Tag: Vladimir Putin

  • Trump Siapkan Pertemuan Damai Ukraina-Rusia

    Trump Siapkan Pertemuan Damai Ukraina-Rusia

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan optimisme soal kemungkinan perdamaian antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

    “Kami akan bertemu dengan Presiden Putin besok. Saya rasa pertemuan itu akan berjalan baik,” kata Trump kepada wartawan. “Namun, yang lebih penting adalah pertemuan kedua yang sedang kami rencanakan.”

    Trump menambahkan bahwa pertemuan lanjutan, yang mungkin melibatkan para pemimpin Eropa, bisa berlangsung segera setelah pertemuan pertama pada hari Jumat (15/08).

    “Saya ingin mempersiapkan pertemuan berikutnya. Kalau pertemuan pertama buruk, akan segera dihentikan. Kalau baik, perdamaian bisa segera tercapai,” ujarnya di Oval Office.

    Kanselir Jerman: Putin punya kesempatan akhiri perang

    Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan bahwa Putin memiliki “kesempatan” untuk mengakhiri perang Ukraina saat bertemu Trump di Alaska. Namun, ia menekankan bahwa perdamaian harus melibatkan Ukraina.

    “Tujuannya harus ada pertemuan yang juga dihadiri Presiden Zelenskyy, di mana gencatan senjata disepakati,” tulis Merz di media sosial.

    Ia menambahkan bahwa Trump kini bisa mengambil langkah besar menuju perdamaian, lebih dari tiga tahun sejak invasi Rusia ke Ukraina.

    Trump: Pemimpin Eropa mungkin ikut pertemuan kedua

    “Kami akan bertemu dengan Putin, Zelenskyy, saya sendiri, dan mungkin beberapa pemimpin Eropa. Atau mungkin tidak,” kata Trump di Gedung Putih.

    Pertemuan pertama dijadwalkan berlangsung di Alaska pada hari Jumat (15/08), tetapi Trump merendahkan ekspektasi, seraya menyebutnya sebagai persiapan untuk pertemuan yang lebih penting. Kremlin juga memperingatkan agar tidak berharap hasil konkret.

    Saat ditanya apakah ia akan menawarkan akses ke sumber daya alam langka atau pengurangan pasukan NATO di Eropa sebagai konsesi, Trump tidak memberikan jawaban spesifik.

    Artikel ini telah diterjemahkan dari bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Hani Anggraini

    Editor: Rahka Susanto

    (ita/ita)

  • AS Beli Alaska dari Rusia, Kesepakatan Terbaik dalam Sejarah?

    AS Beli Alaska dari Rusia, Kesepakatan Terbaik dalam Sejarah?

    Jakarta

    Amerika Serikat dan Rusia akan melakukan pertemuan puncak di Alaska, pada Jumat (15/08), guna membahas penghentian perang di Ukraina. Pertemuan ini bisa dibilang sebagai salah satu perkembangan diplomatik paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

    Namun, lokasi pertemuan itu memiliki makna sejarah. Presiden Donald Trump dan Vladimir Putin akan bertemu di Anchorage, kota terbesar di Alaska.

    Seandainya pertemuan itu terjadi di lokasi yang sama sekitar 150 tahun yang lalu, pertemuan itu akan berlangsung di wilayah Rusia.

    Sebab Alaska yang sekarang menjadi negara bagian terbesar di AS, mencakup sekitar seperlima dari total luas daratan negara itu dulunya dimiliki oleh Rusia.

    Lokasi yang ‘cukup logis’

    Terletak di ujung barat laut Amerika Utara, Alaska dipisahkan dari Rusia oleh Selat Beringyang lebarnya hanya 80 kilometer pada titik tersempitnya.

    Ketika Presiden Trump mengumumkan bahwa pertemuan puncak akan diadakan di Alaska, asisten presiden Rusia, Yuri Ushakov, mengatakan bahwa hal itu tampak “cukup logis”.

    Dia bilang delegasi Rusia “cukup terbang melintasi Selat Bering agar pertemuan puncak para pemimpin kedua negara yang begitu penting dan dinantikan ini dapat diadakan di Alaska.”

    Peta yang menunjukkan Alaska di sebelah kanan, Selat Bering di tengah, dan Rusia di sebelah kiri. (BBC)

    Sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh navigator Denmark, Vitus Bering, menemukan bahwa daratan baru itu tidak terhubung dengan daratan utama Rusia. Namun, karena kabut tebal, ekspedisi tersebut gagal.

    Pada 1741, ekspedisi lain yang kembali dipimpin oleh Bering berhasil dan beberapa orang dikirim ke daratan Alaska.

    Mungkin Anda tertarik:

    Beberapa ekspedisi komersial kemudian menyusul. Lalu, ketika bulu berang-berang laut dibawa ke Rusia, terbukalah pintu bagi perdagangan bulu yang menguntungkan antara Eropa, Asia, dan pesisir Pasifik Amerika Utara.

    Namun, pada abad ke-19, pedagang bulu Inggris dan Amerika menjadi pesaing sengit bagi Rusia. Persaingan itu lantas diselesaikan pada tahun 1824, ketika Rusia menandatangani perjanjian terpisah dengan Amerika Serikat dan Inggris.

    Beberapa dekade kemudian, Rusia bersedia menjual Alaska kepada AS akibat hampir punahnya berang-berang laut dan konsekuensi politik dari Perang Krimea (185356).

    Pembelian yang ‘bodoh’

    William Seward, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri AS, memimpin negosiasi pembelian tanah dan berhasil mengamankan perjanjian dengan pihak Rusia.

    Setelah banyak pertentangan, Kongres AS menyetujui tawaran resmi Seward sebesar US$7,2 juta.

    Jika disesuaikan dengan inflasi, US$7,2 juta yang dibayarkan oleh AS akan setara dengan lebih dari US$100 juta saat ini atau Rp1,6 triliun, harga yang sangat murah bagi negara bagian terbesar di AS sekarang.

    Pada 18 Oktober 1867, bendera Amerika dikibarkan di Sitka, yang saat itu merupakan ibu kota Alaska.

    Pada awalnya, pembelian Alaska disebut sebagai “kebodohan Seward” oleh para kritikus yang yakin bahwa tanah itu tidak memiliki nilai apa pun.

    Namun, pandangan itu berubah ketika pada akhir abad ke-19 ditemukan cadangan emas, minyak, dan gas alam di Alaska yang segera menghasilkan keuntungan besar bagi AS.

    Langkah Seward terbukti membuahkan hasil. Pada 1959, Alaska secara resmi menjadi negara bagian ke-49 AS.

    Hasan Akbas/Anadolu via Getty ImagesAlaska adalah sumber minyak dan gas alam.

    Alaska saat ini memiliki lebih dari 12.000 sungai dan sejumlah besar danau.

    Ibu kotanya, Juneau, adalah satu-satunya ibu kota negara bagian di AS yang hanya dapat dijangkau dengan perahu atau pesawat.

    Lalu, Danau Hood di Anchorage adalah salah satu pangkalan pesawat amfibi tersibuk di dunia, yang menampung sekitar 200 penerbangan per hari.

    Presiden Trump dan Putin akan bertemu di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson, instalasi militer terbesar di negara bagian tersebut.

    Pangkalan seluas 64.000 hektare itu merupakan lokasi yang penting bagi AS dalam hal kesiapan militer di wilayah Arktik.

    Ini bukanlah pertama kalinya bagi Alaska menjadi pusat acara diplomatik Amerika.

    Pada Maret 2021, tim diplomatik dan keamanan nasional pemerintahan Presiden Joe Biden yang baru dilantik bertemu dengan perwakilan China di Anchorage.

    Belum ada detail resmi mengenai pertemuan Trump dan Putin itu, namun Gedung Putih mengatakan bahwa pembicaraan di Alaska akan menjadi “latihan mendengarkan” bagi Trump dan akan memberikan presiden AS “petunjuk terbaik tentang cara mengakhiri perang ini”.

    Saat mengumumkan pertemuan puncak ini pekan lalu, Trump terdengar positif bahwa pertemuan itu dapat menghasilkan langkah-langkah konkret menuju perdamaian.

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, sebelumnya telah mengatakan bahwa setiap kesepakatan tanpa keterlibatan Kyiv akan menjadi “keputusan yang sia-sia”.

    (ita/ita)

  • Zelensky Ngamuk, Kilang Minyak Rusia Meledak & Terbakar Hebat

    Zelensky Ngamuk, Kilang Minyak Rusia Meledak & Terbakar Hebat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ukraina menembakkan puluhan drone ke Rusia antara Rabu malam dan Kamis (14/8/2025) dini hari. Peristiwa ini melukai tiga orang dan memicu kebakaran di dua wilayah selatan, termasuk di sebuah kilang minyak.

    Video yang diunggah di media sosial Rusia diduga menunjukkan ledakan dan kebakaran besar di sebuah kilang minyak di kota Volgograd, Rusia selatan. Lokasinya sekitar 470 kilometer (sekitar 300 mil) dari garis depan.

    “Puing-puing dari serangan itu menyebabkan produk minyak tumpah dan terbakar di kilang minyak Volgograd,” kata Gubernur Wilayah Volgograd, Andrei Bocharov, dalam sebuah pernyataan di Telegram, dimuat AFP.

    Gubernur Wilayah Belgorod Rusia, Vyacheslav Gladkov, mengatakan sebuah drone Ukraina menghantam sebuah mobil di pusat ibu kota wilayah tersebut, membakarnya dan melukai tiga orang. Ia mengunggah video yang menunjukkan mobil itu terbakar dan puing-puing berserakan di jalan.

    “Layanan darurat sedang bekerja di lokasi kejadian,” tulisnya juga di Telegram.

    Sejak Rusia melancarkan serangan militer skala penuh terhadap Ukraina pada Februari 2022, Kyiv telah merespons dengan serangan pesawat nirawak terhadap infrastruktur Rusia yang berjarak ratusan kilometer dari perbatasannya. Kyiv menyebut serangan itu sebagai balasan atas serangan rudal dan pesawat nirawak Moskow terhadap warga sipilnya sendiri.

    Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah mencegat 44 pesawat nirawak Ukraina antara Rabu malam dan Kamis dini hari. Ini termasuk tujuh di atas Krimea, semenanjung yang dianeksasinya dari Ukraina pada tahun 2014.

    Sementara itu, serangan terjadi menjelang pertemuan puncak yang krusial di Alaska antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Vladimir Putin dari Rusia, yang pertama antara presiden AS dan Rusia yang sedang menjabat sejak 2021. Gedung Putih mendorong diakhirinya konflik yang telah berlangsung selama tiga setengah tahun.

    Ukraina tidak segera mengomentari serangan yang dilaporkan tersebut. Namun Presiden Volodymyr Zelensky kini sedang melakukan kunjungan ke Inggris.

    (tps/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Eropa Satukan Sikap Jelang Negosiasi Trump-Putin

    Eropa Satukan Sikap Jelang Negosiasi Trump-Putin

    Jakarta

    Seratus hari menjabat, Kanselir Jerman Friedrich Merz boleh jadi membayangkan masa cuti yang lebih menenangkan. Namun, alih-alih beristirahat, dia harus berkutat dengan isu perang dan politik dalam negeri, serta dipaksa menggeber kerja diplomatik tingkat tinggi.

    Jumat (15/8), di Alaska, Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membicarakan masa depan Ukraina. Celakanya, pertemuan itu digelar tanpa melibatkan Ukraina, apalagi Eropa.

    Sebabnya menjelang pertemuan, Merz bergegas “memancang tiang” lebih dulu, dengan mengundang pemimpin dunia Barat di sebuah konferensi virtual di Berlin.

    Yang diundang hadir dalam undangan adalah sejumlah kepala negara dan pemerintahan Eropa, Komisi Eropa, NATO, dan dua tamu kehormatan: Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang datang langsung ke Berlin.

    Terutama Zelensky ingin menegaskan posisi Ukraina dalam perundingan damai dengan Rusia. “Kami ingin perdamaian bagi Eropa dan dunia.” Ukraina, katanya, membutuhkan gencatan senjata segera dan jaminan keamanan dari Moskow.

    “Ada harapan untuk perdamaian”

    Inisiatif Merz bertujuan menggalang kesatuan Barat menghadapi Vladimir Putin. Setelah bertahun-tahun melancarkan perang berdarah terhadap Ukraina, penguasa di Kremlin itu tak kunjung memberi isyarat kesediaan gencatan senjata, apalagi berdamai.

    Jerman berharap, sikap kolektif Barat akan mampu mencegah Trump membuat konsesi sepihak ke Rusia.

    Trump sendiri, sebelum KTT virtual di Berlin, mengatakan punya firasat bahwa Eropa “ingin melihat sebuah kesepakatan.”

    Punggawa Partai Republik AS itu ingin menekan Putin, tapi cuma punya bekal tipis. Dia pun menginginkan perdamaian, tapi kadung memangkas besar-besaran suplai senjata ke Ukraina. Daya tawarnya terbatas karena tidak bisa membicarakan penyerahan wilayah — itu hanya mungkin jika Eropa, terutama Ukraina, memberi lampu hijau.

    Mungkinkah pertukaran wilayah?

    Belakangan, Trump sering melontarkan ide “tukar wilayah” untuk mengakhiri perang di Ukraina. Di Brussels, Komisi Eropa sudah berpengalaman bahwa Rusia tak akan mengembalikan wilayah yang sudah direbut dalam waktu dekat. Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte baru-baru ini berkata, “Saat ini, kita harus mengakui bahwa Rusia menguasai sebagian wilayah Ukraina.”

    Dalam urusan teritorial, Rutte memandang perlunya dibedakan antara pengakuan de facto dan de jure. Naskah kesepakatan itu mungkin mencatat bahwa Rusia secara faktual menguasai wilayah tertentu, tanpa mengakui secara hukum.

    Dari Berlin terdengar kabar, Ukraina hanya mau berunding soal gencatan senjata total di sepanjang garis depan. Adapun “pengakuan hukum atas pendudukan Rusia tak masuk meja perundingan,” tegas Merz.

    Putin bersikeras pada klaim teritorial

    Saat ini, Rusia menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina. Jubir Kementerian Luar Negeri di Moskow Rabu (13/8) lalu menyatakan, pihaknya tak akan mundur dari wilayah yang sudah diduduki, termasuk kota Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Krimea tak disebut, meski wilayah itu sudah dianeksasi Rusia sejak 2014 secara ilegal. Soal KTT di Berlin, komentar Moskow sangat singkat: “Tak penting.”

    Menurut Rafael Loss, pakar keamanan di European Council on Foreign Relations, pertemuan EU-NATO-AS di Berlin tergolong sukses. “Merz dan koleganya berhasil menyuarakan persatuan,” ujarnya kepada DW. Tapi soal definisi “penyerahan atau pertukaran wilayah”, katanya, Eropa dan AS masih berbeda pandangan.

    Secara hukum internasional, wilayah yang diklaim Rusia, termasuk Krimea, merupakan wilayah teritorial Ukraina. Fakta bahwa Rusia menguasai atau menganeksasi wilayah itu secara ilegal tak mengubah status hukumnya. “Penyerahan wilayah hanya mungkin jika konstitusi Ukraina diubah,” tegas Zelensky lagi di konferensi pers Berlin. “Kalau bicara wilayah, kita harus memikirkan rakyat, kita harus memikirkan konstitusi,” ujarnya.

    Pertemuan Alaska: Tiga skenario

    Bagaimana pertemuan pertama Putin-Trump di periode kedua Trump nanti akan berakhir? Rafael Loss membayangkan tiga skenario:

    Pertama, Trump sadar sedang dipermainkan Putin, lalu merapat ke Ukraina dan Eropa.

    Kedua, status quo dipertahankan.

    Ketiga — yang terburuk — Alaska menjadi titik awal normalisasi hubungan AS-Rusia, sementara Ukraina dan tatanan keamanan Eropa jadi korban.

    Solidaritas Eropa dan ancaman sanksi

    “Jika Rusia tak bersedia memberi konsesi, sanksi baru mengintai. Paket sanksi ke-19 Uni Eropa sudah disiapkan,” kata Perwakilan Tinggi Urusan Luar Negeri UE, Kaja Kallas. Rinciannya masih disimpan rapat.

    Sebanyak 26 dari 27 negara anggota UE sepakat berdiri di belakang Ukraina, menegaskan bahwa “perbatasan internasional tak boleh diubah lewat perang.” Hanya Hungaria di bawah Perdana Menteri Viktor Orban yang menolak, menyebut sanksi tambahan tak ada gunanya.

    Moskow gandakan tekanan di medan perang

    Menjelang pertemuan Alaska, Rusia justru menggeber operasi militer di Ukraina. AFP melaporkan, dalam sehari Rusia mencatat kemajuan teritorial terbesar sejak beberapa bulan terakhir. Di Kherson, pertempuran di berbagai front tetap berlangsung sengit.

    Kepada Trump, Merz menitipkan pesan sebelum keberangkatan ke Alaska: “Kami ingin Presiden Trump mencatat sukses di Anchorage pada Jumat.” Dan satu catatan penting: “Ukraina juga harus duduk di meja perundingan jika ada pertemuan lanjutan.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    Tonton juga video “RI Kena Tarif Trump 19%, Mendag Targetkan Pasar Eropa” di sini:

    (ita/ita)

  • Drone Ukraina Picu Kebakaran Hebat di Kilang Minyak Rusia

    Drone Ukraina Picu Kebakaran Hebat di Kilang Minyak Rusia

    Jakarta

    Ukraina menembakkan puluhan drone ke Rusia antara Rabu malam dan Kamis dini hari waktu setempat. Serangan itu melukai tiga orang dan memicu kebakaran di dua wilayah Rusia selatan, termasuk di sebuah kilang minyak.

    Video yang diunggah di media sosial Rusia menunjukkan kebakaran hebat di sebuah kilang minyak di kota Volgograd, Rusia selatan, sekitar 470 kilometer (sekitar 300 mil) dari garis depan pertempuran.

    “Puing-puing dari serangan itu menyebabkan produk minyak tumpah dan terbakar di kilang minyak Volgograd,” kata gubernur wilayah Volgograd, Andrei Bocharov, dalam sebuah pernyataan di Telegram, dilansir kantor berita AFP, Kamis (14/8/2025).

    Sementara itu, gubernur wilayah Belgorod, Rusia, Vyacheslav Gladkov, mengatakan bahwa sebuah drone Ukraina menghantam sebuah mobil di pusat ibu kota wilayah tersebut. Akibatnya, mobil itu terbakar dan melukai tiga orang.

    Ia mengunggah video yang memperlihatkan mobil tersebut terbakar dan puing-puing berserakan di jalan.

    “Layanan darurat sedang bekerja di lokasi kejadian,” tulisnya di Telegram.

    Ukraina tidak segera berkomentar mengenai serangan tersebut.

    Sejak Rusia melancarkan serangan militer skala penuh terhadap Ukraina pada Februari 2022, Kyiv telah merespons dengan melancarkan serangan drone terhadap infrastruktur Rusia yang berjarak ratusan kilometer dari perbatasannya.

    Kyiv menyebut serangan tersebut sebagai pembalasan yang adil atas serangan rudal dan drone harian Moskow terhadap warga sipilnya.

    Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah mencegat 44 drone Ukraina antara Rabu malam dan Kamis dini hari, termasuk tujuh drone di atas wilayah Krimea, semenanjung yang dianeksasinya dari Ukraina pada tahun 2014.

    Serangan itu terjadi menjelang pertemuan puncak di Alaska antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan puncak ini merupakan yang pertama antara presiden AS dan Rusia yang sedang menjabat sejak 2021.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Penampakan Rusia Siap-Siap Luncurkan Rudal Nuklir Maut Baru

    Penampakan Rusia Siap-Siap Luncurkan Rudal Nuklir Maut Baru

    Kedua peneliti itu adalah Middlebury Institute of International Studies yang berbasis di California, Jeffrey Lewis, dan peneliti organisasi riset dan analisis CNA yang berbasis di Virginia, Decker Eveleth. Mereka mencapai penilaian terpisah dengan mempelajari citra yang diambil dalam beberapa minggu terakhir hingga Selasa itu. Mereka sepakat bahwa foto-foto tersebut menunjukkan aktivitas ekstensif di lokasi uji tersebut termasuk peningkatan personel dan peralatan serta kapal dan pesawat yang terkait dengan uji coba sebelumnya terhadap 9M730 Burevestnik, rudal yang disebut Presiden Vladimir Putin tak terkalahkan. (Planet Labs PBC/Handout via REUTERS)

  • Rusia Batasi Panggilan Telegram dan WhatsApp

    Rusia Batasi Panggilan Telegram dan WhatsApp

    Bisnis.com, JAKARTA– Pemerintah Rusia mulai membatasi layanan panggilan di aplikasi perpesanan WhatsApp dan Telegram karena tidak kooperatif dengan aparat penegak hukum.

    Melansir laman Reuters pada Kamis (14/8/2025) Kementerian Pembangunan Digital, Komunikasi, dan Media Massa Federasi Rusia menyebut langkah ini diambil karena kedua platform yang dimiliki perusahaan asing tersebut dinilai tidak memenuhi kewajiban berbagi informasi dengan aparat penegak hukum terkait kasus penipuan dan terorisme.

    Kementerian Pembangunan Digital, Komunikasi, dan Media Massa Federasi Rusia menambahkan, pembatasan ini hanya berlaku pada layanan panggilan dan akan dicabut jika kedua platform mematuhi hukum Rusia. 

    Persyaratan itu mencakup pembukaan entitas hukum di Rusia, kepatuhan penuh terhadap semua undang-undang setempat, serta kerja sama dengan Roskomnadzor dan aparat penegak hukum.

    “Untuk menangkal kejahatan berbagai langkah sedang diambil untuk membatasi sebagian panggilan pada layanan perpesanan asing ini. Tidak ada pembatasan lain yang diberlakukan pada fungsi mereka,” tulis Badan pengawas komunikasi Roskomnadzor

    Wakil Ketua Komite Teknologi Informasi di parlemen Rusia, Anton Gorelkin, menyebut WhatsApp harus siap meninggalkan pasar. Sementara itu, seorang anggota parlemen lainnya menilai keberadaan WhatsApp di Rusia melanggar keamanan nasional.

    Meta Platforms, pemilik WhatsApp, telah dicap sebagai organisasi ekstremis oleh pemerintah Rusia sejak 2022, meski aplikasinya tetap diizinkan beroperasi. WhatsApp sendiri pernah dijatuhi sanksi karena tidak menghapus informasi yang dilarang di Rusia.

    Di sisi lain, Presiden Vladimir Putin telah mengizinkan pengembangan aplikasi perpesanan lokal yang terintegrasi dengan layanan pemerintah. 

    Langkah ini disebut sebagai bagian dari kedaulatan digital untuk mengurangi ketergantungan pada layanan asing seperti WhatsApp dan Telegram.

    Sejumlah pihak khawatir aplikasi perpesanan buatan negara nantinya akan memantau aktivitas pengguna. Mereka juga menduga pemerintah dapat memperlambat layanan WhatsApp untuk mendorong migrasi pengguna ke platform baru tersebut.

    Human Rights Watch dalam laporannya bulan lalu menyebut, pemerintah Rusia semakin meningkatkan kapasitas teknologi dan kontrol atas infrastruktur internet negara itu. Hal ini memungkinkan pemblokiran dan pelambatan akses situs, serta penyensoran terhadap alat-alat untuk menghindari blokir.

    Berdasarkan pantauan Reuters, panggilan suara di Telegram nyaris tidak berfungsi sejak 11 Agustus, sementara panggilan WhatsApp terganggu oleh suara putus-putus dan dengungan metalik.

    Telegram mengatakan kepada harian Rusia RBC pihaknya menolak konten yang menyerukan kekerasan atau penipuan. 

    Perusahaan itu juga mengklaim menggunakan alat kecerdasan buatan (AI) untuk memantau bagian publik dari platform dan menghapus jutaan pesan berbahaya setiap hari. 

  • Trump Ingin Bertemu Putin dan Zelensky, Ancam Rusia Konsekuensi Berat

    Trump Ingin Bertemu Putin dan Zelensky, Ancam Rusia Konsekuensi Berat

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia merencanakan pertemuan kedua dengan mitranya Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan kedua dengan bersama pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky setelah pertemuan di Alaska.

    Dilansir AFP, Kamis (14/8/2025), Trump dijadwalkan bertemu dengan Putin di Anchorage pada Jumat (15/8), pertemuan pertama antara pemimpin Rusia dan Presiden AS yang sedang menjabat sejak 2021.

    “Jika pertemuan pertama berjalan lancar, kami akan segera mengadakan pertemuan kedua,” ujarnya kepada para wartawan.

    “Saya ingin melakukannya segera, dan kami akan mengadakan pertemuan kedua yang cepat antara Presiden Putin dan Presiden Zelensky dan saya sendiri, jika mereka mengizinkan saya hadir.”

    Perundingan berisiko tinggi ini terjadi di tengah upaya Trump untuk menengahi berakhirnya perang Rusia yang telah berlangsung hampir tiga setengah tahun di Ukraina, dan Zelensky beserta sekutu-sekutunya di Eropa telah mendesak Partai Republik untuk mendorong gencatan senjata.

    Trump mengatakan Rusia akan menghadapi “konsekuensi yang sangat berat” jika Putin tidak setuju untuk mengakhiri perang setelah pertemuan, tanpa penjelasan lebih lanjut.

    Pemimpin AS tersebut telah berjanji puluhan kali selama kampanye pemilihannya tahun 2024 untuk mengakhiri perang pada hari pertamanya menjabat, tetapi hanya membuat sedikit kemajuan dalam menengahi kesepakatan damai.

    Ia mengancam akan memberikan “sanksi sekunder” kepada mitra dagang Rusia atas invasinya ke Ukraina, tetapi tenggat waktu tindakannya telah berlalu minggu lalu tanpa ada tindakan yang diumumkan.

    Trump mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah melakukan “komunikasi yang sangat baik” dengan para pemimpin Eropa termasuk Zelensky saat ia menjawab pertanyaan dari para wartawan di sebuah acara seni di Kennedy Center, Washington.

    “Saya akan memberi nilai 10. Anda tahu–sangat, sangat bersahabat,” katanya.

    (rfs/rfs)

  • Putin-Trump Bakal Bertemu, Zelensky Desak Rusia Setujui Gencatan Senjata

    Putin-Trump Bakal Bertemu, Zelensky Desak Rusia Setujui Gencatan Senjata

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Alaska pekan ini. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut bahwa Rusia akan menghadapi sanksi baru jika tidak menyetujui gencatan senjata segera.

    “Kami berharap topik utama dalam pertemuan ini adalah gencatan senjata. Gencatan senjata segera,” kata Zelensky setelah panggilan telepon dengan Trump dan para pemimpin Eropa, dilansir AFP, Rabu (13/8/2025).

    “Sanksi harus diberlakukan dan harus diperkuat jika Rusia tidak menyetujui gencatan senjata,” tambah Zelensky, berbicara bersama Kanselir Jerman Friedrich Merz di Berlin.

    Trump dijadwalkan bertemu dengan Putin di Alaska pada Jumat (15/8), dan mengatakan ia ingin mengatur pertemuan trilateral yang melibatkan Zelensky.

    Ukraina pada bulan Maret menyetujui proposal AS untuk gencatan senjata dan mengatakan tidak akan ada perundingan damai substantif dengan Rusia tanpanya. Rusia telah menolak proposal gencatan senjata dan menunda seruan Zelensky untuk perundingan langsung dengan Putin.

    Dia juga mengatakan bahwa Rusia “berusaha menekan semua pihak di front Ukraina menjelang pertemuan di Alaska.”

    (rfs/fas)

  • Dunia Waspada! Rusia Tinggal “Sejengkal” Luncurkan Senjata Nuklir

    Dunia Waspada! Rusia Tinggal “Sejengkal” Luncurkan Senjata Nuklir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia dinilai memiliki dorongan kuat untuk meningkatkan penggunaan senjata nuklir berkekuatan lebih besar di tengah penguatan pertahanan udara dan persenjataan rudal oleh negara-negara Barat. Analisis ini disampaikan Royal United Services Institute (RUSI), lembaga kajian pertahanan asal Inggris.

    Dalam laporan terbarunya pada Selasa, RUSI menyebut “strategi nuklir Rusia tampaknya berada di titik kritis”. Laporan itu menyebut Moskow meyakini kemampuan Washington dan sekutu NATO untuk melumpuhkan serangan nuklir Rusia makin meningkat, khususnya dengan penguatan pertahanan udara dan persenjataan rudal jarak menengah.

    Kondisi tersebut menciptakan dorongan bagi Kremlin untuk menggunakan senjata nuklir dalam skala lebih besar daripada konsep “serangan terukur” yang sebelumnya menjadi bagian strategi mereka.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menempatkan pasukan penangkal nuklir dalam siaga tinggi sejak invasi ke Ukraina pada awal 2022. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov bahkan pernah menyebut risiko konflik nuklir kini “sangat besar”.

    Bulan ini, pejabat Rusia menyatakan tidak lagi terikat pada pembatasan rudal nuklir maupun konvensional jarak pendek-menengah. Putin juga mengumumkan rencana mengirim rudal balistik jarak menengah Oreshnik ke Belarus pada akhir 2025, usai uji coba ke Ukraina pada November 2024.

    AS dan Rusia menguasai sekitar 90% persenjataan nuklir dunia. Berdasarkan perkiraan Barat, Rusia memiliki 1.000-2.000 hulu ledak nuklir taktis, sementara AS hanya sekitar 200, dengan separuhnya ditempatkan di Eropa.

    Senjata strategis seperti rudal balistik antarbenua, rudal dari kapal selam, dan pesawat pengebom masih dibatasi oleh perjanjian New START yang akan berakhir pada 2026. Namun, perjanjian penting lain seperti INF (Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty) telah berakhir sejak 2019, setelah AS keluar dan menuduh Rusia melanggar kesepakatan.

    Sejak itu, kedua negara sama-sama mengembangkan dan menempatkan kembali rudal jarak menengah. AS bahkan telah mengerahkan sistem Mid-Range Capability ke Filipina utara.

    “Banyak ide paling berbahaya dari Perang Dingin sedang dibangkitkan kembali: senjata berdaya ledak rendah untuk perang nuklir terbatas, rudal raksasa yang bisa menghancurkan beberapa target sekaligus, hingga pengerahan kembali rudal yang dulu sudah dilarang,” tulis Jon Wolfsthal, Hans Kristensen, dan Matt Korda dari Federasi Ilmuwan Amerika dalam opini di Washington Post, Juni lalu.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]