Tag: Vladimir Putin

  • Alasan Medis di Balik Kim Jong Un-Putin Simpan Feses usai dari Luar Negeri

    Alasan Medis di Balik Kim Jong Un-Putin Simpan Feses usai dari Luar Negeri

    Jakarta

    Saat Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan kunjungan terbaru ke Beijing, China, ia tidak hanya membawa rombongan diplomatik, tetapi juga sesuatu yang jauh lebih tak biasa yakni toilet pribadi berkeamanan tinggi.

    Meski terdengar aneh, sumber intelijen dari Korea Selatan dan Jepang menyebut hal itu bukan sekadar kemewahan unik. Korea Utara dilaporkan mengambil langkah luar biasa untuk melindungi segala hal yang bisa memberi petunjuk tentang kesehatan Kim, termasuk fesesnya.

    “Ada protokol khusus untuk memastikan tidak ada jejak, bahkan sehelai rambut atau materi biologis, yang tertinggal,” ujar seorang perwira intelijen Korea Selatan kepada Nikkei Asia, dikutip dari Financial Express.

    Obsesi terhadap kerahasiaan ini terlihat jelas selama pertemuan terbaru antara Kim dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing.

    Menurut wartawan yang hadir, staf Kim terlihat secara metodis menggosok setiap permukaan yang disentuh pemimpin Korea Utara itu, mulai dari pelapis kursi hingga gelas tempat ia minum, sebelum pergi.

    Adapun prosedur ini bukan hanya diterapkan oleh Kim Jong Un. Para pemimpin dunia, baik dari negara otoriter maupun demokrasi, telah mengadopsi kebiasaan serupa untuk melindungi informasi biologis yang sensitif.

    Presiden Rusia Vladimir Putin, misalnya, diyakini bepergian dengan tim khusus yang bertugas mengambil dan membuang fesesnya dengan aman saat berada di luar negeri.

    Menurut Paris Match, tim ini memastikan tidak ada sampel yang tertinggal, karena hal ini dapat digunakan untuk menganalisis kesehatan atau perawatan medis presiden.

    Para ahli mengatakan alasannya sederhana, sampel tinja atau urine, secara teori, dapat mengungkap banyak hal tentang kesehatan seseorang, termasuk tanda-tanda penyakit, penggunaan obat-obatan, atau bahkan kondisi medis jangka panjang.

    Kondisi Apa Saja yang Bisa Terdeteksi Lewat Feses?

    Di sisi lain, tes feses atau tinja (stool test) digunakan untuk mencari patogen berupa bakteri, virus, hingga parasit, yang dapat menyebabkan penyakit. Tes feses juga dapat mencari tanda-tanda lain, seperti darah tersembunyi yang menandakan adanya masalah pada pencernaan, termasuk infeksi dan kanker.

    Dikutip dari Cleveland Clinic, tes feses dapat memeriksa beberapa kondisi gastrointestinal, seperti:

    Fisura ani (luka kecil pada anus, tempat keluarnya kotoran).Anemia (kekurangan sel darah merah).Kolitis (pembengkakan atau iritasi pada usus besar, bagian dari usus).Polip usus besar (gumpalan sel kecil di usus besar).Kanker kolorektal (usus besar) .Divertikulosis (kantong menonjol dalam usus).Insufisiensi pankreas eksokrin atau Exocrine pancreatic insufficiency (EPC) (tidak mampu memecah makanan di usus).Perdarahan gastrointestinal (GI) .Wasir (pembengkakan pembuluh darah di anus).Infeksi ( bakteri , virus , atau parasit ).Penyakit radang usus atau Inflammatory bowel disease (IBD) (iritasi pada saluran pencernaan).Steatorrhea (lemak berlebih pada kotoran).Tukak lambung (luka pada lambung).

    Jenis-jenis tes feses

    Ada beberapa jenis pemeriksaan feses. Dokter akan memilih tes yang paling sesuai berdasarkan gejala yang dialami:

    Fecal Occult Blood Test (FOBT): Tes ini memeriksa adanya jejak darah tersembunyi dalam feses. Jika hasilnya positif, berarti ada perdarahan di suatu bagian saluran pencernaan.

    FIT-DNA test: Mirip dengan FOBT karena sama-sama mendeteksi jejak darah kecil di feses. Bedanya, tes ini juga memeriksa adanya DNA yang berubah (mutasi) yang bisa menjadi tanda kondisi prakanker atau kanker. (FIT adalah singkatan dari Fecal Immunochemical Test).

    Tes infeksi: Tes ini bisa dilakukan dengan beberapa cara. Intinya, tujuannya mencari kuman (bakteri, virus, atau parasit) di feses, baik dengan menumbuhkan kuman di laboratorium, melihatnya di bawah mikroskop, atau mendeteksi DNA kuman.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/kna)

  • Trump Kesal Rusia Terus Serang Ukraina, Ancam Lebih Banyak Sanksi

    Trump Kesal Rusia Terus Serang Ukraina, Ancam Lebih Banyak Sanksi

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan menjatuhkan lebih banyak sanksi terhadap Rusia, setelah Moskow melancarkan serangan udara terbesar ke Ukraina.

    Rentetan rudal dan drone Rusia menghujani berbagai wilayah Ukraina pada Minggu (7/9) dini hari, hingga menewaskan sedikitnya empat orang dan memicu kebakaran pada kantor-kantor pemerintahan di ibu kota Kyiv.

    Trump, seperti dilansir AFP, Senin (8/9/2025), mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya “tidak senang dengan seluruh situasi tersebut”. Dia mengatakan dirinya siap untuk menjatuhkan rentetan sanksi baru terhadap Moskow.

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengharapkan respons “keras” dari AS.

    “Penting untuk adanya respons yang luas dari mitra-mitra terhadap serangan hari ini,” ucap Zelensky dalam pidatonya pada Minggu (7/9) malam. Dia menyebut Putin sedang “menguji dunia”.

    “Kami mengharapkan respons yang kuat dari Amerika. Itulah yang dibutuhkan,” tegas Zelensky

    Rusia semakin mengintensifkan serangannya terhadap Ukraina sejak pertemuan antara Trump dan Presiden Vladimir Putin, yang digelar di Alaska pada 15 Agustus lalu, gagal mencapai terobosan dalam gencatan senjata.

    Setelah serangan terhadap Kyiv pada Minggu (7/9), api tampak berkobar dari atap kompleks pemerintahan yang luas dan menampung kabinet menteri Ukraina di jantung ibu kota negara tersebut. Ini merupakan pertama kalinya kompleks tersebut terdampak serangan selama perang berkecamuk tiga setengah tahun terakhir.

    Rentetan serangan drone juga merusak beberapa gedung bertingkat di Kyiv.

    Rusia membantah telah menargetkan warga sipil di Ukraina. Otoritas Moskow mengklaim pasukan telah menyerang sebuah pabrik dan pusat logistik di Kyiv. Sedangkan Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan “tidak ada serangan yang dilancarkan terhadap target lain di dalam perbatasan Kyiv”.

    Data yang dilaporkan Angkatan Udara Ukraina menyebut Rusia telah meluncurkan sedikitnya 810 drone dan 13 rudal ke wilayah Ukraina antara Sabtu (6/9) tengah malam hingga Minggu (7/9) dini hari.

    Perdana Menteri (PM) Ukraina Yulia Svyrydenko memposting video yang menunjukkan kerusakan pada salah satu lantai di gedung pemerintahan.

    “Kami akan memulihkan gedung-gedung tersebut. Tetapi kami tidak bisa mengembalikan nyawa yang hilang. Musuh meneror dan membunuh rakyat kami setiap hari di seluruh negeri,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Alasan Medis di Balik Kim Jong Un-Putin Simpan Feses usai dari Luar Negeri

    Tak Cuma Kim Jong Un, Vladimir Putin Juga Disebut Bawa Urine-Fesesnya usai dari LN

    Jakarta

    Belakangan ramai disorot setelah staf Korea Utara tampak membersihkan jejak Kim Jong Un setelah bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing. Bahkan, Kim Jong Un juga disebut membawa toilet pribadinya ke Beijing. Langkah ini disebut untuk menyembunyikan informasi apa pun terkait kondisi kesehatannya.

    Hal serupa juga diterapkan oleh Putin saat menghadiri KTT Alaska (Alaska Summit) bersama Presiden AS Donald Trump yang diadakan pada 15 Agustus 2025. Menurut laporan The Express US, pengawal Putin dilaporkan membawa koper berisi feses untuk mencegah kekuatan asing memperoleh informasi tentang kesehatan pemimpin Rusia tersebut.

    “Para pengawal Putin mengumpulkan kotorannya dan membawanya kembali ke Rusia ketika sang pemimpin bepergian ke luar negeri,” lapor The Express US, dikutip dari NDTV.

    Selama pertemuan Putin, langkah-langkah keamanan ketat diberlakukan untuk melindungi dirinya. Ia dikelilingi oleh para pengawal, dan berbagai prosedur dijalankan demi menjaga keselamatan serta melindungi intelijen Rusia.

    Mengutip jurnalis investigasi Regis Gente dan Mikhail Rubin di majalah Prancis Paris Match, The Express US melaporkan anggota Dinas Perlindungan Federal (FPS) Rusia mengumpulkan limbah tubuh Putin, termasuk feses, menyimpannya dalam kantong khusus, lalu membawanya dengan koper khusus.

    Langkah keamanan tersebut kabarnya sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu, termasuk ketika Putin berkunjung ke Prancis pada Mei 2017, menurut laporan The Express US. Diduga, tindakan ini dilakukan untuk mencegah pihak asing mengambil sampel limbah tubuh Putin yang bisa saja mengungkap informasi tentang kondisi kesehatannya.

    Jurnalis Farida Rustamova juga melaporkan bahwa prosedur serupa diterapkan saat kunjungan Putin ke Wina, saat ia menggunakan toilet portabel.

    “Seorang sumber mengatakan bahwa praktik ini sudah dilakukan presiden sejak awal kepemimpinannya pada 1999,” tulis The Express US.

    Laporan ini muncul di tengah spekulasi yang terus beredar mengenai kesehatan presiden berusia 72 tahun tersebut. Kekhawatiran meningkat setelah Putin terlihat menggoyangkan kakinya saat konferensi pers di Astana, Kazakhstan, November lalu. Menurut dr Bob Berookhim, hal itu bisa jadi gejala kondisi neurologis seperti Parkinson, sebagaimana dikutip The Express US.

    Putin juga pernah terlihat gelisah di kursinya saat bertemu Presiden Belarus, Alexandr Lukashenko, pada 2023. Sementara pada 2022, Kremlin sempat menepis rumor yang beredar di kanal Telegram General SVR, yang menuduh Putin mengalami ‘insiden memalukan’ setelah terjatuh.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Ternyata Ini Alasan Kim Jong Un Hapus Jejak dan Bawa Toilet Sendiri saat di Beijing

    Ternyata Ini Alasan Kim Jong Un Hapus Jejak dan Bawa Toilet Sendiri saat di Beijing

    Jakarta

    Setelah Kim Jong Un bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Beijing, staf Korea Utara tampak hati-hati membersihkan barang-barang yang disentuh pemimpin tertinggi itu. Menurut analis, langkah tersebut merupakan bagian dari protokol keamanan untuk mencegah upaya mata-mata asing.

    Meski hubungan Kim dan Putin terlihat makin akrab, rekaman pada Rabu (3/8/2025) memperlihatkan betapa seriusnya Korea Utara berusaha menyembunyikan segala petunjuk terkait kondisi kesehatan Kim.

    Dalam sebuah unggahan di Telegram, reporter Kremlin Alexander Yunashev membagikan video yang memperlihatkan dua staf Kim dengan cermat membersihkan ruangan di Beijing, tempat Kim dan Putin berbincang selama lebih dari dua jam.

    Mereka terlihat mengelap sandaran punggung dan sandaran lengan kursi, membersihkan meja kopi di samping kursi Kim, serta menyingkirkan gelas minumnya.

    “Setelah negosiasi selesai, staf yang mendampingi kepala DPRK dengan hati-hati menghancurkan semua jejak keberadaan Kim,” kata reporter tersebut, merujuk pada Korea Utara, dikutip dari CNA.

    Setelah berbincang di ruangan itu, Kim dan Putin kemudian minum teh bersama sebelum berpisah dengan salam perpisahan yang hangat.

    Seperti dalam kunjungan luar negeri sebelumnya, Kim membawa toilet pribadinya di kereta hijau khas yang membawanya ke Beijing. Menurut laporan surat kabar Jepang Nikkei, langkah ini dilakukan untuk menyembunyikan informasi apa pun terkait kondisi kesehatannya, dengan mengutip sumber intelijen Korea Selatan dan Jepang.

    Michael Madden, pakar kepemimpinan Korea Utara dari Stimson Center, AS, menjelaskan bahwa praktik semacam ini telah menjadi protokol standar sejak era pendahulu Kim, yaitu ayahnya, Kim Jong Il.

    “Toilet khusus dan kantong sampah khusus berisi sampah, limbah, dan puntung rokok disediakan agar badan intelijen asing, bahkan yang bersahabat sekalipun, tidak mengambil sampel dan mengujinya,” kata Madden.

    “Ini akan memberikan wawasan tentang kondisi medis apa pun yang memengaruhi Kim Jong Un. Ini bisa termasuk rambut dan kutil kulit,” ujarnya.

    Pada 2019, setelah pertemuan puncak di Hanoi dengan Presiden AS Donald Trump, pengawal Kim terlihat menutup akses ke lantai kamar hotelnya selama berjam-jam untuk membersihkan ruangan, bahkan sampai mengambil barang-barang termasuk kasur.

    Tim Kim juga kerap terlihat dengan teliti membersihkan barang-barang sebelum ia gunakan. Saat bertemu Presiden Korea Selatan saat itu, Moon Jae-in, petugas keamanan Korea Utara menyemprot kursi dan meja dengan cairan pembersih lalu mengelapnya sebelum Kim duduk.

    Hal serupa terjadi menjelang pertemuan puncaknya dengan Putin pada 2023. Rekaman video menunjukkan tim keamanan Kim membersihkan kursinya dengan disinfektan dan memeriksanya secara ketat. Salah satu penjaga bahkan menggunakan detektor logam untuk memindai kursi, memastikan tidak ada ancaman yang tersembunyi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Di Depan Presiden Korsel, Trump Bilang Mau Bertemu Kim Jong Un”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/suc)

  • Disinggung Putin, Mungkinkah Manusia Hidup Abadi dengan Transplantasi Organ?

    Disinggung Putin, Mungkinkah Manusia Hidup Abadi dengan Transplantasi Organ?

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin China Xi Jinping dalam sebuah kesempatan membicarakan soal ‘kehidupan abadi’ melalui transplantasi organ. Pertemuan ini terjadi ketika mereka sedang berjalan di Lapangan Tiananmen dalam parade militer Hari Kemenangan China.

    “Organ manusia bisa terus ditransplantasi. Semakin lama kamu hidup, semakin muda kamu jadinya, dan bahkan bisa mencapai keabadian,” kata Putin pada Xi melalui penerjemah.

    Meski keduanya bukan ahli di bidang riset anti-penuaan, Xi menanggapi dengan senang hati ucapan Putin. Menurutnya, manusia sebenarnya bisa hidup lebih dari 100 tahun.

    “Beberapa orang memprediksi abad ini manusia mungkin bisa hidup hingga 150 tahun,” kata Xi pada Putin.

    Pernyataan tersebut sebenarnya tak sepenuhnya salah. Memang ada spekulasi manusia secara teoritis punya kapasitas untuk hidup hingga 150 tahun. Namun, dalam praktiknya sangat kecil kemungkinan ada yang bisa mencapai usia tersebut sebelum ditemukan obat untuk kanker dan beragam penyakit mematikan lainnya.

    Dikutip dari IFL Science, menurut data hingga saat ini belum ada manusia yang hidupnya melampaui Jeanne Calment di Prancis, yang meninggal pada 1997 di usia 122 tahun. Beberapa peneliti meragukan ada yang bisa melakukannya, karena secara teori organ manusia hanya memiliki batas usia maksimal 120 tahun.

    Dari sinilah ‘obsesi’ Putin dengan organ yang lebih muda muncul. Sulit dipastikan apakah seseorang bisa bertahan hidup tanpa batas dengan cara terus menerus mengganti organ layaknya onderdil motor atau mobil, karena belum ada yang pernah mencobanya.

    Alasan lain mengapa cara ini juga sulit dilakukan adalah persediaan organ manusia tidak muncul dengan mudah. Pada saat ini, masih ada banyak kekurangan organ bagi pasien-pasien yang membutuhkan.

    Hal ini yang membuat tak sedikit ahli yang meneliti prosedur xenotransplantasi, donor dari organ hewan. Beberapa waktu terakhir, segelintir pasien telah menerima jantung hingga ginjal babi yang telah dimodifikasi secara genetik.

    Ini tidak mudah, karena sistem imun penerima donor biasanya menolak organ tersebut.

    Sebenarnya seberapa lama manusia bisa hidup jika tidak mengalami sakit apapun? Peneliti menemukan meski penyebab umum kematian diabaikan, kemampuan tubuh untuk memulihkan keseimbangan struktural dan metaboliknya akan menurun seiring waktu.

    Penurunan tersebut menetapkan usia maksimum di kisaran 120-150 tahun. Sebuah penelitian menyebutkan, seiring bertambahnya usia, ada faktor di luar penyakit yang menyebabkan penurunan bertahap dan bisa diprediksi dalam parameter kemampuan tubuh mengembalikan sel darah dan pola gerak anggota tubuh.

    Peneliti berpendapat hidup abadi seharusnya tidak menjadi sebuah fokus utama. Namun, adalah bagaimana hidup bisa dijalani dengan sehat. Hidup abadi tidak berarti hidup dengan sehat.

    “Kematian bukan satu-satunya hal penting. Hal lain seperti kualitas hidup, semakin berarti ketika orang mulai kehilangan itu,” kata Direktur Duke University Center for Study of Aging and Human Development Heather Whitson dikutip dari Scientific American, Minggu (7/9/2025).

    “Pertanyaannya, bisakah kita memperpanjang umur tanpa juga memperpanjang proporsi waktu ketika orang berada dalam kondisi rapuh?,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Kapal LNG Rusia Satu Persatu Bersandar di China Meski Ditentang AS

    Kapal LNG Rusia Satu Persatu Bersandar di China Meski Ditentang AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Sebuah kapal tanker kedua yang mengangkut gas alam cair (LNG) dari pabrik ekspor Rusia yang dikenai sanksi AS tiba di China pada Sabtu, sementara Beijing terus memperluas hubungannya dengan Moskow meskipun ditentang oleh Washington.

    Melansir dari Bloomberg, Sabtu (6/9/2025) kapal tanker Voskhod, yang mengangkut muatan dari pabrik Arctic LNG 2, bersandar di terminal impor Beihai di selatan China, menurut data pelacakan kapal yang dikompilasi oleh Bloomberg.

    Pengiriman pertama dari Arctic LNG 2 tiba di China pada akhir Agustus. Pengiriman tersebut terjadi menjelang kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin, di mana kedua negara memperkuat hubungan energi mereka melalui serangkaian perjanjian pipa gas. 

    Sementara Arctic LNG 2 menghadapi kesulitan dalam mencari pembeli setelah masuk daftar hitam oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada 2023.

    Setidaknya tiga kapal lagi dari Arctic LNG 2 tampaknya sedang dalam perjalanan ke China, menurut data pelacakan kapal Bloomberg. Adapun pengiriman lain mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk tiba karena es telah menumpuk di Rute Laut Utara, sehingga menyulitkan kapal tradisional untuk menempuh rute yang lebih pendek ke Asia.

    Sejak pertengahan Agustus lalu, beberapa kapal tanker LNG memang terpantau tengah menuju Asia dari fasilitas ekspor Rusia—yang dikenai sanksi Amerika Serikat (AS)—untuk mencari pembeli. 

    Untuk diketahui, Arctic LNG 2 memproduksi delapan kargo LNG pada musim panas lalu, tetapi terpaksa ditutup pada Oktober 2024 karena gagal mendapatkan pembeli. Penutupan juga disebabkan adanya penumpukan es musiman di sekitar fasilitas.

    Fasilitas LNG tersebut, yang awalnya dikenai sanksi oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden, kembali melakukan pemuatan pada Juni lalu. Namun, kala itu belum ada kargo yang berhasil bersandar di fasilitas impor mana pun. Masih belum jelas apakah empat kapal yang saat ini menuju Asia akan benar-benar menemukan pembeli. Sekitar selusin kapal, termasuk yang mampu berlayar di perairan es, telah disiapkan untuk melayani Arctic LNG 2.

  • Ternyata Bukan hanya Foto Prabowo yang Lenyap di Koran Jepang

    Ternyata Bukan hanya Foto Prabowo yang Lenyap di Koran Jepang

    GELORA.CO -Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing baru-baru ini menarik perhatian.  

    Kunjungan untuk menghadiri peringatan 80 Tahun Kemenangan Perang Perlawanan Rakyat Tiongkok ini malah menimbulkan beragam spekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. 

    Banyak pengamat yang menyebut kunjungan ini sebagai momen penting yang penuh makna untuk memperkuat posisi diplomasi Indonesia di panggung global. 

    Perayaan ini banyak diliput oleh media global. Dalam momen bersejarah itu, sekitar 25 pemimpin dunia hadir. 

    Namun yang banyak diliput oleh berbagai media adalah para pemimpin yang berdiri berdampingan di atas mimbar, antara lain Presiden Indonesia Prabowo Subianto., Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Tiongkok Xi Jinping,  Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, serta Presiden Kazakstan Jomart Tokayev. 

    Media China banyak yang menampilkan gambar empat pemimpin; Prabowo Subianto., Vladimir Putin, Xi Jinping, Kim Jong Un. Sementara, media Jepang justru hanya menampilkan tiga pemimpin.

    Yomiuri Shimbun, salah satu surat kabar terbesar di Jepang, hanya menampilkan foto “Trio Blok Timur”, yaitu Xi Jinping, Putin, dan Kim Jong Un. Sosok Prabowo sama sekali tidak ditampilkan. 

    Media sosial pun ramai membahas hal ini. Banyak netizen berspekulasi bahwa foto Prabowo sengaja dipotong karena Indonesia dianggap bukan negara besar. 

    Yomiuri Shimbun nampaknya  lebih memilih fokus pada Xi, Putin, dan Kim, karena acara tersebut adalah;  “peringatan 80 tahun kemenangan dari fasis Jepang”. Bagi publik Jepang, trio itulah yang relevan sebagai musuh tradisional dalam memori sejarah Perang Dunia II.

    Beberapa pendapat yang berseliweran di media sosial menggambarkan bahwa tidak disertakannya foto Prabowo karena Indonesia bukan dari bagian Blok Timur. 

    Beberapa analis justru menegaskan tidak tampilnya gambar Prabowo dalam framing media Jepang juga bukan diartikan berarti Indonesia tidak penting, melainkan karena editorial mereka sedang menegaskan narasi historis yang spesifik.

    Artikel editorial tersebut dimuat dalam versi bahasa Inggris berjudul “China-Russia-N. Korea Cooperation: 3 Regimes Cannot Become a Pillar of World Order. Japan and Europe Must Keep Emerging Nations Close”.

    Atau jika diterjemahkan: “Kerja sama China, Rusia, dan Korea Utara: Tiga rezim ini tidak boleh menjadi pilar utama dunia. Jepang dan Eropa harus merangkul negara-negara berkembang.”

    Isi artikel membahas pertemuan para pemimpin Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara di Beijing untuk menunjukkan sikap menantang Amerika Serikat. Media itu menilai langkah ini sebagai upaya mengubah tatanan dunia yang sudah menopang stabilitas global sejak Perang Dunia II.

    The Yomiuri Shimbun menekankan bahwa negara-negara demokratis, termasuk Jepang, kini berada di persimpangan jalan: apakah mereka mampu membendung pengaruh Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara atau tidak.

    Menurut artikel tersebut, sambutan hangat Beijing terhadap Putin dan Kim Jong Un menunjukkan Tiongkok melawan sentrisme PBB dan diplomasi damai yang selama ini mereka klaim.

    Karena itu, wajar jika Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa memilih tidak mengirimkan perwakilan pemerintah mereka ke Beijing. 

    Media itu juga menyebut bahwa konfrontasi antara kubu negara otoriter (Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara) dengan kubu negara demokratis (Jepang, AS, dan Eropa) bisa menjadi tak terhindarkan.

  • AS Resmi Beri Tarif 50% ke India, Trump: Tak Perlu Khawatir

    AS Resmi Beri Tarif 50% ke India, Trump: Tak Perlu Khawatir

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden AS Donald Trump mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam hubungannya dengan India, meskipun AS telah memberlakukan tarif 50% untuk banyak barang dari negara tersebut sebagai hukuman atas pembelian energi Rusia oleh New Delhi.

    Trump mengatakan dia akan selalu menjadi teman dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, tetapi dia tidak suka dengan apa yang India lakukan saat ini soal pembelian minyak dari Rusia. 

    “India dan AS memiliki hubungan khusus. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita hanya kadang-kadang mengalami momen-momen tertentu,” kata Trump, sebagaimana dikutip dari Bloomberg, Sabtu (6/9/2025). 

    Komentar relatif positif Trump tentang India datang meskipun negosiasi formal antara Washington dan New Delhi mengenai perjanjian perdagangan untuk menurunkan tingkat tarif telah mandek, dan Presiden AS pekan ini mengekspresikan kemarahan terhadap Modi karena menghadiri KTT di China bersama Vladimir Putin dari Rusia dan Xi Jinping dari China. 

    Trump pekan ini mengatakan India telah menawarkan untuk menurunkan tarifnya atas barang-barang AS menjadi nol, tetapi dia menyiratkan bahwa konsesinya mungkin datang terlalu terlambat dalam pembicaraan. 

    Pada Jumat pagi, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan kepada Bloomberg Television bahwa “konyol” jika India terus membeli minyak dari Rusia meskipun ada konflik yang sedang berlangsung dengan Ukraina, dan bahwa negara tersebut perlu memilih pihak.

    “Baiklah, dukung dolar, dukung Amerika Serikat, dukung klien terbesar Anda, yaitu konsumen Amerika, atau, saya kira Anda akan dikenakan tarif 50%,” kata Lutnick.

    Sebelumnya, Trump menilai hubungan dagang kedua negara selama ini tidak seimbang akibat tingginya tarif impor yang diberlakukan New Delhi.

    “India selama bertahun-tahun menerapkan tarif yang sangat tinggi, mungkin yang tertinggi di dunia,” katanya.

    Kebijakan tarif AS tersebut mengejutkan pejabat India, meski kedua negara telah menjalani negosiasi berbulan-bulan. Menurut pejabat perdagangan, tarif tinggi dan kebijakan proteksionis India kerap membuat frustrasi tim negosiator Washington.

    Trump awalnya menetapkan bea masuk 25% untuk produk ekspor India, sebelum menggandakannya menjadi 50% pekan lalu. Langkah ini berdampak pada lebih dari 55% barang yang dikirim ke AS, pasar ekspor terbesar bagi India.

    AS keberatan atas keputusan India melanjutkan pembelian energi dari Rusia, yang menurut New Delhi diperlukan untuk menjaga harga minyak domestik tetap rendah.

    Para pengkritik menilai pembelian energi oleh India dan China justru membantu menopang ekonomi Rusia dan melemahkan efektivitas sanksi Barat yang ditujukan untuk menghentikan perang di Ukraina.

  • AS Memang Raksasa, Ekonomi 4 Negara Bersatu dengan China Tetap Kalah

    AS Memang Raksasa, Ekonomi 4 Negara Bersatu dengan China Tetap Kalah

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Beijing menjadi pusat perhatian dunia pada Rabu (3/9/2025) saat parade militer besar digelar untuk memperingati 80 tahun kemenangan China dalam Perang Dunia II. Parade tersebut dihadiri sejumlah pemimpin negara, mulai dari Presiden Vladimir Putin, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, hingga Presiden Prabowo Subianto.

    Dari Rusia hingga Indonesia, para kepala negara hadir sebagai bentuk dukungan diplomatik sekaligus penghormatan. Parade ini tercatat menjadi yang terbesar sepanjang sejarah China, yang turut menampilkan kekuatan militer dan visi strategis Beijing di masa depan.

    Prabowo diketahui berangkat ke Beijing pada Selasa (2/9/2025) malam, memenuhi undangan khusus dari Presiden Xi Jinping. Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, undangan itu bersifat istimewa karena China secara khusus meminta kehadiran Prabowo dalam parade militer peringatan bersejarah tersebut.

    “Dalam beberapa hari belakangan ini ada permohonan yang sangat dari pemerintah China agar Bapak Presiden dapat menghadiri paling tidak di satu hari acara peringatan 80 tahun dan parade militer pemerintah China,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip dari situs resmi Setneg, Sabtu (6/92025).

    Kekuatan Ekonomi Negara-Negara yang Hadir

    Selain menjadi ajang unjuk kekuatan militer dan diplomasi, pertemuan para pemimpin dunia di Beijing juga sarat makna dari sisi ekonomi. Hal ini terlihat dari besarnya bobot ekonomi negara-negara yang hadir, yang jika dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB) mampu merepresentasikan porsi signifikan dalam perekonomian global.

    Tahun 2024 menegaskan kembali posisi China sebagai salah satu pusat ekonomi dunia. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$18,74 triliun, Negeri Tirai Bambu tetap kokoh di urutan kedua ekonomi terbesar global, hanya kalah dari Amerika Serikat yang mencatat sekitar US$29 triliun.

    Pertumbuhan 5,0% yang diraih China selaras dengan target resmi pemerintah dalam Sidang Dua Sesi 2024. Meski sedikit lebih rendah dibandingkan 5,2% pada 2023, laju ini tetap mencerminkan pemulihan yang solid ditopang oleh kinerja ekspor yang impresif serta rangkaian stimulus fiskal dan kebijakan terarah yang menjaga momentum pertumbuhan.

    Dominasi China tentu mencuri perhatian, namun forum ini tidak hanya soal Beijing.

    Negara-negara lain yang turut hadir juga membawa bobot ekonomi yang signifikan dalam percaturan global. India, Rusia, Indonesia, hingga Korea Utara, masing-masing berkontribusi membentuk peta kekuatan ekonomi baru yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

    Jika digabungkan, lima negara ini mencatat PDB total sekitar US$26,24 triliun, menurut data Bank Dunia. Angka itu setara dengan 23,5% dari PDB dunia yang pada 2024 diperkirakan sebesar US$111,3 triliun.

    Dengan kata lain, hampir seperempat kekuatan ekonomi global terwakili dalam pertemuan di Beijing ini sebuah fakta yang menegaskan bahwa pertemuan politik juga sekaligus menjadi ajang pertemuan raksasa ekonomi dunia.

    Berikut Pendapatan Domestik Bruto (PDB) April 2025, menurut data dari International Monetary Fund:

    1. Dunia

    Total PDB dunia tercatat sebesar US$ 125,44 triliun.

    2. Amerika Serikat

    PDB: US$ 30,51 triliun.

    3. China

    PDB: US$ 19,23 triliun.

    4. India

    PDB: US$ 4,19 triliun.

    5. Rusia

    PDB: US$ 2,08 triliun.

    6. Indonesia

    PDB: US$ 1,43 triliun.

    7. Korea Utara

    PDB: US$ 0,03 triliun

    Perbandingan dengan Kekuatan Amerika Serikat

    Meski gabungan kekuatan ekonomi China, India, Rusia, Korea Utara, dan Indonesia sangat besar, jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, posisinya masih sedikit lebih kecil.

    Pada 2024 PDB Amerika Serikat mencapai US$30,51 triliun atau sekitar 24,6% dari total PDB dunia. Angka ini menegaskan dominasi AS sebagai satu-satunya negara dengan bobot ekonomi paling besar secara individual.

    Artinya, meskipun China dan negara-negara mitranya di forum ini memiliki gabungan ekonomi besar, Amerika Serikat tetap berdiri sebagai satu kekuatan tunggal terbesar dalam perekonomian global.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Putin Keluarkan Ancaman Baru, Siaga Hancurkan Militer Asing di Ukraina

    Putin Keluarkan Ancaman Baru, Siaga Hancurkan Militer Asing di Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan ancaman terbaru, mengingatkan tentara-pasukan asing yang bakal masuk ke Ukraina. Dia menyatakan, tentara-pasukan asing yang datang ke Ukraina akan dianggap sebagai target sah untuk diserang.

    “Jika ada pasukan muncul di sana, terutama saat ini, selama operasi militer, kami berasumsi bahwa mereka akan jadi target penghancuran yang sah,” kata Putin, dikutip dari Reuters, Sabtu (6/9/2025).

    “Dan, jika keputusan yang diambil mengarah ke perdamaian, perdamaian jangka panjang, saya melihat sama sekali tidak ada gunanya kehadiran mereka di wilayah Ukraina. Titik,” tegas Putin.

    Janji Prancis, Eropa & AS Jaga Ukraina

    Pernyataan Putin itu merespon ucapan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang mengatakan, ribuan tentara asing dapat dikerahkan ke negaranya di bawah jaminan keamanan pascaperang. Meski, pejabat Eropa memandang tanda-tanda perdamaian antara kedua negara masih jauh. Namun, memutuskan untuk bersiap.

    Pernyataan Zelensky itu usai janji 26 negara yang siap menjamin keamanan pascaperang kepada Ukraina. Yang diungkapkan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Kamis (4/9/2025), usai mengadakan pertemuan dengan sekutu Kyiv.

    Menurut Macron, usai pertemuan itu, dia dan para pemimpin Eropa lainnya, bersama Zelensky dan Presiden AS Donald Trump pun telah berbicara lewat telepon. Membahas kontribusi AS dalam jaminan yang dijanjikan itu.

    “Saat konflik berakhir, jaminan keamanan akan diterapkan,” kata Macron dalam konferensi pers di Istana Elysee di Paris, berdiri di samping Zelenskiy, seperti dilansir Reuters.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]