berbagai aspek kepentingan.

    Sebut saja gelaran Piala Dunia 1934 yang berlangsung di Italia sebagai alat politik dari Benito Mussolini.

    Mussolini kala itu ingin menanamkan paham fasisme agar lebih kuat mengakar di Italia, serta memperkenalkan fasisme ke dunia dengan menghelat ajang sepak bola yang punya muatan dan kental dengan hal-hal berbau fasis.

    Lalu Piala Dunia 1978 yang berlangsung di Argentina sebagai alat propaganda dari Jorge Rafael Videla yang tengah berupaya membangun citra kepada dunia pasca kudeta.

    Jorge Rafael Videla yang naik takhta dan memimpin Argentina sejak Maret 1976 memang mempersiapkan ajang Piala Dunia 1978 untuk memoles citranya sebagai pemimpin yang baik-baik saja dan memperkuat nasionalisme penduduk Argentina.

    “Piala Dunia 1978 amat penting bagi Videla. Ajang empat tahunan FIFA itu bahkan bisa memberikan dampak besar terhadap kekuasaannya: menunjukkan Argentina masih baik-baik saja, memperkuat semangat nasionalisme, hingga memberikan kesempatan lebih besar bagi Videla untuk membungkam musuh-musuhnya,” tulis Jonathan Wilson dalam bukunya Angel with Dirty Faces (2015).

    Hal yang sama juga terjadi di gelaran Piala Dunia 2018, ketika Rusia selaku tuan rumah ingin memanfaatkan ajang tersebut sebagai panggung untuk memperbaiki citra dan reputasi mereka di mata dunia internasional.

    Kala itu, Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menuding Presiden Rusia Vladimir Putin mencurigai bahwa ajang Piala Dunia 2018 dimanfaatkan sebagai propaganda Rusia.

    Melihat sorotan yang begitu besar diperoleh dari pentas sepak bola, rasanya terlalu naif jika para politisi tak memanfaatkannya bahkan untuk sekedar soft selling. Melepaskan sepak bola dengan politisi seakan menjadi mitos dan bualan semata yang dijual hingga kini.

  • Trump Beri Waktu Rusia 50 Hari Akhiri Perang dengan Ukraina

    Trump Beri Waktu Rusia 50 Hari Akhiri Perang dengan Ukraina

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Rusia untuk segera mengakhiri perang dengan Ukraina. Trump memberi waktu Rusia dalam 50 hari.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (15/7/2025), Trump meminta Rusia untuk mengakhiri perang Ukraina dalam waktu 50 hari. Trump mewanti-wanti akan ada sanksi tarif yang besar untuk Rusia jika tidak mengakhiri perang.

    Trump mengatakan dia ‘sangat tidak senang’ dengan Presiden Rusia Vladimir Putin karena menolak mengakhiri perang dengan Ukraina. Kesabaran Trump akhirnya habis.

    “Kami akan menerapkan tarif yang sangat ketat jika tidak ada kesepakatan dalam 50 hari, tarif sekitar 100 persen,” kata Trump dalam pertemuan di Ruang Oval dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte.

    Pria berusia 79 tahun itu menambahkan bahwa tarif tersebut akan menjadi “tarif sekunder” yang menargetkan mitra dagang Rusia yang tersisa — dengan demikian berusaha melumpuhkan kemampuan Moskow untuk bertahan dari sanksi Barat yang sudah luas.

    Trump dan Rutte juga mengungkap kesepakatan di mana aliansi militer NATO akan membeli senjata dari Amerika Serikat — termasuk baterai antirudal Patriot — dan kemudian mengirimkannya ke Ukraina untuk membantunya memerangi invasi Rusia.

    “Ini adalah peralatan militer senilai miliaran dolar yang akan dibeli dari Amerika Serikat, untuk NATO… dan itu akan segera didistribusikan ke medan perang,” kata Trump.

    “Lima puluh hari adalah waktu yang sangat lama jika kita melihat mereka membunuh warga sipil yang tidak bersalah setiap hari,” kata Kallas.

    Lihat juga Video ‘Trump Harap Negosiasi Gencatan Senjata di Gaza Selesai Pekan Depan’:

    (whn/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kesal dengan Putin, Trump Pastikan Akan Kirim Rudal Patriot ke Ukraina

    Kesal dengan Putin, Trump Pastikan Akan Kirim Rudal Patriot ke Ukraina

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada hari Minggu (13/7) waktu setempat memastikan bahwa Amerika Serikat akan mengirim sistem pertahanan udara Patriot ke Ukraina untuk membantu negara itu melawan invasi Rusia. Hal ini disampaikan Trump di tengah memburuknya hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    “Kami akan mengirimkan Patriot kepada mereka, yang sangat mereka butuhkan,” kata Trump, tanpa menyebutkan jumlahnya, dilansir dari kantor berita AFP, Senin (14/7/2025). Hal ini disampaikan Trump hanya dua minggu setelah Washington mengatakan akan menghentikan beberapa pengiriman senjata ke Ukraina.

    “Saya belum menyepakati jumlahnya, tetapi mereka akan menerima beberapa karena mereka memang membutuhkan perlindungan,” ujarnya kepada para wartawan.

    Pengiriman rudal Patriot oleh AS ini merupakan bagian dari kesepakatan baru antara Washington dan Aliansi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dalam kesepakatan tersebut, NATO akan membayar sejumlah persenjataan dari AS buat Ukraina.

    “Pada dasarnya, kami akan mengirimkan kepada mereka berbagai peralatan militer yang sangat canggih dan mereka (NATO) akan membayar ke kami 100 persen untuk itu,” kata Trump kepada para wartawan.

    Presiden AS tersebut mengulangi bahwa ia “kecewa” terhadap Putin.

    Padahal sebelumnya, ketika pertama kali kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari, Trump bersikeras bahwa ia akan bisa bekerja sama dengan Putin untuk mengakhiri perang di Ukraina. Namun, Trump belakangan semakin frustrasi karena serangan rudal Rusia terus berlanjut tanpa ada tanda-tanda gencatan senjata.

    “Putin benar-benar mengejutkan banyak orang. Ia berbicara manis, lalu mengebom semua orang di malam hari,” kata Trump yang kesal.

    Utusan khusus AS Keith Kellogg dijadwalkan memulai kunjungan terbarunya ke Ukraina pada hari Senin (14/7).

    Trump juga mengatakan akan bertemu Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte pada hari Senin, setelah sebelumnya ia mengatakan akan membuat “pernyataan penting… tentang Rusia.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Sudah Muak dengan Putin, Akhirnya Mau Kirim Rudal Ini ke Ukraina

    Trump Sudah Muak dengan Putin, Akhirnya Mau Kirim Rudal Ini ke Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan akan mengirim sistem pertahanan udara canggih Patriot ke Ukraina. Keputusan ini datang di tengah meningkatnya frustrasi Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menurutnya terus menggagalkan upaya negosiasi gencatan senjata.

    Trump menyampaikan pernyataan tersebut kepada wartawan di Pangkalan Udara Gabungan Andrews di luar Washington, dengan menyebut bahwa sistem rudal Patriot sangat dibutuhkan Ukraina untuk mempertahankan diri dari serangan udara harian yang terus dilancarkan Rusia.

    “Kami akan kirimkan Patriot kepada mereka, karena mereka sangat membutuhkannya,” ujar Trump, Minggu (13/7/2025), dilansir Reuters.

    “Putin benar-benar mengejutkan banyak orang. Ia berbicara dengan manis, tapi lalu membombardir semua orang di malam hari. Saya tidak suka itu.”

    Meski tidak merinci jumlah sistem Patriot yang akan dikirim, Trump menegaskan bahwa pengiriman tersebut akan dibiayai sepenuhnya oleh Uni Eropa.

    “Kami pada dasarnya akan mengirimkan berbagai perangkat militer yang sangat canggih kepada mereka. Mereka akan membayar 100% kepada kami dan itu memang cara yang kami inginkan,” kata Trump dengan nada tegas.

    Trump secara terbuka menunjukkan rasa kecewanya terhadap Putin, terutama karena pemimpin Rusia itu dinilai menolak semua inisiatif yang telah ditempuh Amerika Serikat untuk menghentikan konflik yang telah berlangsung lebih dari 21 bulan tersebut. Meskipun awalnya Trump cenderung berhati-hati dalam menyampaikan kritik terhadap Putin, kini nada bicaranya berubah lebih keras.

    Langkah ini juga terjadi setelah upaya diplomatik Trump sebelumnya, termasuk dalam pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan negosiator Rusia, gagal membuahkan hasil yang konkret. Kini, Trump tampak mengalihkan fokusnya untuk memperkuat kemampuan pertahanan Ukraina secara langsung.

    Adapun Zelensky selama beberapa bulan terakhir terus menyerukan kepada mitra barat, khususnya AS dan NATO, untuk meningkatkan pengiriman sistem pertahanan udara. Ukraina menghadapi serangan rudal dan drone hampir setiap hari, yang menurut Kyiv menargetkan infrastruktur penting dan wilayah sipil.

    Sistem rudal Patriot yang dikembangkan AS dinilai sebagai salah satu solusi paling efektif untuk menahan serangan balistik dan udara skala besar, termasuk rudal jelajah dan drone kamikaze yang kerap digunakan Rusia.

    Sistem ini juga menjadi satu-satunya opsi Ukraina untuk menahan rudal balistik hipersonik seperti Kinzhal, yang telah digunakan Moskow dalam beberapa pekan terakhir.

    Pengiriman Patriot ini diprediksi akan sangat membantu memperkuat pertahanan udara di wilayah kritis seperti Kyiv, Dnipro, dan Kharkiv yang kerap menjadi target utama serangan.

    Trump juga menyampaikan bahwa ia akan mengadakan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal NATO yang baru, Mark Rutte, dalam pekan ini. Pertemuan tersebut akan membahas situasi di Ukraina serta sejumlah isu strategis lainnya yang berkaitan dengan keamanan transatlantik.

    Langkah Trump untuk memperkuat aliansi pertahanan melalui NATO dan memberikan dukungan tambahan ke Ukraina menandai pergeseran dari sikap skeptisnya terhadap organisasi itu di masa lalu, ketika ia sempat mempertanyakan kontribusi negara-negara anggota terhadap pembiayaan kolektif.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]